Anda di halaman 1dari 97

CURRICULUM VITAE

 Nama : Citroseno Hendraningrat


 Tempat/Tgl lahir : Yogyakarta/19 Februari 1949
 Alamat : Komp. Bina Marga BB 7/6, Pondok Kelapa,
 Jakarta Timur
 Status : Keluarga 1/3
 Alamat Kantor : Pusdiklat Peg. Dep. PU, jl Sapta Taruna Raya
 Komp PU Pasar Jumat, Jaksel.
 Jabatan/Gol. : Widyaiswara Madya/IVb
 Pendidikan : S1 Teknik Sipil ITS Surabaya 1976
 S2 Civil Eng. McGill Univ. Montreal Canada
 1993
 Pengalaman Kerja:
 Proyek Pembangunan Jembatan Sulawesi Selatan 1977
 Proyek Peningkatan Jalan Aceh Barat & Tengah 1980
 Proyek Pembangunan Jalan Pondokpinang – Pejompongan 1983
 Kepala Seksi Jawa Tengah – Ditjen Bina Marga 1986
 Kepala Bidang Bina Jasa Konstruksi Kanwil Dep PU DIY 1997
 Asisten Analis Kebijakan Deputi Konstruksi Meneg PU 2000
 Jabatan Fungsional Teknik Jalan dan Jembatan 2001
 Widyaiswara bidang Jalan dan Lalulintas 2003
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM

 Setelah mengikuti mata pelajaran ini,


peserta diharapkan memahami dan
dapat menjelaskan tentang desain
tebal perkerasan jalan aspal (lentur)
sesuai ketentuan dan persyaratan
yang berlaku
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS

Setelah menyelesaikan mata pelajaran ini,


peserta diharapkan dapat menjelaskan
tentang;
 Mengubah LHR kedalam muatan gandar
standar
 Daya dukung tanah dasar
 Menetapkan struktur lapis perkerasan
 Menetapkan struktur pelapisan ulang cara
lentur (flexibel)
Sasaran utama desain perkerasan
tebal perkerasan yang tepat memenuhi kebutuhan
bertahan tetap berfungsi selama umur rencananya
Geometrik dan tebal perkerasan jalan yang sesuai
Penyebaran Beban

Beban Sumbu

Aspal Beton

Batu Pecah

Sirtu

Tanah Dasar
Mengubah LHR kedalam
Muatan Gandar Standar

 Lintas Harian Rata-rata (LHR)


 Lajur Rencana
 Angka Ekivalen Beban Gandar Standar 18 Kips
 Pertumbuhan Lalulintas (i) dan Umur Rencana
(UR)
 Faktor Penyesuaian (FP)
 Menetapkan Lintas Ekivalen Rencana (LER)
Lintas Harian Rata-rata
(LHR)
 Jumlah lalu-lintas yang lewat dalam satu kali 24
jam untuk dua jurusan atau satu jurusan (bila
jalan tersebut terpisah dengan median)
 LHR dibatasi hanya untuk kendaraan roda 4 atau
lebih
 Untuk penyederhanaan cukup dicatat jumlah
kendaraan berat (Berat ≥5 ton)
 Prosentase kendaraan berat terhadap LHR, bukan
diambil dari Satuan Mobil Penumpang (SMP)
karena SMP hanya untuk desain geometrik
Contoh
 Mobil penumpang, pickup dsb=250 k/hr=50%
 Kendaraan berat
 Bus =25 k/hr =5%
 Truck 2 as – 13 Ton =100 k/hr=20%
 Truck 2 as – 20 Ton (Thronton)=100 k/hr=20%
 Truck 2 as – 24 Ton (overload)=25 k/hr=5%
 LHR =500k/hr=100%
 Disini terlihat jumlah kendaraan berat =250
kendaraan atau 250/500 x 100% = 50% x LHR
 Prosentase Kendaraan Berat terhadap LHR= AKB
 Jumlah Kendaraan Berat=AKB x LHR
 AKB=50%
Lajur Rencana

Lajur jalan yang mewakili lajur lain


Sebagai lajur yang paling banyak dilalui kendaraan
Untuk menghitung jumlah lalu-lintas yang
diperkirakan akan menggunakan lajur rencana,
perlu ditetapkan koefisien distribusi kendaraan (C)
Koefisien Distribusi Kendaraan (C)

Kendaraan Kendaraan Kendaraan Kendaraan


Ringan Ringan Berat Berat
< 5 ton < 5 ton ≥ 5 ton ≥ 5 ton

Jumlah 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah


Lajur

1 1,00 1,00 1,00 1,00


2 0,60 0,50 0,70 0,50
3 0,40 0,40 0,50 0,475
4 0,30 0,45
5 0,25 0,425
6 0,20 0,40
Jumlah kendaraan berat yang lewat lajur rencana
= LHR x AKBx C

Misal LHR = 500 kendaraan; AKB= 50% maka


jumlah kendaraan berat yang melewati
Lajur rencana untuk jalan dengan 2 lajur 2arah ;
500 x 0,50 x 0,50 = 125 kendaraan
Angka Ekivalen
Beban Standar 18 Kips (18000 lbs)
 Angka konversi untuk mengubah berat gandar yang ada
menjadi berat gandar as tunggal 18 Kips (8160 kg)
 Maksudnya untuk dapat memanfaatkan semua nomogram
yang ada di “Petunjuk Perencanaan Tebal Perkerasan lentur
Jalan Raya” dengan metoda Analisa komponen (SKBI
2.3.26.1987)

