Anda di halaman 1dari 16

DEMAM BERDARAH

Kelompok D :
1. Narita Wahyuningtyas
2. Novia Laila Rahmawati
3. Nursiyah
Definisi Demam Berdarah

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Hemrrhagic Fever


(DHF) ialah penyakit yang disebabkan virus dengue yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk Aedes aegyti dan Aedes albbopictus. Kedua
jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia kecuali
ditempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut .
Menurut Rampengan seseorang di dalam darahnya mengandung
virus Dengue merupakan sumber penular penyakit Demam
Berdarah Dengue (DBD). Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7
hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit
nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke
dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan
tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar
liurnya. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita,
nyamuk bersiap untuk menularkan kepada orang lain.
Etiologi

Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh virus dengue yang


termasuk dalam kelompok arbovirus B. Virus ini memiliki empat serotipe
dengan antigenik berbeda, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Secara
genetik keempat serotipe berasal dari satu asal yang sama pada populasi
primata 1000 tahun yang lalu, dan terpisah menjadi 4 serotipe sesudah
memasuki siklus penyebaran urban pada manusia sejak 500 tahun yang
lalu di Asia maupun Afrika. Albert Sabin melakukan spesifikasi virus-virus
ini pada tahun 1944, masing-masing serotipe memiliki beberapa genotip
berbeda.
Infeksi oleh salah satu tipe virus dengue akan memberikan imunitas
menetap terhadap infeksi virus yang sama pada masa yang akan datang.
Namun, hanya memberikan imunitas sementara dan parsial terhadap
infeksi virus lainnya.
Klasifikasi

Pada 2009, World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan, atau membagi, demam
dengue ke dalam dua jenis: tanpa komplikasi dan parah. Sebelum ini, pada 1997, WHO telah
membagi penyakit tersebut ke dalam demam yang tidak terdiferensiasi (tidak dapat digolongkan),
demam dengue, dan demam berdarah. WHO memutuskan bahwa cara lama pembagian dengue ini
harus disederhanakan. Mereka juga menetapkan bahwa cara tersebut terlalu membatasi: tidak
mencakup semua cara yang diperlihatkan pada dengue. Meskipun klasifikasi dengue telah diubah
secara resmi, klasifikasi lama tersebut masih sering digunakan. Dalam sistem lama WHO untuk
klasifikasi, demam berdarah dibagi ke dalam empat fase, yang disebut tingkat I–IV:
– Pada Tingkat I, pasien menderita demam. Dia mudah melebam atau memiliki hasil tes
tourniquet yang positif.
– Pada Tingkat II, pasien mengeluarkan darah melalui kulit dan bagian lain tubuhnya.
– Pada Tingkat III, pasien menunjukkan tanda-tanda renjatan sirkulasi.
– Pada Tingkat IV, pasien mengalami renjatan yang sangat parah sehingga tekanan darah dan
detak jantungnya tidak dapat dirasakan.[ Tingkat III dan IV disebut "sindrom renjatan dengue
Patofisiologi

Virus Dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk yaitu nyamuk
Aedes aegypti betina. Setelah virus masuk ke dalam tubuh manusia, virus
memasuki masa inkubasi selama 4-10 hari dimana virus melakukan replikasi
dalam sel makrofag dan membentuk kompleks antigen-antibodi. Kompleks
antigen-antibodi menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh
darah dan merembesnya plasma dari ruang intravascular ke ruang ekstravaskular,
sehingga menyebabkan keadaan hipovolemik dan syok. Pada pasien syok berat,
volume plasma dapat berkurang hingga mencapai 30%, ditandai dengan
meningkatnya kadar hematokrit dan penurunan kadar natrium.
Kompleks antigen-antibodi juga menyebabkan agregasi trombosit sehingga
trombosit dihancuran oleh RES (Reticulo Endothelial System) dan terjadi keadaan
trombositopenia. Agregasi trombosit menyebabkan pengeluaran platelet factor III
dan menyebabkan koagulopati konsumtif (KID = Koagulasi Intravaskular
Deseminata) yang ditandai dengan peningkatan FDP ( Fibrinogen Degredation
Product) sehingga terjadi penurunan factor pembekuan darah.
Penatalaksanaan

Demam dengue (dengue fever/DF) karena bersifat self-


limited hanya membutuhkan rehidrasi dan antipiretik. Walau
demikian, jika kondisi memburuk, diperlukan monitoring dan
bahkan pasien terkadang perlu dimasukkan dalam ICU pada
kondisi dengue shock syndrome
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue
Tanpa Syok

Anak dirawat di rumah sakit


– Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup, susu, untuk
mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare.
– Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen karena obat-obatan ini
dapat merangsang terjadinya perdarahan.
– Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
– Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
– Kebutuhan cairan parenteral
• Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
• Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
• Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
– Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium (hematokrit, trombosit,
leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
– Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah cairan secara
bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya memerlukan waktu 24–48 jam
sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah pemberian cairan.
– Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata laksana syok
terkompensasi (compensated shock).
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue
Dengan Syok

– Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra nasal.
– Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
– Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB
secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-
20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
– Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi darah/komponen.
– Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik,
tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4 jam
dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan laboratorium.
– Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Ingatlah
banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak daripada
pemberian yang terlalu sedikit.
Terapi Non Farmakologi

– Minumlah air putih min.20 gelas berukuran sedang setiap hari


(lebih banyak lebih baik).
– Cobalah menurunkan panas dengan minum obat penurun panas
(Paracetamol misalnya).
– Beberapa teman dan dokter menyarankan untuk minum
minuman ion tambahan seperti pocari sweat.
– Minuman lain yang disarankan : Jus jambu merah untuk
meningkatkan trombosit (Ada juga yang menyarankan : daun
angkak, daun jambu, dsb).
– Makanlah makanan yang bergizi dan usahakan makan dalam
kuantitas yang banyak (meskipun biasanya minat makan akan
menurun drastis).
Terapi Farmakologi

– Pada fase demam, untuk menurunkan suhu tubuh


menjadi <39oC, diberikan obat antipiretik Paracetamol.
Asetosal/aspirin dan ibuprofen tidak dianjurkan karena
dapat menyebabkan gastritis, perdarahan, atau
asidosis.

– Ada tiga kategori pasien Demam Berdarah, yaitu :


1. Grup A -> Pasien Rawat Jalan

Merupakan pasien yang dapat menerima sejumlah cairan oral


dan dapat mengeluarkan urin sedikitnya setiap 6 jam, dan tidak ada
tanda-tanda lainnya selain demam. Terapinya : asupan cairan dan
rehidrasi oral, jus buah, dan larutan yang mengandung elektrolit
dan gula untuk menganti kehilangan cairan akibat demam dan
muntah sedikitnya 5 gelas per hari (perhatian! Untuk pasien
demam harus diperhatikan kadar gulanya). Hanya diberikan air
putih sedikitnya 5 gelas per hari jika cairan elektrolit dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit.
pemberian parasetamol setiap 6 jam dengan dosis maksimum
4 gram per hari dan kompres bila perlu. Hindari pemberian aspirin
& ibuprofen atau AINS lain. Pada anak aspirin dapat menyebabkan
Reye’s Syndrome.
2. Grup B -> Pasien Rawat Inap

Pemberian cairan isotonis seperti NaCl 0,9%, ringer laktat, atau


larutan Hartmann dengan laju infus mulai dengan 5-7 mL/kg/jam
untuk 1-2 jam, kemudian dikurangi menjadi 3-5 mL/kg/jam selama
2-4 jam, dan kemudian dikurangi menjadi 23 mL/kg/jam atau
kurang sesuai dengan respon klinis untuk menjaga perfusi cairan
yang ditandai dengan pengeluaran urine 0,5 mL/kg/jam atau
penurunan nilai hematokrit. Cairan intravena biasanya diperlukan
hanya 24-48 jam.
3. Grup C -> Pasien Rawat Inap + ICU

Kehilangan cairan harus segera diganti larutan


kristaloid isotonis atau pada kondisi syok hipotensi
diberikan larutan koloid. Tranfusi darah hanya diberikan
jika terjadi perdarahan hebat.
Terapi Syok

Mulai resusitasi cairan intravena bolus yang pertama dengan larutan kristaloid isoto
nis 5-10mL/kg/jam selama 1 jam. Kemudian dievaluasi kondisi pasien. Jika kondisi
membaik, maka :
– Laju cairan infuse intravena dikurangi secara bertahap menjadi 5-7ml/kg/jam selama
1-2 jam kemudian menjadi 3-5 mL/kg/jam selama 2-4 jam dan dilanjutkan menjadi 2-
3ml/kg/jam tergantung pada kondisi hemodinamik, laju cairan intravena
dipertahankan selama 24-48 jam. Jika tanda vital belum stabil  periksa nilai
hematokrit.
– Jika terjadi peningkatanb kadar hematokrit atau nilai hematokrit tinggi (>50%) makadi
berikan cairan intravena bolus yang kedua dengan larutanb kristaloid isotonis 10-
20mL/kg/jam selama 1 jam. Jika ada perbaikan dikurangi menjadi 7-10ml/kg /jam
selama 1-2 jam. Dan dilakukan laju infus secara bertahap tergantung
hermodinamiknya.
– Jika kadar hematokrit menurun dan nilai hematokrit <40% pada anak-anak dan pria
dewasa atau <45% pada wanita dewasa, maka diberikan tranfusi darah. Penurunana
hemaktonit mengindikasikan adanya perdarahan.
Terapi Syok Hipotensi

Pasien dengan syok hipotensi harus diterapi


dengan lebih serius. Mulai dari resusitasi cairan intravena bolus
yang pertama dengan larutan koloid atau kristaloid isotonis
20ml/kg selama 15 menit untuk mengatasi syok secepat mungkin.
Kemudian dilakukan evaluasi kondisi pasien.
• Jika pasien membaik  laju cairan infus dikurangi menjadi
10mL/kg/jam selama 1 jam  5-7mL/kg/jam selama 1 -2 jam  3-
5mL/kg/jam selama 2-4 jam  2-3 mL/kg/jam tergantung status
hemodinamiknya dan dipertahankan selama 24-48 jam.
Lanjutan

• Jika pasien belum menunjukkan keadaan vital yang membaik maka dilakukan pemeriksaan
pemeriksaan kadar hematokrit. Kadar hematokrit > 50% diberikan cairan intravena bolus
yang kedua dengan larutan koloid dengan laju infuse 10-20mL/kg/jam selama 0,5-1 jam. Jika
kondisi membaik setelah diberikan larutan koloid tersebut  Kurangi kecepatan infus menjadi
7-10mL/kg/jam selama 1-2 jam. Jika membaik  cairan infus koloid diganti dengan larutan
kristaloid isotonis dengan laju awal 5-7mL/kg/jamselama 1-
2 jam lalu dikurangi bertahap sampai laju infuse 2-3ml/kg /jam selama 24-
48 jam tergantung status hemodinamiknya.
• Jika setelah diberikan larutan koloid dengan kecepatan 7-10ml/kg/jam, kadar hematokrit
tetap tinggi atau >50%  maka diberikan cairan koloid intravena ketigadengan laju 10-
20mL/kg/jam selama 1 jam. Jika kondisi pasien membaik  kurangi lajuinfuse menjadi 7-
10ml/kg/jam selama 1-2jam. Jika pasien makin membaik  ganti cairan infus dengan cairan
kristaloid isotonis dengan laju infuse awal 5-7mL/kg/jamselama 1-
2 jam, lalu dikurangi secara bertahap sampai laju 2-3ml/kg/jam tergantung kondisi
hemodinamik, dan dipertahankan selama 24-48 jam.
• Jika kadar hematokrit menunjukkan penurunan sampai <40% pada anak-anak dan pria
dewasa, <45% pada wanita dewasa lakukan transfuse darah. Berikan infuse RBC segar 5-
10ml/kg atau infuse darah 10-20mL/kg dengan laju sesuai dan dilakukan monitoring pasien

Anda mungkin juga menyukai