13 - Annisa Putri Utami - DL5
13 - Annisa Putri Utami - DL5
2 Glaukoma
3 Retinal Detachment
4 Epistaksis
3 Patofisiologi
4 Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan Medis
5 Farmakologi & Non
Farmakologi
6 Asuhan Keperawatan
Anatomi
Mata
i Trauma
Benda
Trauma Trauma Radiasi
Asing Pada
Mekanik Kimia Elektromag
Mata
netik
Trauma
Trauma Trauma Benda
Sinar
Tumpul Kimia Asam Logam
Inflared
Trauma Benda
Trauma Trauma
Sinar Bukan
Tajam Kimia Basa
Ultraviolet Logam
Trauma
Sinar X & Benda Inert
Sinar
Terioninsasi
Benda
Reaktif
Manifestasi Klinis Trauma
1.1 Trauma TumMekanik 1.2 Trauma Ta
pulRuang orbita: fr. orbita, kebutaan, per jam
Ruang orbita: kebutaan, proptosi
darahan, gg. gerakan bola mata. s.
Palbebra: hematoma, edema palbebra, Palbebra: ptosis permanen.
ptosis, lagoftalmos.
Saluran lakrimal: gg. sis. sekresi
Konjungtiva: edema, perdarahan sub
konjungtiva Konjungtiva: robekan konjungtiv
a, perdarahan subkonjungti
Kornea: edema, penglihatan kabur, ko
va
rnea keruh, laserasi, mata berair,
dan fotofobia. Kornea: laserasi, luka pada korne
a, edema
Iris: Hifema, dan iridodialisis.
Retina: abrasi retina.
Lensa: subluksasi lensa mata.
Korpus vitreus: perdarahan korp
Korpus vitreus: perdarahan korpus vit us vitreus
reus.
Retina: edema, ablasio retina, fotopsia
Manifestasi Klinis Trauma
Kimia
2.1 Trauma Kimia Asa 2.2 Trauma Kimia Bas
m a
Kekeruhan pada kornea a Kebutaan
kibat terjadi koagulasi pr
Keratitis
otein epitel kornea.
Edema kornea
TIO meningkat
Mata kering
Simblefaron
Lensa keruh
Manifestasi Klinis Trauma
Radiasi
3.1 Trauma Si 3.3 Trauma Sin
nar Inflared ar Terionis
asi
Keratitis superf Katarak
3.2 Trauma Sinar
isial
UV Rusaknya retina
Katarak kortikal Kelilipan Konjungtiva kem
antero-posterio Fotofobia otik
r
Konjungtiva kem Blefarospasme
Koagulasi pada otik
koroid.
Blefarospasme
Patofisiolo
gi
Komplika
si
1. Glaukoma
Kelainan yang diakibatkan oleh peningk
atan tekanan intra okuler di dalam bol
a mata sehingga lapang pandang mengalami
gangguan dan visus mata menurun.
2. Ablasi Retina
Akibat adanya robekan pada retina sehingga
cairan kimia masuk ke belakang dan
mendorong retina atau terjadi penimb
unan eksudat dibawah retina sehingga
retina terangkat.
3. Infeksi
Pemeriksaan
Diagnostik
Slit lamp
melihat kedalaman cedera
Tonometri
mengetahui tekakan bola
Tes Fluoresi mata
mewarnai korn
n Tes Seidel
ea
mengetahui adanya c
airan yang keluar dar
Oftalmoskop Indirek i mata
mengetahui adanya benda
asing intraokuler
Kertas Lakmus
membantu dalam menegakkan diag
Kartu snellen nosa trauma asam atau basa.
pemeriksaan pengli
hatan Pemeriksaan Radiol
ogi
membantu dalam
Pemeriksaan Laboratorium menegakkan diagnos
SDP, leukosit, kultur, kemun a
gkinan adanya infeksi sekun
der.