Angka ekivalen sumbu tunggal =


Beban satu sumbu tunggal dalam kg
(--------------------------------------------)4 x 1
8160
Angka ekivalen sumbu ganda =
Beban satu sumbu ganda dalam kg
(-------------------------------------------)4 x 0,086
8160
Angka Ekivalen Beban Gandar
Beban Sumbu Beban Sumbu Angka Ekivalen Angka Ekivalen

Kg Lb Sumbu Tunggal Sumbu Ganda

1000 2205 0,0002 -


2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
10000 22046 2,2555 0,1940
11000 24251 3,3022 0,2840
12000 26455 4,6770 0,4022
13000 28660 6,4419 0,5540
14000 30864 8,6647 0,7452
15000 33069 11,4184 0,9820
16000 35276 14,7815 1,2712
Contoh Angka Ekivalen (E)

 STRT 3 t = 3000 kg
 E = (3000/8160)4x 1 = 0,0183
 STRT 5 t = 5000 kg
 E = (5000/8160)4 x 1 = 0,1410
 STRT 6 t = 6000 kg
 E = (6000/8160)4 x 1 = 0,2923
 STRT 9 t = 9000 kg
 E = (9000/8160)4 x 1 = 1,4798
 STRG 8 t = 8000 kg
 E = (8000/8160)4 x 1 = 0,9238
 SGRG 14 t = 14000 kg
 E = (14000/8160)4 x 0,086 = 0,7452
 SGRG 15 t = 15000 kg
 E = (15000/8160)4 x 0,086 = 0,9820

 STRT = Sumbu Tunggal Roda Tunggal


 STRG = Sumbu Tunggal Roda Ganda
 SGRG = Sumbu Ganda Roda Ganda
Contoh angka ekivalen (E) jenis
kendaraan sesuai sumbu (as)
 Jenis kendaraan Bus 8 ton;
 STRT 3 t ; E = 0,0183
 STRG 5 t ; E = 0,1410
 E jenis kendaraan Bus 8 ton = 0,1593
 Jenis kendaraan Truk 2 as 13ton;
 STRT 5 t ; E = 0,1410
 STRG 8 t ; E = 0,9238
 E jenis kendaraan Truk 2 as 13 ton = 1,0648
 Jenis kendaraan Truk 2 as 20 ton;
 STRT 6 t ; E = 0,2923
 SGRG 14 t ; E = 0,7452
 E jenis kendaraan Truk 3 as 20 ton = 1,0375
 Jenis kendaraan Truk 2 as 24 ton;
 STRT 9 t ; E = 1,4793
 SGRG 15 t ; E = 0,9820
 E jenis kendaraan Truk 2 as 24 ton = 2,4613
Konfigurasi Sumbu Rencana
STRT SGRG

STRG
 Pertumbuhan
Lalulintas (i)

 Kenaikan lalulintas
pertahun dinyatakan
dalam % terhadap LHR
Awal
 Dipengaruhi oleh
peningkatan kegiatan
ekonomi di sekitar
daerah pengaruh jalan
 Tinggi i = 12 %
 Sedang i = 4 – 6 %
 Contoh i = 3 %
Contoh data LHR yang disesuaikan
dengan pertumbuhan lalulintas
 Misal data LHR tahun 2005;
 Bus 8 ton = 25 kend/hari
 Truk 2 as 13 ton = 100 kend/hari
 Truk 2 as 20 ton = 100 kend/hari
 Truk 2 as 24 ton = 25 kend/hari
 Jalan dibuka tahun 2007
 Pertumbuhan lalulintas (i) = 3 % / tahun
 LHR tahun 2007 untuk setiap jenis =
 Bus 8 ton = 25 x (1 + 0,03)2 = 27 kend/hari
 Truk 13 ton =100 x (1 + 0,03)2 = 106 kend/hari
 Truk 20 ton = 100 x (1 + 0,03)2 = 106 kend/hari
 Truk 24 ton = 25 x (1 + 0,03)2 = 27 kend/hari
Contoh LEP jenis kendaraan
 LEP = LHR x C x E
 Bus 8 ton = 27 x 0,50 x 0,1593 = 2,15
 Truk 13 ton = 106 x 0,50 x 1,0648 = 56,43
 Truk 20 ton = 106 x 0,50 x 1,0375 = 54,99
 Truk 24 ton = 27 x 0,50 x 2,4613 = 33,23
 Jumlah = 146,80
Umur Rencana (UR)

 Masa pelayanan jalan dihitung sejak selesai


dibangun
 Hingga jalan dianggap sudah perlu direhabilitasi
berat
 Atau dievaluasi kembali untuk masa pelayanan
selanjutnya
 Negara maju UR 10 – 20 tahun
 Di Indonesia UR 5 – 10 tahun
 LEA (Lintas Ekivalen Akhir) = LEP x (1 + i)UR
 LET (Lintas Ekivalen Tengah) = (LEP + LEA)/2
Contoh LEA dan LET untuk UR 5 tahun

