Anda di halaman 1dari 30

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG
SMF ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD DR. TC HILLERS MAUMERE
2019
PENDAHULUAN

 Infeksi Virus Hepatitis B (HBV) adalah suatu masalah kesehatan


utama di dunia pada umumnya dan Indonesia pada khususnya.
Diperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia pernah terpajan virus
ini dan 350-400 juta diantaranya merupakan pengidap hepatitis B.
 Di Indonesia, angka pengidap hepatitis B pada populasi sehat
diperkirakan mencapai 4.0-20.3%, dengan proporsi pengidap di
luar Pulau Jawa lebih tinggi daripada di Pulau Jawa.
 Secara genotip, virus hepatitis B di Indonesia kebanyakan
merupakan virus dengan genotip B (66%), diikuti oleh C (26%), D
(7%) dan A (0.8%).
EPIDEMIOLOGI
TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian
Hepatitis B merupakan infeksi hati yang disebabkan oleh
virus yang dikenal sebagai hepatitis B. ‘Hepatitis’ berarti
‘radang atau bengkak hati’.
ETIOLOGI DAN CARA PENULARANNYA

 Virus Hepatitis B (HBV)


Terdapat 4 fase dalam infeksi virus hepatitis B
1. Fase imun tolerant
2. Fase imun clearance
3. Fase inaktif
4. Fase reaktivasi
FAKTOR RISIKO

• Pasangan seks yang terinfeksi


• Pengguna narkoba suntik
• Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi
• Orang yang mempunyai banyak pasangan seks
• Orang yang memiliki kebiasaan berhubungan seks dengan sesasam
jenis
• Pasien hemodialisis
• Petugas kesehatan
• Anak yang lahir di negara dengan angka tinggi infeksi hepatitis B
• Kontak di rumah dengan orang yang terinfeksi hepatitis B
GEJALA KLINIS
Fase Inkubasi
• Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala
atau ikterus. Fase inkubasi Hepatitis B berkisar antara 15-180 hari
dengan ratarata 60-90 hari. Biasanya belum menimbulkan gejala
yang mengganggu penderita.
GEJALA KLINIS
Fase Prodormal
• Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya
gejala ikterus. Awitannya singkat atau insidous ditandai dengan
malaise umum, mialgia, artalgia, mudah lelah, gejala saluran
napas atas dan anoreksia. Diare atau konstipasi dapat terjadi.
Nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan
atas atau epigastrum, kadang diperberat dengan aktivitas akan
tetapi jarang menimbulkan kolestitis.
GEJALA KLINIS
Fase ikterus
• Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul
bersamaan dengan munculnya gejala. Banyak kasus pada fase
ikterus tidak terdeteksi. Setelah timbul ikterus jarang terjadi
perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi perbaikan
klinis yang nyata.
GEJALA KLINIS
Fase konvalessen
• Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul
perasaan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Sekitar
5-10% kasus perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani,
hanya < 1% yang menjadi fluminan.
DIAGNOSIS
PENATALAKSANAAN
Evaluasi pre terapi mencakupi:
a) Menemukan hubungan kausal infeksi kronik VHB dengan penyakit
hati
b) Melakukan penilaian derajat kerusakan sel hati
c) Menemukan adanya penyakit komorbid dan koinfeksi
d) Menentukan waktu dimulainya terapi
Indikasi terapi
 Nilai DNA VHB serum
 Status HBeAg
 Nilai ALT
 Gambaran histologis hati
Target terapi
Target Deskripsi
Hilangnya HBsAg dengan atau tanpa
Target ideal (ideal endpoint)
serokonversi Anti-Hbs
Target memuaskan (satisfactory endpoint) Tidak ditemukannya relaps klinis setelah terapi
dihentikan pada pasien HBeAg positif (disertai
dengan serokonversi anti-HBe yang bertahan)
dan pada pasien dengan HBeAg negatif

