Anda di halaman 1dari 23

TENGKU RATNA SAFRIANI

• Reseptor adalah suatu makromolekul jaringan,


sel hidup, memiliki gugus fungsional, reaktif
secara kimia dan bersifat spesifik.
• Makromolekul (biopolimer) dapat berupa
lipoprotein, glikoprotein, lipid, atau asam
nukleat
• Dapat berinteraksi dengan obat yang memiliki
gugus fungsional spesifik dan menghasilkan
respon biologis yang spesifik pula.
PEMBAGIAN RESEPTOR
Berdasarkan letaknya
 R. membran: terletak di dalam membran, mis: reseptor
kolinergik dan adrenergik.
 R. intraseluler: terletak di dalam sel mis: reseptor hormon
steroid, tiroksin, vitamin D

Berdasarkan fungsinya
• Reseptor katalitik: ENZIM
• Reseptor pembawa sifat genetik: DNA
Penamaan Reseptor
Tergantung ligand endogen yang terikat
Interaksi obat-reseptor terjadi melalui dua tahap,
yaitu:
1. Interaksi molekul obat dengan reseptor
spesifik. Interaksi ini memerlukan afinitas.
2. Interaksi yang dapat mengakibatkan
perubahan konformasi makromolekul protein
sehingga timbul respon biologis. Interaksi ini
memerlukan efikasi (aktivitas intrinsik),
Kemampuan molekul obat untuk mengubah
konformasi reseptor sehingga dapat
menimbulkan respon biologis
OBAT
+
RESEPTOR

KOMPLEKS OBAT- RESPON


RESEPTOR BIOLOGIS
MACAM IKATAN
OBAT-RESEPTOR

1. Hydrogen bond
 Memiliki kekuatan ikatan 1-5 Kcal/mol.
 Efektif hanya pada jarak sangat dekat
(kurang dari 3 Å)
2. Electrostatic bond
Ionic bond, ion-dipole bond, and dipole-
dipole bond. Bonding strength: 1-7 Kcal/mol
MACAM IKATAN
OBAT-RESEPTOR
MACAM IKATAN
OBAT-RESEPTOR

3. Charge-Transfer Complexes
Terjadi pada gugus donor elektron dan gugus
akseptor elektron. Donor elektron akan
memindahkan sebagian muatan kepada
akseptor elektron.
Contoh:
Untuk interkalasi obat anti malaria dengan
DNA parasit.
MACAM IKATAN
OBAT-RESEPTOR
MACAM IKATAN
OBAT-RESEPTOR