 LEA UR 5 tahun;
 Bus 8 ton = 2,15 x (1 + 0,03)5 = 2,492
 Truk 13 ton = 56,43 x (1 + 0,03)5 = 65,418
 Truk 20 ton = 54,99 x (1 + 0,03)5 = 63,748
 Truk 24 ton = 33,23 x (1 + 0,03)5 = 38,523
 Jumlah = 170,18
 LET UR 5 tahun;
 (LEP + LEA) / 2 = (146,80 + 170,18) = 158,49
Faktor Penyesuaian (FP)

 AASHTO Road Test  UR 20 tahun


 Nomogram desain perkerasan SKBI 2.3.26.1987
 UR 10 tahun
 Faktor Penyesuaian FP = UR / 10
 LER (Lintas Ekivalen Rencana) UR 5 th = LET x FP
 Contoh: 158,49 x 5/10 = 79,245
LER (Lintas Ekivalen Rencana)
 Jumlah lintasan as tunggal 18 Kips perhari yang
lewat pada lajur rencana selama umur rencana
yang ditetapkan
 Merupakan jumlah lintasan yang mewakili dan
ekivalen terhadap perkiraan jumlah lintasan
muatan sumbu masing-masing kendaraan yang
sebenarnya nanti akan lewat pada jalan tersebut
 Kekhususan desain perkerasan ini terletak pada
mencari LER sebagai input utama untuk
menggunakan nomogram perkerasan
AESAL 18 K (kips)

 Cara lain ; Road Note 31, Asphalt Institut


 Nilai Accumulated Equivalent Single Axle Load 18
K dicari dengan rumus;
a.AESAL 18 K =
LER x UR x 365 (Rumus penyederhanaan)
b.AESAL 18 K =
LEP x[{(1+i)UR – 1}/10elog (1 + i)]x UR x 365
(Rumus lengkap)
 Beban lalu-lintas
yang merupakan
tuntutan kebutuhan
untuk diberikan
LER / Lintas

pelayanan
Perkerasan jalan
Ekivalen Rencana
dengan tebal cukup,
diatas kondisi tanah
setempat
 Faktor lain yang
mungkin akan
mempengaruhi
pekerjaan jalan
selama masa umur
rencana
 Semakin besar nilai
LER semakin berat
tuntutan kebutuhan
yang diminta
 Sebaliknya semakin
kecil LER maka
beban jalan semakin
ringan
Daya Dukung Tanah Dasar

 Penetapan CBR Tanah Dasar dan


Lendutan
 Penentuan Nilai CBR lapangan
dengan menggunakan Data DCP
Daya Dukung Tanah Dasar

 Penetapan CBR Tanah Dasar dan Lendutan


 Penentuan Nilai CBR lapangan dengan
menggunakan Data DCP
Kekuatan Tanah Dasar /
Daya Dukung Tanah Dasar (DDT)

 Sangat mempengaruhi kekuatan dan keawetan


konstruksi perkerasan jalan
 Besarnya dinilai dalam CBR tanah dasar
 Sangat tergantung pada jenis tanah dasar
 Kadar air dan kerapatan (density) tanah dasar
 DDT berdasarkan pengukuran nilai CBR
 DDT ditetapkan berdasarkan grafik korelasi
dengan CBR
 Harga CBR dalam hal ini adalah CBR laboratorium
 Menentukan ruas jalan yang
akan diuji daya dukung tanah
Prosedur dasarnya maupun lendutan
permukaan jalannya

Pengujian
 Penentuan lokasi pada ruas
jalan yang bersangkutan
dengan membuat pembagian
seksi ruas (segmen)
 Ditentukan pengujian tanah
dasar untuk konstruksi
perkerasan baru atau untuk
peningkatan dan rekonstruksi
jalan lama
 Identifikasi bahan tanah dasar
untuk konstruksi perkerasan
baru; untuk peningkatan dan
rekonstruksi jalan lama
dilakukan dengan cara CBR
lapangan
 Diadakan pemilihan cara
pengujian terhadap tanah dasar,
dengan CBR laboratorium, CBR
lapangan atau DCP
Jalan dalam arah
memanjang cukup
panjang dibandingkan
dengan jalan arah
melintang
Melintasi jenis tanah dan
keadaan medan yang
berbeda-beda
Kekuatan tanah dasar
bervariasi
Panjang jalan dibagi atas
segmen-segmen yang
mempunyai daya dukung
tanah, sifat tanah dan
keadaan lingkungan
yang relatif sama

CBR Segmen Jalan


CBR Segmen Jalan

Setiap segmen mempunyai satu nilai CBR yang mewakili


daya dukung tanah dasar
Untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan dari
segmen tersebut
Tetapi tidak mewakili dari seluruh segmen
Nilai CBR segmen dapat ditentukan dengan cara analisis
atau cara grafis
Secara Analisis

CBR Segmen = CBR rata-rata – (CBR maks-CBR min)/R

Cara lain;
CBR Segmen = CBR rata-rata – S
S = Standar deviasi
Nilai ‘R’ untuk Perhitungan CBR Segmen
Jumlah Titik Pengamatan Nilai ‘R’
2 1,41
3 1,91
4 2,24
5 2,48
6 2,67
7 2,83
8 2,96
9 3,08
> 10 3,18