Penatalaksanaan
Emergency
Irigasi Debridem
Double eversi
untuk en
untuk agar dapat
meminimalkan memindahkan terjadi re-
durasi kontak mata material yang epitelisasi
dengan bahan kimia terdapat pada pada
dan untuk bola mata kornea.
menormalisasi pH
pada saccus
Penatalaksanaan
Farmakologi
Beta Blocker
Steroid
untuk menurunkan tek
untuk mengurangi anan intra okular dan
inflamasi dan infiltr mengurangi resiko terj
asi neutofil adinya glaukoma seku
nder
Sikloplegik Antibiotik
untuk mengistiraha untuk mencegah
tkan iris, mencegah infeksi
iritis dan sinekia po
sterior
3 Patofisiologi
4 Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan Medis
5 Farmakologi & Non
Farmakologi
6 Asuhan Keperawatan
Defini
si
Penyakit mata di mana terjadi kerusakan
saraf optik yang di ikuti gangguan pada
lapang pandangan yang khas. Kondisi ini
utamanya di akibatka oleh tekanan bola
mata yang meninggi yang biasanya di
sebabkan oleh hambatan pengeluaran
cairan bola mata (humour aquous)
Etiolog
i
• Penyebab glaukoma tipe ini masih belum
Glaukoma sudut diketahui. Glaukoma sudut terbuka biasanya di
terbuka turunkan dari orang tua ke anak
Glaukoma
Slit-lamp
melihat kedalaman ceder
Funduskop a
menunjukkan pengg
Oftalmoskopi
aung-an dan atrofi
untuk memastik
an diagnosis.
Gonioskopi
untuk melihat sudut bilik
mata dengan goniolens
Perimetri
untuk deteksi dini glauko
ma
Penalaksanaan
Farmakologi
1. Beta blockers (Timolol, betaksolol, levobunolol)
a. Indikasi : menurunkan produksi humour aqueous
b. Kontraindikasi : CHF, PPOK, asma
c. Efek samping : Toksisitas kornea, reaksi alergi, bradikardi, bronkospasme
2. Karbonik anhydrase inhibitor (dorzolamide, brinzolamide, Asetozolamid)
a. Indikasi : menurunkan produksi humour aqueous
b. Kontraindikasi : alergi sulfonamide, batu ginjal, penyakit anemia sel sabit
c. Efek samping : sensai rasa metalik, dermatitis, edema kornea, sindrom steven-johns
on, malaise, anorexia
3. Agonis alfa adrenergic (Brimoinidine)
a. Indikasi : memperbaiki aliran queous
b. Efek samping : reaksi alergi, somnolen, nyeri kepala
4. Terapi Bedah dan Laser
a. Iridoplasti, Iridektomi dan Iridotomi Perifer : mengurangi tekanan dangan mengelu
arkan bagian iris untuk membangun kembali outflow aqueus humor.
b. Trabekuloplasti Laser : menimbulkan luka bakar pada trabecular meshwork dan kan
al Sclem sehingga mempermudah aliran keluar aqueous humour.
Asuhan
Keperawatan
A. Pengkajian data dasar
1. Primer : Periksa ABC
2. Sekunder : SAMPLE
3. Pemeriksaan Fisik :
a. Head to toe
b. Mata : Visus (Ketajaman penglihatan nor
mal/ menurun secara progresif/me
ndadak pada glaukoma
akut, kornea edema dan keruh, refleksi
cahaya pupil dapat +/-, lensa bisa keruh/
adanya iris shadow, nyeri periorbita,
Analisa
Data
ANALISA DATA DX
DS : Mengeluh nyeri di ma Nyeri akut b/d agen
ta dan sekitarnya (orbita, pencedera fisiologis
kepala, gigi dan telinga)
DO : mata merah, bengkak
, TIO meningkat, gelisah,
diaforesis
DS : Penglihatan kabur Gangguan persepsi sen
DO : Distorsi sensori sori b/d ganggua
n penglihatan
Gangguan penglihatan Resiko cedera dd gangg
uan penglihatan
Diagnosa
Keperawatan
3 Patofisiologi
4 Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan Medis
5 Farmakologi & Non
Farmakologi
6 Asuhan Keperawatan
Anatomi
Retina
Rhegmatogenou Non
s Retina Rhegmatogenou
Detachment s Retinal
(RRD) Detachment
Traction Retinal
Detachment
Exudative
Retinal
Detachment
Manifestasi
Klinis
Gejala dini: floaters dan fotopsia (kilatan halilintar
kecil pada lapangan pandang)
Gangguan lapang pandang
Pandangan seperti tertutup tirai
Visus menurun tanpa disertai rasa sakit
Tampak retina yang terlepas berwarna pucat deng
an pembuluh darah retina yang berkelok-kelok dis
ertai atau tanpa robekan retina
Patofisiolo
gi
Komplika
si
1. Komplikasi awal setelah pembedaha
n: Peningkatan TIO, Glauko
ma, Infeksi, Ablasio koroid, Kegagal
an pelekatan retina, Ablasio retina
berulang
2. Komplikasi lanjut : Infeksi, lepasnya
bahan buckling melalui konjun
gtiva atau erosi melalui
bola mata, vitreo retinapati proliver
atif (jaringan parut yang mengenai r
etina), diplopia, Kesalahan refraksi,
Pemeriksaan
Diagnostik
Pemeriksaan Laboratoriu
untuk
m mengetahui adanya pe
nyakit penyerta
Scleral indentation
Ultrasonografi
untuk mengetahui
kelainan yang Goldmann trip
menyebabkan ablasi le-mirror
o retina eks Fundus drawi
ekudatif ng
Indirect slip
lamp
Penatalaksanaan
Farmakologi dan Non
Farmakologi
Penatalaksanaan
Farmakologi
NO
Jika ada gelomban
Tirah baring da Pasientidak bol
g udara di dala
n aktivitas d m mata, pertah eh berbaring te
ibatasi ankan posisi lentang
Lanjuta
n
A. PRE-OPERATIF
1. Sedikitnya 5 – 7 hari sebelum operasi, penderita suda
h harus masuk rumah sakit, harus tirah baring sempurn
a (Bedrest total).
2. Kepala dan mata tidak boleh digerakan, mata harus di t
utup segera
3. Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik seperti: Atrop
in tetes 1 %
4. Operasi ablasio retina mengguna kan anestesi umum te
tapi bila menggunakan anestesi lokal maka 1 ja
m sebelum operasi diberikan luminal (100 mg) atau
largactil (100 mg) IM, kemudian ½ jam sesudah
Lanjuta
n
B. OPERATIF
1. Scleral buckle. Tujuan skleral buckling adalah untuk melepaskan tarikan vitreo
us pada robekan retina, mengubah arus cairan intraokuler, dan
melekatkan kembali retina ke epitel pigmen retina. Prosedur meliputi lokalisa
si posisi robekan retina, menangani robekan dengan cryoprobe, dan se
lanjutnya dengan skleral buckle (sabuk).
2. Retinopeksi pneumatik. Metode yang sering digunakan pada ablasio retina reg
matogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian supe
rior retina. Tujuan dari retinopeksi pneumatik adalah untuk me
nutup kerusakan pada retina dengan gelembung gas intraokular dalam jangka
waktu yang cukup lama hingga cairan subretina direabsorbsi. Teknik pelaksana
an prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas (SF6 atau C3F8) k
e dalam rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menut
upi robekan retina dan mencegah pasase cairan lebih lanjut melalui robekan.
3. Pars Plana Vitrektomi. Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada abla
sio akibat diabetes dan juga pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vi
treus atau perdarahan vitreus. Cara pelaksanaannya yaitu dengan m
embuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian memasukkan instrumen
pada ruang vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi denga
n vitreus cutre untuk menghilangkan berkas badan kaca (vitreuos stands), mem
Lanjuta
n
C. POST OPERATIF
1. Monitor posisi kepal. Posisi kepala dan badan, arah miringnya kepala,
tergantung posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu kearah mana
punksi cairan subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat besar, p
osisi kepala dan badan dipertahankan sedikitnya 12 hari.
