Anda di halaman 1dari 113

Asuhan Keperawatan pada Annisa Putri Utami

Kegawatan Mata dan Telinga 11161040000013


PSIK A 2016
Learning Object
Trauma pada Mata
ive 1

2 Glaukoma

3 Retinal Detachment

4 Epistaksis

5 Fraktur Tulang Hidung

6 Trauma Membran Timpani


Trauma pada
Mata
Pokok Bahasan 1 Definisi

2 Etiologi & Manifestasi Klinis

3 Patofisiologi

4 Pemeriksaan Diagnostik

Penatalaksanaan Medis
5 Farmakologi & Non
Farmakologi

6 Asuhan Keperawatan
Anatomi
Mata

Name Here Name Here Name Here


Programmer Programmer Programmer
Defini
si
Tindakan sengaja maupun tidak
yang menimbulkan perlukaan mata.
Perlukaan yang ditimbulkan dapat
ringan sampai berat atau menimbulkan
kebutaan bahkan kehilangan mata.
Etiolog
i
• Trauma tumpul: terpukul, terkena bola, penutup botol, ketapel.
Trauma
Mekani • Trauma tajam: pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan pertukangan.
k

• Trauma kimia asam: sabun cuci, sampo, kapur, atau lem.


Trauma • Trauma kimia basa: cuka, bahan asam-asam di laboratorium.
Kimia

• Trauma sinar inflared: sinar saat gerhana matahari


Trauma • Trauma sinar ultraviolet: sinar las, sinar matahari
Radiasi • Trauma sinar X & sinar terionisasi: sinar alfa, gamma, beta, dan x.
Elektro
• Benda logam: emas, perak, platina, timah hitam, seng, nikel, aluminium, tembaga, besi.
• Benda bukan logam: batu, kaca, porselin, karbon, bahan pakaian dan bulu mata.
Benda • Benda inert: emas, perak platina, batu, kaca, porselin, plastik tertentu.
Asing • Benda reaktif: timah hitam, zink, nikel, aluminium, tembaga, kuningan, besi.
Klasifikas Trauma
Mata

i Trauma
Benda
Trauma Trauma Radiasi
Asing Pada
Mekanik Kimia Elektromag
Mata
netik
Trauma
Trauma Trauma Benda
Sinar
Tumpul Kimia Asam Logam
Inflared

Trauma Benda
Trauma Trauma
Sinar Bukan
Tajam Kimia Basa
Ultraviolet Logam

Trauma
Sinar X & Benda Inert
Sinar
Terioninsasi
Benda
Reaktif
Manifestasi Klinis Trauma
1.1 Trauma TumMekanik 1.2 Trauma Ta
pulRuang orbita: fr. orbita, kebutaan, per jam
Ruang orbita: kebutaan, proptosi
darahan, gg. gerakan bola mata. s.
Palbebra: hematoma, edema palbebra, Palbebra: ptosis permanen.
ptosis, lagoftalmos.
Saluran lakrimal: gg. sis. sekresi
Konjungtiva: edema, perdarahan sub
konjungtiva Konjungtiva: robekan konjungtiv
a, perdarahan subkonjungti
Kornea: edema, penglihatan kabur, ko
va
rnea keruh, laserasi, mata berair,
dan fotofobia. Kornea: laserasi, luka pada korne
a, edema
Iris: Hifema, dan iridodialisis.
Retina: abrasi retina.
Lensa: subluksasi lensa mata.
Korpus vitreus: perdarahan korp
Korpus vitreus: perdarahan korpus vit us vitreus
reus.
Retina: edema, ablasio retina, fotopsia
Manifestasi Klinis Trauma
Kimia
2.1 Trauma Kimia Asa 2.2 Trauma Kimia Bas
m a
Kekeruhan pada kornea a Kebutaan
kibat terjadi koagulasi pr
Keratitis
otein epitel kornea.
Edema kornea
TIO meningkat
Mata kering
Simblefaron
Lensa keruh
Manifestasi Klinis Trauma
Radiasi
3.1 Trauma Si 3.3 Trauma Sin
nar Inflared ar Terionis
asi
Keratitis superf Katarak
3.2 Trauma Sinar
isial
UV Rusaknya retina
Katarak kortikal Kelilipan Konjungtiva kem
antero-posterio Fotofobia otik
r
Konjungtiva kem Blefarospasme
Koagulasi pada otik
koroid.
Blefarospasme
Patofisiolo
gi
Komplika
si
1. Glaukoma
Kelainan yang diakibatkan oleh peningk
atan tekanan intra okuler di dalam bol
a mata sehingga lapang pandang mengalami
gangguan dan visus mata menurun.
2. Ablasi Retina
Akibat adanya robekan pada retina sehingga
cairan kimia masuk ke belakang dan
mendorong retina atau terjadi penimb
unan eksudat dibawah retina sehingga
retina terangkat.
3. Infeksi
Pemeriksaan
Diagnostik
Slit lamp
melihat kedalaman cedera

Tonometri
mengetahui tekakan bola
Tes Fluoresi mata
mewarnai korn
n Tes Seidel
ea
mengetahui adanya c
airan yang keluar dar
Oftalmoskop Indirek i mata
mengetahui adanya benda
asing intraokuler

CT-Scan dan USG B-sc


mengetahui posisi benda
an
asing.
Lanjutan
Electroretinography
mengetahui ada tidaknya
degenerasi pada retina.