Target yang diinginkan (desirable endpoint) Penekana HBV DNA yang bertahan selama
terapi jangka panjang untuk pasien HBeAg
positif yang tidak mencapai serokonversi anti
HBe dan pada pasien dengan HBeAg negatif
Algoritma penatalksanaan HBV
dengan HBeAg positif
Algoritma penatalksanaan HBV
dengan HBeAg negatif
Algoritma penatalksanaan HBV
dengan sirosis hepatis
Terapi

 Sampai sekarang telah terdapat setidaknya 2 jenis obat


hepatitis B yang diterima secara luas, yaitu golongan
interferon (baik interferon konvensional, pegylated
interferon α-2a, maupun pegylated interferon α-2b) dan
golongan analog nukleos(t)ida.
Interferon

Secara umum terapi interferon boleh digunakan pada pasien dengan


karakteristik:
1. Pasien muda yang telah memenuhi indikasi terapi, tanpa penyakit penyerta,
dan memiliki biaya yang mencukupi.
2. Pada pasien yang diketahui terinfeksi VHB genotip A atau B, mengingat
penelitian yang ada telah membuktikan bahwa terapi interferon akan
memberikan efektivitas yang lebih baik pada infeksi HBV dari genotip tersebut.
Interferon

Sebaliknya, interferon tidak boleh diberikan pada


pasien dengan karakteristik:
1. Pasien sirosis dekompensata.
2. Pasien dengan gangguan psikiatri.
3. Pasien yang sedang hamil.
4. Pasien dengan penyakit autoimun aktif.
Analog Nukleosida
Entecavir

Entecavir dapat diberikan pada keadaan pasien hepatitis


B naif, pasien dengan hepatitis B kronik dan sirosis.
Entecavir tidak disarankan untuk diberikan pada keadaan
pasien yang resiten terhadap obat
Analog Nukleosida
Tenofovir

Tenofovir dapat diberikan pada pasien hepatitis B naif,


pasien dengan hepatitis B kronik dan sirosis. Tenofovir
tidak disarankan untuk diberikan pada pasien hepatitis B
yang resisten tenofovir dan pasien hepatitis B dengan
gangguan fungsi ginjal
Analog Nukleosida
Lamivudin

• Lamivudin dapat dipertimbangkan untuk digunakan pada


pasien naif dengan DNA VHB < 2 x 108 IU/mL, status HBeAg
positif, ALT >2x batas atas normal, lamivudin dapat
diteruskan bila pada minggu ke-4 pasien mencapai DNA VHB
< 2 x 103 IU/mL, serta pada minggu ke-24 mencapai DNA
VHB < 2 x 102 IU/mL
• Sebaliknya, lamivudin tidak boleh diberikan pada pasien
yang sudah resisten terhadap lamivudin, telbivudin, atau
entecavir.
Analog Nukleosida
Adefovir dipivoxil

• Adefovir dapat diberikan pada pasien hepatitis B kronik


HBeAg negatif, dengan DNA VHB rendah, dan ALT tinggi,
pasien dengan riwayat gagal terapi.
• Sebaliknya, adefovir tidak disarankan pada pasien hepatitis B
kronik dengan gangguan ginjal, pasien hepatitis B yang
resisten terhadap adefovir dan pasien dalam pengobatan
adefovir yang tidak menunjukkan respon pada minggu ke-24
(bila hal ini terjadi, ganti strategi terapi dengan
menambahkan atau mengganti ke analog nukleosida lain.
Analog Nukleosida
Telbivudin

• Telbivudin dapat digunakan pada pasien naif dengan


DNA VHB < 2 x 108 IU/mL, status HBeAg positif, ALT
> 2x batas atas normal, telbivudin juga dapat
diteruskan bila pada minggu ke-24 mencapai DNA
VHB tak terdeteksi
• Sebaliknya, telbivudin tidak boleh diberikan pada
pasien yang sudah resisten terhadap lamivudin,
telbivudin, atau entecavir.
Komplikasi

 Sirosis hepatis
 Hepatitis fulminan
 Hepatoseluler carsinoma
Prognosis

 Setiap tahun, lebih dari 600.000 orang meninggal diakibatkan


penyakit hati kronik oleh VHB belanjut ke sirosis, kegagalan hati dan
hepatocellular carcinoma
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai