Anda di halaman 1dari 64

Case Report

CHF FUNGSIONAL KELAS III+AKI +BRONKOPNEUMONIA

Oleh :
Yoni Puspita Sari
1210070100043

Preseptor :
dr. Lydia Dewi, Sp.PD

SMF / BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT M NATSIR
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITASBAITURRAHMAH
2019
Congestif Heart Failure
(CHF)
Gagal jantung (GJ) sering disebut juga gagal jantung
kongestif (CHF) adalah sindroma klinis (sekumpulan
tanda dan gejala), ditandai oleh sesak nafas dan fatik
(saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan
oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.

DEFINISI

Gagal jantung merupakan suatu keadaan dimana


jantung tidak lagi mampu memompa darah ke
jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh walaupun darah balik masih normal.
EPIDEMIOLOGI

Gagal jantung sudah merupakan permasalahan Dunia.


Menurut American Heart Association (AHA), sekitar 5,7 juta
penduduk Amerika menderita gagal jantung dan merupakan
penyebab terbanyak pasien dirawat di Rumah Sakit. Di
Indonesia, prevalensi gagal jantung adalah 0,3 persen.
Prevalensi gagal jantung didapatkan lebih besar pada pasien
berusia >75 tahun yaitu sekitar 1,1 persen.

Prognosis dari gagal jantung akan jelek bila dasar atau


penyebabnya tidak dapat diperbaiki. Seperdua dari pasien
gagal jantung akan meninggal dunia dalam 4 tahun sejak
diagnosis ditegakkan dan pada keadaan gagal jantung berat
lebih dari 50 % akan meninggal pada tahun pertama.
ETIOLOGI

Penyebab paling sering pada gagal jantung disebabkan penyakit myokardial

Penyakit Jantung Koroner Banyak manifestasi


Hipertensi Biasanya berhubungan dengan hipertrofi ventrikel kiri dan fraksi ejeksi yang
dipertahankan
Kardiomyopati Familial/genetik atau non-familial/non-genetik (termasuk yang
didapat,e.g.myokarditis), hipertrofi (HCM), dilatasi (DCM), restriktif (RCM), ventrikel kanan
aritmogenik (ARVC), tidak diklasifikasikan
Obat-obatan B-Blocker, Kalsium antagonis, antiaritmia, agen sititoksik
Toxins Alkohol, medikasi, kokain, trace elements (merkuri, kobalt, arsenik)
Endokrin Diabetes mellitus, hipo/hipertiroidism, Cushing syndrome, adrenal insufficiency,
kelebihan hormone pertumbuhan, phaeochromocytoma
Nutrisional Defisiensi tiamin, selenium, carnitin, obesitas, cachexia
Infiltratif Sarcoidosis, amyloidosis, haemochromatosis, penyakit jaringan ikat
Lain-lain Chagas’ disease, HIV, peripartum kardiomyopati, end-stagerenal failure
Klasifikasi gagal jantung berdasarkan gagal jantung kiri atau gagal jantung kanan dan
gagal low output atau high output

Jantung kiri primer Jantung kanan primer


 Penyakit jantung iskemik  Gagal jantung kiri

 Penyakit jantung hipertensi  Penyakit pulmonari kronik

 Penyakit katup aorta  Stenosis katup pulmonal

 Penyakit katup mitral  Penyakit katup trikuspid

 Miokarditis  Penyakit jantung kongenital


(VSD,PDA)
 Kardiomiopati
 Hipertensi pulmonal
 Amyloidosis jantung
 Embolisme paru masif
Gagal output rendah Gagal output tinggi
 Kelainan miokardium  Inkompetensi katup

 Penyakit jantung iskemik  Anemia

 Kardiomiopati  Malformasi arteriovenous

 Amyloidosis  Overload volume plasma

 Aritmia

 Peningkatan tekanan pengisian

 Hipertensi sistemik

 Stenosis katup

 Semua menyebabkan gagal ventrikel


kanan disebabkan penyakit paru
sekunder
KLASIFIKASI

Klasifikasi Fungsional NYHA


(Klasifikasi berdasarkan Gejala dan Aktivitas Fisik)

Kelas I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas sehari – hari tidak
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas II Sedikit pembatasan aktivitas fisik. Berkurang dengan istirahat, tetapi


aktivitas sehari – hari menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.