2. Pergerakan mata. Pergerakan mata, bila operasi dilakukan dengan ko
mbinasi cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu implant atau scl
eral buckling, maka kedua mata ditutup selama 48 -72 jam s
edang badan boleh bergerak untuk mencegah pergerakan matanya. Bi
la hanya menggunakan cryo atau diathermi saja mata ditutup selama
48 jam samapai cairan subretina diabsobsi.
3. Obat-obat. Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (anal
gesik) Asam Mefenamat 3 X 500 mg, bila mual muntah berika
n obat anti muntah. Sesudah 24 jam tidak perlu diberikan obat-obat
, kecuali bila merasa sakit. Penggantian balut dilakukan setelah 24 ja
m, saat itu mata ditetesi dengan Atropin tetes steril 1 %. Bila kelopak
mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal disertai babat tindih (dr
uk verban) dan kompres dingin
Asuhan
Keperawatan
A. Identitas atau biodata klien M B. Keluhan utama. Diisi tentang keluh
eliputi an yang dirasakan klien pada saat d
1. Nama ilakukan nya pengkajian perta
2. Umur ma kali dengan klien.
3. Agama C. Riwayat
4. Jenis kelamin 1. Riwayat penyakit : trauma mat
a, riwayat inflamasi (
5. Alamat
koroiditis), riwayat myopia, re
6. Suku bangsa tinitis.
7. Status perkawinan 2. Psikososial : kemampuan
8. Pekerjaan beraktivitas, gangguan memb
9. Pendidikan aca, resiko jatuh, berk
10. Tanggal masuk rumah sa endaraan
kit
11. No. RM
Lanjuta
n
D. Pengkajuan umum
1. Usia
2. Gejala penyakit sistemik : diabetes mellitus, hipotiroid
3. Gejala penyakit mata : nyeri mata, penurunana ketajaman pengli
hatan.
E. Pengkajian khusus mata
1. Fotopsia (seperti melihat halilintar kecil), terutama pada tempat
gelap; merupakan keluhan dini ablasio retina
2. Bayangan titik-titik pada penglihatan hingga terjadi kehilangan
penglihatan.
3. Kehilangan lapang pandang; gambaran kehilangan penglihatan
menunjukan kerusakan pada area yang berlawanan. Jika ke
hilangan pada area inferior, kerusakan (ablasi) terjadi
pada area superior.
4. Sensasi mata tertutup (jika robekan luas).
5. Pemeriksaan funduk okuli dengan oftalmoskop didapatkan gam
baran tampak retina yang terlepas berwarna pucat dengan p
Analisa
a. Pre-opera
Data
si N Masalah Dx Etiologi
o
1. DS : Penderita mengeluh pen Gangguan Gangguan
glihatannya sebagian seperti t persepsi penglihata
etutup tirai, melihat bend sensori n
a melayang-layang, meli
hat kilatan cahaya, mengalami
penurunan penglihatan
DO : Pada pemeriksaan ditem
ukan penurunan lapang
pandang , Tekanan intraokule
r biasanya sedikit lebih
tinggi, normal, atau rendah,
Electroretinography (ERG) dib
awah normal atau tidak ada,
pada pemeriksaan
funduskopi terdapat
hasil salah satunya retina yan
g mengalami ablasi
Analisa
b. Post-oper
Data
asi N Masalah Dx Etiologi
o
2. DS : mengeluh nye Nyeri ak Agen penceder
ri ut a fisik (prose
DO : tampak meri dur operasi)
ngis, nadi mening
kat, geli
sah, TD meningkat
, RR meningkat,
bersikap protektif
Diagnosa
Keperawatan
3 Patofisiologi
4 Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan Medis
5 Farmakologi & Non
Farmakologi
6 Asuhan Keperawatan
Pokok Bahasan
Anatomi
Nasal
Epistaksis Epistaksis
Anterior Posterior
Patofisiolo
gi
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian dep
an, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, te
rdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach.
Pada rongga bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pe
mbuluh darah yang cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksi
la=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit)
mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdara
han dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdap
at anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri
etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor yang dis
ebut sebagai pleksus kiesselbach (little’s area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar
melalui dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat bel
akang masuk ke tenggorokan.
Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach/ Little’s area, m
erupakan sumber perdarahan paling sering dijumpai pada anak-anak. Dap
at juga berasal dari arteri ethmoid anterior. Perdarahan dapat berhenti s
endiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan seder
hana
Epistaksis posterior, berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid
posterior yang disebut pleksus Woodruff’s. Perdarahan cenderung
lebih berat dan jarang berhenti sendiri, sehingga dapat menyebabkan ane
mia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan peny
akit kardiovaskular
Komplika
si
1. Syok
2. Anemia
3. Turunnya tekanan darah secara
mendadak
4. Hipoksia
5. Pemasangan tampon dapat
menyebabkan rino-sinusitis, otiti
s media, septicemia, ata
u toxic shock syndrome
Pemeriksaan
Penunjang
1. Rontgen sinus dan CT-Scan atau MR
I penting mengenali neoplas
ma atau infeksi. Endoskopi hidung
untuk melihat atau menying
kirkan kemungkinan penyakit
lainnya.
2. Skrining terhadap koagulopati. Tes-
tes yang tepat termasuk waktu prot
rombin serum, waktu trombopl
astin parsial, jumlah platelet dan w
aktu perdarahan.
Penatalaksanaa
n
Penatalaksanaan Farmakologi
3 Patofisiologi
6 Asuhan Keperawatan
Defini
si
Terjadinya diskontinuitas jaringan tu
lang (patah tulang) yang biasan
ya disebabkan benturan keras.
Fraktur tulang hidung dapat mengaki
batkan terhalangnya jalan pernafasan
dan deformitas pada hidung. Jenis da
n kerusakan yang timbul terg
antung pada kekuatan, arah
dan mekanismenya
Anatomi
Nasal
3 Patofisiologi
Pokok Bahasan
4 Pemeriksaan Diagnostik
Penatalaksanaan Medis
5 Farmakologi & Non
Farmakologi
6 Asuhan Keperawatan
Anatomi
Nasal
Timpanometri
untuk memeriksa respons gendang
telinga terhadap perubahan tekana
n yang ada Uji Laboratorium
untuk mendeteksi ada atau ti
daknya infeksi pada telinga.
Penatalaksanaan
Farmakologi & Non
Farmakologi
Penatalaksanaan Kedaruratan trauma telinga
1. Pasien diistirahatkan duduk atau berbaring
2. Atasi keadaan kritis ( tranfusi, oksigen, dan sebagainya )
3. Bersihkan luka dari kotoran dan dilakukan debridement, l
alu hentikan perdarahan
4. Pasang tampon steril yang dibasahi antiseptik atau salep a
ntibiotik.
5. Periksa tanda-tanda vital,
6. Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan peneranga
n yang baik, bila mungkin dengan bantuan mikroskop
bedah atau loup untuk mengetahui lokasi lesi.
7. Pemeriksaan radiology bila ada tanda fraktur tulang temp
oral. Bila mungkin langsung dengan pemeriksa
Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian obat pereda rasa sakit: ibuprofen atau paraceta
mol, dan antibiotik oral (amoksisilin 3x500mg
oral atau eritromisin 3x500mg oral atau Cefadroxil 3x500
mg oral atau ciprofloxacin 3x500mg oral Setiap 24 jam)
2. Menambal robekan: obekan pada gendang telinga akan dit
ambal dengan kertas khusus. Kertas tersebut akan memba
ntu robekan pulih dan menyatu kembali.
3. Operasi: operasi gendang telinga atau timpanoplasti dilak
ukan dengan mencangkok jaringan lain ke gendang teling
a yang pecah.
Asuhan
Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
2. Riwayat kesehatan
3. Keluhan utama. Biasanya klien mengeluh a
danya nyeri, apalagi jika daun teli
nga disentuh, didalam telinga teras
a penuh karena adanya penumpukan
serumen atau disertai pembengkakan. Terj
adi gg pendengaran, kadang-kadang diserta
i demam
4. Riwayat penyakit sekarang . Waktu kejadia
n, penyebab trauma, posisi saat kejadian, s
tatus kesadaran saat kejadian, pertolongan
pertama yang diberikan setelah kejadian.
5. Riwayat penyakit dahulu. Pernah mengalami
nyeri pada telinga sebelumnya
6. Riwayat penyakit keluarga
7. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi. Inspeksi keadaan umum telinga,
pembengkakan pada MAE, perhatikan ada
nya cairan atau bau, warna kulit telinga,
penumpukan serumen, serta adanya pera
dangan.
b. Palpasi. Lakukan penekanan ringan pada
daun telinga, apakah ada nyeri atau tidak
.
Analisa
Data
No Data fokus Diagnosa
1. DS : mengeluh nyeri Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (
DO : inflamasi)
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif
3. Gelisah
4. Frek nadi meningkat
5. Sulit tidur
2. DS: mengeluh telinga terasa pen Gangguan persepsi sensori : pendengaran
uh dan berdengung b/d gangguan pendengaran
DO :
1. Distorsi sensori
2. Respon tidak sesuai
3. Bersikap seolah mendengar se
suatu
DX SLKI SIKI
Nyeri akut b Setelah dilakukan askep selama 2x Manajemen nyeri
24jam diharapkan nyeri dap Observasi
/d agen pen
D cedera fisi
at teratasi dengan
hasil:
kriteria 1. identifikasi lokasi, Karakteristik, durasi, freku
ensi, kualitas, intensitas nyeri
ologis 1. keluhan nyeri menurun 2. identifikasi skala nyeri
i (inflamasi)
2. kesulitan tidur menurun 3. identifikasi reaksi nyeri non verbal
3. pola nafas menbaik 4. identifikasi faktor yang memperberat atau me
a 4. frekuensi nadi dalam rentang
normal
mperingan nyeri
5. identifikasi pengetahuan dan keyakinan respo
g 5. melaporkan nyeri terkontrol
6. Kemampuan mengenali nyeri
n nyeri
6. identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas
n meningkat
7. kemampuan menggunakan te
hidup
7. monitor keberhasilan terapi komplementer ya
s
Terapeutik
1. berikan teknik non farmakologis untuk mengu
rangi rasa nyeri (misalnya TENS)
a 2. fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
5. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengu
DX SLKI SIKI
Gangguan Setelah dilakukan askep Minimalisasi Rangsangan
persepsi sensori selama 2x24jam diharap Observasi
:
garan
penden
b/d
kan gangguan perseps
i sensori: pendenga
1. Periksa status mental, status sen
sori.
D
gangguan
pendengaran
ran dapat teratasi
engan
d 2. Tingkat kenyamanan
Terapeutik
i
Kriteria hasil:
1. Ketajaman pendenga
1. Diskusikan tingkat toleransi terh
adap beban sensori (mis. Bisin
a
ran membaik/kemba g) g
li normal 2. Batasi stimulasi lingkungan
Edukasi n
1. Ajarkan cara meminimallisasi sti
mulus (misal. Mengu o
rangi kebisingan)
Kolaborasi s
1. Kolaborasi dalam meminimalkan
prosedur/tindakan
a
2. Kolaborasi pemberian obat yang
mempengaruhi persepsi stimulu
s
Thank you