Anda di halaman 1dari 56

GAWAT DARURAT PARU

Dr. Ucok Martin, SpP


RSUP H. Adam Malik Medan
Asma eksaserbasi (serangan asma)

Asma eksaserbasi (serangan asma)


adalah episodik peningkatan
progresifitas sesak napas, batuk, mengi
atau dada terasa berat atau kombinasi
dari gejala – gejala ini.
Pasien – pasien yang termasuk didalamnya :
 Dengan riwayat asma yang fatal yang
memerlukan intubasi dan ventilasi mekanik
 Pasien yang pernah dirawat atau datang ke unit
gawat darurat karena asma pada tahun lalu.
 Mereka yang sekarang ini menggunakan atau
baru berhenti menggunakan
glukokortikosteroid oral.
 Mereka yang sekarang ini tidak memakai
glukokortikosteroid inhalasi.
 Mereka yang tergantung berlebihan terhadap
β-2 agonis kerja singkat, khususnya mereka
yang memakai lebih dari satu buah salbutamol
inhaler atau yang sejenisnya setiap bulan.
 Dengan riwayat penyakit kejiwaan atau masalah
psikososial, termasuk pemakaian sedatif.
 Dengan riwayat perencanaan pengobatan asma
yang tidak penuh.
Pasien harus segera datang ke fasilitas kesehatan jika :
 Serangan asma berat
 Pasien sesak napas dalam keadaan istirahat,
diperkirakan progresif, berbicara beberapa kata tidak
dalam satu kalimat (pada bayi berhenti menyusui),
gelisah, mengantuk atau binggung, bradikardi atau
respiratori rate lebih dari 30 kali permenit.
 Suara mengi yang keras atau absen
 Nadi lebih dari 120 x/menit (pada bayi lebih dari
160 x/menit)
 PEF (PEAK EXPIRATORY FLOW) kurang
dari 60 persen prediksi atau nilai terbaik
pasien, segera setelah pengobatan awal.
 Pasien kehabisan tenaga (kelelahan)
 Respon terhadap pengobatan awal
bronkodilator tidak cepat dan tetap bertahan
sedikitnya 3 jam.
 Tidak ada perbaikan dalam 2 sampai 6 jam
setelah pengobatan glukokortikosteroid oral
dimulai.
 Terjadi perburukan.
Serangan asma memerlukan pengobatan yang segera :
 Inhalasi β-2 agonist kerja cepat dengan dosis yang
cukup adalah perlu. (mulai dengan 2 – 4
puff(semprot) setiap 20 menit untuk 1 jam pertama ;
kemudian asma eksaserbasi yang ringan akan
memerlukan 2 – 4 puff setiap 3 – 4 jam dan asma
eksaserbasi sedang memerlukan 6 – 10 puff setiap 1
– 2 jam.
 Glukokortikosteroid oral (prednisolone 0,5 – 1 mg
/ kg atau ekuivalen selama periode waktu 24 jam)
diberikan sejak awal pengobatan seraangan asma
sedang atau berat untuk membantu membalikkan
inflamasi dan pemulihan cepat.
 Oksigen diberikan jika terjadi hipoksemia (saturasi O2 harus
mencapai 95%)
 Kombinasi terapi β-2 agonist / anti kolinergik dihubungkan dengan
rendahnya angka perawatan di rumah sakit dan perbaikkan yang
lebih besar pada PEF dan FEV1.
 Metilsantin tidak direkomendasikan jika digunakan sebagai
tambahan pada inhalasi dosis tinggi β-2 agonist. Tetapi dalam
keadaan β-2 agonist tidak tersedia, teofilin dapat digunakan. Jika
teofilin telah dipakai sebagai obat dasar harian, konsentrasi teofilin
dalam serum harus diukur sebelum diberikan teofilin kerja singkat.
 Pasien dengan asma eksaserbasi berat yang tidak respon dengan
bronkodilator dan glukokortikosteroid sistemik, pemberian 2 gram
magnesium sulfat intravena menunjukkan pengurangan perlunya
rawatan di rumah sakit.
 Terapi yang tidak dianjurkan dalam pengobatan serangan asma :
 Sedatif (harus dihindari)
 Obat – obat mukolitik (mungkin memperburuk batuk)
 Fisioterapi dada (chest physical therapy/physiotherapy) mungkin
menambah ketidaknyamanan pasien.
 Hidrasi dengan banyak cairan orang dewasa dan anak lebih tua
(mungkin di perlukan untuk anak yang lebih muda dan bayi)
 Antibiotik (tidak untuk mengobati serangan tetapi diindikasikan
untuk pasien dengan pneumonia atau infeksi bakteri seperti
sinusitis)
 Epinephrine / adrenaline (mungkin diindikasikan untuk
pengobatan akut anafilaksis dan angioedema tetapi tidak di
indikasikan untuk serangan asma.
Monitor respon pengobatan :
 Evaluasi gejala dan arus puncak sebanyak mungkin (peak flow). Di
rumah sakit dilakukan juga pemeriksaan saturasi oksigen ;
pertimbangkan pemeriksaan analisa gas darah arteri pada pasien
yang diduga hipoventilasi, kelelahan, distres berat atau peak flow 30
– 50 persen prediksi.
Follow up :
 Setelah eksaserbasi teratasi, faktor pencetus eksaserbasi harus di
identifikasi dan menerapkan strategi untuk menghindari faktor
pencetus di waktu mendatang dan perencanaan evaluasi pengobatan
pasien.
SEVERE OR LIFE-THREATENING ASTHMA
obstruksi jalan napas parah
 upaya pernapasan lemah
 Lembut bunyi napas atau "silent dada“
 PEF <30% prediksi
 Peningkatan kerja pernapasan dan stres hemodinamik
 Kelelahan / kelelahan
 Hipotensi (sistolik <100 mmHg)
 Bradikardia atau aritmia
Ventilation-Perfusion mismatch
 Cyanosis
 Hypoxia
Ventilatory failure
 Rising Pa Co2
 Confusion or coma
Acute severe asthma
 Ketidakmampuan untuk menyelesaikan kalimat dalam satu
nafas
 Respiratory rate > 25x/min
 Tachycardia (HR > 100/min
 PEF 30-50 % predicted
Managemen
Initial treatment
 Sit the patient up in bed
 Oxygen 15L/min (least 60 % )
 Nebulized bronchodilator : Salbutamol 5 mg or
terbutalin 10 mg every 15-30 minutes
 Add ipratropium bromida 0,5 mg 4-6 hourly if response
to B2-agonists is poor
 Start Steroid : 200 mg of hydrocortison intravenously.Continue
antara hydrocortison 100 mg qds iv or prednisolon 30-50 mg od
po
 Antibiotics should be given if any infection
 Adequate hydration

