Anda di halaman 1dari 19

Asuhan keperawatan

By. T dengan Atresia Ani


di Lt. 3 Utara
RSUP Fatmawati

KELOMPOK 2A
QONITA ZUHDIYA
RATUNOOR SALMA KHANSA EFFENDI
RAUDINA NURYANI

ALLPPT.com _ Free PowerPoint Templates, Diagrams and Charts


Atresia Ani
Atresia ani disebut juga anorektal anomali
atau imperforata anus, merupakan kelainan
kongenital dimana terjadi perkembangan
abnormal pada anorektal di saluran
gastrointestinal. Atresia ani atau anus
imperforata adalah malformasi kongenital
dimana rektum tidak mempunyai lubang ke
luar (Wong, 2004).
Klasifikasi Atresia Ani
1. Anomali rendah atau infralevator
Pada anomali rendah, rektum mempunyai jalur desenden yang normal
melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang
berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan
dengan saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet
Pada anomali intermediet, rektum berada pada atau di bawah tingkat
otot puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi
yang normal.
3. Anomali tinggi atau supralevator
Pada anomali tinggi ujung rectum di atas otot puborectalis dan
sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan
fistula genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina
(perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit
perineum lebih dari 1 cm.
Etiologi
• Putusnya saluran pencernaan atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa
lubang dubur.

• Adanya kegagalan pembentukan septum urorektal secara sempurna karena gangguan


pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.

• Gangguan organogenesis dalam kandungan dimana terjadi kegagalan pertumbuhan


saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau 3 bulan.

• Kelainan bawaan yang diturunkan dari orang tua..


PATHWAY
MANIFESTASI KLINIS
• Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan adanya fistula
• Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran bayi.
• Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam
• Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
• Pengukuran suhu rektal pada bayi tidak dapat dilakukan.
• Adanya tanda-tanda obstruksi usus (bila tidak ada fistula) dan distensi
bertahap
• Pada pemeriksaan rectal touché terdapat adanya membran anal.
• Lebih dari 50% pasien dengan atresia ani mempunyai kelainan kongenital lain
• Perut kembung 4 sampai 8 jam setelah lahir. (Betz. Ed 7. 2002)
KOMPLIKASI
1. Asidosis hiperkloremia.
2. Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
3. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
4. Komplikasi jangka panjang yaitu
• Eversi mukosa anal
• Stenosis (akibat konstriksi jaringan perut dianastomosis).
• Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan
• Prolaps mukosa anorektal.
• Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
• Fistula (karena ketegangan abdomen, diare, pembedahan dan infeksi
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan radiologis
2. Pemeriksaan urine
3. Pemeriksaan USG abdomen
4. Ultrasound terhadap abdomen
5. CT Scan
Tinjauan Kasus
By.T 5 bulan lahir pada tanggal 30 april 2019 berjenis kelamin perempuan, diagnose
medis Aterisa Ani. Klien post op PSA 21 oktobr 2019. Klien dibawa oleh orang tua klien
ke RS Fatmawati melalui IGD, setelah di lakukan pemeriksaan klien langsung dilakukan
operasi pembuatan kolostomi di RS Fatmawati pada 30 Mei 2019. Setelah dilakukan
pembuatan kolostomi klien kembali pulang ke rumah dan perawatan kolostomi di rumah.
Setelah sekitar 5 bulan, pada 19 Oktober 2019 klien masuk kembali ke RS fatrmawati
untuk dilakukan persiapan operasi PSA. Pada masa natal usia kehamilan saat
melahirkan klien yaitu 38 minggu dengan persalinan secara normal dengan keadaan
bayi atresia ani. Bayi memiliki BBL 3,8 kg dan TBL : 51 cm. S : 37,1 C, N : 110x/menit,
Pengkajian Fisik saat ini Rr: 30x/menit, Td : 80/60 mmHg, KU : Compos Mentis, LK : 40
cm, LD : 42 cm, LL : 13 cm. Nutrisi dan metabolisme mukosa berwarna merah muda,
BB : 7,5 TB: 56 cm. Suara napas klien vesikuler, pengisian kapiler <2 detik,
bising usus 11x/mnt, LP : 42 cm. Keadaan rectum atau anus klien terdapat atresia ani.
Diagnosa
• Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (Post Op PSA) d.d Ibu klien mengatakan klien sesekali
menangis tanpa sebab, klien post op PSA 1 setengah jam yang lalu, klien tampak lemas, klien
tampak nyeri saat dipegang daerah luka post op dengan skala nyeri 4, Meringis (1), menangis
kencang (2), tampak menarik diri (1), gelisah (1), TTV : TD : 80/60 mmHg, N : 110x/menit,
RR : 30x/menit, S : 37,1/menit.

• Risiko Infeksi d.d Klien terpasang femplon di sebelah kiri pada tanggal 19/10/19, klien terpasang
kateter pada tanggal 21/10/19, klien terdapat kolostomi pada tanggal 30/05/19, klien post op PSA 1
setengah jam yang lalu, TTV : TD : 80/60 mmHg, N : 110x/menit, RR : 30x/menit, S : 37,1/menit

• Gangguan Integritas Kulit b.d faktor mekanis (Post op PSA, terdapat kolostomi)
d.d Ibu klien mengatakan tangan klien sering mengarah ke kolostomi, klien terdapat kolostomi
pada tanggal 30/05/19, stoma berwarna merah muda dan tidak terdapat kemerahan pada kulit
sekitar kolostomi, BAB 6x/hari, warna kuning kecoklatan, konsistensi cair
Intervensi
• Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (Post op PSA)

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x16 jam diharapkan klien bebas dari rasa
nyeri / nyeri berkurang.
Kriteria hasil: Klien tampak tenang, klien tidak menangis tanpa sebab.

Intervensi :
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, dan intensitas nyeri, monitor TTV, berikan
terapi non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri, berikan lingkungan yang tenang,
kolaborasi pemberian obat paracetamol 250 mg/18 jam via IV Pukul 02.00, 10.00, dan 18.00
Intervensi
• Risiko infeksi

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x16 jam diharapkan klien bebas dari tanda –
tadan infeksi (demam, terdapat kemerahan pada daerah luka).
Kriteria Hasil: Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi.

Intervensi :
Monitor tanda dan gejala infeksi, monitor karakteristik luka, monitor TTV, jelaskan tanda dan gejala
infeksi, kolaborasi pemberian obat Cefotaxime 300 mg/12 jam via IV pukul 10.00 dan 22.00.
Intervensi
• Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanis
(Post op PSA, terdapat kolostomi)

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x16 jam diharapkan klien tidak ditemukan tanda –
tanda integritas kulit (nyeri, pendarahan, kemerahan, hematoma).
Kriteria Hasil: Tidak terjadi kerusakan didaerah kolostomi.

Intervensi:
Monitor karakteristik luka, anjurkan untuk menggunakan pakaian yang lembut dan longgar, kosongkan
kantong kolostomi setelah terisi ¼ atau 1/3 kantong, lakukan perawatan luka pada kolostomi.
Evaluasi
Dx 1: Nyeri Akut

S : Ibu klien mengatakan klien sudah berkurang nangisnya, sudah mulai aktif ber
main dengan orang sekitar.

O : Klien tampak nyeri berkurang pada daerah luka post op dengan skala nyeri 2,
meringis (1), merengek (1), tampak rileks (0), gelisah (1), TTV : TD: 78/60 mmHg,
N: 109x/menit, RR: 32x/menit, S: 37,2oC.

A : Masalah nyeri akut teratasi.

P : Intervensi dihentikan.
Evaluasi
Dx 2 : Resiko Infeksi
S : Ibu klien mengatakan klien sudah tidak demam lagi dan terdapat kemerahan
pada sekitar luka post op.

O : Daerah stoma tidak terdapat kemerahan, daerah kateter tampak bersih &
tidak ada kemerahan, luka post op terdapat lendir warna bening kehijauan, luka
masih tampak basah, TTV : TD: 78/60 mmHg, N: 109x/menit, RR: 32x/menit, S: 3
7,2oC.

A : Masalah risiko infeksi belum teratasi.

P : lanjutkan intervensi
Monitor tanda dan gejala infeksi, monitor karakteristik luka, monitor TTV,
jelaskan tanda dan gejala infeksi, kolaborasi pemberian obat Cefotaxime 300 mg
2x/hari via V
Evaluasi
Dx 3 : Gangguan Integritas Kulit

S:-

O : Pada kolostomi warna stoma merah muda dengan diameter luka 2 cm, tidak
ada kemerahan pada daerah stoma, terdapat sedikit feses pada kantong
kolostomi dan pada luka post op terdapat lendir berwarna bening kehijauan
dengan jumlah sekitar 2 tetes, panjang luka sekitar 1 cm, dan luka masih tampak
basah.

A : masalah gangguan integritas jaringan teratasi

P : intervensi dihentikan

Anda mungkin juga menyukai