Misal 11 titik pengamatan;


Nilai CBR berturut-turut 10; 4; 8; 7; 6; 6; 7; 5; 9; 8; 6
Nilai CBR rata-rata = (10+4+8+7+6+6+7+5+9+8+6)/11 = 6,90
Nilai CBR max = 10 dan nilai CBR min = 4
CBR Segmen = 6,90 – (10 – 4 ) / 3,18 = 5,02 ~ 5
Secara Grafis

 Harga yang mewakili dari sejumlah harga CBR


yang dikeluarkan, ditentukan sebagai berikut:
 Tentukan harga CBR terendah
 Tentukan berapa banyak harga CBR yang sama
dan lebih besar dari masing-masing nilai CBR
 Angka jumlah terbanyak dinyatakan sebagai
100% jumlah lainnya merupakan persentase
dari 100%
 Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan
persentase jumlah tadi
 Nilai CBR yang mewakili, adalah yang didapat
dari angka persentase 90%
Cara Grafis
Nilai CBR Jumlah yang sama Persen yang sama atau
(%) atau lebih besar lebih besar (%)
4 11 11/11 x 100 = 100

5 10 10/11 x 100 = 91

6 9 9/11 x 100 = 82

7 6 6/11 x 100 = 55

8 4 4/11 x 100 = 36

9 2 2/11 x 100 = 18

10 1 1/11 x 100 = 9
%

100 100%
91%
90 90%
82%
80
70
60
55%
50
40 36%
30
20 18%
10 9%
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 CBR
5,1
Latihan 1
Titik No: Nilai CBR (%)
1 6
2 5
3 10
4 4
5 7
6 4
7 6
8 8
9 5
10 7
11 7
12 8

Tentukan nilai CBR yang mewakili


 Lokasi ruas jalan pada
proyek telah ditentukan
Penentuan  Membagi-bagi ruas jalan
tersebut menjadi segmen-
Program segmen
Ditentukan cara
Pengujian 
pengujiannya
 Program pengujian tanah
dasar disetiap segmen pada
ruas jalan tersebut dapat
ditentukan
 Setiap segmen
kemungkinan nilai CBR-nya
berbeda
 Perlu dilakukan pengujian
terhadap tanah dasar untuk
pelebaran jalan
 Adanya re-alinyemen pada
proyek peningkatan jalan
Program
 Pengambilan contoh tanah dasar dengan
menggunakan CBR lapangan untuk
perencanaan lapis tambahan (‘overlay’)
 Pengambilan contoh tanah dasar dengan
menggunakan CBR laboratorium untuk
perencanaan pelebaran jalan atau re-alinyemen
pada proyek peningkatan
 Memproses pengujian dengan menggunakan
CBR lapangan
 Memproses pengujian dengan menggunakan
CBR laboratorium
 Menghitung/mencari harga yang mewakili dari
sejumlah harga CBR masing-masing cara tadi
baik secara grafis maupun secara analitis
Penentuan Nilai CBR Lapangan
(Dynamic Cone Penetrometer/DCP)

 Nilai CBR Lapangan diperoleh dengan


menggunakan hasil pemeriksaan DCP
 Dipergunakan di Indonesia sejak tahun
1985/1986
 Pemeriksaan dengan alat DCP menghasilkan
data kekuatan tanah sampai kedalaman 90 cm
dibawah tanah dasar
 Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat
 Pemberat seberat 20lb (9,07 Kg) dijatuhkan
dari ketinggian 20 inch (50,8 cm) melalui
sebuah tiang berdiameter 5/8 inch (16 mm)
 Ujung tiang berbentuk kerucut dengan luas ½
sqin (1,61 cm2) bersudut 30o atau 60o; di
Indonesia umumnya digunakan bersudut 30o
Penentuan Nilai CBR Lapangan
(Dynamic Cone Penetrometer/DCP)
Nilai CBR Lapangan diperoleh dengan menggunakan hasil
pemeriksaan DCP
Dipergunakan di Indonesia sejak tahun 1985/1986
Pemeriksaan dengan alat DCP menghasilkan data kekuatan tanah
sampai kedalaman 90 cm dibawah tanah dasar

Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat pemberat seberat 20lb (9,07 Kg)
dijatuhkan dari ketinggian 20 inch (50,8 cm) melalui sebuah tiang berdiameter
5/8 inch (16 mm)
Ujung tiang berbentuk kerucut dengan luas ½ sqin (1,61 cm2) bersudut 30o
atau 60o; di Indonesia umumnya digunakan bersudut 30o
- Skala Penetrometer
Penetrability (S.P.P.), yaitu
mudah atau tidaknya
Hasil Pemeriksaan melakukan penetrasi
kedalam tanah
- Dinyatakan dalam
JATUH BEBAS cm/tumbukan
- Tahanan Penetrasi Skala
(SPR = Scala Penetration
Resistance), yaitu sukar
0 0 0

atau tidaknya melakukan

D1
penetrasi kedalam tanah
- Dinyatakan dalam
tumbukan/cm

(A) (B) (C)


D1
 SPR = 1/SPP
 Data lapangan umumnya SPP Dalam analisis data
dipergunakan SPR
Korelasi dengan nilai CBR diperoleh dengan
mempergunakan kertas transparan
 Kertas transparan tersebut digeser-geserkan
dengan tetap menjaga sumbu grafik pada kedua
gambar sejajar, sehingga diperoleh garis
kumulatif tumbukan berimpit dengan salah satu
garis pada kertas transparan
 Nilai yang ditunjukan oleh garis tersebut
merupakan nilai CBR lapangan pada kedalaman
tersebut

 Korelasi ini sebaiknya dibandingkan dengan hasil


yang diperoleh dari hasil tes CBR dengan nilai
DCP dari lokasi yang berdekatan dengan lokasi
CBR tersebut dilaksanakan
Grafik Hasil Pemeriksaan Alat DCP
Kumulatip Pukulan

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90
Korelasi DDT
dan CBR

Misal Nilai CBR = 6%


Maka Nilai DDT = 5 kg/cm2
Menetapkan Struktur
Lapisan Perkerasan

 Index Permukaan (IP)


 Faktor Regional (FR)
 Analisis Tebal Perkerasan
 Penetapan Index Tebal Perkerasan (ITP)
 Koefisien Kekuatan Relatif dari Material Lapis
Perkerasan
 Batas-batas Minimum Tebal Lapisan Perkerasan
Indeks
Indeks Permukaan
Permukaan (IP)

Angka yang dipergunakan untuk menyatakan;


1. Kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan
2. Bertalian dengan tingkat pelayanan bagi lalu-lintas
yang lewat
Nilai Indeks Permukaan
 IP = 1,0:
 Menyatakan permukaan jalan dalam keadaan
rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu
lintas kendaraan
 IP = 1,5:
 Tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin
(jalan tidak terputus)
 IP = 2,0:
 Tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih
mantap
 IP = 2,5:
 Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil
dan baik
sangat mengganggu lalu lintas kendaraan
Permukaan jalan masih cukup stabil dan baik
Indeks Permukaan pada akhir
Umur Rencana (IP)

LER /
Lintas Lokal Kolektor Arteri Tol
Ekivalen
Rencana

< 10 1,0 – 1,5 1,5 1,5 – 2,0 -


10 – 100 1,5 1,5 – 2,0 2,0 -
100 – 1000 1,5 – 2,0 2,0 2.0 – 2,5 -
> 1000 - 2,0 – 2,5 2,5 2,5

LER dalam satuan angka ekivalen 8,16 ton beban sumbu tunggal
Indeks Permukaan pada awal Umur Rencana (IPo)
Jenis Lapis Perkerasan IPo Roughness (mm/km)
Laston ≥4 ≤ 1000
3,9 – 3,5 > 1000
Lasbutag 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
HRA 3,9 – 3,5 ≤ 2000
3,4 – 3,0 > 2000
Burda 3,9 – 3,5 < 2000
Burtu 3,4 – 3,0 < 2000
Lapen 3,4 – 3,0 < 3000
2,9 – 2,5 > 3000
Latasbum 2,9 – 2,5
Buras 2,9 – 2,5
Latasir 2,9 – 2,5
Jalan Tanah ≤ 2,4
Jalan Kerikil ≤ 2,4
Alat Pengukur Roughness
(kekasaran permukaan)
 Roughometer NAASRA (National Association of Australian
State Road Authorities)
 Dipasang pada kendaraan standar Datsun 1500 stasion
wagon; kecepatan kendaraan = 32 km per jam
 Gerakan sumbu belakang dalam arah vertikal dipindahkan
pada alat ‘roughometer’ melalui kabel yang dipasang
ditengah-tengah sumbu belakang kendaraan; selanjutnya
dipindahkan kepada counter melalui “flexible drive”
 Setiap putaran counter adalah sama dengan 15,2 mm
gerakan vertikal antara sumbu belakang dan body
kendaraan
 Alat pengukur ‘roughness’ type lain dapat digunakan
dengan mengkalibrasikan hasil yang diperoleh terhadap
‘roughometer’ NAASRA
 Untuk Jalan tidak banyak berharap dapat mencapai mutu
tertinggi (IPo = 4) karena itu ditetapkan IPo = 2,9 – 2,5
Faktor Regional (FR)

 Faktor setempat, menyangkut keadaan lapangan


dan iklim
 Mempengaruhi keadaan pembebanan, daya
dukung tanah dasar dan perkerasan
 Keadaan lapangan mencakup permeabilitas tanah,
perlengkapan drainase, bentuk alinyemen serta
persentase kendaraan dengan berat ≥ 5 ton, dan
kendaraan yang berhenti
 Keadaan iklim mencakup curah hujan rata-rata
pertahun
Faktor Regional (FR)

Faktor Regional dipengaruhi oleh


Bentuk alinyemen (kelandaian dan tikungan)
Persentase kendaraan berat dan yang berhenti
Iklim (curah hujan)
Faktor Regional (FR)
Kelan- Kelan- Kelan- Kelan- Kelan- Kelan-
daian I daian I daian II daian II daian III daian III
(< 6%) (< 6%) (6-10%) (6-10%) (>10%) (>10%)

Curah % Kend % Kend % Kend % Kend % Kend % Kend


Hujan Berat Berat Berat Berat Berat Berat
≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30% ≤ 30% > 30%
Iklim I
≤ 900 0,5 1,0 – 1,5 1,0 1,5 – 2,0 1,5 2,0 – 2,5
mm/th