4. Hydrophobic bond
Terjadi pada senyawa hidrokarbon dalam
media air. Rantai hidrofob akan saling mendekat
dan berinteraksi.
Protein, selain distabilkan oleh ikatan
hidrogen juga dapat membentuk interaksi
hidrofobik akibat rantai hidrofob dari asam amino
penyusunnya.
TEORI INTERAKSI
OBAT-RESEPTOR
A. TEORI KLASIK
Crum, Brown, dan Fraser (1869); aktivitas
biologis suatu senyawa merupakan fungsi dari
struktur kimianya dan tempat obat berinteraksi
pada sistem biologis mempunyai sifat yang khas.
Langley (1878); memperkenalkan konsep
reseptor
Ehrlich (1907); obat tidak dapat berefek tanpa
mengikat reseptor
Respon biologis dapat terjadi jika ada interaksi antara
sisi reseptor dengan molekul asing (obat) yg sesuai.
Reseptor dan obat merupakan struktur yang saling
mengisi.
TEORI INTERAKSI
OBAT-RESEPTOR
B. OCCUPANCY THEORY
Clark (1926); satu molekul obat akan
menempati satu sisi resetor. Obat harus diberikan
dalam jumlah berebih agar efektif selama proses
pembentukan kompleks
TEORI INTERAKSI
OBAT-RESEPTOR
 Efek biologis yang dihasilkan tergantung pada jumlah
reseptor, respon maksimum (Em) akan diberikan bila
semua reseptor ditempati oleh molekul obat.
 Besar efek biologis yg dihasilkan secara langsung sesuai
dengan jumlah reseptor spesifik yg ditempati oleh
molekul obat.
 Respon biologis yg terjadi stl pengikatan obat-reseptor
dapat merupakan:
 Rangsangan aktivitas (efek agonis)
 pengurangan aktivitas (efek antagonis)
TEORI INTERAKSI
OBAT-RESEPTOR
Ariens (1954) dan Stephenson (1956) membagi interaksi
obat-reseptor menjadi dua tahap yaitu:
 Pembentukan kompleks obat-reseptor (afinitas)
 Menghasilkan respon biologis yg dinamakan aktivitas
instrinsik (Ariens) dan efikasi (Stephenson)
Setiap molekul obat harus memiliki afinitas dan efisiensi
untuk menimbulkan respon biologis
 Afinitas: ukuran kemampuan obat
mengikat reseptor. Afinitas sangat
tergantung struktur molekul obat dan sisi
reseptor
 Efikasi (aktivitas intrinsik): ukuran
kemampuan obat untuk memulai
timbulnya efek. Efikasi merupakan
karakteristik dari agonis
 Efek biologis = Aktivitas intrinsik x
(kompleks obat-reseptor)
TEORI INTERAKSI
OBAT-RESEPTOR
C. TEORI KECEPATAN
 Paton (1961); efek biologis obat setara dengan
kecepatan ikatan obat-reseptor, dan bukan dari
jumlah reseptor yang didudukinya.
 Tipe kerja obat ditentukan oleh kecepatan
asosiasi dan disosiasi kompleks obat-reseptor
bukan dari pembentukan kompleks O-R yang stabil
.
TEORI INTERAKSI
OBAT-RESEPTOR
 Agonis : asosiasi dan disosiasi besar
 Antagonis : asosiasi sangat besar, disosiasi
sangat kecil
Fakta: banyak senyawa bloker (antagonis) punya efek
rangsangan sebelum menimbulkan efek pemblokan.
Jika reseptor yang diduduki o/ molekul obat masih
relatif sedikit, kecepatan asosiasi O-R maksimum sehingga
timbul efek rangsangan singkat.
Bila jumlah reseptor yang diduduki molekul obat
cukup banyak maka kecepatan asosiasi O-R turun sampai di
bawah kadar minimum untuk menimbulkan respon biologis
shg terjadi efek pemblokan
TEORI INTERAKSI
OBAT-RESEPTOR
D. INDUCED THEORY
 Diusulkan oleh Koshland u/ menerangkan ttg
ikatan enzim-substrat.
 Reseptor tidak harus berada pada konformasi yg
sesuai u/ berikatan dg obat.
 Obat akan menginduksi perubahan konformasi
reseptor yg berorientasi pada daerah ikatan
essensial
.
TEORI INTERAKSI
OBAT-RESEPTOR

 Berdasarkan teori ini, sebuah agonis akan menginduksi


perubahan konformasi dan menimbulkan respon
 Sedangkan antagonis akan berikatan tanpa menimbulkan
perubahan konformasi.
 Teori ini dapat diadaptasi dengan rate theory; sebuah
agonis akan menginduksi perubahan konformasi reseptor
menghasilkan konformasi yang memungkinkan agonis
berikatan kurang kuat sehingga lebih mudah terdisosiasi.
TEORI INTERAKSI
OBAT-RESEPTOR
E. MACROMOLECULAR PERTURBATION
THEORY
 Belleau (1964) menduga bahwa interaksi obat-
reseptor dapat menyebabkan terjadinya perubahan
konformasi sbb:
 Gangguan konformasi spesifik (specific
conformational perturbation); memungkinkan
menghasilkan respon biologis.
 Gangguan konformasi non spesifik (non-specific
conformational perturbation); terjadi jika molekul
yg terikat tidak memiliki aktivitas intrinsik
(antagonis)
.
TEORI INTERAKSI
OBAT-RESEPTOR

 Contoh: Antihistamin kemungkinan tidak hanya


menempati daerah reseptor histamin saja tetapi juga
daerah hidrofobik tambahan dari reseptor histamin,
sehingga dapat menghambat kerja histamin dengan
mekanisme gangguan makromolekular.
TEORI INTERAKSI
OBAT-RESEPTOR
F. ACTIVATION-AGGREGATION THEORY
 Reseptor berada dalam dua bentuk kesetimbangan
yang dinamis yaitu bentuk teraktivasi dan bentuk
inaktif.
 Agonis menggeser kesetimbangan ke bentuk
teraktivasi, sedangkan antagonis menggeser ke
bentuk inaktif.
 Teori ini dapat menjelaskan kemampuan agonis
parsial dapat bertindak sebagai agonis maupun
antagonis.

Anda mungkin juga menyukai