Kelas III Adanya pembatasan yang bermakna pada aktivitas fisik. Berkurang dengan
istirahat, tetapi aktivitas yang lebih ringan dari aktivitas sehari – hari
menyebabkan kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas sehari – hari tanpa adanya kelelahan.
Gejala terjadi pada saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, keluhan
akan semakin meningkat.
PATOFISIOLOGI GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Gagal jantung kiri Gagal jantung kanan

Gangguan ventrikel
Gangguan ventrikel kiri
kanan

Cardiac output Cardiac output


menurun menurun

Tekanan atrium
Tekanan atrium kiri
kanan
Gangguan
Tekanan vena pertukaran gas Tekanan vena sistemik
pulmonalis meningkat meningkat

Oedema paru (karena


penumpukan darah) Gangguan perfusi
jantung

Manifestasi klinis : Manifestasi klinis :


takikardi Oedem pada kedua
tungkai dan asites
DIAGNOSIS

Kriteria Framingham dapat pula dipakai untuk diagnosis gagal jantung yaitu
dengan terpenuhinya 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor.

KRITERIA MAYOR KRITERIA MINOR


• Paroksismal • Edema
nocturnal dispnu ekstremitas
• Distensi vena • Batuk malam hari
leher • Dispnea d’effort
• Ronki paru • Hepatomegali
• Kardiomegali • Efusi pleura
Keadaa
n
umum
dan Pemeri
Abdom tanda ksaan
en dan vital vena
ekstre jugulari
PEMERIKSAAN
mitas FISIK s dan
leher
Pemeri Pemeri
ksaan ksaan
jantung paru
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Pemeriksaan yang umum dilakukan pada gagal jantung


Pemeriksaan antara lain adalah darah rutin, urin rutin, elektrolit (Na
dan K), ureum dan kreatinin, SGOT/SGPT, dan BNP
Laboratorium
• Pemeriksaan Chest X-Ray dilakukan untuk menilai ukuran
dan bentuk jantung, struktur dan perfusi dari paru.
Foto thoraks
• Kepentingan utama dari EKG adalah untuk menilai ritme,
menentukan keberadaan hipertrofi pada ventrikel kiri
EKG atau riwayat Infark myocard (ada atau tidaknya Q wave)

• Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai anatomi dan


fungsi jantung, miokardium dan pericardium, dan
Ekokardiografi mengevalusi gerakan regional dinding jantung saat
istirahat dan saat diberikan stress farmakologis pada
gagal jantung.
PENATALAKSANAAN

Anjuran Umum :
•Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala
dengan pengobatan.
•Aktivitas social dan pekerjaan diusahakan agar
dapat dilakukan seperti biasa. Sesuaikan
kemampuan fisik dengan profesi yang masih bisa
dilakukan.
Non Farmakologi
Tindakan umum :
•Diet (hindarkan obesitas, rendah garam 2 g pada
gagal jantung ringan dan 1 g pada gagal jantung
berat, jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung
berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
•Hentikan rokok.
•Hentikan alcohol pada kardiomiopati.
•Aktivitas fisik
•Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan
eksaserbasi akut.
FARMAKOLOGI

Kebanyakan pasien dengan gagal jantung membutuhkan


Diuretik paling sedikit diuretic regular dosis rendah. Permulaan
dapat digunakan loop diuretic atau tiazid

Bermanfaat untuk menkan aktivitas neurorohmonal, dan


Penghambat
pada gagal jantung yang disebabkan disfungsi sistolik
ACE
ventrikel kiri.

Bermanfaat sama seperti penghambat ACE. Pemberian


Penyekat Beta dimulai dosis kecil, kemudian dititriasi selama beberapa
minggu dengan control ketat sindrom gagak jantung.

Angiostenin II Dapat digunakan bila ada intoleransi terhadap ACE


antagonis inhibitor.
reseptor
FARMAKOLOGI

Diberikan untuk pasien simptomatik dengan gagal jantung disfungsi


Digoksin sistolik ventrikel kiri dan terutama yang dengan fibrilasi atrial,
digunakan bersama-sama diuretic, ACE inhibitor, beta blocker.

Antikoagulab perlu diberikan pada fibrilasi atrial kronis maupun


Antikoagulan
dengan riwayat emboli, thrombosis dan trancient ischemic attack,
dan antiplatelet thrombus intrakardiak dan aneurisma ventrikel

Antiaritmia klas I harus dihindari kecuali pada aritmia yang


mengancam nyawa. Antiaritmia klas II terutama amiodaron dapat
Antriaritmia digunakan untuk terapi aritmia atrial dan tidak dapat digunakan
untuk mencegah kematian mendadak.

Dihindari. Jangan menggunakan kalsium antagonis untuk


Antagonis
mengobati angina atau hipertensi pada gagal jantung.
kalsium
AKI
AKI
• Penurunan fungsi ginjal dalam waktu
beberapa jam (48 jam) terjadi secara
mendadak dalam beberapa jam sampai
minggu menyebabkan retensi urine,
metabolisme nitrosa (ureum creatinin dan non
nitrogen dengan atau tampa oliguria atau
anuria.
Etiologi AKI
1. Gangguan pre-renal(organ di luar sebelum
ginjal)=55%
2. Gangguan renal=40%
3. Gangguan post-renal(organ di luar setelah
ginjal)=5%

18
Klasisifikasi
Tahap Kriteria serum Output urin LFG
creatinin

RISK > 1,5 x kadar <0,5 ml/kg/jam Penurunan > 25%


sebelumnya (selama 6 jam) dibanding keadaan
sebelumnya
injury Peningkatan > <0,5/kg/jam Penurunan > 50%
2x kadar (selama 12 jam) dibanding keadaan
sebelumnya
sebelumnya
Failure Jika kadar serum <0,3 ml/kg/jam >75%
kreatin > 4 mg/dl (selama 12 jam)
Loss AKI yang yang persisten hilangnya fungsi ginjal
selama 4 minggu
ESRD End Stage of Kidney dease, hilangnya fungsi ginjal
selama 3 bulan 19
20
Diare,
pendarahan

Dehidrasi

Vasokontriksi

iskemi

Nekrosis
kortikal

21
GFR menurun

BUN meningkat kreatinin


serum meningkat

Reabsorbsi sodium dari tubular


menurun

Stimulasi sistem
metabolisme renin

Vasokontriksi
arteriole afferen
22
GFR menurun lebih jauh &
mencegah kehilangan sodium
yang lebih besar

Aliran darah renal


menurun

23
Diagnosis
Ketika pasien datang yang kita lakukan
pertama kali adalah menentukan apakah gagal
ginjal tersebut akut atau pun kronik. Beberapa
perbedaan gagal ginjal akut dan kronik pada
anamnesa, perlu ditanyakan obat-obat yang
digunakan sebelumnya seperti diuretik, NSAIDS,
ACE-inhibitor, atau ARB. Juga, perlu
diperhatikan faktor-faktor resiko pada penderita
Acute Kidney Injury seperti hipertensi, gagal
jantung kongestif, diabetes, Multiple Myeloma,
infeksi kronik, dan kelainan mieloproliferatif.
24
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan untuk
mengetahui etiologi dari gagal ginjal akut.
Seperti apabila pada kulit didapati petekie,
purpura, ecchymosis menandakan kemungkinan
gagal ginjal akut yang berhubungan dengan
pembuluh darah. Sedangkan apabila
ditemukan uveitis mengindikasikan adanya
nefritis interstitial dan necrotizing vasculitis.
Ocular palsy menandakan keracunan etilen glikol
atau necrotizing vasculitis.