Iklim II
> 900 1,5 2,0 – 2,5 2,0 2,5 – 3,0 2,5 3,0 – 3,5
mm/th
Analisis Tebal Perkerasan
 Perhitungan perencanaan ini didasarkan pada
kekuatan relatif masing-masing lapisan
perkerasan
 Penentuan tebal perkerasan dinyatakan oleh
ITP (Indeks Tebal Perkerasan), dengan rumus
sebagai berikut:
 ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3
 a1; a2; a3 = Koefisien kekuatan relatif bahan
perkerasan
 D1; D2; D3 = Tebal masing-masing lapis
perkerasan (cm)
 Angka 1,2 dan 3: masing-masing untuk lapis
permukaan, lapis pondasi dan lapis pondasi
bawah
Grafik Nomogram Tebal Perkerasan

 Grafik Nomogram Tebal Perkerasan dapat


digunakan setelah ditentukan:
 LER = Dihitung atau sesuai pedoman
 DDT = Ditetapkan sesuai kondisi lapangan
 FR = Ditetapkan dilapangan
 Ipo = 2,9 – 2,5
 Ipt = 1,5
 Nomogram 7
 Dapat dihitung ITP (Indeks Tebal Perkerasan)
 Koefisien Kekuatan Relatif untuk Lapis
Permukaan Beton Aspal (a1)
 Marshall Stability (MS) 1700 lbs
 a1 = 0,40
a1 0,5
A
A
CC
0,4
0,40

0,3

B
0,2
B

0,1

1700
0
400 800 1200 1600 2000 2400

Marshall Stability (MS) / lbs


Highway Research Record Number 90
(beton aspal)

 Titik A; beton aspal seperti yang digunakan pada uji


gelar percobaan skala penuh AASHO, koefisien relatif
(a1) =0,44 ; Marshall Stability (MS) 2100lbs
 Titik B adalah beton aspal kualitas rendah, koefisien
relatif (a1) = 0,20 dan MS 300lbs
 Titik C adalah beton aspal yang biasa dipakai, koefisien
relatif (a1) = 0,40 dan MS 1700lbs
Koefisien Kekuatan Relatif untuk material
berbutir distabiliser dengan Bitumen pada
lapis pondasi
(Highway Research Record Number 90)
0,5

0,4
A

0,3

0,2
C

0,1
B

0
400 800 1200 1600 2000 2400
Highway Research Record Number
(Lapis Pondasi/Base Course)

 Titik A; material sirtu distabiliser dengan Bitumen pen 85-100


sebesar 5%, koefisien relatif (a2) = 0,34 dan MS 1900 lbs
 Titik B; material sirtu tanpa stabilisasi yang dipakai pada AASHO
Road Test, koefisien relatif (a2) = 0,07
 Titik C; material kerikil distabilisasi dengan aspal emulsi atau aspal
cair, koefisien relatif (a2) = 0,16; MS 300lbs
Koefisien Kekuatan Relatif untuk
stabilisasi semen pada lapis pondasi
(Highway Research Record Number 90)

0,28

0,24
A

0,20

0,16
C

0,12

0,08
B

0,04

0
200 400 600 800 1000
Highway Research Record Number 90
(Lapis Pondasi/Base Course)

 Titik A; stabilisasi semen yang digunakan


pada AASHO Road Test (Sand gravel
subbase material) dengan semen 4%, a2
= 0,23
 Titik B; sand gravel tanpa stabilisasi a2 =
0,07
 Titik C; material dengan kuat tekan
minimum untuk soil cement base dengan
a2 = 0,15
Koefisien Kekuatan Relatif untuk material
berbutir lapis pondasi
(Highway Research Record Number 90)

0.150

0.125

0,11 C
0.100

0.075
BB

0.050

0.025

50
0
1 2 3 4 5 6 7 8 10 20 40 60 80 100
Highway Research Record Number 90
(Lapis Pondasi/Base Course)

 Titik A; batu pecah seperti yang digunakan pada


AASHO Road Test skala penuh; a2 = 0,14 ; CBR
110
 Titik B; sand gravel material (sirtu) yang
digunakan sebagai lapis pondasi; a2 = 0,07; CBR
30
 Titik C;batu pecah yang umumnya dipakai; a2 =
0,11; CBR = 50
Koefisien Kekuatan Relatif untuk material
berbutir pada lapis pondasi bawah
(Highway Research Record Number 90)

A
0.125

0,11

0.100
C

0.075

0.050
B

0.025

30
0
1 2 3 4 5 6 7 8 10 20 40 60 80 100
Highway Research Record Number 90

 Titik A; batu pecah (seluruh permukaan); CBR = 110;


a3 = 0,14
 Titik B; sandy clay material; CBR = 5; a3 = 0,05
 Titik C; sand gravel subbase yang dipakai di AASHO
Road Test; CBR = 30; a3 = 0,11
Bahan perkerasan
yang dipilih
 Lapis Penetrasi
(manual); a1 = 0,19
 Aspal Beton MS 600
kg; a1 = 0,34
 Lapis Pondasi Batu
Pecah (Crushed
Stone); CBR = 110%;
a2 = 0,14
 Lapis Pondasi Bawah
Sirtu (Pit Run); CBR =
30%; a3 = 0,11
Koefisien Kekuatan Relatif untuk Lapis Permukaan (a1)
a1 MS (kg) Jenis Bahan

0,40 744 Aspal Beton


0,35 590
0,32 454
0,30 340

0,35 744 Lasbutag


0,31 590
0,28 454
0,26 340

0,30 340 HRA


0,26 340 Macadam
0,25 - Lapen (mekanis)
0,20 - Lapen (manual)
Koefisien Kekuatan Relatif untuk Lapis Pondasi (a2)
a2 MS (kg) Kt (kg/cm) CBR (%) Jenis Bahan
0,28 590 - - Laston Atas
0,26 454 - -
0,24 340 - -

0,23 - - - Lapen (mekanis)


0,19 - - - Lapen (manual)
0,15 - 22 - Stabilisasi Tanah
0,13 - 18 - dengan Semen/Kapur

0,14 - - 100 Batu Pecah (kelas A)


0,13 - - 80 Batu Pecah (kelas B)
0,12 - - 60 Batu Pecah (kelas C)

Kekuatan Tekan (Kt) stabilisasi tanah dengan semen diperiksa pada hari ke 7
Kekuatan Tekan (Kt) stabilisasi tanah dengan kapur diperiksa pada hari ke 21
Koefisien Kekuatan Relatif
untuk Lapis Pondasi Bawah (a3)

a3 CBR (%) Jenis Bahan

0,13 70 Sirtu/Pitrun (kelas A)


0,12 50 Sirtu/Pitrun (kelas B)
0,11 30 Sirtu/Pitrun (kelas C)

0,10 20 Tanah/Lempung
Kepasiran
Batas-batas Minimum Tebal
Lapisan Perkerasan

 Lapis Permukaan:

ITP Tebal Bahan


Minimum
(cm)
< 3,00 - Lapis pelindung; Buras/Burtu/Burda
3,00 – 6,70 5 Lapen/Aspal Macadam, Laston
6,71 – 7,49 8 Lapen/Aspal Macadam, Laston
7,50 – 9,99 10 Laston
≥ 10,00 15 laston
 Lapis Pondasi;
ITP Tebal Bahan
Minimu
m (cm)
< 3,00 15 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur
3,00 – 7,49 20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur
7,50 – 9,99 10 Laston Atas (ATB)
20 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam
10 – 12,14 10 Laston Atas
25 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam,
Lapen, Laston Atas
≥ 12,15 30 Batu pecah, stabilisasi tanah dengan semen,
stabilisasi tanah dengan kapur, pondasi macadam,
Lapen, Laston Atas
 Lapis Pondasi Bawah ;
 Untuk setiap nilai ITP digunakan
pondasi bawah, tebal minimum =
10 cm
10 cm
 Contoh:
 Misal ITP = 9,50
 Lapis Permukaan Laston MS 744; 20 cm
a1= 0,40;
 tebal minimum (D1) =10 cm
 Lapis Pondasi Batu Pecah CBR 100; 25 cm
a2 = 0,14;
 tebal minimum (D2) = 20 cm
 Lapis Pondasi Bawah Sirtu CBR 30;
a3 = 0,11; tebal D3
Tanah Dasar/
 ITP = a1D1 + a2D2 + a3D3 Subgrade
 9,50 = 0,40.10 + 0,14.20 + 0,11.D3
 D3 = 24,54 ~ 25 cm
Latihan 2
 Jalan 4 lajur – 2 arah
 Data LHR tahun 2005
1t 1t
 Mobil penumpang : 3 000 kendaraan 3t 5t
 Bus (8 ton) : 1200 kendaraan 5t 8t
 Truk (13 ton) : 600 kendaraan 6t 14t
 Truk (20 ton) : 200 kendaraan
 CBR 6 / DDT 5 kg/cm2 ; FR = 1,5
 Aspal Beton MS 744; Batu Pecah CBR 100; Sirtu CBR 30
 i = 3%; IPt = 2; IPo = 3,9 – 3,5
 Pelaksanaan pekerjaan dimulai awal 2007
 Rencana mulai dibuka awal 2009
 Umur Rencana 5 tahun
Menetapkan Struktur
Pelapisan Ulang

Nilai Kondisi
Perkerasan Jalan Lama
Pelapisan Ulang (Overlay)

• Dilakukan terhadap jalan lama yang sudah


menunjukkan akhir dari masa pelayanannya
• Terlihat dari jenis kerusakan permukaan yang
mulai tampak
Tujuan Pelapisan Ulang

Meningkatkan kekuatan perkerasan jalan lama


Mampu mendukung beban lalu-lintas selama umur
rencananya yang baru
Fungsi Pelapisan Ulang

1. Menambah kekuatan
2. Meratakan kembali permukaan jalan akibat
defferential settlement; tambal sulam
3. Aus atau terjadinya secondary compaction akibat
dilalui oleh lalu-lintas
Perhitungan Kebutuhan Tebal
Pelapisan Ulang
Cara yang digunakan antara lain;
 Benkelmann Beam
 Plate Bearing Test
 Falling Weight Deflectograph
 Dsb.

Cara Analisa Komponen Perkerasan;


 Tebal lapis ulang dihitung dari selisih ITP antara
lapis perkerasan lama dan lapis perkerasan baru
 Selisih ITP ini dikonversikan menjadi ketebalan
lapis ulang yang perlu ditambahkan
Nilai Kondisi Perkerasan Jalan Lama
Lapis Permukaan
Kondisi Perkerasan Jalan Nilai (%)

Umumnya tidak retak, hanya sedikit 90 – 100


deformasi pada jalur roda
Terlihat retak halus sedikit deformasi 70 – 90
pada jalur roda namun masih tetap stabil
Retak sedang, beberapa deformasi pada 50 – 70
jalur roda, pada dasarnya masih
menunjukkan kestabilan
Retak banyak, demikian juga deformasi 30 – 50
pada jalur roda, menunjukkan gejala
ketidak stabilan
Nilai Kondisi Perkerasan Jalan
Lapis Pondasi Atas/
Pondasi Aspal Beton atau Penetrasi Macadam

Kondisi Perkerasan Jalan Nilai (%)

Umumnya tidak retak 90 – 100

Terlihat retak halus, namun masih tetap 70 – 90


stabil
Retak sedang, pada dasarnya masih 50 – 70
menunjukkan kestabilan
Retak banyak, menunjukkan gejala 30 – 50
ketidak stabilan
Nilai Kondisi Perkerasan Jalan
Lapis Pondasi Atas /
Stabilisasi Tanah dengan
Semen atau Kapur

Kondisi Perkerasan Jalan Nilai (%)

Indeks Plastisitas (Plasticity Index = 70 – 100


PI) ≤ 10
Nilai Kondisi Perkerasan Jalan
Lapis Pondasi /
Pondasi Macadam atau Batu Pecah

Kondisi Perkerasa Jalan Nilai (%)

Indeks Plastisitas (Plastisitas Index / 80 – 100


PI) ≤ 6
Nilai Kondisi Perkerasan Jalan
Lapis Pondasi Bawah

Kondisi Perkerasan Jalan Nilai (%)

Indeks Plastisitas (Plasticity Index / PI) ≤ 6 90 – 100

Indeks Plastisitas (Plasticity Index / PI > 6 70 – 90


Contoh Soal
 Jalan KRLL 3 (III B1) dengan :
 LHR = 500 kend/hr (Lintas harian rata-rata 1996)
 AKB = 50% (Prosentase kendaraan berat terhadap LHR)
 AEKB = 3,9708 (Angka Ekivalen Kendaraan Berat
berdasar asumsi komposisi terdahulu)
 C = 0,475 (koefisien distribusi lajur)
 Telah mencapai akhir umur rencana pertamanya (5
tahun) pada tahun 2001 (i = 3%) dengan ciri beberapa
keretakan permukaan. Ingin di overlay agar dapat
menampung lalu-lintas 5 tahun lagi dengan i = 6%
 Penyelesaian
 mencari LEA (2001)
 LEP (1996) = 500 x 0,475 x 0,5 x 3,9708
 = 471
 LEA (2001) = 471 x (1+0,03)5
 = 471 x 1,159
 = 546
 LEA (2001) = LEP (2001) = 546
 mencari LEA (2006)
 LEA (2006) = LEP (2001) x (1+0,06)5
 = 546 x 1,338
 LEA (2006) = 731
 mencari LET2
 LET2 = LEP (2001) + LEA (2006)
 2
 = 546 + 731
 2
 = 639
 mencari LER2
 LER2 = LET2 x UR
 10
 = 639 x 5
 10
 = 320
 mencari ITP2
 LER2 = 320
 DDT = 5
 FR = 1
 ITP2 = 8,2 (Nomogram 7)
 mencari selisih ITP1 dan ITP2
 ITP1 ditaksir dari kondisi kerusakan yang ada
 Lapis permukaan dinilai 50% (tebal 6 cm)
 Lapis pondasi 70% (tebal 20 cm)
 Lapis pondasi bawah 100% (tebal 30 cm)
 ITP1 = 0,34 x 6 x 50% + 0,14 x 20 x 70% + 0,11 x 30
 = 1,02 + 1,96 + 3,3
 = 6,28
 Selisih ITP1 dan ITP2 = 8,2 – 6,28 = 1,92
 mencari tebal overlay
 1,92 = 0,34 x D1
 D1 = 5,647
 Tebal overlay D1 dibulatkan 6 cm (Beton Aspal MS 600 kg)
6 cm Overlay
6 cm

20 cm

Perkerasan
Lama
30 cm

Tanah Dasar / Subgrade


Latihan 3
 Pelapisan ulang kembali (overlay) untuk
10 tahun mendatang dengan
pertumbuhan (i) = 8 %
Rangkuman
 Untuk menetapkan tebal perkerasan jalan aspal,
perlu diketahui hal-hal sebagai berikut;
 Jumlah lajur dan arah jalur lalulintas
 Lalulintas harian rata-rata
 Jumlah jenis, beban sumbu kendaraan
 Nilai CBR tanah dasar, lapis pondasi bawah, dan
lapis pondasi, mutu lapis permukaan
 Umur rencana
 Faktor regional
 Pertumbuhan lalulintas
 Index permukaan
 Index tebal perkerasan

Anda mungkin juga menyukai