Kertas Lakmus
membantu dalam menegakkan diag
Kartu snellen nosa trauma asam atau basa.
pemeriksaan pengli
hatan Pemeriksaan Radiol
ogi
membantu dalam
Pemeriksaan Laboratorium menegakkan diagnos
SDP, leukosit, kultur, kemun a
gkinan adanya infeksi sekun
der.
Penatalaksanaan
Emergency

Irigasi Debridem
Double eversi
untuk en
untuk agar dapat
meminimalkan memindahkan terjadi re-
durasi kontak mata material yang epitelisasi
dengan bahan kimia terdapat pada pada
dan untuk bola mata kornea.
menormalisasi pH
pada saccus
Penatalaksanaan
Farmakologi
Beta Blocker
Steroid
untuk menurunkan tek
untuk mengurangi anan intra okular dan
inflamasi dan infiltr mengurangi resiko terj
asi neutofil adinya glaukoma seku
nder
Sikloplegik Antibiotik
untuk mengistiraha untuk mencegah
tkan iris, mencegah infeksi
iritis dan sinekia po
sterior

Asam Askorbat Asam Hyaluroni


mengembalikan kea k
untuk membantu pr
daan jaringan scorb oses re-epitelisasi k
utik dan me ornea dan menstabi
ningkatkan lkan barrier fisi
penyembuhan luka ologis
Penatalaksanaan
Non Farmakologi
(Invasif)
Pembedahan Segera Pembedahan
• Pengembangan kapsul Lanjutan
• Pemisahan bagian-ba
Tenon dan penjahitan l gian yg menyatu
imbus bertujua • Pemasangan graft
n untuk mengembalika membran mukosa at
n vaskularisasi limbus au konjungtiva.
• Transplantasi stem sel
• Koreksi apabila terd
limbus atau dar dono
apat deformit
r bertujuan untu
k mengembalikan epite as pada kelopak mat
l kornea menjadi norm a
al. • Keratoplasti untuk
• Graft membran amnion memaksimalkan res
untuk membantu epitel olusi dari proses infl
isasi dan menekan fibr amasi.
osis
Asuhan
Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sebelumnya
4. Riwayat penyakit sekarang
5. Riwayat psikososial
6. Pemeriksaan fisik
a. Tanda-tanda Vital (nadi, suhu, tekanan
darah, dan pernapasan)
b. Pemeriksaan persistem (B1-B6)
c. Pemeriksaan khusus pada mata
Analisa
Data
No Data Diagnosa
1. DO : tampak meringis, bersi Nyeri akut b.d agen pencedera fi
kap protektif, gelisa sik (trauma)
h
DS : mengeluh nyeri
2. DO : pemeriksaan lapang Gangguan persepsi sensori b.d
pandang menurun, penurun gangguan penglihatan
an kemampuan ide
ntifikasi lingkun
gan (benda, orang)
DS : menyatakan penglohata
n kabur, tidak jela
s, penurunan area penglihat
an
Diagnosa
Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen


pencedera fisik (trauma)
2. Gangguan persepsi sensori berhubun
gan dengan gangguan pengli
hatan.
Intervensi
Keperawatan
D SLKI SIKI
X
1. Setelah dilakukan tindakan keperawat 1. Manajemen Nyeri
an selama 1x30 menit, diharap Observasi
kan nyeri pasien berkurang, de a. Identifikasi lokasi, karateristik, d
ngan KH : urasi, frekuensi, kualitas n
1. Tingkat nyeri yeri
a. Keluhan nyeri menurun b. Identifikasi skala nyeri
b. Keadaaan meringis menurun c. Identifikasi factor yang memper
c. Sikap protektif menurun berat dan memperin
d. Frekuensi nadi membaik gan nyeri
2. Kontrol nyeri d. Identifikasi respon nyeri non ver
a. Keluhan nyeri menurun bal
b. Melaporkan nyeri terkontrol Terapeutik
meningkat a. Berikan tehnik nonfarmakologis
c. Kemampuan mengenali nyeri untuk mengurangi nyeri
meningkat b. Kontrol yang memperberat rasa
d. Kemampuan mengenali penye nyeri
Lanjuta
n
2. Setelah dilakukan tindakan kepe 1. Minimalisasi Rangsangan
rawatan selama 1x24 jam dihara Observasi
pkan pengli a. Periksa status mental, status
hatan pasien membaik, dengan sensori, dan tingkat kenyam
KH : anan (nyeri, kelela
1. Persepri sensori han)
a. Ketajaman penglihatan Terapeutik
meningkat a. Batasi stimulasi lingkungan
(cahaya, aktivitas)
b. Diskusikan tingkat toleransi
terhadap beban sensori
(terlalu terang)
Kolaborasi
a. Kolborasi pemberian obat yn
g mempengaruhi persepsi sti
Glauko
ma
Pokok Bahasan 1 Definisi

2 Etiologi & Manifestasi Klinis

3 Patofisiologi

4 Pemeriksaan Diagnostik

Penatalaksanaan Medis
5 Farmakologi & Non
Farmakologi

6 Asuhan Keperawatan
Defini
si
Penyakit mata di mana terjadi kerusakan
saraf optik yang di ikuti gangguan pada
lapang pandangan yang khas. Kondisi ini
utamanya di akibatka oleh tekanan bola
mata yang meninggi yang biasanya di
sebabkan oleh hambatan pengeluaran
cairan bola mata (humour aquous)
Etiolog
i
• Penyebab glaukoma tipe ini masih belum
Glaukoma sudut diketahui. Glaukoma sudut terbuka biasanya di
terbuka turunkan dari orang tua ke anak

Glaukoma sudut • akibat rasa sakit yang ditimbulkan.


tertutup

• karena gangguan pembentukan saluran


Glaukoma Konginetal pengeluaran cairan bola mata pada janin di dalam
kandungan

• disebabkan oleh obat – obatan, seperti


Glaukoma Sekunder kortikosteroid, penyakit mata seperti uveitis, dan
penyakit sistemik lainnya.
Klasifikas
i

Glaukoma

Glaukoma sudut Glaukoma sudut Glaukoma Glaukoma


terbuka tertutup konginetal sekunder
Manifestasi
Klinis Glaukoma
Glaukoma
Glaukoma Glaukoma
Sudut Sudut
Konginetal Sekunder
Terbuka Tertutup
• Penyempitan • Penurunan • Sudah ada • Infeksi
lapang fungsi sejak lahir • Tumor
pandang penglihatan dan terjadi • Katarak yang
tepi ringan ; akibat meluas
• Sakit kepala • Terbentukny gangguan
• Penyakit
ringan a lingkaran perkembang
mata yang
• Gangguan berwarna di an saluran
mempengar
penglihatan sekeliling humor
uhi
yg tidak cahaya ; aqueus
pengaliran
jelas • Nyeri pada humor
mata dan aqueus
kepala. dari bilik
anterior.
Patofisiolo
gi
Komplika
si