25
Pemeriksaan Informasi yang dicari

Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik Tanda-tanda penyebab, beratnya


gangguan metabolik, perkiraan status
volume
Mikroskopik urin Pertanda inflamasi, ISK, kristal
Biokimia Darah Ukur GFR, gangguan metabolik
Biokimia Urin Membedakan GGA renal dan prerenal
Darah lengkap perifer Anemia, leukositosis, trombositopenia
USG Ginjal Ukuran ginjal, obstruksi, kelainan
parenkim ginjal

Bila di perlukan
CT Scan Abdomen Struktur abnormal ginjal dan salurannya
Pemindaian Radionuklir Perfusi ginjal yang abnormal
Pielogram Evaluasi perbaikan dari obstruksi
Biopsi ginjal Menentukan penyakit ginjal berdasarkan
26
patologi
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan prerenal AKI pada pasien
yang dehidrasi dapat diberikan cairan. Namun, bila
pasien masih hipotensi dapat diberikan dopamin 1-
5 µg/kg/BB. Dopamin dalam dosis rendah akan
membuat dilatasi pembuluh darah renalis,
meningkatkan perfusi ginjal. Dopamin juga
mengurangi absorpsi natrium
27
sehingga meningkatkan aliran urin yang akan
membantu menghambat obstruksi thoraks tubulus.
Penggunaan diuretik berguna untuk homeostasis.
Namun, penggunaannya dengan cairan natrium
klorida isotonik masih diperdebatkan. Natrium
klorida berfungsi untuk membuat pasien dalam
keadaan euvolemik atau hipervolemik.

28
Apabila terjadi hiperkalemia, perlu
diberikan sodium bikarbonat, kayexalate 25 – 50
gram, glukosa dan insulin secara intravena,
dan pemberian kalsium secara intravena
untuk mencegah irrabilitas jantung. Peritoneal
dialisis atau hemodialisis juga dapat
digunakan untuk menghindari atau
mengurangi gejala uremia, hipokalemia atau
hipervolemia.

29
BRONKOPNEUMONIA
• Bronkopneumonia adalah
suatu peradangan pada
parenkim paru yang
Definisi terlokalisir yang biasanya
mengenai bronkiolus dan
juga mengenai alveolus
disekitarnya yang
umumnya disebabkan
oleh agen infeksius
seperti bakteri,virus,
jamur dan benda asing.
EPIDEMIOLOGI

Infeksi M. Pnemonia dapat dijumpai di seluruh dunia dan


bersifat endemik.Infeksi tersebar luas dari satu orang ke orang lain
dengan percikan air liur (droplet) sewaktu batuk. Itulah sebabnya
infeksi kelihatan menyebar lebih mudah antara populasi yang padat
manusianya misalnya di sekolah, asrama, pemukiman yang padat
dan camp militer.
WHO memperkirakan bahwa hingga 1 juta kematian
disebabkan oleh bakteri Streptococcus pneumoniae, dan lebih dari
90% dari kematian ini terjadi di negara-negara berkembang. .
Kematian akibat pneumonia umumnya menurun dengan usia
sampai dewasa akhir. Lansia juga berada pada risiko tertentu untuk
pneumonia dan kematian terkait penyakit lainnya.
Bakteri

Aspirasi ETIOLOGI Virus

Fungi
PATOGENESIS

Bronkopneumonia selalu didahului infeksi saluran nafas bagian atas


yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophilus influenza atau
karena aspirasi makanan dan minuman. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak
akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan ini disebabkan oleh adanya
mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di dalam paru merupakan
ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh sehingga mikroorganisme dapat
berkembang biak dan berakibat timbulnya infeksi penyakit.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui
jalan nafas sampai ke alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli
dan jaringan sekitarnya. Setelah itu mikroorganisme tiba di alveoli membentuk
suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/ kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang
berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)


Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah
merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai
bagian dari reaksi peradangan.

3. Stadium III (3 – 8 hari)


Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih
mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi.