Monitoring progress
 Pre and post nebulizer peak flows
 Repeated arterial blood gases ( 1- 2 hourly )

If response not brisk


 Continue nebulized B2-agonist every 15 min
 Magnesium sulphate iv
 Aminophyline infusion
 Salbutamol infusion
 Summon (memanggil) anaesthetic help
Indication to ICU
 Hypoxia ( PaO2 < 60 mmHg,FiO2 60% )
 Rising PaCO2
 Exhaustion,drowsiness or coma
 Respiratory arrest
 Failure to improve despite adequate therapy
PPOK EKSASERBASI

 Gejala eksaserbasi :
 Batuk makin sering / hebat
 Produksi sputum bertambah banyak
 Sputum berubah warna
 Sesak napas bertambah
 Keterbatasan aktivitas bertambah
 Terdapat gagal napas akut pada gagal napas kronik
 Kesadaran menurun
Prinsip Penatalaksanaan eksaserbasi PPOK
Optimalisasi penggunaan obat – obatan
 Bronkodilator
 Agonis β2 kerja singkat kombinasi dengan antikolinergik melalui
inhalasi (nebuliser) (bukti A)
 Xantin intravena (bolus dan drip) (bukti B)
 Kortikosteroid sistemik (bukti A)
 Antibiotik
 Golongan makrolid baru (azitromisin, Roksitromisin, Klaritromisin)
 Golongan kuinolon respirasi
 Sefalosporin generasi III/IV
 Mukolitik
 Ekspektoran
 Terapi oksigen
 Terapi Nutrisi
 Rehabilitasi fisis dan respirasi
 Evaluasi progresifiti penyakit
 edukasi
Indikasi rawat :
 Peningkatan gejala (sesak, batuk) saat tidak beraktivitas
 PPOK dengan derajat berat
 Terdapat tanda-tanda sianosis dan atau edema
 Disertai penyakit komorbid(penyerta) lain
 Sering eksaserbasi
 Didapatkan aritmia
 Diagnostik yang belum jelas
 Usia lanjut
 Infeksi saluran napas berat
 Gagal napas akut pada gagal napas kronik
Indikasi rawat ICU :
 Sesak berat setelah penanganan adekuat di ruang gawat darurat atau
ruang rawat
 Kesadaran menurun, letargi atau kelemahan otot – otot respirasi
 Setelah pemberian oksigen tetapi terjadi hipoksemia atau
perburukan PaO2 < 50 mmHg atau PaCO2 > 50 mmHg,
memerlukan ventilasi mekanis (invasif atau noninvasif)
 Memerlukan penggunaan ventilasi mekanis invasif
 Ketidakstabilan hemodinamik
Emboli Paru
DEFINISI

Emboli paru dideskripsikan sebagai


sumbatan arteri pulmoner atau salah satu
cabangnya oleh trombus atau benda asing
ETIOLOGI
a. Kebanyakan emboli paru disebabkan oleh trombus dari
vena profunda tungkai bawah dan pelvis.
b. Penyebab selain trombus misalnya lemak, tumor, udara,
dan cairan amnion.
Faktor predisposisi :
Imobilisasi, bedah mayor, stroke, penyakit keganasan
atau kemoterapi kanker, patah tungkai atau tulang
panggul, kontrasepsi oral, Obesitas, kateterisasi vena
sentral, luka bakar, termasuk triad Virchow,
predisposisi genetik untuk trombosis vena, resistensi
terhadap protein C, faktor V Leiden, dan stres.
DIAGNOSIS
Gejala :
 dispnoe
 nyeri dada
 Hemoptisis
 Batuk
 Berkeringat
 Ansietas
 Sinkope
 Hipotensi
 sianosis
Pemeriksaan fisik :
 takipnoe adalah gejala yang paling sering
 Takikardia
 Hiperpnoe
 penurunan suara napas
 distensi vena leher
 Crackles
 Mengi
 demam minimal
 pleural friction rub.
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan gas darah arteri dikatakan tidak terlalu
berguna
 Plasma D-dimer meningkat (> 500 ng/mL) pada
97% pasien dengan emboli paru.
 Elektrokardiografi memperlihatkan gambaran
abnormal pada > 80%, (biasanya minor, tidak
spesifik , dan sifatnya sementara).
 Foto toraks dapat memberi kesan normal atau
kelainan minimal.
 Scan ventilasi/perfusi paru menjadi tes yang berguna
untuk diagnosis. Sensitivitas dan spesifisitasnya mencapai
90%, Hasil normal dapat mengeksklusi emboli paru.
 Angiografi pulmoner adalah tes standar emas dianggap
paling spesifik yang dapat memberikan diagnosis
definitif bahkan pada emboli berukuran kecil (1-2 mm).
 CT-scan angiografi adalah tes yang memiliki sensitivitas
dan spesifisitas tinggi untuk emboli paru di arteri besar
paru dan arteri lobaris.
 USG Doppler adalah tes noninvasif yang dapat
digunakan untuk diagnosis trombosis vena dalam.
DIAGNOSA BANDING
1. Penyebab lain hipertensi pulmonal seperti kongesti
pulmonal dan plethora, bilhariziasis dan vaskulitis
2. Penyebab lain Kor Pulmonal seperti Interstitial lung
disease dan Kolaps paru
3. Penyebab lain dari nyeri dada akut seperti angina
pektoris dan spasme esofagus
4. Penyebab lain hemoptisis seperti bronkiektasis dan
tuberkulosis
5. Penyebab lain dispnea yang berat : gagal jantung akut dan
shock seperti tension pneumothiraks. Kolaps paru masif
dan miokard infark
PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan :
 stabilisasi pasien
 Analgesik
 Oksigenasi
 dukungan psikologis, mencegah kondisi tersebut
berulang, dan mencegah emboli minor berkembang
menjadi emboli mayor akut.
PENATALAKSANAAN
1. Terapi
Perawatan di RS di instalasi ICU
Pasien dengn hemodinamik stabil dapat diberikan heparin dengn dosis awal
5000- 10000
Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil dapat di berikan trombolitik
seperti urokinase dan streptokinase
2. Pilihan terapi
Terapi simptomatik : Petidine sebagai analgetik dengn dosis 50 mg IV atau
IM. Penggunaan morfin di kontraindikasikan
Inhalasi oksigen diberikan pada kasus berat dan dapat digunakan alat bantu
pernafasan.
3. Embolektomi diindikasikan pada emboli paru masif, tetapi tindakan ini
hanya dilakukan bila trombolisis dikontraindikasikan dan pada pasien
dengan syok refrakter dan hipotensi.
PROGNOSIS
 Prognosisnya seringkali berhubungan dengan
penyakit yang mendasarinya (misalnya kanker,
pembedahan, trauma dan lain-lain).
 Pada emboli paru yang berat, dimana telah terjadi
syok dan gagal jantung, maka angka kematiannya
bisa mencapai lebih dari 50%.
PENCEGAHAN
Untuk penderita yang baru menjalani pembedahan
(terutama orang tua), disarankan untuk:
- menggunakan stoking elastis
- melakukan latihan kaki
- Bangun dari tempat tidur dan bergerak aktif sesegera
mungkin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
pembentukan gumpalan.
EDEMA PARU
Patofisiologi Edema Paru
Dasar: Hukum Starling
Mekanisme
 Tekanan osmotik plasma ( 25 mmHg),
tekanan kapiler pulmonal (7-12 mmHg)
 Kapiler dan jaringan ikat sekitarnya
relatif tidak permeabel terhadap
protein plasma
 Kerja sistem limfatik
Bila terjadi gangguan / malfungsi:

 Tahap 1. Perpindahan cairan ke interstisial 


 aliran limfatik bertambah  vol cairan
interstisial tetap
 Tahap 2: Kapasiti aliran limfatik terlewati 
akumulasi di interstisial (bronkioli dan
parenkim paru [Ro edema paru interstisial])
 Tahap 3: Tekanan makin  interstisial sekitar
alveoli  ruang alveoli  gangguan
pertukaran gas
TIPE EDEMA PARU
 Kardiogenic: hidrostatik / hemodinamik
 Non kardiogenik: permeabiliti, ALI, ARDS
GAMBARAN KLINIS

 Sesak yang mendadak, kadang disertai chest


pain
 Batuk dengan dahak >> warna merah terang
(pink)
 Tidak mampu tidur terlentang dan gelisah
 Diaphoresis dan sianosis
 Takipnea dan air hunger
 Wheezing
 Ronki basah difus, kardiomegali
Kardiogenik Non kardiogenik

Iskemi ( infark miokard) Sebab Pneumonia, sepsis, aspirasi


Gagal jantung lambung ,TRALI
Disfungsi katup (mitral / aorta)

Khas sesak saat berbaring malam (PND) Riwayat Gejala / tanda infeksi, penurunan
atau sesak saat berbaring (ortopnea) kesadaran akibat muntah

Gallop S3, murmur, JVP , hepatomegali, Pemeriksaan Tidak spesifik , akral hangat
edema perifer, akral dingin fisik

Troponin  Lab Amilase , lipase 


Spesifik EKG Normal
Pelebaran peribronkovaskular Ro Patchy bilateral
Kerley B Air bronkogram
RADIOLOGY
CXR Cardiogenic Non cardiogenic

Heart size N N

Width of the vascular pedicle N N

Vascular distribution Balanced or Normal or balance


inverted

Distribution of edema Even or central Patchy or peripheral

Pleural effusions Present Not usually present

Peribronchial cuffing Present Not usually present

Septal lines Present Not usually present

Air bronchograms Not usually present Usually present


Noncardiogenic Pulmonary Edema Likely Patient with acute pulmonary edema Cardiogenic pulmonary edema likely

Pulmonary or non pulmonary infection or History, physical examination, and routine Hycongestory of mycocardial infarction or stive
history of aspiration hyperdynamic state laboratory examination heart failure, low output state, third heart
high white cell count, evidence of sound, pheriperal edema, jugular venous
distension, elevated cardiac enzymes, brain
pancreatitis peritronitis natriuretic peptide level > 500 pg/ml
And

Normal cardiac silhuette, vascular pedicle Chest Radiograpgh Enlarged cardiac silhuette, vascular pedicle
width  70 mm, peripheral infiltrates, width > 70 mm, central infiltrates,
absence of Kerley’s B lines presence of Kerley’s B lines

Diagnosis uncertain?

Normal or small chamber size, Transthoracic echocardiogram (or Enlarged cardiac chambers
normal left ventricular function transesophageal echocardiogram if Decreased left ventricular function
transthoracic views in adequate)

Diagnosis uncertain?

Pulmonary artery occlusion pressure  18 Pulmonary - artery catheterization Pulmonary artery occlusion pressure
mmHg > 18 mmHg

Ware LB, Matthay MA. N Engl J Med, 2005;353.2788-96.


REPIRATORY FAILURE
DEFINITION
Failure of the respiratory system to meet the metabolic demands of the
body resulting in hypoxia with or without hypercapnia

RF I = PaO2 < 50 mmHg RF II = PaO2 < 50 mmHg +


PaCO2 > 50 mmHg
Oxygenation failure
Hypercapnic respiratory failure
Causes
Causes
Pulmonary infarction - Pulmonary: chronic obstructive lung
Collapse, diseases
oedema,embolism, Interstitial lung fibrosis and cystic fibrosis
Pneumonia,fibrosis,Aspira sleep apnea syndrome, Chest wall lesions
tion pneumonitis - Neuromuscular lesions
SYMPTOM / SIGN HYPOXIA -Spinal cord lesions
ACUTE HYPOXIA - Brain lesions
Early:Central cyanosis, tachycardia,
tachypnea ,hypertension,arrhythmia, HYPERCAPNIA
Anxiety, restlessness, dyspnea Acute hypercapnia : Swatin,hot extremities
Late:Mycocardial depression, Tachycardia, flapping tremors, Drowsiness
Hypotension,bradycardia,Heart failure and Coma, death
shock,Convulsion, coma, death
CHRONIC HYPOXIA , clubbing,Pulmonary Chronic hypercapnia: Headache, Papiloedema
hypertension, corpulmonale,polycythemia and Increased intracranial pressure, flapping tremors
hepatic dysfunction CO2 narcosis: Drowsiness, Hypersomnia
REPIRATORY FAILURE

DEFINITION
Failure of the respiratory
system to meet the
metabolic demands of the
body resulting in hypoxia
with or without hypercapnia
RF I = PaO2 < 50 mmHg
Oxygenation failure

 Causes
 Pulmonary infarction
 Collapse, oedema,embolism,
Pneumonia,fibrosis,Aspiration pneumonitis
SYMPTOM / SIGN HYPOXIA
ACUTE HYPOXIA
 Early:Central cyanosis, tachycardia, tachypnea
,hypertension,arrhythmia, Anxiety, restlessness, dyspnea
 Late:Mycocardial depression,
Hypotension,bradycardia,Heart failure and
shock,Convulsion, coma, death
 CHRONIC HYPOXIA , clubbing,Pulmonary hypertension,
corpulmonale,polycythemia and hepatic dysfunction
RF II = PaO2 < 50 mmHg + PaCO2 > 50 mmHg
Hypercapnic respiratory failure

Causes
 - Pulmonary: chronic obstructive lung diseases, Interstitial lung fibrosis
and cystic fibrosis, sleep apnea syndrome, Chest wall lesions
 -Neuromuscular lesions, Spinal cord lesions, Brain lesions

 HYPERCAPNIA
 Acute hypercapnia : Swatin,hot extremities,Tachycardia, flapping tremors,
Drowsiness, Coma, death
 Chronic hypercapnia: Headache, Papiloedema, Increased intracranial
pressure, flapping tremors, CO2 narcosis: Drowsiness, Hypersomnia
REPIRATORY FAILURE

MANAGEMENT TREATMENT
DIAGNOSTIC APPROACH
1. Primary survey
1. Arterial blood analysis 2. Hospitalization
3. ICU
2. Respiratory function
4. oxygen inhalation
test  Type (I) RF a high
concentration of inspired
3. Investigation of the oxygen
causes  Type (II) RF itu
tergantung pada
4. CXR penyebabnya, pada PPOK,
pasien diberikan
konsentrasi terus menerus
5. Electrolite, blood sugar dan rendah oksigen
terinspirasi
6. Rutine lab 5. artificial ventilation
6. treatment of the causes
7. treatment of precipitating
factors
8. treatment of complications
Five Step ABG Interpretation
 But first, why evaluate ABGs?
 Untuk menentukan asam / basa Status (pH)
Untuk mengevaluasi kecukupan ventilasi (PaCO2)
Untuk mengevaluasi kecukupan oksigenasi (PaO2)
Untuk memahami apakah kelainan tersebut lama atau sangat
akut (HCO3)
Arterial Blood Gas Values
Normal values (room air, sea level)
 pH 7.35 - 7.45
 paCO2 35 - 45 torr
 paO2 75 - 100 torr
-
 HCO3 24 - 35 mEq/L
Five Step ABG Interpretation
 Step 1: Acid/Base Status
 Look at the pH. Is it normal or abnormal?
 If abnormal, is it acid or base?
 < 7.35: acid
 > 7.45: base
 Write it down!

 Note: an abnormal pH is always an acute event. No


one has a chronically abnormal pH!
Five Step ABG Interpretation
 Step 2: Respiratory Component
 Look at the PaCO2. Is it normal or abnormal?
 If abnormal, is it tending toward acid or base?
 < 35: base
 > 45: acid
 Write it down!
Five Step ABG Interpretation
 Step 2: Respiratory Component
 Note: the PaCO2 also tells us about ventilation. If it is
below normal, in most cases minute ventilation should
be decreased (slow rate, reduce tidal volume). If it is
too high, increase minute ventilation.
Five Step ABG Interpretation
 Step 3: Metabolic Component
 Look at the HCO3. Is it normal or abnormal?
 If abnormal, is it tending toward acid or base?
 < 22: acid
 > 26: base
 Write it down!
Five Step ABG Interpretation
 Step 3: Metabolic Component
 Note: HCO3 also tells us about chronic vs. acute.
Acute episodes don’t have time to activate the
kidneys, so the HCO3 is normal. Long-standing
conditions alter kidney function, and will change
HCO3.
Five Step ABG Interpretation
 Step 4: Oxygenation
 Look at the PaO2. Is it normal or abnormal?
 If the PaO2 is below normal (<80 at sea level, <65 at
5,280 ft), increase FiO2.
 Note: PaO2 has no direct relationship to acid/base
status. So, don’t get PaO2 values mixed up with your
evaluation of acid/base. Just adjust the oxygen and
move on to Step 5…..
Five Step ABG Interpretation
 Step 5: Put it all together
 Look at the pH, PaCO2, and HCO3.
 Identify any changes which are consistent with the pH
abnormality. They are the cause.
 You’ve now identified the problem as either:
 Respiratory (PaCO2 change is consistent with pH)
 Metabolic (HCO3 change is consistent with pH)
 Mixed (Both are consistent with pH)
Five Step ABG Interpretation
 A Final Rule:
 If it isn’t respiratory, it’s metabolic…..
 Remember, metabolic changes are slow. So, an acute metabolic
acid/base problem won’t have a chance to change the serum
HCO3; it will be normal.
 So, if the CO2 change isn’t consistent with the pH change, the
problem must be metabolic (no matter what theHCO3 is)

Anda mungkin juga menyukai