(Guyton, 2000)
KANDUNG KEMIH
• Pada pria kandung kemih terletak di anterior rektum
semen- tara pada wanita berada di anterior vagina dan
inferior uterus.
• Kandung kemih merupakan kantung berongga yang dapat
me-renggang sesuai dengan volumenya dengan cara
mengubah status kontraktil otot polos di dindingnya.
• Di kandung kemih ada otot sfingter yang terdiri dari otot
polos dan berada di bawah kontrol saraf tidak sadar. Waktu
kandung kemih kosong, sfingter akan menutupi pintu
keluar kandung kemih.
2
Nyeri pinggang, Sering ingin kencing
3
Hematuria (adanya darah dalam urin)
Gram negative
• Penyebab utama terjadinya ISK adalah bakteri E. coli, bakteri ini merupakan bakteri
flora normal pada sistem pencernaan manusia, apabila bakteri ini masuk kedalam
saluran kemih, akan terjadi infeksi yang disebut infeksi saluran kemih.
• Bakteri dalam urin dapat berasal dari ginjal, pielum, ureter dan uretra.
Patofisiologi
• ASCENDING ; kuman penyebab isk umumnya adalah kuman yang berasal dari flora
normal usus. Infeksi secara ascending (naik ) dapat terjadi melalui :
• Limfatogen (jalur limfatik); jika masuknya organisme kedalam saluran kemih melaui
sistem yang menghubungkan kandung kemih dengan ginjal, tetapi hal ini jarang
terjadi. (Coyle dan Prince,2009)
• Dari kontak langsung; apabila terjadi infeksi yang disebabkan paparan langsung dari
organ yang sebelumnya sudah terinfeksi atau eksogen sebagi akibat dari pemakaian
kateter. (Israr,2009)
Patofisiologi
• Bakteri E. Coli yang menyebabkan ISK disebut dengan Urophatogenic E. coli ( UPEC).
UPEC memiliki beberapa faktor virulensi yang memungkinkan mereka untuk dapat
berkolonisasi pada mukosa uropitelium yang melukai, melumpuhkan mekanisme
pertahanan inang, memicu respon inflamasi inang dan akhirnya berlanjut
menyebabkan infeksi pada saluran kemih. (Tenke,et al 2011)
• Hal ini disebabkan bakteri E. coli memiliki pili atau fimbria yang dapat membuat
bakteri mudah menempel pada reseptor spesifik epitel saluran kemih yaitu sejenis
karbohidrat yang berisi glikolipid galaktosa a 1-4 galaktosa b ( Gal-Gal positive )
Diagnosis
Prosedur dan tes yang dilakukan untuk mendiagnosa ISK ada 4:
• Kategori B
Kategori ini meliputi obat-obat yang masih jarang dikonsumsi ibu hamil namun juga tidak menunjukkan
adanya efek malformasi bagi janin. Studi reproduksi hewan telah gagal menunjukkan risiko pada janin.
• Kategori C
Obat kategori ini bisa berdampak buruk pada janin namun biasanya dampaknya bisa membaik kembali.
Studi reproduksi hewan telah menunjukkan efek buruk pada janin, tetapi karena manfaat potensial mungkin
beberapa ibu hamil memerlukan penggunaan obat ini.
PILIHAN
TERAPI
UNTUK IBU
HAMIL
• Pilihan antibiotik harus disesuaikan dengan organisme yang umum
menginfeksi (contoh : Bakteri Gram negatif di gastrointestinal).
• Menurut sejarah, Ampisilin dapat mengobati ISK tetapi seiring
berjalannya waktu, terjadi banyak kasus resisten terhadap Ampisilin.
• Nitrofurantoin (Macrodantin) adalah pilihan yang baik karena
konsentrasinya yang tinggi di saluran urin.
• Sepalosforin dapat menjadi alternatif karena teruji dapat memberikan
terapi
• Sulfonamid bisa dikonsumsi selama trimester pertama dan kedua, tetapi
ketika digunakan pada trimester ketiga dapar memberi risiko kenikterus
pada ibu hamil.
• Antibiotik lain seperti fluoroquinolones and tetracyclines tidak boleh
diberikan karena terdapat kemungkinan meracuni fetus.
(John & Michael, 2000)
MEKANISME NITROFURANTOIN
• Nitrofurantoin adalah antibiotik jenis bakterisida dengan mekanisme di berbagai
tempat penyerangan. Nitrofurantoin dapat menginhibisi translasi ribosomal,
merusak DNA bakteri, dan mengganggu kerja siklus krebs (Bennet, et al., 2015).
• Nitrofurantoin dikonversikan oleh metabolisme nitroreduktase yang ada pada
bakteri menjadi senyawa elektrofilik yang sangat reaktif sehingga menyerang
protein ribosom bakteri, dan menyebabkan inhibisi total dari sintesis protein
(Bennet, et al., 2015).
• Nitrofurantoin dikatakan aman jika digunakan oleh selama kehamilan, tetapi perl
dihindari ketika usia kehamilan > 36 minggu. Hal ini karena adanya kemungkinan
hemolitik anemia pada kelahiran pertama karena enzim eritrosit yang belum
matang (glutathione belum stabil) (CSK, 2009).
MEKANISME AMOXCILLIN
• Amoksisilin berikatan dengan protein pengikat penisilin 1A (PBP-1A)
yang terletak di dalam dinding sel bakteri. Penisilin asilat domain C-
terminal transeptidase sensitif-penisilin dengan membuka cincin
laktam. Inaktivasi enzim ini mencegah pembentukan ikatan silang dua
untai peptidoglikan linier, menghambat tahap ketiga dan terakhir dari
sintesis dinding sel bakteri. Sel lisis kemudian dimediasi oleh enzim
autolitik dinding sel bakteri seperti autolysins; amoksisilin dapat
mengganggu inhibitor autolysin. (Drugbank, 2005)
MEKANISME AMOXCILLIN-
CLAVUNALATE
• Amoksisilin berikatan dengan protein pengikat penisilin dalam dinding
sel bakteri dan menghambat sintesis dinding sel bakteri.
• Asam klavulanat adalah β-laktam, yang secara struktural terkait
dengan penisilin, yang dapat menonaktifkan beberapa Enzim β-
laktamase
(FDA, 2013)
MEKANISME CEPHALEXINE
• Sefaleksin adalah antibiotik sefalosporin generasi
pertama. Sefalosporin mengandung beta laktam dan
dihidrothiazide. Tidak seperti penisilin, sefalosprin lebih tahan
terhadap aksi beta laktamase. Cephalexin menghambat sintesis
dinding sel bakteri, menyebabkan kerusakan dan akhirnya kematian
sel. (Drugbank, 2005)
MEKANISME CEFPODOXIME
• Cefpodoxime aktif terhadap spektrum luas bakteri Gram-positif dan
Gram-negatif. Cefpodoxime stabil di hadapan enzim beta-
laktamase. Akibatnya, banyak organisme yang resisten terhadap
penisilin dan sefalosporin, karena produksi beta-laktamase, mungkin
rentan terhadap cefpodoxime. Cefpodoxime tidak aktif oleh beta-
laktamase spektrum luas tertentu. Aktivitas bakterisida dari
cefpodoxime dihasilkan dari penghambatan sintesis dinding
sel. Metabolit aktif cefpodoxime berikatan dengan protein pengikat
penisilin 3, yang menghambat produksi peptidoglikan, unsur utama
dinding sel bakteri. (Drugbank, 2005)
MEKANISME FOSFOMYCIN
• Fosfomycin adalah analog fosfoenolpiruvat yang diproduksi oleh
Streptomyces yang secara ireversibel menghambat transferase
enolpyruvat (MurA), yang mencegah pembentukan asam N-
asetilmuramat, elemen penting dari dinding sel peptidoglikan
(Drugbank, 2005)
EFEK SAMPING
EFEK SAMPING NITROFURANTOIN
• Demam
• Menggigil
• Hilang nafsu makan (ES Amoksisilin dan Eritromisin)
• Muncul ruam pada kulit (ES Eritromisin)
• Gatal-gatal
• Sakit kepala
• Perubahan warna kulit wajah
• Kesulitan menelan
• Batuk
• Nyeri dada
• Sesak napas
• Mual dan muntah (ES Amoksisilin dan Eritromisin)
• Sakit perut (ES Amoksisilin dan Eritromisin)
• Diare (ES Amoksisilin dan Eritromisin)
• Perubahan warna urine
• Nyeri otot dan sendi
• Bengkak pada wajah, mulut, tangan dan kaki
(Willy, 2019)
MONITORING TERAPI
• Monitoring terapi dilakukan dengan melihat gejala-gejala yang dialami pasien. Jika gejala-gejala seperti nyeri
buang air kecil hilang, maka bisa dikatakan pasian sudah sembuh (Satriyo, 2017).
• 2. Monitoring terhadap data- data laboratorium seperti tekanan darah, nadi, respiratory rate, hemoglobin,
trombosit, leukosit, dan kreatinin. Diperlukan pemantauan secara berkala tekanan darahnya untuk melihat
apakah selama terapi tekanan darah meningkat atau tidak. Kadar hemoglobin pasien berada dibatas bawah
normal, sehingga harus dipantau agar tidak terjadi penurunan kadar hemoglobin. Bila kadar hemoglobin
menurun dapat dilakukan transfusi darah dan perlu di dukung dengan terapi nonfarmakologi. Kadar kreatinin
juga dipantau. Apabila sudah lebih dari 1mg/dL, harus dilakukan pemerikasaan ginjal. Semakin tinggi
kadar kreatinin hal tersebut adalah tanda kerusakan ginjal telah terjadi, dan kerusakan tersebut bisa
diakibatkan oleh bakteri E.coli yang sudah mencapai ginjal.