4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan
peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.
Gambaran alveoli pada pneumonia
DIAGNOSIS

Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang


• Gejala yang timbul
biasanya mendadak • Pada • Pemeriksa
tetapi dapat didahului
dengan infeksi saluran inspeksi an
nafas akut bagian atas.
dapat Laboratori
• Gejalanya antara lain
batuk, demam tinggi
terlihat um
terus-menerus, sesak,
kebiruan sekitar
bagian • Pemeriksa
mulut, menggigil
(pada anak), kejang
yang sakit an
(pada bayi), dan nyeri
dada.
tertinggal radiologis
waktu
bernafas
Bronchiolitis

Diagnosis
banding

Asma
TB Paru
Bronkhial
PENATALAKSANAAN

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian antibiotik


pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme dan
hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu :
• penyakit yang berat dapat mengancam jiwa
• bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab
pneumonia.
• hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris. Secara
umum pemilihan antibiotik berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat
dilihat sebagai berikut :

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)


Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
Penisilin resisten Streptococcus Hemophilus influenzae
pneumoniae (PRSP) TMP-SMZ
Betalaktam oral dosis tinggi (untuk Azitromisin
rawat jalan) Sefalosporin gen. 2 atau 3
Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi Fluorokuinolon respirasi
Makrolid baru dosis tinggi Legionella
Fluorokuinolon respirasi Makrolid
Fluorokuinolon
Pseudomonas aeruginosa Rifampisin
Aminoglikosid Mycoplasma pneumoniae
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim Doksisiklin
Tikarsilin, Piperasilin Makrolid
Karbapenem : Meropenem, Imipenem Fluorokuinolon
Siprofloksasin, Levofloksasin
Chlamydia pneumoniae
Methicillin resistent Staphylococcus Doksisikin
aureus (MRSA) Makrolid
Vankomisin Fluorokuinolon
Teikoplanin
Linezolid
Penatalaksaan suportif

Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit  sampai sesak nafas hilang atau
PaO2 pada analisis gas darah ≥ 60 torr

Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis awal


0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah
setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal
bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).

Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat
penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,
atau penderita kelainan jantung.

Bila penyakit bertambah berat atau tidak menunjukkan perbaikan


yang nyata dalam 24-72 jam  ganti dengan antibiotik lain yang lebih tepat
sesuai dengan kuman penyebab yang diduga (sebelumnya perlu diyakinkan
dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses paru yang menyebabkan
seolah-olah antibiotik tidak efektif)
KOMPLIKASI

Empiema

Gagal Nafas Efusi Pleura

Abses Paru
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN

Jenis Kelamin : Laki-Laki


Alamat : Singkarak
No.MR : 181389
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Wiraswasta
Status pernikahan : Duda
Tanggal masuk : 4 April2019
Keluhan Utama :
Sesak nafas sejak ± 2 jam sebelum masuk Rumah Sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sesak nafas yang dirasakan pasien sejak ±2 jam sebelum masuk
Rumah Sakit. Pasien mengatakan sesak nafas sudah dirasakan sejak 2
bulan yang lalu Sesak nafas biasanya muncul saat pasien sedang
beraktivitas, seperti saat pasien berjalan ke kamar mandi. Sesak nafas
sedikit berkurang jika pasien beristirahat,sesak meningkat apabila
psien berbaring dan berkurang ketika dibawa duduk.sesak tidak di
pengaruihi oleh cuaca
Mual dan muntah dirasakan pasien sejak 6 jam sebelum masuk
Rumah Sakit.
Demam dirasakan pasien sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk
Rumah Sakit. Demam disertai menggigil.
Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 1 bulan ini sebelum masuk
Rumah Sakit. Batuk disertai dengan dahak dengan warna putih kental.
Batuk hilang timbul dan biasanya batuk pada malam hari.
Pasien juga mengeluhkan nafsu makan menurun sejak 2 minggu
sebelum masuk Rumah Sakit.
Pasien mengatakan bahwa ia mengalami penurunan berat badan
sejak 1 bulan yang lalu. Sebelumnya pasien mengaku berat badannya
± 58 kg. Sekarang berat badan pasien 55 kg.
Pasien mengeluhkan nyeri dada sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri dada
yang dirasakan pasien seperti tertimpa benda berat. Nyeri menjalar
hingga ke punggung. Nyeri biasanya disertai dengan dada terasa
berdebar-debar.
BAB normal, tidak berwarna hitam, tidak disertai darah dan lendir
BAK normal seperti biasa
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu..Tekanan darah sistolik
tertinggi 160 mmHg
Pasien memiliki riwayat penyakit jantung sejak 2 bulan yang lalu..
Sebelumnya pasien pernah dirawat di bangsal jantung pada bulan
maret 2019
Riwayat DM disangkal
Riwayat TB Paru disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat hipertensi ada pada ayah pasien
Riwayat penyakit jantung ada pada ayah pasien
Riwayat DM disangkal
Riwayat TB paru disangkal

Riwayat Psikososial :
Pasien seorang laki-laki usia 66 tahun,bekerja sebagai wiraswasta dan
seorang duda, mempunyai anak 2 .Pasien tinggal bersama
keluarganya.Pasien memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperative
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 85 x/menit
Pernafasan : 30 x/menit
Suhu : 37,7℃
STATUS GENERALISATA

Kepala : Normochepal, rambut sedikit beruban dan mudah rontok


Mata : Konjungtiva anemis (-)
Sklera Ikterik (-)
Pupil Isokor
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Dalam batas normal
Mulut : Dalam batas normal
Leher : JVP 5+3 cmH2O
Tidak ada pembesaran kelenjar KGB

Thorak :
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di RIC VI lateral sinistra
Perkusi
Batas kiri : 2 jari di RIC VI lateral sinistra
Batas kanan : RIC IV linea sternalis dextra
Batas atas : RIC II line parasternalis sinistra
Auskultasi : Irama murni, M1>M2, P1<A2, bising jantung (-)
Paru
Inspeksi : Dinding dada terlihat simetris kiri dan kanan dalam
keadaan statis dan dinamis
Palpasi : Fremitus kanan lebih kuat dibandingkan dengan fremitus
kiri
Perkusi : Redup di paru kanan
Auskultasi : Suara nafas bronkovesikuler, rhonki basah halus nyaring
(+/+) di paru kanan, wheezing (-/-)

Abdomen
Inspeksi : Perut tidak tampak membuncit, venektasi (-), sikatrik (-)
Palpasi : Dinding perut supel, myeri tekan (+) di epigastrium, nyeri
lepas (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Bimanual (-), ballottement (-), nyeri ketok CVA (-)
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Ekstremitas

Superior
Inspeksi : Edema (-/-), sianosis (-/-), palmer eritem (-/-)
Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi arteri radialis kuat angkat
Tes sensibilitas : Sensibilitas halus (+), sensibilitas kasar (+)

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Refleks Biceps + +

Refleks Triceps + +

Refleks Brachioradialis + +

Refleks Patologis Kanan Kiri

Refleks Hoffman-Tromer - -
Inferior
Inspeksi : Edema (-/-), sianosis (-/-)
Palpasi : Perabaan hangat, pulsasi A.Femoralis, A.Dorsalis pedis, A.Tibialis
posterior, dan A. Poplitea kuat angkat

Refleks Fisiologis Kanan Kiri

Refleks Patella + +

Refleks Achilles + +

Refleks Patologis Kanan Kiri


Refleks Babinski - -
Refleks Gordon - -
Refleks Oppenheim - -
Refleks Chaddoks - -
IV.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin (04 April 2019)
Hematologi
Hemoglobin :14,3g/dL
Hematokrit :4 3,0 %
Leukosit : 19.0/mm3
Trombosit : 92/mm3
Faal Ginjal
Ureum : 166mg/dL
Creatinin : 1,92 mg/dL

V.DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis Primer :
CHF fungsional kelas III + AKI+ BRONKOPNEUMONI