1. Sinekia Anterior Perifer


2. Katarak
3. Atrofi Retina dan Saraf Optik
4. Glaukoma Absolut
Pemeriksaan
Diagnostik
Tonometri Schiotz
untuk mengukur tekanan
intra okular

Slit-lamp
melihat kedalaman ceder
Funduskop a
menunjukkan pengg
Oftalmoskopi
aung-an dan atrofi
untuk memastik
an diagnosis.
Gonioskopi
untuk melihat sudut bilik
mata dengan goniolens

Perimetri
untuk deteksi dini glauko
ma
Penalaksanaan
Farmakologi
1. Beta blockers (Timolol, betaksolol, levobunolol)
a. Indikasi : menurunkan produksi humour aqueous
b. Kontraindikasi : CHF, PPOK, asma
c. Efek samping : Toksisitas kornea, reaksi alergi, bradikardi, bronkospasme
2. Karbonik anhydrase inhibitor (dorzolamide, brinzolamide, Asetozolamid)
a. Indikasi : menurunkan produksi humour aqueous
b. Kontraindikasi : alergi sulfonamide, batu ginjal, penyakit anemia sel sabit
c. Efek samping : sensai rasa metalik, dermatitis, edema kornea, sindrom steven-johns
on, malaise, anorexia
3. Agonis alfa adrenergic (Brimoinidine)
a. Indikasi : memperbaiki aliran queous
b. Efek samping : reaksi alergi, somnolen, nyeri kepala
4. Terapi Bedah dan Laser
a. Iridoplasti, Iridektomi dan Iridotomi Perifer : mengurangi tekanan dangan mengelu
arkan bagian iris untuk membangun kembali outflow aqueus humor.
b. Trabekuloplasti Laser : menimbulkan luka bakar pada trabecular meshwork dan kan
al Sclem sehingga mempermudah aliran keluar aqueous humour.
Asuhan
Keperawatan
A. Pengkajian data dasar
1. Primer : Periksa ABC
2. Sekunder : SAMPLE
3. Pemeriksaan Fisik :
a. Head to toe
b. Mata : Visus (Ketajaman penglihatan nor
mal/ menurun secara progresif/me
ndadak pada glaukoma
akut, kornea edema dan keruh, refleksi
cahaya pupil dapat +/-, lensa bisa keruh/
adanya iris shadow, nyeri periorbita,
Analisa
Data
ANALISA DATA DX
DS : Mengeluh nyeri di ma Nyeri akut b/d agen
ta dan sekitarnya (orbita, pencedera fisiologis
kepala, gigi dan telinga)
DO : mata merah, bengkak
, TIO meningkat, gelisah,
diaforesis
DS : Penglihatan kabur Gangguan persepsi sen
DO : Distorsi sensori sori b/d ganggua
n penglihatan
Gangguan penglihatan Resiko cedera dd gangg
uan penglihatan
Diagnosa
Keperawatan

1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiolo


gis.
2. Gangguan persepsi sensorib/d ganggu
an penglihatan
3. Resiko cidera b/d gangguan penglihat
an.
DX SLKI SIKI
Nyeri akut b/d a Setelah dilakukan tindakan
gen pencedera fi keperawatan, diharapkan
Manajemen nyeri
1. Monitor efek samping penggunaan analgesik
I
siologis Kontrol nyeri meningkat dengan
KH :
2. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
3. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengur
n
1. Penggunaan analgesik menu
run
2. Melaporkan nyeri terkontrol
angi rasa nyeri
4. Kolaborasi pemberian analgesik
Pemberian analgesik
t
meningkat
3. Kemampuan menggunakan
1. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgesik
e
teknik nonfarmakologis me
ningkat
2. Monitor efektifitas analgesik
3. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis algesik, s
esuai indikasi.
r
Gangguan perse Setelah dilakukan tindakan
psi sensori b/d keperawatan, diharapkan
Minimalisasi rangsangan
1. Periksa status mental, status sensori, dan tingk
v
gg. penglihatan Fungsi sensori membaik dengan
KH :
at
an)
kenyamanan (nyeri, kelelah
e
n
1. Ketajaman penglihatan meni 2. Batasi stimulus lingkungan (cahaya)
ngkat 3. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruh
i persepsi stimulus.
Resiko cedera b/ Setelah
d
dilakukan
gg. pengli keperawatan, diharapkan
tindakan Manajemen kesehatan lingkungan
1. Hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
s
hatan Tingkat cedera menurun dengan
KH :
(fisik, biologi dan kimia)
2. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan i
1. Toleransi aktivitas meningk bahaya dan resiko
at 3. Sediakan alat bantu kemanan lingkungan
Retinaldetachme
nt
Pokok Bahasan 1 Definisi

2 Etiologi & Manifestasi Klinis

3 Patofisiologi

4 Pemeriksaan Diagnostik

Penatalaksanaan Medis
5 Farmakologi & Non
Farmakologi

6 Asuhan Keperawatan
Anatomi
Retina

Name Here Name Here Name Here


Programmer Programmer Programmer
Defini
si
Menurut Ilyas (2015) retinal detachment
(ablasi retina) adalah suatu keadaan
terpisahnya sel kerucut dan batang retina
dari sel epitel pigmen retina.
Etiolog
iAkibat adanya robekan pada retina, atau
tarikan jaringan parut pada badan kaca
(traksi).

Cairan masuk kebelakang dan


mendorong retina (rhematogen)

Tejadi penimbunan eksekudat dibawah


retina

Tarikan jaringan parut pada badan kaca


(traksi).
Klasifikas
i Retinal
Detachment

Rhegmatogenou Non
s Retina Rhegmatogenou
Detachment s Retinal
(RRD) Detachment

Traction Retinal
Detachment

Exudative
Retinal
Detachment
Manifestasi
Klinis
Gejala dini: floaters dan fotopsia (kilatan halilintar
kecil pada lapangan pandang)
Gangguan lapang pandang
Pandangan seperti tertutup tirai
Visus menurun tanpa disertai rasa sakit
Tampak retina yang terlepas berwarna pucat deng
an pembuluh darah retina yang berkelok-kelok dis
ertai atau tanpa robekan retina
Patofisiolo
gi
Komplika
si
1. Komplikasi awal setelah pembedaha
n: Peningkatan TIO, Glauko
ma, Infeksi, Ablasio koroid, Kegagal
an pelekatan retina, Ablasio retina
berulang
2. Komplikasi lanjut : Infeksi, lepasnya
bahan buckling melalui konjun
gtiva atau erosi melalui
bola mata, vitreo retinapati proliver
atif (jaringan parut yang mengenai r
etina), diplopia, Kesalahan refraksi,
Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan Laboratoriu
untuk
m mengetahui adanya pe
nyakit penyerta

Scleral indentation
Ultrasonografi
untuk mengetahui
kelainan yang Goldmann trip
menyebabkan ablasi le-mirror
o retina eks Fundus drawi
ekudatif ng

Indirect slip
lamp
Penatalaksanaan
Farmakologi dan Non
Farmakologi
Penatalaksanaan
Farmakologi

Prosedur Pembedaha Krioterapi


Laser n mengindensi/meli
untuk untuk
membentuk mengurangi pat sklera, koroid,
jaringan parut gaya tarik danlapisan
pada retina pada retina fotosensitif ke
sehingga epitel berpigmen,
melekatkannya menahan robekan
ke epitel ketika retina dapat
berpigmen. melekat kembali
ke jaringan
Penatalaksanaan Non
Farmakologi

NO
Jika ada gelomban
Tirah baring da Pasientidak bol
g udara di dala
n aktivitas d m mata, pertah eh berbaring te
ibatasi ankan posisi lentang
Lanjuta
n

A. PRE-OPERATIF
1. Sedikitnya 5 – 7 hari sebelum operasi, penderita suda
h harus masuk rumah sakit, harus tirah baring sempurn
a (Bedrest total).
2. Kepala dan mata tidak boleh digerakan, mata harus di t
utup segera
3. Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik seperti: Atrop
in tetes 1 %
4. Operasi ablasio retina mengguna kan anestesi umum te
tapi bila menggunakan anestesi lokal maka 1 ja
m sebelum operasi diberikan luminal (100 mg) atau
largactil (100 mg) IM, kemudian ½ jam sesudah
Lanjuta
n
B. OPERATIF
1. Scleral buckle. Tujuan skleral buckling adalah untuk melepaskan tarikan vitreo
us pada robekan retina, mengubah arus cairan intraokuler, dan
melekatkan kembali retina ke epitel pigmen retina. Prosedur meliputi lokalisa
si posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan se
lanjutnya dengan skleral buckle (sabuk).
2. Retinopeksi pneumatik. Metode yang sering digunakan pada ablasio retina reg
matogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian supe
rior retina. Tujuan dari retinopeksi pneumatik adalah untuk me
nutup kerusakan pada retina dengan gelembung gas intraokular dalam jangka
waktu yang cukup lama hingga cairan subretina direabsorbsi. Teknik pelaksana
an prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas (SF6 atau C3F8) k
e dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menut
upi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan.
3. Pars Plana Vitrektomi. Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada abla
sio akibat diabetes dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vi
treus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan m
embuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian memasukkan instrumen
pada ruang vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi denga
n vitreus cutre untuk menghilangkan berkas badan kaca (vitreuos stands), mem
Lanjuta
n
C. POST OPERATIF
1. Monitor posisi kepal. Posisi kepala dan badan, arah miringnya kepala,
tergantung posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu kearah mana
punksi cairan subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat besar, p
osisi kepala dan badan dipertahankan sedikitnya 12 hari.
2. Pergerakan mata. Pergerakan mata, bila operasi dilakukan dengan ko
mbinasi cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu implant atau scl
eral buckling, maka kedua mata ditutup selama 48 -72 jam s
edang badan boleh bergerak untuk mencegah pergerakan matanya. Bi
la hanya menggunakan cryo atau diathermi saja mata ditutup selama
48 jam samapai cairan subretina diabsobsi.
3. Obat-obat. Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (anal
gesik) Asam Mefenamat 3 X 500 mg, bila mual muntah berika
n obat anti muntah. Sesudah 24 jam tidak perlu diberikan obat-obat
, kecuali bila merasa sakit. Penggantian balut dilakukan setelah 24 ja
m, saat itu mata ditetesi dengan Atropin tetes steril 1 %. Bila kelopak
mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal disertai babat tindih (dr
uk verban) dan kompres dingin
Asuhan
Keperawatan
A. Identitas atau biodata klien M B. Keluhan utama. Diisi tentang keluh
eliputi an yang dirasakan klien pada saat d
1. Nama ilakukan nya pengkajian perta
2. Umur ma kali dengan klien.
3. Agama C. Riwayat
4. Jenis kelamin 1. Riwayat penyakit : trauma mat
a, riwayat inflamasi (
5. Alamat
koroiditis), riwayat myopia, re
6. Suku bangsa tinitis.
7. Status perkawinan 2. Psikososial : kemampuan
8. Pekerjaan beraktivitas, gangguan memb
9. Pendidikan aca, resiko jatuh, berk
10. Tanggal masuk rumah sa endaraan
kit
11. No. RM
Lanjuta
n
D. Pengkajuan umum
1. Usia
2. Gejala penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipotiroid
3. Gejala penyakit mata : nyeri mata, penurunana ketajaman pengli
hatan.
E. Pengkajian khusus mata
1. Fotopsia (seperti melihat halilintar kecil), terutama pada tempat
gelap; merupakan keluhan dini ablasio retina
2. Bayangan titik-titik pada penglihatan hingga terjadi kehilangan
penglihatan.
3. Kehilangan lapang pandang; gambaran kehilangan penglihatan
menunjukan kerusakan pada area yang berlawanan. Jika ke
hilangan pada area inferior, kerusakan (ablasi) terjadi
pada area superior.
4. Sensasi mata tertutup (jika robekan luas).
5. Pemeriksaan funduk okuli dengan oftalmoskop didapatkan gam
baran tampak retina yang terlepas berwarna pucat dengan p
Analisa
a. Pre-opera
Data
si N Masalah Dx Etiologi
o
1. DS : Penderita mengeluh pen Gangguan Gangguan
glihatannya sebagian seperti t persepsi penglihata
etutup tirai, melihat bend sensori n
a melayang-layang, meli
hat kilatan cahaya, mengalami
penurunan penglihatan
DO : Pada pemeriksaan ditem
ukan penurunan lapang
pandang , Tekanan intraokule
r biasanya sedikit lebih
tinggi, normal, atau rendah,
Electroretinography (ERG) dib
awah normal atau tidak ada,
pada pemeriksaan
funduskopi terdapat
hasil salah satunya retina yan
g mengalami ablasi
Analisa
b. Post-oper
Data
asi N Masalah Dx Etiologi
o
2. DS : mengeluh nye Nyeri ak Agen penceder
ri ut a fisik (prose
DO : tampak meri dur operasi)
ngis, nadi mening
kat, geli
sah, TD meningkat
, RR meningkat,
bersikap protektif
Diagnosa
Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensori b/d gangg


uan penglihatan (PRE-OPERASI
)
2. Nyeri akut b/d agen pencedera fisik (
prosedur operasi. (POST-OPERASI)
Intervensi
Keperawatan
a. Pre-opera
si
DX SLKI SIKI
Gangguan Setelah dilakukan tindak kepera Minimalisasi Rangsangan
ersepsi watan, diharapkan fungsi senso a. Observasi
sensori ri membaik. 1. Periksaan status sensori dan tingkat ke
b/d nyamanan
Gangguan Kriteria hasil : b. Terapeutik
penglihatan 1. Ketajaman penglihatan meni 1. Diskusikan tingkat toleransi terhadap b
ngkat eban sensori
2. Batasi stimulus lingkungan
3. Kombinasikan prosedur/tindakan dala
m satu waktu, sesuai kebutuhan
c. Edukasi
1. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam meminimalkan prose
dur/tindakan
2. Kolaborasi pemberian obat
b. Post-oper
asi DX SLKI SIKI
Nyeri akut b/ Setelah dilakukan tindak Manajemen Nyeri
d Agen penc an keperawata a. Observasi
edera fisik (p n, diharapkan 1. Identifikasi PQRST
rosedur opera kontrol nyeri meningkat 2. Identifikasi respon nyeri non verbal
si) . 3. Identifikasi faktor pemberat nyeri
4. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
Kriteria hasil : 5. Monitor efek samping analgesik yang diberikan
1. Penggunaan analges b. Terapeutik
ic menurun 1. Beri terapi nonfarmakologis
2. Melaporkan nyeri te 2. Kontrol lingkungan yag memperberat nyeri
rkontrol meningkat 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Kemampuan mengg c. Edukasi
unakan teknik nonf 1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
armakologi mening 2. Jelaskan strategi pereda nyeri
kat 3. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4. Ajarkan teknik non farmakologis
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
b. Post-oper
asiDX SLKI SIKI
2. Pemberian Analgesik
a. Observasi
1. Identifikasi karakteristik nyeri
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
b. Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesim yang disukai untuk mencapai
analgesik optimal
2. Pertimbangkan penggunaan infus kontinu atau bolus opio
id untuk mempertahankan kadar dalam serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk mengoptimalk
an respon pasien
4. Dikumentasikan respon tergadap analgesik dan efek yang
tidak diinginkan
c. Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
d. Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indi
kasi
Epistaks
is
1 Definisi

2 Etiologi & Manifestasi Klinis

3 Patofisiologi

4 Pemeriksaan Diagnostik

Penatalaksanaan Medis
5 Farmakologi & Non
Farmakologi

6 Asuhan Keperawatan
Pokok Bahasan
Anatomi
Nasal

Name Here Name Here Name Here


Programmer Programmer Programmer
Defini
si
Epistaksis atau sering disebut mimisan
adalah perdarahan dari hidung dapat
berasal dari bagian anterior rongga
hidung atau dari bagian posterior rongga
hidung.
Etiolog
i
•Trauma, obat semprot hidung, iritasi zat kimia, obat-obatan atau
Faktor narkotika dan kelainan vaskular.
Lokal

•Usia, Sindrom Rendu Osler Weber, efek sistemik obat-obatan


golongan antikoagulan dan antiplatelets, kurangnya faktor
Faktor koagulasi, penyakit kardiovaskular, kegagalan fungsi,
Sistemik atheroslerosis, hipertensi dan alcohol, dan kelainan hormonal.

•Perubahan temperatur dan kelembaban, juga terkait ke irama


Faktor sirkadian, dengan peningkatan di pagi hari dan akhir sore hari.
Lingkung
an
Klasifikas
i
• Jenis epistaksis • Berasal dari arteri
yang paling sering sfenopalatina dan
dijumpai terutama arteri etmoid
pada anak-anak dan posterior.
biasanya dapat Perdarahan
berhenti sendiri. biasanya hebat dan
Perdarahan juga jarang berhenti
dapat berasal dari
dengan sendirinya.
bagian depan konkha
Epistaksis
inferior. Epistaksis
Anterior Posterior
Manifestasi
Klinis
• Sering dijumpai • Perdarahan
terutama pada anak- biasanya hebat dan
anak dan biasanya jarang berhenti
dapat berhenti dengan sendirinya.
sendiri.

Epistaksis Epistaksis
Anterior Posterior
Patofisiolo
gi
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian dep
an, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, te
rdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach.
Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pe
mbuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.

Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksi
la=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit)
mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdara
han dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdap
at anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri
etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang dis
ebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s area).

Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar
melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat bel
akang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach/ Little’s area, m
erupakan sumber perdarahan paling sering dijumpai pada anak-anak. Dap
at juga berasal dari arteri ethmoid anterior. Perdarahan dapat berhenti s
endiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan seder
hana
Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid
posterior yang disebut pleksus Woodruff’s. Perdarahan cenderung
lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan ane
mia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan peny
akit kardiovaskular
Komplika
si
1. Syok
2. Anemia
3. Turunnya tekanan darah secara
mendadak
4. Hipoksia
5. Pemasangan tampon dapat
menyebabkan rino-sinusitis, otiti
s media, septicemia, ata
u toxic shock syndrome
Pemeriksaan
Penunjang
1. Rontgen sinus dan CT-Scan atau MR
I penting mengenali neoplas
ma atau infeksi. Endoskopi hidung
untuk melihat atau menying
kirkan kemungkinan penyakit
lainnya.
2. Skrining terhadap koagulopati. Tes-
tes yang tepat termasuk waktu prot
rombin serum, waktu trombopl
astin parsial, jumlah platelet dan w
aktu perdarahan.
Penatalaksanaa
n
Penatalaksanaan Farmakologi

1. Vasokontriktor topical. Bekerja pada reseptor alfa


adrenergic pada mukosa nasal yang menyebabka
n vasokonstriksi. Seperti Oxymetazoline.
2. Anestesi topical. Lidokain, mengurangi permeabili
tas ion natrium di membrane neuronal sehi
ngga menghambat depolarisasi dan mengh
ambat transmisi impuls saraf. Diberika
n bersamaan dengan vasokonstriktor.
3. Salep antibiotic. Untuk mencegah infeksi local dan
memberikan kelembapan local.
Asuhan
Keperawatan
A. Pengkajian
1. Biodata : Nama, Usia, Jenis kelamin, Alamat, Suku, b
angsa, Pendidikan dan Pekerjaan
2. Riwayat penyakit sekarang: Keluhan utama dan riwa
yta penyakit dahulu
3. Riwayat penyakit keluarga
4. Riwayat psikososial: intrapersonal dan interpersonal
5. Pola fungsi kesehatan: pola persepsi dan tata laksan
a hidup sehat, pola nutrisi dan metabolism, pola isti
rahat dan tidur, pola persepsi dan konsep diri, dan
pola sensorik
6. Pemeriksaan fisik
Diagnosa Keperawa
tan
DX : Bersihan jalan napas tidak efektif b.d benda asing dala
m jalan napas
SLKI SIKI
Kriteria Hasil : Manajemen bersihan jalan napas
 Dispnea menurun  Kaji bunyi atau kedalaman na
 Gelisah menurun pas dan gerakan dada
 Frekuensi napas membaik  Kaji dan dokumentasikan
 Pola napas membaik kemampuan batuk efektif
 Posisikan fowler atau semi fo
wler
 Bersihkan benda asng dari mu
lut dan trakea
 Pertahankan masuknya intake
cairan
 Kolaborasi pemberian farmako
logi
Fr. Tulang
Hidung
1 Definisi

2 Etiologi & Manifestasi Klinis

3 Patofisiologi

Pokok Bahasan Pemeriksaan Diagnostik


4
Penatalaksanaan Medis
5 Farmakologi & Non
Farmakologi

6 Asuhan Keperawatan
Defini
si
Terjadinya diskontinuitas jaringan tu
lang (patah tulang) yang biasan
ya disebabkan benturan keras.
Fraktur tulang hidung dapat mengaki
batkan terhalangnya jalan pernafasan
dan deformitas pada hidung. Jenis da
n kerusakan yang timbul terg
antung pada kekuatan, arah
dan mekanismenya
Anatomi
Nasal

Name Here Name Here Name Here


Programmer Programmer Programmer
Etiolog
i utama fraktur nasal ad
Penyebab
a 4 yaitu:
Cedera kare Kecelaka
na olah raga an lalu li
ntas.

Mendapat serang Kecelakaan


an misaln (personal accide
ya dipukul nt)
Klasifika
si
1. Fraktur lateral itu parah.
• Adalah kasus yang pal
ing sering terjadi, di
mana fraktur ha
nya terjadi pada sa
lah satu sisi saja,
kerusakan yang
ditimbulkan tidak beg
2. Fraktur bilateral usnya tulang nasal
• Merupakan salah satu dengan tulang maksila
jenis fraktur yang jug ris.
a paling serin
g terjadi selain fraktur
lateral, biasanya diser
tai dislokasi sep
tum nasal atau terput
3. Fraktur direct frontal n terganggu sua
• Yaitu fraktur os nasal ranya.
dan os frontal sehi
ngga menyeba
bkan desakan dan pel
ebaran pada dorsum
nasalis. Pada fraktur j
enis ini pasien aka
4. Fraktur comminuted s.
• Adalah fraktur komple
ks yang terdiri
dari beberapa frag
men. Fraktur ini akan
menimbulkan deformi
tas dari hidung
yang tampak jela
Manifestasi
Klinis
Fraktur hidung ditandai dengan laserasi hidung
epistaksis akibat robeknya membran mukosa,

Jaringan lunak hidung akan tampak ekimosis

Edema yang terjadi dalam waktu singkat beberapa jam setel


ah trauma.
Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi bimanual pada hidun
g dapat ditemukan krepitasi, teraba lekukan tulang
hidung dan tulang menjadi iregular
Patofisiolo
gi
Gangguan traumatik os Nassal dapat menyebabkan deformit
as Eksternal dan obstruksi jalan napas yang bermakna akib
at patahan tulang dan epitaksis yang terjadi. Jenis
dan kuatnya fraktur nassal tergantung pada kekuatan, ar
ah dan mekanisme cedera. Trauma nassal lateral dapat
menyebabkan fraktur salah satu atau kedua os nassal dan se
ring disertai dislokasi septum nassal sehingga mengak
ibatkan dorsum nassi berbentuk S, Asimetri Apeks dan Obstr
uksi jalan napas. Trauma frontal secara langsung dapat men
yebabkan depresi dan pelebaran dorsum nassi dengan obstr
uksi nassal. Cedera yg lebih parah dapat menyebabkan komi
nusi atau hancurnya os nassal menjadi bagian bagian kecil.
Komplika
si
• Komplikasi segera berupa cedera pada ligamen
kantus medius, cedera duktus lakrimali
s, nyeri hidung, hematom septum yang bila ti
dak ditangani dapat menyebabkan defo
rmitas saddle nose, fraktur lamina kribiformis
yang menyebabkan rinore CSF dan anosmi
a, epistaksis persisten dan obstr
uksi jalan napas.
• Komplikasi lambatnya adalah deformitas hidun
g, perforasi dan nekrosis septum saddle nose,
kontraktur karena jaringan parut dan nyeri hid
ung yang terus menerus.
• Emergensi pada fraktur nasal antara lain perda
rahan hebat, sumbatan hidung pada
pasien neonatus, hematom septum pada pas
Pemeriksaan
Penunjang
1. Foto polos kepala tiga posisi
Hampir 50% dari fraktur nasal akan terjawab dengan f
oto polos hidung. Cedera tulang rawan tidak ter
deteksi oleh radiografi, oleh karena itu tidak diang
gap rutin dilakukan pemeriksaan foto polos hidung h
anya jika fraktur nasal diduga terisolasi.
2. CT-Scan
Menyediakan informasi terbaik mengenai sejauh mana
cedera patah tulang di hidung dan wajah, khususnya
digital Volume tomography (DVT). CT-Scan bisa melih
at garis patah yang tidak nampak dengan foto polos.
Pemeriksaan
Penunjang
Tindakan penyelamatan kegawatdaruratan dengan memp
erhatikan jalan nafas, tanda vital, dan perdarahan. P
asien dengan perdarahan hidung yang hebat bias
anya dikontrol dengan pemberian v
asokonstriktor topikal, jika tidak berhasil pasang tampon
pita, katerisasi balon atau ligasi pembulu
h darah mungkin diperlukan walaupun jarang
dilakukan. Tampon hidung dipasang pada daerah
perdarahan untuk menekan suplai pembuluh darah, umu
mnya dilepaskan 2-5 hari kemudian. Pada ka
sus akut pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepal
a sedikit ditinggikan untuk mengurangi edema. Antibiotik
a diberikan untuk mengurangi risiko infeksi dan analgetik
a berperan simptomatis mengurangi rasa nyeri
Asuhan
Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas klien, meliputi nama, usia (bisa terjadi pad
a semua usia), jenis kelamin, pendidikan, pekerjaaa
n, alamat, agama, suku, nomer registrasi d
an diagnosa masuk.
2. Keluhan utama: nyeri pada daerah nasal post trauma
3. Riwayat penyakit sekarang: riwayat trauma pada dae
rah hidung disertai nyeri dan perdarah
an pada hidung.
4. Riwayat penyakit dahulu: apakah ada penyakit degen
eratif pada tulang dan riwayat patah tulang p
ada hidung sebelumnya.
5. Psikososial: kaji apakah ada rasa ketakutan akan kec
acatan, rasa cemas, dan gangguan citra diri.
Pemeriksaan fisik laku, gangguan dalam berbicara dan e
B1 (Breathing): adanya perubahan pada s kspresi wajah, biasanya pada f
istem pernafasan, karena ada raktur nasal terdapat
nya kerusakan jalan nafas atau trauma p pembengkakan pada daerah wajah.
ada nasal, adanya perdarahan pada daer B4 (Bladder) : menkaji keaadan urin m
ah nasal, dan adanya suara nafas tambah eliputi warna, jumlah dan ka
an (ronchi) pada trakea akibat pe rakteristik.
rdarahan pada hidung. B5 (Bowel) : pemenuhan nutrisi biasan
B2 (Bleeding) : didapatkan rejanan (syok ya normal bila tidak dise
hipovelemik) dengan intensitas sedang h rtai rasa nyeri saat menela
ingga berat akibat perdarah pada hi n dan tidak ada mual muntah, pola
dung, kulit yang pucat mena defekasi tidak ada kelainan.
ndakan adanya penurunan kadar B6 (Bone) : fraktur pada tulang nasal a
hemoglobin dalam darah, hipotensi men kan mengganggu jalan na
andakan adanya perubahan perfusi jarin fas, adanya deformitas pada
gan dan menandakan nasal dan kaji adanya rasa nyeri
syok hipovolemik. tekan pada daerah nasal, terdapat per
B3 (Brain) : kesadaran bisa composmet ubahan warna kulit, warna kebiruan p
is sampai koma tergantung pada ke ada daerah wajah menunjukan adanya
parahan trauma pada kepa sianosis
la. Mengobservasi penampilan tingkah
Diagnosa
Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d


hipersekresi jalan nafas
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik :
trauma
Intervensi Keperawat
an
Diagnosa SLKI SIKI
Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan tin Manajemen Jalan Naf
tidak efektif b.d hip dakan keperawatan d as
ersekresi jalan nafas iharapkan klien KH: 1) Monitor pola nafa
1) Frekuensi napas s
meningkat 2) Pertahankan kepat
2) Pola napas menin enan jalan napas
gkat 3) Posisikan semi fo
wler/fowler
4) Berikan oksigen
Intervensi Keperawat
an
Nyeri akut b.d agen pencede Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
ra fisik : trauma keperawatan diharapkan kli 1) Identifikasi skala nyeri
en KH : 2) Identifikasi factor yang
1) Kejadian luka/cedera m memperberat nyeri
enurun 3) Monitor efek samping p
2) Perdarahan tidak ada emberian alagetik
3) Fraktur membaik 4) Berikan teknik nonfarma
4) Gangguan mobilitas tida kologis untuk menguran
k ada gi rasa nyeri
5) Pola istirahat baik 5) Kolaborasi pemberian a
nalgetik
Trauma
Membran
Timpani
1 Definisi

2 Etiologi & Manifestasi Klinis

3 Patofisiologi
Pokok Bahasan
4 Pemeriksaan Diagnostik

Penatalaksanaan Medis
5 Farmakologi & Non
Farmakologi

6 Asuhan Keperawatan
Anatomi
Nasal

Name Here Name Here Name Here


Programmer Programmer Programmer
Defini
si
Trauma pada membran timpani disebabkan
oleh tamparan, ledakan
(barotrauma), menyelam yang terlalu dalam,
luka bakar ataupun tertusuk oleh benda
tajam seperti pisau, kunci, penjepit rambut
dan benda tumpul seperti kapas pembersih
liang telinga (cotton bud).
Etiolog
i
• Trauma tumpul dapat disebabkan oleh
Trauma kecelakaan atau pukulan langsung sedangkan
Tumpul & trauma tajam disebabkan oleh tusukan
Trauma
Tajam

• Terjadinya perubahan tekanan yang tiba-


tiba di luar telinga tengah sewaktu di
Trauma
Kompresi pesawat terbang atau menyelam
(Barotrauma)
Manifestasi
Klinis
Sakit telinga yang cepat reda
Cairan bening, bernanah, atau berdarah dari
telinga
Hilangnya pendengaran
Bunyi di dalam telinga (tinitus)
Sensasi berputar (vertigo)
Mual atau muntah yang dapat disebabkan ol
eh vertigo
Patofisiolo
gi
Pemeriksaan
Diagnostik
Otoskopik
untuk memeriksa salura
n atau struktur dalam tel
inga
Audiometri
untuk memeriksa kepekaan pend
Uji ketajama engaran
n garpu tala

Timpanometri
untuk memeriksa respons gendang
telinga terhadap perubahan tekana
n yang ada Uji Laboratorium
untuk mendeteksi ada atau ti
daknya infeksi pada telinga.
Penatalaksanaan
Farmakologi & Non
Farmakologi
Penatalaksanaan Kedaruratan trauma telinga
1. Pasien diistirahatkan duduk atau berbaring
2. Atasi keadaan kritis ( tranfusi, oksigen, dan sebagainya )
3. Bersihkan luka dari kotoran dan dilakukan debridement, l
alu hentikan perdarahan
4. Pasang tampon steril yang dibasahi antiseptik atau salep a
ntibiotik.
5. Periksa tanda-tanda vital,
6. Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan peneranga
n yang baik, bila mungkin dengan bantuan mikroskop
bedah atau loup untuk mengetahui lokasi lesi.
7. Pemeriksaan radiology bila ada tanda fraktur tulang temp
oral. Bila mungkin langsung dengan pemeriksa
Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian obat pereda rasa sakit: ibuprofen atau paraceta
mol, dan antibiotik oral (amoksisilin 3x500mg
oral atau eritromisin 3x500mg oral atau Cefadroxil 3x500
mg oral atau ciprofloxacin 3x500mg oral Setiap 24 jam)
2. Menambal robekan: obekan pada gendang telinga akan dit
ambal dengan kertas khusus. Kertas tersebut akan memba
ntu robekan pulih dan menyatu kembali.
3. Operasi: operasi gendang telinga atau timpanoplasti dilak
ukan dengan mencangkok jaringan lain ke gendang teling
a yang pecah.
Asuhan
Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat kesehatan
3. Keluhan utama. Biasanya klien mengeluh a
danya nyeri, apalagi jika daun teli
nga disentuh, didalam telinga teras
a penuh karena adanya penumpukan
serumen atau disertai pembengkakan. Terj
adi gg pendengaran, kadang-kadang diserta
i demam
4. Riwayat penyakit sekarang . Waktu kejadia
n, penyebab trauma, posisi saat kejadian, s
tatus kesadaran saat kejadian, pertolongan
pertama yang diberikan setelah kejadian.
5. Riwayat penyakit dahulu. Pernah mengalami
nyeri pada telinga sebelumnya
6. Riwayat penyakit keluarga
7. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi. Inspeksi keadaan umum telinga,
pembengkakan pada MAE, perhatikan ada
nya cairan atau bau, warna kulit telinga,
penumpukan serumen, serta adanya pera
dangan.
b. Palpasi. Lakukan penekanan ringan pada
daun telinga, apakah ada nyeri atau tidak
.
Analisa
Data
No Data fokus Diagnosa
1. DS : mengeluh nyeri Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (
DO : inflamasi)
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
3. Gelisah
4. Frek nadi meningkat
5. Sulit tidur
2. DS: mengeluh telinga terasa pen Gangguan persepsi sensori : pendengaran
uh dan berdengung b/d gangguan pendengaran
DO :
1. Distorsi sensori
2. Respon tidak sesuai
3. Bersikap seolah mendengar se
suatu
DX SLKI SIKI
Nyeri akut b Setelah dilakukan askep selama 2x Manajemen nyeri
24jam diharapkan nyeri dap Observasi
/d agen pen
D cedera fisi
at teratasi dengan
hasil:
kriteria 1. identifikasi lokasi, Karakteristik, durasi, freku
ensi, kualitas, intensitas nyeri
ologis 1. keluhan nyeri menurun 2. identifikasi skala nyeri
i (inflamasi)
2. kesulitan tidur menurun 3. identifikasi reaksi nyeri non verbal
3. pola nafas menbaik 4. identifikasi faktor yang memperberat atau me
a 4. frekuensi nadi dalam rentang
normal
mperingan nyeri
5. identifikasi pengetahuan dan keyakinan respo
g 5. melaporkan nyeri terkontrol
6. Kemampuan mengenali nyeri
n nyeri
6. identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas

n meningkat
7. kemampuan menggunakan te
hidup
7. monitor keberhasilan terapi komplementer ya

o knik non farmakologi untuk


mengurangi nyeri
ng sudah diberikan
8. monitor efek samping penggunaan analgesik

s
Terapeutik
1. berikan teknik non farmakologis untuk mengu
rangi rasa nyeri (misalnya TENS)
a 2. fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
5. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengu
DX SLKI SIKI
Gangguan Setelah dilakukan askep Minimalisasi Rangsangan
persepsi sensori selama 2x24jam diharap Observasi
:
garan
penden
b/d
kan gangguan perseps
i sensori: pendenga
1. Periksa status mental, status sen
sori.
D
gangguan
pendengaran
ran dapat teratasi
engan
d 2. Tingkat kenyamanan
Terapeutik
i
Kriteria hasil:
1. Ketajaman pendenga
1. Diskusikan tingkat toleransi terh
adap beban sensori (mis. Bisin
a
ran membaik/kemba g) g
li normal 2. Batasi stimulasi lingkungan
Edukasi n
1. Ajarkan cara meminimallisasi sti
mulus (misal. Mengu o
rangi kebisingan)
Kolaborasi s
1. Kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan
a
2. Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulu
s
Thank you

Anda mungkin juga menyukai