• 3. Monitoring terhadap penggunaan antibiotik. Jika setelah penggunaan
antibiotik, jika masih terjadi infeksi setelah antibiotik resep pertama
dihabiskan, maka antibiotik perlu diganti
• 4. Monitoring efek samping obat yang mungkin timbul selama terapi
dijalankan. Jika efek samping dari obat yang digunakan tidak dapat
ditoleransi maka obat dapat diganti dengan obat lain yang masih satu
golongan terapi.
• 5. Monitoring juga dilakukan terhadap penyakit infeksi saluran kemih
(apakah pasien masih terinfeksi) dengan melakukan kultur bakteri
didalam urin. Kika dari hasil kultur jumlah bakteri <10.000 CFU/ml
maka pasien dinyatakan hanya terkontaminasi dan pada keadaan ini
pasien tidak perlu diterapi dengan antibiotik, tetapi jika jumlah bakteri
>10.000 CFU/ml maka pasien dinyatakan masih terinfeksi oleh bakteri dan
terapi perlu dilanjutkan.
Apa terapi yang disarankan untuk
wanita tersebut?
1. Menjaga kebersihan alat kelamin
2. Membersihkan alat kelamin (cebok) dari arah depan ke belakang
3. Buang air kecil sebelum dan setelah berhubungan intim
4. Jangan suka menahan buang air kecil
5. Perbanyak minum air putih untuk irigasi bakteri patogen
6. Penuhi asupan gizi terutama yang membangun sistem imun tubuh
(Savitri, 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Bennet, J.E., Dolin, R., dan Blaser, M.J. 2015. Mandell, Douglas, and Bennett's Principles and Practice of Infectious
Diseases. Edisi VIII. Philadelphia : Elsevier Saunders.
Callaghan, C. 2009. Sistem Ginjal Edisi II. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Clinical Knowledge Summaries (CKS). 2009. Urinary tract infection (lower) – women. Tersedia online pada :
www.cks.nhs.uk/urinary_tract_infection_lower_women [Diakses pada 5 November 2019]
Coyle dan Prince,2009.Urinary Tract Infections and Prostatitis:In Dipiro J.T., et al. Pharmacotheraphy a
Pathophsycological Approach,7th Edition
Davey, P. 2005. At a Galance Medicine hal 50. Jakarta: Erlangga.
Dipiro, Joseph T . 2005. Pharmacotherapy: A Pathophisiology Approach, 3rd Edition. New York: McGraw Hill.
Drugbank. 2005. Amoxcillin. Tersedia online di https://www.drugbank.ca/drugs/DB01060. Diakses pada tanggal 4
November 2019
Drugbank. 2005. Cefpodoxime. Tersedia online di https://www.drugbank.ca/drugs/DB01416 . Diakses pada tanggal 4
November 2019
Guyton. 2000. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit Edisi III. Jakarta: EGC.
John, E. D., dan Michael, L. L. 2000. Urinary Tract Infections During Pregnancy. American Family Physician. Vol.
61(3):713-720.
Lee, H. S. dan Le, J. 2018. Urinary Tract Infection. PSAP 2018 BOOK 1. Vol.1 : 1 – 22
Price, S,A., Wilson, L, M. 1994. Patofisiologis Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi IV. Jakarta: EGC.
Samirah,Darwati dan Windarwati.2006.Pola Sensivitas Kuman di Penderita Infeksi Saluran Kemih. Indonesian Journal of
Cliniical Pathology and Medical Laboratory; Vol 12(3):110-113
Satriyo, J. 2017. Ciri-Ciri ISK Sudah Sembuh. Tersedia online pada : https://www.alodokter.com/komunitas/topic/isk-59
[Diakses pada 5 November 2019]
Savitri, T. 2018. Bahayanya Jika Ibu Hamil Terkena Infeksi Saluran Kemih. Tersedia online pada :
https://hellosehat.com/kehamilan/kandungan/isk-pada-ibu-hamil-saluran-kemih/ [Diakses pada 5 November 2019].
Stamm WE,1994.Urinary Tract Infection. Dalam: Greenberg.,Cheny AK.,Coffman TM. Sandiego:National Kidney
Foundation.
Tenke,P.,Koves B, Nagy K., Uehara,S.,Kumon,H.,J,Hultgren.,Hung dan Mendling W.2011.Biofilm and Urogenital
Infections.Chapter 9.Open Access