VI.DIAGNOSIS BANDING
Cor pulmonal
Infark Myocard
VIII.PENATALAKSANAAN
DIAGNOSIS BANDING
i.Non Farmakologi
Asma
oBed rest
Fibrosis paru interstisial
oOksigen 3l/i
TB Paru
oIVFD RL 12 Jam/kolf PROGNOSIS
Cor pulmonal
Quo ad vitan :
Infark Myocard
ii.Farmakologi Dubia ad malam
oCeftriaxon Inj Quo ad fungtionam:
PEMERIKSAAN
1x2g(skintest) Dubia ad malam
ANJURAN
o Quo ad sanationam:
Rontgen Foto thorax PA
Furosemid Inj 1x1amp Dubia ad malam
Elektrokardiogram
oCefixime 2x100 mg
Ekokardiografi
oBicnat 3x500 mg
Enzim jantung
oAsam folat1x5mg
oAzitromiciyn
1x500mg(po)
Tanggal Subjektif Objektif Assesment Planing

5/04/2019 -Sesak (+) -Batuk KU : sedangKes -CHF fungsional -IVFD RL


malam hari-Nyeri : CMC kelas II LVH 8jam/kolf--
dada (+)-Mual (+), TD :140/90 RVH sinus rhytm Inj.Ceftriaxon
Muntah (+)-Demam mmHG et causa HHD- 1x2Inj-
(-)-Sakit kepala (-)- Nd : 75 x/i Gastritis Furosemid 1x1-
Nafsu makan Nf : 25 x/iT : Azitromicyn
berkurang 37,30C 1x500-Tanaprus
1x10-Bicnat
3x1-Asam folat
1x5-Amlodipin
1x5mg-Curcuma
3x1
6/4/2019 -Sesak mulai KU : sedangKes : -CHF -IVFD RL
berkurang-Batuk CMC fungsional kelas 8jam/kolf-
malam hari-Nyeri TD :140/1000 III+AKI+BP Amlodipin 1x5mg -
dada (+)-Nyeri ulu mmHg
hati (+)-Mual (+), Nd : 80 x/i
Muntah (-)- Nf : 23 x/i
Demam (-)-Sakit T : 36,50C
kepala (_)-Nafsu
makan berkurang
8/04/2019 -Sesak berkurang- KU : -CHF -IVFD RL 8
Batuk malam hari- sedangKes : AKI+Bronkopneu jam/kolf-
Nyeri dada (+) - CMCTD monia Periksa-
Mual (-), Muntah :140/80 Bilirubin-
(-)Demam (-)- mmHgNd : 78 Ureum
Sakit kepala x/i Nf : 20 x/iT Creatinin
berkurang-Nafsu :36,5 0C Paru
makan mulai :Rh (+/+)
membaik
9/04/2019 -Sesak KU : sedangKes -CHF +AKI -IVFD RL 24
berkurang-Batuk : CMC Bronkopneumoni jam/kolf
malam hari - TD :120/70 a
Nyeri dada (+)- mmHg
Nyeri ulu hati Nd : 75 x/i
(+)-Mual (+), Nf : 20 x/iT :
Muntah (-)-Sakit 36,8 0C ) Paru
kepala (+) :Rh (+/+)
berkurang
10/04/2019 -Sesak KU : sedangKes - CHF -IVFD RL 24
berkurang-Batuk : CMC fungsional jam/kolf
malam hari- TD :130/70 +AKI
Nyeri dada (-)- mmHg +Bronkopneumo
Nyeri ulu hati Nd : 82 x/ nia
(+) berkurang- iNf : 20 x/i
Mual (-), T : 36,4 0C Paru
Muntah (-)- :Rh (+/+)
Sakit kepala (-)
11/04/2019 - Sesak (-)- KU : CHF fungsional kelas -Aff infuse
Nyeri dada (-)- sedangKes : III+AKI+Bronkopneu Boleh pulang
Batuk CMC monia dan kontrol poli
berkurang-Sakit TD :100/70 interne
kepala (-) mmHG
Nd : 68 x/i
Nf : 20 x/i
T :36,4
Kesimpulan
Seorang pasien Laki-laki berumur 66 tahun dirawat di bangsal RSUD Solok
pada tanggal 4 April 2019 dengan keluhan sesak nafas yang dirasakan
pasien sejak ±2 jam sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien mengatakan sesak
nafas sudah dirasakan sejak 2 bulan yang lalu Sesak nafas biasanya muncul
saat pasien sedang beraktivitas, seperti saat pasien berjalan ke kamar
mandi.Sesak nafas sedikit berkurang jika pasien beristirahat.mual dirasakan
pasien sejak 6 jam sebelum masuk Rumah Sakit.
Demam dirasakan pasien sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk Rumah
Sakit.Demam disertai menggigil. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak ± 1
