Anda di halaman 1dari 17

KETUHANAN

1. DEFINISI TUHAN
Berikut beberapa pandangan filsuf tentang Tuhan:

a. Socrates 
Socrates (380-450 SM), filosof Yunani, yang secara mendalam mempengaruhi
filsafat Barat lewat pengaruhnya terhadap Plato. Tuhan dalam pandangan Socrates
-sebagaimana manusia- memiliki kekuatan berpikir. Artinya bahwa dalam tatanan
semesta juga terdapat kekuatan sedemikian. Khususnya kita lihat bahwa alam
semesta ini memiliki tatanan dan sistemik, dan bukan tanpa tatanan dan non-
sistemik. Socrates menegaskan bahwa setiap perkara itu memiliki tujuan, dan dzat
Tuhan adalah tujuan keberadaan alam semesta ini.
c. Aristoteles
  Aristoteles (384-322 SM), filosof dan ilmuwan ternama Yunani.
Dalam Metafisika-nya, Aristoteles berargumentasi dalam menetapkan keberadaan
satu wujud Ilahiah, yang dijelaskan sebagai Prime Mover (penggerak agung), yang
bertanggung jawab bagi kesatuan dan kebertujuan alam semesta. Tuhan merupakan
sosok paripurna. Oleh karena itu, Dia merupakan aspirasi segala sesuatu di kosmos
ini, lantaran segala sesuatu berhasrat untuk berbagi kesempurnaan. Di alam kosmos
ini terdapat penggerak-penggerak yang lain – penggerak-penggerak cerdas dari
planet-planet dan bintang-bintang (Aristoteles menyangka bahwa jumlah dari
penggerak cerdas ini adalah “55 atau 47”). Kendati Penggerak Agung ( The Prime
Mover), atau Tuhan, yang dijelaskan oleh Aristoteles tidak cukup sesuai dengan
tujuan-tujuan religius. Betapapun, Aristoteles membatasi “teologinya” pada apa yang
ia percayai sesuai dengan tuntutan ilmiah dan dapat dibuktikan secara ilmiah
d. Thomas Aquinas
Aquinas beranggapan bahwa seluruh burhan (argumen) untuk membuktikan
eksistensi Tuhan adalah burhan apriori (inni). Lantaran ia percaya bahwa tiada
satupun yang dapat menduduki posisi sebab bagi Tuhan. Dan Tuhan adalah wujud
yang seutuhnya tanpa sebab. Apabila Tuhan eksis, maka selain-Nya merupakan
akibat dari keberadaan-Nya. Tuhan secara mutlak ada (yakni secara esensial bukan
non-esensial).
Aquinas mengemukakan lima jalan dan argumen apriori (inni) untuk mengitsbat
dan membuktikan wujud Tuhan, dimana seluruhnya adalah makhluk-makhluk yang
menjadi media untuk membuktikan wujud Tuhan. Kelima argumen apriori tersebut
antara lain:
1. Argumen gerak.
2. Argumen sebab pelaku .
3. Argumen kontingen dan wujub(necessity).
4. Arguman gradasi kesempurnaan .
5. Argumen keteraturan Dalam Summa Theologica.
e. Immanuel Kant
Immanuel Kant (1724-1804) adalah salah seorang filosof besar Barat. Kant memberikan
empat batasan metodelogi untuk membuktikan wujud Tuhan. Kendati ia mengajukan kritik
terhadap argumen-argumen yang mengitsbat eksistensi Tuhan dalam ranah theoretical
reason (akal teoritis), namun sepenuhnya percaya pada argumen-argumen moral ( practical
reason) dalam membuktikan wujud Tuhan. Kant dalam domain akal teoritis membagi
argumen-argumen dalam membuktikan wujud Tuhan menjadi tiga bagian:
1. Argumen natural – teologikal atau teleologikal
Dalam argumen ini bertitik-tolak pada eksperimentasi tipikal dan tertentu dari fitrah khusus
alam kendriya (inderawi) dan sesuai dengan hukum kausalitas dalam membuktikan wujud
Tuhan. Atau dengan ungkapan lain, Tuhan dapat dipahami dan diketahui melalui sistemik
dan tertatanya alam semesta bahwa Dia adalah Sebab Pertama.
2. Argumen kosmologikal
dalam argumen ini melalui pengalaman-pengalaman yang tidak tipikal dan khusus
yaitu huduts (baru) dan imkan (kontingen) alam semesta atau segala sesuatu yang ada di
alam semesta, setidaknya keberadan seseorang dan kemudian dapat diketahui keberadaan
wajib al-wujud
3. Argumen ontologikal
Dalam argumen ini wujud Tuhan dapat dibuktikan dengan menganalisa pahaman
kesempurnaan mutlak. Argumen yang diintrodusir oleh Kant merupakan argumen yang
dapat menuai hasil dalam membuktikan wujud Tuhan. Dalam argumen moral ini, melalui
pahaman “harus” moral “eksis” dan “ada” wujud Tuhan dapat dibuktikan.
2. SEJARAH PEMIKIRAN MANUSIA TENTANG TUHAN
1. Pemikiran Barat
Yang dimaksud konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia adalah konsep yang
didasarkan atas hasil pemikiran baik melalui pengalaman lahiriah maupun batiniah, baik
yang bersifat penelitian rasional maupun pengalaman batin. Dalam literatur sejarah
agama, dikenal teori evolusionisme, yaitu teori yang menyatakan adanya proses dari
kepercayaan yang amat sederhana, lama kelamaan meningkat menjadi sempurna.
Teori tersebut mula-mula dikemukakan oleh Max Muller, kemudian dikemukakan oleh
EB Taylor, Robertson Smith, Lubbock, dan Jevens. Proses perkembangan pemikiran
tentang Tuhan menurut teori evolusionisme adalah sebagai berikut:

