Anda di halaman 1dari 34

PEMBIMBING :

D r . M . B a c h t i a r R a h m a t J a t i , S p . J P, F I H A

PENYUSUN :
Niluh Sukreni
030.14.140
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

• Sindrom Koroner Akut (SKA) merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh suplai darah dan
oksigen ke miokardium yang tidak adekuat sehingga terjadi ketidakseimbangan kebutuhan dan
suplai darah. Penyebab utama SKA ialah sumbatan plak aterom pada arteri koroner sehingga
disebut juga penyakit jantung iskemik
• Penyakit kardiovaskular  penyakit tidak menular (>17 juta kematian di dunia) setiap tahun
dan diperkirakan akan meningkat  23,6 juta pada tahun 2030
• Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013 menunjukkan prevalensi penderita SKA
sebesar 0,5% dari seluruh pasien penyakit tidak menular
BAB II
TINJAUAN
PUSTAK A
ANATOMI
SINDROM
KORONER AKUT
DEFINISI SKA
Sindrom koroner akut adalah kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri
dada dan gejala lain yang disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jantung,
biasanya disebabkan oleh plak aterosklerotik dengan diikuti agregasi trombosit
dan pembentukan thrombus intrakoroner
EPIDEMIOLOGI SKA
Menururt World Heart
Di Negara berkembang
Organization dan World Di Negara maju dari
dari tahun 1990 sampai
Heart Federation di Asia pada tahun 1990 sampai 2020
2020
tahun 2010

Angka kematian akibat PJK Peningkatannya lebih


akan meningkat yaitu rendah yaitu
Sedikitnya 78% kematian ♂ 13,7 % dan ♀ 12 % ♂  4,8% dan ♀  2,9%
akibat penyakit jantung
pada kalangan masyarakat
miskin dan menengah SKA  penyebab kematian
dan kecacatan nomor satu
di dunia
ETIOLOGI SKA
• Penyebab utama SKA adalah erosi atau rupturnya plak aterosklerotik karena terdapatnya
kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil (vulnerable atherosclerotic plaques) dengan
karakteristik ; lipid core besar, fibrous cups tipis dan bahu plak penuh dengan aktivitas sel-sel
inflamasi seperti sel limfosit T dan lain-lain
• Beberapa penyebab lainnya adalah
– Obstruksi dinamik
– Inflamasi atau infeksi
– Obstruksi mekanik yang progresif
– Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
– Faktor atau keadaan pencetus
• Peningkatan kebutuhan oksigen
• Berkurangnya aliran darah
FAKTOR RISIKO SKA

Faktor risiko yang dapat


Faktor risiko yang tidak diubah
dapat diubah • Merokok
• Usia • Hipertensi
• Jenis Kelamin • Hiperkolesterolemia
• Riwayat keluarga • Diabetes Mellitus
dengan penyakit jantung • Obesitas dan kurang
koroner akitivitas fisik
• Stres
PATOFISIOLOGI SKA
KLASIFIKASI SKA
• Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment elevation
myocardial infarction)
• Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction)
• Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris)
MANIFESTASI KLINIS SKA
Angina Pektoris Tidak Stabil dan STEMI
NSTEMI
• Angina saat istirahat, durasi lebih dari 20 • Datang dengan gejala atipikal : nyeri dada
menit, atau menjalar pada lengan atau bahu, sesak nafas
• Angina timbul pertama kali hingga aktivitas akut, sinkop atau aritmia
fisik menjadi sangat terbatas, atau • Pasien gelisah dan cemas, ekstremitas pucat
• Angina progresif : pasien dengan angina stabil, disertai keringat dingin, kombinasi nyeri dada
terjadi perburukan, frekuensi lebih sering, substernal > 30 menit dan banyak keringat
durasi lebih lama, muncul dengan aktivitas • Hipotensi, takikardi/bradikardi
ringan
• Angina pada SKA sering disertai dengan
keringat dingin (respon simpatis), mual dan
muntah (stimulasi vagal), serta rasa lemas.
DIAGNOSIS SKA
A. B. C.