bulan yang lalu sebelum masuk Rumah Sakit.
Batuk tidak disertai dengan dahak dan darah.Batuk hilang timbul dan
biasanya batuk pada malam hari.Pasien juga mengeluhkan nafsu makan
menurun sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien mengatakan
bahwa ia mengalami penurunan berat badan sejak 1 bulan yang lalu.
Sebelumnya pasien mengaku berat badannya ± 58 kg. Sekarang berat
badan pasien 55 kg.Pasien mengeluhkan nyeri dada sejak 2 bulan yang
lalu.Nyeri dada yang dirasakan pasien seperti tertimpa benda berat.Nyeri
menjalar hingga ke punggung. Nyeri biasanya disertai dengan dada terasa
berdebar-debar. Muntah disangkal BAB normal, tidak berwarna hitam,
tidak disertai darah dan lender.BAK normal seperti biasa.
Sebelumnya pasien pernah dirawat di bangsal jantung pada bulan maret
2019 Diketahui pasien memiliki riwayat penyakit jantung sejak 2bulan yang
lalu.
Pasien juga memiliki riwayat hipertensi sejak 1 tahun yang lalu, tekanan darah
sistolik tertinggi 160 mmHg serta riwayat hipertensi ada pada ayah pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sedang, kesadaran Compos
Mentis Cooperative, tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 85 x/menit, pernafasan
30 x/menit, suhu 37,7 0C. Pada pemeriksaan jantung ditemukan batas kiri 2 jari
di RIC VI lateral sinistra, batas kanan RIC IV linea sternalis dextra, batas atas RIC
II line parasternalis sinistra. Pada paru palpasi fremitus meningkat pada paru
kanan, perkusi redup pada paru kanan dan auskultasi suara nafas
bronkovesikuler, rhonki basah halus nyaring (+/+) di paru kanan, wheezing (-/-).
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan darah rutin,
didapatkan hemoglobin 14,3 g/dL, hematokrit 43,0 %, leukosit 13.4/mm3,
trombosit 92.000/mm3, ureum 166 mg/dL, creatinin 1,92 mg/dL, Dari
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat ditegakkan
diagnosa Congestif Heart Failure,KIA dan Bronkopneumonia.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dickstein K, Cohen-Solal A, Filippatos G,et al. ESC Guidelines for the


diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. 2008. Eur
Heart J 2008;29:2388-442
2. Masyikura, Ira. 2011. Bronkopneumonia.. Padang : Bagian Ilmu Kesehatan
Anak RSUP dr. m.DjamilFakultas Kedokteran Universitas Andalas
3. Sudoyo, W.Aru dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi V.
Jakarta: Internal Publishing
4. Sudoyo, W.Aru dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 edisi V.
Jakarta: Internal Publishing
5. Sudoyo, W.Aru dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 edisi V.
Jakarta: Internal Publishing
6. PERKI. Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung. Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskuler Indonesia. 2015
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan di Indonesia. 2013
8. Rasmin M. 1990. Spektrum bakteri pada infeksi saluran nafas bawah. Tesis
Bagian Pulmonologi. Jakarta :FKUI
9. Sylvia Price. 2005. Edisi 6 Volume 1 Patofisiologi :Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai