Anda di halaman 1dari 43

1.

Reaksi ringan  Karena hipersensitivitas ringan


a. Tanda dan Gejala:
- Ruam kulit dan gatal
b. Tatalaksana:
- Lambatkan transfusi
- Beri klorfenamin 0,1 mg/kgBB IM

2. Reaksi sedang-berat  karena hipersensitivitas yang sedang,


reaksi non -hemolitik, pirogen atau kontaminasi bakteri
a. Tanda dan Gejala:
- Urtikaria berat
- Kulit kemerahan (Flushing)
- Demam > 38C
- Menggigil
- Gelisah
- Peningkatan detak jantung
b. Tatalaksana:
- Stop transfusi
- Beri klorfenamin 0,25 mg/kgBB IM
- Beri bronkodilator, jika terjadi wheezing
3. Reaksi yang mengancam jiwa  karena hemolisis,
kontaminasi bakteri dan syok septik, kelebihn cairan atau
anafilaksis
a. Tanda dan Gejala:
- Demam >38C
- Menggigil
- Peningkatan detak jantung
- Napas cepat
- Urin berwarna gelap (hemoglobinuria)
- gangguan kesadaran
b. Tatalaksana:
- Hentikan transfusi
- Beri epinefrin 0,01 mg/kgBB
- Tangani syok
- Beri klorfeniramin 0,25 mg/kBB IM
- Beri bronkodilator jika terjadi wheezing
- Jaga aliran darah ke ginjal dengan memberikan
furosemid 1 mg/kgBB
- Beri antibiotik untuk septisemia
1. Darah utuh (WHOLE BLOOD)
a. Indikasi:
- Perdarahan akut dengan hipovolemia
- Transfusi tukar (Exchange transfusion)
- Pengganti darah merah endap (Packed Red Cell)
b. Kontraindikasi:
- Resiko Overload cairan misalnya pada anemia kronik dan
gagal jantung

2. Darah Endap (Packed Red Cells)


a. Indikasi:
- Penganti sel darah merah pada anemia
- Anemia karena perdarahan akut
b. Kontraindikasi:
- Resiko infeksi
3. Darah Merah Cuci (WASHED ERYTROCYTE)
a. Indikasi:
- Transfusi neonatus sampai usia < 1thn
- Transfusi intrauterin
- Penderita dengan anti-IgA atau defisiensi IgA dengan
riwayat alergi transfusi berat
- Riwayat reaksi transfusi berat yang tidak membaik dengan
emberian premedikasi
b. Kontraindikasi:
- Defisiensi IgA yang belum pernah mendapat transfusi
komponen darah (eritrosit, plasma, trombosit)
- Defisiensi IgA yang tidak pernah mengalami reaksi alergi
terhadap komponen darah sebelumnya
- Belum diketahui mempunyai antibody anti-A
4. TC (TROMBOCYTE CONCENTRATES)
a. Indikasi:
- Perdarahan akibat trombositopenia atau gangguan fungsi
trombosit
- pencegahan perdarahan karena trombositopenia (gangguan
sum-sum tulang) kurang dari 10.000/l
- Profilaksis perdarahan pada pre operatif dengan trombosit
kurang atau sama dengan 50.000/l,kecuali operasi cardiovaskuler
kurang atau sama dengan 100.000/l
b. Kontraindikasi:
- ITP (idiopathic thrombocytopenic purpura) tanpa perdarahan
- TTP tanpa perdarahan
- DIC yang tidak diterapi
- Trombositopenia terkait sepsis
5. FFP (FRESH FROZEN PLASMA)
a. Indikasi
- Defisiensi faktor koagulasi (Penyakit hati)
- DIC
- TTP
b. Perhatian:
- Reaksi alergi akut dapat terjadi dengan pemberian cepat
- jarang terjadi reaksi anafilatik berat
- hipovolemia bukan suatu indikasi
1. Perdarahan akut lebih dari 25-30% (1500 ml)
2. Pada pembedahan dengan perdarahan >2 liter
3. Pada perdarahan kronis dengan Hb <7 g/dl
4. Syok septik Disebabkan oleh infeksi yang masuk ke
aliran darah, sehingga tubuh mengalami peradangan
atau inflamasi.
5. Transfusi tukar pada neonatus dengan ikterus berat
1. Anemia defisiensi G6PD Defisiensi glukosa-6-fosfat
dehidrogenase (G6PD deficiency) adalah suatu kelainan gen
pada kromosom X yang mempengaruhi sel darah merah. G6PD
sendiri merupakan enzim yang berperan dalam berbagai reaksi
kimia di dalam sel, salah satunya adalah untuk menghasilkan
senyawa nikotinamid adenin dinukleotida fosfat tereduksi
(NADPH), yang dapat mencegah kerusakan sel akibat oksidasi.
a. Tanda dan Gejala:
- Denyut jantung bertambah cepat.
- Napas pendek.
- Urine berwarna gelap atau jingga kekuningan.
- Demam.
- Letih.
- Pusing.
- Wajah menjadi pucat.
- Kulit dan putih mata menjadi kekuningan.
2. Anemia sel sabit adalah jenis anemia akibat kelainan genetik di
mana bentuk sel darah merah tidak normal sehingga
mengakibatkan pembuluh darah kekurangan pasokan darah sehat
dan oksigen untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Dalam
kondisi normal, bentuk sel darah merah itu bundar dan lentur
sehingga mudah bergerak dalam pembuluh darah, sedangkan pada
anemia sel sabit, sel darah merah berbentuk seperti sabit yang kaku
dan mudah menempel pada pembuluh darah kecil.
a. Tanda dan Gejala:
- Kulit dan bagian putih mata berubah warna menjadi kuning.
- Demam tinggi.
- Perut bengkak dan terasa sangat sakit.
- Nyeri hebat pada perut, dada, tulang, atau sendi yang tidak
hilang.
- Menunjukkan gejala stroke, yaitu kelumpuhan setengah
badan yang mengakibatkan sulit berjalan, berbicara, atau gangguan
penglihatan secara tiba-tiba.
3. Anemia sferositosis herediter salah satu jenis
anemia hemolitik yang disebabkan oleh kerusakan
membran eritrosit. Kerusakan terjadi sebagai akibat
defek molekular pada satu atau lebih protein sitoskeletal
sel darah merah yang terdiri dari spektrin, ankirin, band
3 protein dan protein.
a. Tanda dan Gejala:
- rasa lelah
- sesak napas
- rasa pusing
- peningkatan frekuensi denyut jantung
- nyeri kepala
- palpitasi (detak jantung cepat)
- kekuningan pada kulit
1. Anamnesis
Anemia bisa timbul dengan bermacam-macam gejala yang
tersembunyi. Diantaranya pucat dan mudah lelah. Karena itu
perlu dilakukan anamnesis yang mendalam.
KU: pasien tidak sadarkan diri dan pucat
KT: Pucat disertai dengan kekuningan. Pasien juga demam dan
keringat dingin. Serta urin berwarna gelap.
- Apakah gejala tersebut muncul mendadak atau bertahap?
- Adakah petunjuk mengenai penyebab anemia?
- Adakah gejala konsisten dengan malabsorbsi?
RPT (Riwayat Penyakit Terdahulu)
- Adakah dugaan penyakit ginjal kronis sebelumnya?
- Adakah riwayat penyakit kronis?
- Adakah kegagalan Sum-sum Tulang?
- Adakah alasan untuk mencurigai adanya hemolisis?
Riwayat Keluarga:
- Adakah Riwayat anemia dalam keluarga?
Riwayat obat:
- Apakah sebelumnya pernah mengonsumsi obat-obatan?
- Obat apa yang dikonsumsi dan berapakah dosisnya?
- Apakah memiliki alergi obat?
Riwayat Gizi:
- Apakah pasien memiliki kebiasaan makan tertentu?
2. Pemeriksaan Fisik
- Wajah: pucat/ tidak
- mata: konjungtiva inferior anemis dan sklera ikterik
- Ekstremitas: Telapak tangan pucat/tidak
- Pemeriksaan perut:
a. inspeksi  dapat dilihat apakah ada kelainan bentuk
pucat seperti jaringan parut karena pembedahan, asimetri
perut, vena yang berdilatasi.
b. Palpasi Tanyakan mengenai daerah yang terdapat
nyeri tekan pada pasien kemudian cari apakah terdapat
pembesaran seperti hepatomegali atau splenomegali.
c. Perkusi Dilakukan pada perkusi pada 4 kuadrant
abdomen, dapatan abnormal bila dijumpai suara pekak
(beda)
d. Auskultasi Dilakukan untuk memeriksa bunyi usus.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan kadar Hemogloblin
Kadar Hb dapat diketahui dengan melakukan tes darah.
Kisaran normal Hb bervariasi bergantung pada usia dan jenis
kelamin. Kisaran rata-ratanya adalah 13-18 gram/dl untuk pria dan
12-16 gram/dl untuk wanita.
Kondisi yang menyebabkan kadar Hb rendah:
Orang yang memiliki kadar hemoglobin rendah dikenal dengan
istilah medis anemia. Rendahnya kadar Hb dapat disebabkan
banyak hal, di antaranya:
 Kehilangan darah akibat pembedahan, menstruasi berat,
kecelakaan, dan kondisi lain yang menyebabkan perdarahan.
 Kurangnya produksi darah karena sel-sel dalam tulang sumsum
yang gagal diproduksi.
 Rusaknya sel darah merah dan kurangnya asupan zat besi, asam
folat, atau vitamin B12, serta penyakit ginjal
Kondisi yang menyebabkan kadar Hb tinggi
Kadar hemoglobin yang tinggi menyebabkan pasokan oksigen ke tubuh
jadi melebihi batas. Beberapa kondisi yang menyebabkan kadar
hemoglobin tinggi, antara lain:
 Penyakit paru, seperti PPOK dan fibrosis paru
 Penyakit jantung bawaan
Dehidrasi, merokok, atau berada di tempat yang tinggi
 Polycythemia vera (sumsum tulang menghasilkan terlalu banyak sel
darah merah)

Kondisi yang menyebabkan struktur Hb abnormal


Selain kadarnya yang rendah, struktur Hb juga bisa mengalami kelainan.
Beberapa kondisi yang menyebabkan hal ini, antara lain:
 Anemia sel sabit, menyebabkan sel darah berbentuk seperti sabit bukan
bulat pipih. Akibatnya sel darah bisa tersangkut di pembuluh darah.
 Thalasemia menyebabkan kelainan darah akibat gangguan cincin globin
pada hemoglobin sehingga tidak dapat mengangkut oksigen dengan baik.
b. Pemeriksaan hematokrit
kadar hematokrit diukur dengan takaran persentase. Untuk pria
dewasa, level hematokrit yang normal adalah 38,8–50%, dan untuk
perempuan dewasa adalah 34,9–44,5%.
Beberapa kondisi yang ditandai dengan rendahnya level
hematokrit rendah, antara lain:
 Anemia defisiensi besi, anemia defisiensi B12 dan folat
 Penyakit peradangan kronis
 Pendarahan internal atau organ di dalam tubuh.
 Anemia hemolitik
 Gagal ginjal
 Penyakit tulang sumsum
 Limfoma
 Anemia sel sabit
 Leukemia
 Thalassemia
c. Pemeriksaan Eritrosit
Kadar sel darah merah yang normal pada pria dewasa adalah
antara 4,7-6,1 juta/mikroliter (mcl), dan pada wanita dewasa adalah
4,2-5,4 juta/mcl. Sedangkan pada anak-anak, kadar eritrosit yang
normal adalah 4,1-5,5 juta/mcl.
Beberapa penyakit yang bisa membuat kadar eritrosit di dalam
tubuh berkurang adalah:
 Anemia.
 Pecahnya sel darah merah atau hemolisis, seperti pada penyakit
thalasemia dan anemia sel sabit.
Infeksi berat.
Penyakit tiroid.
Gangguan sumsum tulang.
Kanker darah, seperti leukemia, limfoma, atau multiple myeloma.
Kerusakan ginjal.
Keracunan timbal.
d. Pemeriksaan retikulosit
Retikulosit adalah eritrosit muda yang sitoplasmanya masih mengandung
sejumlah besar sisa-sisa ribosome dan RNA yang berasal dari sisa inti.
Nilai Rujukan
Dewasa : 0.5 - 1.5 %
Bayi baru lahir : 2.5 - 6.5 %
Bayi : 0.5 - 3.5 %
Anak : 0.5 - 2.0 %
Masalah Klinis:
 Penurunan jumlah : Anemia (pernisiosa, defisiensi asam folat, aplastik, terapi
radiasi, pengaruh iradiasi sinar-X, hipofungsi adrenokortikal, hipofungsi
hipofisis anterior, sirosis hati (alkohol menyupresi retikulosit)
 Peningkatan jumlah : Anemia (hemolitik, sel sabit), talasemia mayor,
perdarahan kronis, pasca perdarahan (3 - 4 hari), pengobatan anemia (defisiensi
zat besi, vit B12, asam folat), leukemia, eritroblastosis fetalis (penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir), penyakit hemoglobin C dan D, kehamilan.
e. Pemeriksaan sum-sum tulang
Pemeriksaan sumsum tulang yang merupakan gabungan
dari aspirasi dan biopsi sumsum tulang ini merupakan
suatu cara untuk mendiagnosis gangguan hematologi
seperti leukemia limpositik kronik, leukemia
akut, limfoma Hodgkin dan limfoma non Hodgkin,
gangguan mieloproliferatif, sindrom mielodisplasia dan
multiple mieloma. pemeriksaan sumsum tulang ini
dapat dilakukan untuk mengevaaluasi sitopenia,
trombositosis, leukositosis, anemia dan kadar besi yang
dapat ditentukan.
Berikut ini adalah indikasi klinis pada aspirasi sumsum tulang:
 Investigasi anemia yang tidak dapat dijelaskan, gangguan
sitopenia ataupun sitosis, serta abnormalitas pada sel darah merah
lainnya
 Investigasi kelainan morfologi sel darah tepi ataupun kelainan
sumsum tulang lainnya
 Investigasi dugaan metastasis suatu keganasan ke sumsum tulang
 Investigasi suatu lesi pada tulang ataupun suatu kelainan
radiologis
 Investigasi pembesaran organ ataupun massa yang tidak
memungkinkan untuk dilakukan biopsi langsung ke jaringan
 Investigasi gangguan lipid dan kolagen
 Investigasi adanya gangguan hematologi pada transplantasi stem
sel alogen
f. Pemeriksaan Coombs Test  adalah sebuah pengujian
atau tes darah yang dilakukan untuk menemukan
antibodi tertentu yang menyerang sel-sel darah merah.
Terdapat dua jenis Coombs test yang umum dilakukan,
yaitu:
 Tes Coombs langsung (direct) yang melibatkan
pemeriksaan langsung pada sel-sel darah merah yang
ditemukan dalam sampel darah. Coombs test langsung
terkadang disebut juga tes antiglobulin langsung.
Tes Coombs tidak langsung (indirect) dilakukan
dengan melakukan pemeriksanaan pada bagian lain dari
darah yang disebut dengan plasma darah.
a. Coombs test dapat langsung dijalankan apabila dokter menduga
bahwa seorang pasien terkena anemia hemolitik.
b. Coombs test tidak langsung (indirect) biasanya digunakan untuk
memastikan apakah darah pendonor sesuai dan dapat digunakan
untuk orang yang akan menerimanya.

Nilai Rujukan:
Normal
 Tidak ditemukan antibodi. Ini disebut hasil tes negatif.
 Tes Coombs (direct). Hasil tes negatif berarti darah Anda tidak
memiliki antibodi yang melekat pada sel-sel darah merah Anda.
 Tes Coombs tidak langsung (indirect). Hasil tes negatif berarti
darah pendonor kompatibel dengan darah yang akan terima melalui
transfusi.
Abnormal
 Tes Coombs langsung (direct). Hasil tes positif
menunjukkan bahwa Anda memiliki antibodi yang
melawan sel-sel darah merah sendiri. Ini dapat
disebabkan oleh transfusi dari darah yang tidak
kompatibel atau mungkin berkaitan dengan kondisi
seperti anemia hemolitik atau penyakit hemolitik bayi
(HDN).

 Tes Coombs tidak langsung (indirect). Hasil tes positif


berarti darah Anda tidak kompatibel dengan darah donor
dan Anda tidak bisa menerima darah dari orang tersebut.
Anemia Hemolitik adalah anemia yang disebabkan oleh
proses hemolisis, yaitu pemecahan eritrosit dalam
pembuluh darah sebelum waktunya. Pada anemia
hemolitik umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal
umur eritrosit adalah 100-120 hari).
Etiologi:
Berbagai penyebab anemia hemolitik herediter, antara lain:
1. Defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase.
2. Talasemia.
3. Sferositosis herediter.
4. Anemia sel sabit (sickle cell anemia).
Sedangkan penyebab hemolisis didapat, antara lain:
a. Gangguan sistem imun, misalnya pada penyakit Lupus
Eritematosus.
b. Zat kimia dan obat-obatan (misalnya
penisilin, metildopa, ribavirin).
c. Infeksi.
d. Transfusi darah yang tidak cocok.
e. Eritroblastosis fetalis.
Manifestasi Klinis:
Berikut adalah gejala yang cenderung umum dialami banyak orang dengan
anemia hemolitik, seperti:
Pucat. Lemas.
Pusing. Mudah merasa lelah.
Tekanan darah rendah. Demam.
Detak jantung cepat. Sesak napas.
Nyeri dada. Nyeri perut.
Perubahan warna kulit. Pembesaran hati
Warna urine yang menjadi lebih gelap. Pembesaran limpa.
Luka pada kaki.
1. Forward Grouping
 Menentukan gol darah ABO berdasarkan antigen pada eritrosit
 Aglutinasi antigen bereaksi dengan antisera (IgM anti-A atau
anti-B).
 Anti-A  antigen A
Anti-B  antigen B

Interpretasi Hasil:Interpretasi hasil:


Anti-A Anti-B Anti-AB Gol.darah
+ - + A
- + + B
+ + + AB
- - - O
2. Reverse Grouping
 Menentukan gol darah ABO berdasarkan ada/ tidak adanya
antibodi
 Aglutinasi antibodi dalam serum bereaksi dengan antigen A/
B pada eritrosit

Interpretasi hasil:
Sel A1 Sel B Antibodi Gol.darah
- + Anti-B A
+ - Anti-A B
- - Tidak Ada AB
+ + Anti-A & Anti-B O
3. Rhesus (Rh) adalah sistem penggolongan darah berdasarkan
ada tidaknya antigen D di permukaan sel darah merah.

Golongan darah juga ditentukan oleh faktor Rh. Selengkapnya


sebagai berikut:
 Rhesus positif (Rh+). Orang dengan Rh+ memiliki antigen Rh di
dalam sel darah merah. Rh+ dapat menerima Rh+ maupun Rh-.
 Rhesus negatif (Rh-). Orang dengan Rh- tidak memiliki Rh
Mereka hanya menerima darah dari orang dengan golongan darah
Rh-.

Anti-A Anti-B Anti-AB Anti-D Gol.darah Rh


+ - + + A +
- + + + B +
+ + + - AB -
- - - - O -
Penatalaksanaan anemia hemolitik sangat tergantung pada etiologi
yang mendasarinya. Tujuan utama dari terapi farmakologi adalah
untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid diindikasikan pada anemia hemolitik yang
disebabkan oleh faktor imunitas. Terutama pada anemia hemolitik
autoimun. Pada tahap awal dapat diberikan prednison oral 1–2
mg/kg/hari. Bila respon terapi per oral kurang adekuat, maka dapat
diberikan methylprednisolone intravena dengan dosis 0,8–1,6
mg/kg/hari. Penurunan dosis steroid harus dilakukan dengan
perlahan.
2. Erythropoietin
Erythropoietin (EPO) digunakan untuk mengurangi kebutuhan
transfusi. Keadaan dimana terapi EPO dapat mengurangi
kebutuhan transfusi antara lain:
 Anak-anak dengan gagal ginjal kronik
 Anemia hemolitik autoimun yang berhubungan dengan
retikulositopenia
 Pasien sickle cell anemia yang menjalani hemodialisis
karena gagal ginjal
 Bayi dengan hereditary spherocytosis
3. Tranfusi Darah
Terapi anemia hemolitik dengan transfusi darah sebaiknya
dihindari kecuali dinilai sangat perlu. Transfusi dapat dilakukan
pada pasien dengan angina atau pasien dengan keadaan
kompensasi kardiopulmonal berat. Kelebihan besi karena riwayat
transfusi berkali-kali pada anemia kronik (contohnya
pada thalassemia dan sickle cell anemia) dapat diterapi dengan
kelasi besi.

4. Terapi Bedah
Splenektomi merupakan pilihan utama terapi pada anemia
hemolitik akibat keadaan tertentu, seperti hereditary
spherocytosis.
5. Asam folat
Pemberian profilaksis asam folat diindikasikan karena
hemolisis aktif dapat menurunkan kadar folat serum dan
menyebabkan megaloblastosis.
6. Rituximab
Rituximab adalah chimeric monoclonal antibody yang
menargetkan diri pada antigen CD20 limfosit B yang
umumnya dipergunakan sebagai terapi pada non-
Hodgkin’s lymphomas, leukemia limfositik kronik
dan rheumatoid arthritis berat. Rituximab digunakan
sebagai terapi off label pada AIHA dengan dosis 375
mg/m2/minggu selama 4 minggu.
Referensi:
1. Dhaliwal G, Cornett P, Tierney LM. Hemolytic anemia. J American
Academy Family Physcian. 2004;69(11):2599-609.
2. Zanella A, Barcellini W. Treatment of autoimmune hemolytic anemia. J
Haemotologica. 2014;99(10):1547-8.
3. Chaudary RK, Das SS. Autoimmune hemolytic anemia: from lab to
bedside. J Asian of Transfusion Science. 2014; 8(1):5- 12.
4. Guyton, Arthur C., (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi V.
EGC. Jakarta
5. Kiswari Rukman. (2014). Hematologi Dan Transfusi. Erlangga. Jakarta
6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

Anda mungkin juga menyukai