Kemungkinan besar Kemungkinan sedang Kemungkinan kecil


Didapatkan salah satu temuan berikut: Tidak didapatkan temuan pada kolom A, tetapi Tidak didapatkan temuan pada kolom A atau B,
didapatkan salah satu temuan berikut: tetapi didapatkan salah satu temuan berikut:
Anamnesa Keluhan utama berupa nyeri atau rasa tidak Keluhan utama berupa nyeri atau rasa tidak Keluhan iskemia tidak jelas
nyaman di dada atau lengan kiri, keringat dingin nyaman di dada atau lengan kiri, ditambah: Rasa tidak nyaman di dada akibat berdebar-
ditambah: riwayat nyeri dada sebelumnya dan debar
Usia > 70 tahun
pasien dikenal sebagai pengidap PJK, termasuk
Riwayat pemakaian kokain
riwayat IMA Laki – laki

DM
Pemeriksaan fisik Regurgitas mitral transien Penyakit vascular ekstra-kardiak -

Hipotensi

Edema paru atau ronki basah halus

EKG Deviasi segmen ST (≥ 0.5 mm) transien atau Gelombang Q EKG normal atau gelombang T mendatar atau
baru atau inverse gel T (≥ 2 mm) Abnormalitas segmen ST atau gelombang T terbalik pada sadapan dengan gelombang R
lama yang dominan
Enzim jantung - Peningkatan troponin I atau T Normal Normal
- Peningkatan CK-MB
Pemeriksaan fisik
• Umum : kecemasan, sesak, keringat dingin, tangan mengepal di dada (tanda levine),
kadang normotensi, hipotensi atau hipertensi.
• Leher : normal atau sedikit peningkatan tekanan vena jugularis (JVP).
• Jantung : takikardia, S1 lemah, timbulnya S4, mungkin terdapat S3,
murmur sistolik, regurgitasi katup mitral akut.
• Paru : edema paru atau ronkhi basah halus, rales atau mengi bila terdapat gagal jantung.
• Ekstremitas : normal atau terdapat tanda penyakit vaskular perifer.
• Regurgitasi katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus dan hipotensi hendaknya
selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia.
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan elektrokardiogram

• Pemeriksaan marka jantung


Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka nekrosis miosit jantung dan
menjadi marka untuk diagnosis infark miokard
Penilaian Stratifikasi Risiko

• Trombolisis pada infark miokard (TIMI) Risk Score pada UAP dan NSTEMI

Variabel Skor
 Usia ≥ 65 tahun 1
 ≥ 3 faktor PJK (hipertensi, riwayat PJK dalam 1
keluarga, hiperkolesterolemia, diabetes
mielitus, perokok aktif)
 Pemakaian aspirin dalam 7 hari terakhir 1
 ≥ 2 episode angina dalam 24 jam terakhir 1
 Peningkatan enzim jantung (CK-MB atau 1
troponin)
 Deviasi segmen ST ≥ 0.5 mm, yaitu depresi 1
segmen ST ≥ 0.5 mm atau ST elevasi ≥ 0.5
mm yang transien (< 20 menit)
 Diketahui menderita PJK 1
Skor 0-2 = risiko rendah, skor 3-4 = risiko sedang, skor 5-7 = risiko
tinggi
• Trombolisis pada infark miokard (TIMI) Risk Score pada STEMI

Variabel Poin

Usia >75 tahun 3


Usia 65-74 tahun 2
Diabetes/hipertensi/angina 1
Tekanan darah sistolik <100 mmHg 3
Laju nadi >100 kali per menit 2
Kelas Killip II-IV 2
STEMI Anterior atau LBBB komplit 1
Waktu ke tindakan >4 jam 1
• Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit, koagulasi darah,
dan pemeriksaan fungsi ginjal. Pemeriksaan laboratorium tidak boleh menunda
terapi SKA

• Pemeriksaan foto polos dada


untuk membuat diagnosis banding, identikasi komplikasi dan penyakit penyerta

• Pemeriksaan Ekokardiografi
DIAGNOSIS BANDING
• Penyakit katup jantung (stenosis dan regurgitasi katup aorta)
• Miokarditis
• Perikarditis
• Stroke
• Emboli paru dan diseksi aorta (dapat mengancam jiwa)
TATALAKSANA SKA
• Pasien yang sudah mempunyai tanda-tanda ACS, harus segera ditindak
• Dimulai dengan memberikan oksigen 4L/menit, Aspirin 300 mg, Clopidogrel 300 mg,
Nitroglycerin 0.6 mg dan SL ulang setiap 5 minute sebanyak tiga kali,
• Jika pasien mengeluhkan nyeri dada yang berat, berikan morphine IV 0.5 mg/ml sebanyak 5 ml
• EKG harus dipantau dan mengetahui apakah ini UAP, NSTEMI atau STEMI
• Jika mengalami UAP dipastikan dengan pemeriksaan enzim jantung dan melanjutkan ke arah
edukasi dan terapi rawat jalan
• Jika mengalami STEMI/NSTEMI kita harus memikirkan apakah rencana reperfusi dengan
Percutaneus Coronary Intervention (PCI) boleh dilakukan apa tidak. Jika tidak boleh harus
direncanakan fibrinolysis. Hal ini atas pertimbangan dengan para cardiologist
TATALAKSANA IMA (ANTI ISKEMI)
• Penyekat Beta (Beta blocker) • Nitrat

• Calcium channel blockers (CCBs) • Antiplatelet


• Antikoagulan • Statin
• Revaskularisasi Koroner
– Intervensi Koroner Perkutan (PCI)
– Intervensi bedah : Coronary
Artery Bypass Graft (CABG)

• ACE Inhibitor
TATALAKSANA STEMI
Terapi Reperfusi
• Untuk membatasi luasnya daerah infark miokard
• Bila STEMI terjadi dalam waktu 12 jam setelah awitan simptom maka reperfusi perlu
dilakukan secepatnya
• Tetapi bila STEMI sudah melampaui 12 jam dari awitan simptom, tidak ada lagi jaringan
yang bisa diselamatkan, infark miokard telah komplit dan keluhan pasien hilang.
• Terapi reperfusi hanya diberikan kalau masih ada tanda-tanda iskemia berupa nyeri
dada, elevasi segmen ST, atau terjadi left bundle branch block (LBBB) baru.
TERAPI REPERFUSI
1. Intervensi koroner perkutan Primer
• Dilakukan kurang dari 90 menit sejak keluhan dada timbul
• Sekitar 50% kasus STEMI mempunyai penyempitan lebih dari satu arteri coroner
• IKP pada STEMI hanya dilakukan pada lesi culprit, yaitu lesi di arteri yang
berhubungan dengan daerah infark.
• Pada IKP primer dianjurkan untuk menggunakan stent, guna menurunkan kejadian
thrombosis.
• Terapi Reperfusi Medikamentosa/Fibrinolitik

• Dinyatakan berhasil bila


angina berkurang, resolusi
amplitudo segmen ST
>50% dan dijumpai aritmia
reperfusi
• Pasien yang gagal terapi
fibrinolitik dengan kriteria
angina disertai dengan
resolusi segmen ST <50%,
perlu diiakukan, “rescue
IKP” secepatnya.
KO N T R A I N D I K A S I T E R A P I
TERAPI FIBRINOLITIK FIBRINOLITIK
KOMPLIKASI SKA
• Gagal Jantung
• Hipotensi
• Kongesti paru
• Syok kardiogenik
• Regurgitasi katup mitral
• Ruptur jantung
• Ruptur septum ventrikel
• Infark ventrikel kanan
• Perikarditis
• Trombus ventrikel kiri
PROGNOSIS
• Mortalitas awal NSTEMI lebih rendah dibandingkan STEMI namun setelah 6
bulan, mortalitas keduanya berimbang dan secara jangka panjang, mortalitas
NSTEMI lebih tinggi
• Klasifikasi Killip pasca IMA
BAB III
KESIMPUL AN
KESIMPULAN
• Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah penyakit jantung koroner yang sering mengakibatkan
kematian.
• Sindrom Koroner Akut (SKA) terjadi akibat pengurangan oksigen akut atau subakut dari
miokardium, hal ini terjadi karena robekan plak aterosklerotik dan berkaitan dengan
proses inflammasi, trombosis, vasokonstriksi dan embolisasi. Faktor lainnya adalah diabetes
mellitus, hipertensi, hiperkolesterolemia, obesitas, merokok, dan stress
• Dan dokter perlu segera menetapkan diagnosis kerja untuk strategi penanganan
selanjutnya. Dimana terapi awal SKA adalah menurunkan konsumsi oksigen, pemberian
antiplatelet dan pemantauan yang intensif secara terus menerus serta diberikan Morfin,
Nitrat,Aspirin (MONA).
DAFTAR PUSTAKA
• Irmalita, Juzar D, Andrianto, Setianto B, Tobing D, Firman D, et al. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015
• Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid II. Edisi ke IV. 2016. Jakarta. Balai penerbit FKUI. p.748-755.
• Pramadiaz AT, Fadil M, Mulyani H. Hubungan faktor risiko terhadap kejadian sindroma koroner akut pada pasien dewasa muda di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal kesehatan andalas. 2016;
5(2).
• Rilantono LI. Buku ajar: Penyakit Kardiovaskular (PKV). Edisi ke III. 2015. Jakarta. Balai penerbit FKUI. p.138-160.
• Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut. Edisi ke III. 2015. Penerbit Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. p. 1-59.
• Badriyah F, Kadarsih S, Permatasari Y. Latihan Fisik Terarah Penderita Post Sindrom Koroner Akut dalam Memperbaiki Otot Jantung. Muhammadiyah Journal of Nursing. 2011;1(1):28-9
• Susilo C, Sujuti H, Andri T. Hubungan Luas Infark Miokard (Berdasar Skor Selvester) dengan Respon Nyeri Dada pada Pasien Sindrom Koroner Akut (SKA) di RSD Dr. Soebandi Jember. Jurnal
Ilmu Keperawatan. 2013;1(2):92
• Tortora GJ, Derrickson B. 2012. The Cardiovascular System: The Heart. In: Roesch,B., et al., eds. Principles of Anatomy and Physiology.13hed. USA: John Wiley & Sons,763
• Guyton, Baraas F. Fisiologi. Jakarta:EGC; 2006
• Overbaugh K. Acute Coronary Syndrome. AJN. 2009;109(5):43
• Nurulita A, Bahrun U, Arif M. Perbandingan kadar apolipoprotein B dan fraksi lipid sebagai faktor risiko sindrom koroner akut. Jurnal Kesehatan. 2011;1(1).
• Dapartemen Kesehatan RI. Pharmaceutical care untuk pesien penyakit jantung koroner: fokus sindrom koroner akut. Penerbit Departemen kesehatan RI. 2007.
• Burazerl G, Goda A, Sulo G, Stefa J, Roshi E, Kark J. Conventional risk factors and acute coronary syndrome during a period of sosioeconomic transition: population-based case-control study in
Tirana, Albania. 2007. Croat Med J; 48:225-33.
• Halimuddin. Tekanan darah dengan kejadian infark pasien acute coronary syndrome. Jurnal nursing. 2016; 7(3).
• Nerrida S. Karakteristik penderita penyakit jantung koroner rawat Inap di RSUP H. Adam Malik. 2009.
• Lilly, L.S.Pathophysiology of Heart Disease : A Collaborative Project of Medical Students and Faculty. Edisi Keempat. Baltimore-Philadelpia. Lippincott Williams & Wilkins, 2007; 225-243.
• Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut. Edisi ke IV. 2018. Penerbit Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. p. 1-71.
• Tumade B, Jim EL, Joseph VFF. Prevalensi sindrom koroner akut di RSPU Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode 1 Januari 2014 – 31 Desember 2014. Jurnal e-Clinic. 2016; 4(1).

Anda mungkin juga menyukai