a. Dinamisme
Merupakan pola kepercayaan manusia terhadap adanya kekuatan yang maha dasat
yang berpengaruh dalam kehidupan. Kekuatan tersebut diyakini bersemayam dalam
benda-benda
b. Animisme
Merupakan pola kepercayaan manusia terhadap roh gaib yang diyakini memiliki peran
besar dalam kehidupan manusia
c. Politeisme
Merupakan pola kepercayaan manusia yang percaya terhadap dewa-dewa.
d. Henoteisme
Merupakan pola kepercayaan manusia yang diusung atas motif ketidak
puasan atas keberadaan dewa-dewa yang jumlahnya banyak sehingga diperlukan
pengkultusan terhadap beberapa dewa saja.

e. Monoteisme
Merupakan pola kepercayaan manusia terhadap satu Tuhan.

• ANIMISME
DINAMISME

ANIMISME

POLITHEISME

HENOTHEISME

MONOTHEISME
2. Pemikiran Umat Islam
a. Konsepsi Aqidah
Didalam konsepsi aqidah membahasan tentang:
1. Iyat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan (Tuhan/Allah),
seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, perbuatan dan lain-lain.
2. Nubuwat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul,
termasuk pembicaraan mengenai Kitab-Kitab Allah, Mukjizat, keramat dan sebagainya.
3. Ruhaniyat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik
seperti Malaikat, Jin, Iblis, setan, Roh dan lain sebagainya.
4. Sam’iyyat
Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’iy
yakni dalil naqli berupa al-Quran dan as-sunah, seperti alam barzakh, akhirat, azab
kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan seterusnya.
b. Konsep Tauhid
Aliran-aliran tersebut adalah :
1. Mu’tazilah
Menurut Mu’tazilah dengan Akal, manusia dapat mengetahui akan adanya Tuhan
sekalipun tanpa bantuan Wahyu. Adapun fungsi wahyu adalah sebagai konfirmasi
dan informasi atas apa yang telah diketahui oleh akal.
2. Qadariah
Qadariah berpandapat bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak dan
berbuat. Manusia sendiri yang menghendaki apakah ia akan kafir atau mukmin dan
hal itu menyebabkan manusia harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
3. Jabariah
Jabariah merupakan pecahan dari murjiah berteori bahwa manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam berkehendak dan berbuat. Semua tingkah laku manusia
ditentukan dan dipaksa oleh Tuhan.
4. Asy’ariyah dan Maturidiyah
Menurut Asy’ariah betul manusia dengan akalnya dapat mengetahui adanya Tuhan,
namun untuk mengetahui tata cara menyembahnya (beribadah) diperlukan Wahyu.
3. KONSEP KETUHANAN DALAM ISLAM

A. Filsafat Ketuhanan Dalam Islam
filsafat ketuhanan adalah pemikiran para manusia dengan pendekatan akal budi
tentang Tuhan. Perkataan Tuhan merupakan terjemahan dari kalimat Rab ‫)رب‬dalam
(
bahasa Arab yang merujuk pada interpretasi ulama terhadap S. al-Jatsiyat:23 dan al-
Qashas : 38 yang didalamnya termaktum kalimat Ilah ( ‫( )اااله‬Tuhan) yang ayat-ayat
tersebut berbunyi :

• QS : 45 (Al-Jatsiiyah) : 23
Artinya :
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai
Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci
mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka
siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).
Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”
• QS : 28 (Al-Qashash) : 38
Artinya :
dan berkata Fir'aun: "Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu
selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah
untukku bangunan yang Tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan
Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang pendusta".

Menurut Ibnu Taimiyah Al-Ilah adalah yang dipuja dengan penuh kecintaan hati,
tunduk kepada-Nya merendahkan diri dihadapannya, takut dan mengharapkannya,
kepadanya umat tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa dan
bertawakal kepada-Nya dan menimbulkan ketenangan disaat mengingatnya dan
terpaut cinta kepadanya.

Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “la ilaaha illa Allah”. Susunan kalimat
tersebut dimulai dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti
dengan penegasan “melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus
membersihkan diri dari segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada
dalam hatinya hanya ada satu Tuhan, yaitu Allah SWT.
4. PEMBUKTIAN WUJUD TUHAN DALAM ISLAM
1. Metode Pembuktian Ilmiah
Tantangan zaman modern terhadap agama terletak dalam masalah metode
pembuktian. Metode ini mengenal hakikat melalui percobaan dan pengamatan,
sedang akidah agama berhubungan dengan alam di luar indera, yang tidak mungkin
dilakukan percobaan (agama didasarkan pada analogi dan induksi). Hal inilah yang
menyebabkan menurut metode ini agama batal, sebab agama tidak mempunyai
landasan ilmiah.

     2. Keberadaan Alam Membuktikan Adanya Tuhan
Adanya alam serta organisasinya yang menakjubkan dan rahasianya yang pelik,
tidak boleh tidak memberikan penjelasan bahwa ada sesuatu kekuatan yang telah
menciptakannya, suatu “Akal” yang tidak ada batasnya. Setiap manusia normal
percaya bahwa dirinya “ada” dan percaya pula bahwa alam ini “ada”. Dengan dasar
itu dan dengan kepercayaan inilah dijalani setiap bentuk kegiatan ilmiah dan
kehidupan. Jika percaya tentang eksistensi alam, maka secara logika harus percaya
tentang adanya Pencipta Alam.
3. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Fisika
Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam menciptakan
dirinya sendiri (alam bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi setelah
ditemukan “hukum kedua termodinamika” (Second law of Thermodynamics),
pernyataan ini telah kehilangan landasan berpijak.
Hukum tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori
pembatasan perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya alam tidak
mungkin bersifat azali. . Seandainya alam ini azali, maka sejak dulu alam sudah
kehilangan energinya, sesuai dengan hukum tersebut dan tidak akan ada lagi
kehidupan di alam ini. Oleh karena itu pasti ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan.

4. Pembuktian Adanya Tuhan dengan Pendekatan Astronomi
Logika manusia dengan memperhatikan sistem yang luar biasa dan organisasi
yang teliti, akan berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini terjadi dengan
sendirinya, bahkan akan menyimpulkan bahwa di balik semuanya itu ada kekuatan
maha besar yang membuat dan mengendalikan sistem yang luar biasa tersebut,
kekuatan maha besar tersebut adalah Tuhan.
5. PROSES TERBENTUKNYA IMAN

Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pemupukan yang
berkesinambungan. Benih yang unggul apabila tidak disertai pemeliharaan yang
intensif, besar kemungkinan menjadi punah. Demikian pula halnya dengan benih
iman. Berbagai pengaruh terhadap seseorang akan mengarahkan iman/kepribadian
seseorang, baik yang datang dari lingkungan keluarga, masyarakat, pendidikan,
maupun lingkungan termasuk benda-benda mati.

Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung, baik


yang disengaja maupun tidak disengaja amat berpengaruh terhadap iman seseorang.
Tingkah laku orang tua dalam rumah tangga senantiasa merupakan contoh dan
teladan bagi anak-anak. Tingkah laku yang baik maupun yang buruk akan ditiru
anak-anaknya. . Dalam hal ini Nabi SAW bersabda, “Setiap anak, lahir membawa
fitrah. Orang tuanya yang berperan menjadikan anak tersebut menjadi Yahudi,
Nasrani, atau Majusi”.
Pada dasarnya, proses pembentukan iman juga demikian. Mengenal ajaran Allah
adalah langkah awal dalam mencapai iman kepada Allah. Jika seseorang tidak
mengenal ajaran Allah, maka orang tersebut tidak mungkin beriman kepada Allah.

Seseorang yang menghendaki anaknya menjadi mukmin kepada Allah, maka


ajaran Allah harus diperkenalkan sedini mungkin sesuai dengan kemampuan anak itu
dari tingkat verbal sampai tingkat pemahaman. Bagaimana seorang anak menjadi
mukmin, jika kepada mereka tidak diperkenalkan al-Qur’an.

Di samping proses pengenalan, proses pembiasaan juga perlu diperhatikan,


seorang anak harus dibiasakan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah
dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya, agar kelak setelah dewasa menjadi senang
dan terampil dalam melaksanakan ajaran-ajaran Allah.
Dalam keadaan tertentu, sifat, arah, dan intensitas tingkah laku dapat dipengaruhi
melalui campur tangan secara langsung, yakni dalam bentuk intervensi terhadap
interaksi yang terjadi. Dalam hal ini dijelaskan beberap prinsip dengan
mengemukakan implikasi metodologinya, yaitu:

1. Prinsip pembinaan berkesinambungan
Proses pembentukan iman adalah suatu proses yang penting, terus menerus,
dan tidak berkesudahan.

2. Prinsip internalisasi dan individuasi
Suatu nilai hidup antara lain iman dapat lebih mantap terjelma dalam bentuk
tingkah laku tertentu, apabila anak didik diberi kesempatan untuk menghayatinya
melalui suatu peristiwa internalisasi (yakni usaha menerima nilai sebagai bagian dari
sikap mentalnya) dan individuasi (yakni menempatkan nilai serasi dengan sifat
kepribadiannya).
3. Prinsip sosialisasi
Pada umumnya nilai-nilai hidup bru benar-benar mempunyai arti apabila telah
memperoleh dimensi sosial. Oleh karena itu suatu bentuk tingkah laku terpola baru
teruji secara tuntas bilamana sudah diterima secara sosial.

4. Prinsip konsistensi dan koherensi
Nilai iman lebih mudah tumbuh terakselerasi, apabila sejak semula ditangani
secara konsisten, yaitu secara tetap dan konsekuen, serta secara koheren, yaitu
tanpa mengandung pertentangan antara nilai yang satu dengan nilai lainnya.

5. Prinsip integrasi
Hakikat kehidupan sebagai totalitas, senantiasa menghadapkan setiap orang
pada problematika kehidupan yang menuntut pendekatan yang luas dan menyeluruh.
6. KORELASI ANTARA KEIMANAN DAN KETAKWAAN
Keimanan dan Keesaan Allah yang dikenal dengan istilah tauhid dibagi menjadi
2 yaitu :
• Tauhid Teoritis
Adalah tauhid yang membahas tentang keesaan Zat dan perbuatan Tuhan.
• Tauhid Praktis
Disebut juga tauhid ibadah berhubungan dengan amal dan ibadah manusia.

Dalam ajaran Islam yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid
yang tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan manusia dalam kehidupan sehari-
hari.
Dalam menegakkan tauhid,seseorang harus menyatukan iman dan
amal,konsep,dan pelaksanaan, pikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks.
Dengan demikian bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengertian yakin dan
percaya kepada Allah melalui fikiran membenarkan dengan hati, mengucapkan
dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatannya. Oleh karena itu seseorang
baru dikatakan beriman dan bertakwa, apabila sudah menguucapkan kalimat tauhid
dan dengan mengamalkan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Anda mungkin juga menyukai