Anda di halaman 1dari 31

 Mikobakteria - Mycobacterium tuberculosis

complex
 M. tuberculosis (plg sering dan penting bagi
manusia)
 Bentuk batang ramping, tidak ada spora,
ukuran 0,5 – 3,0 mili mikron, basil tahan
asam
 1990: 90% dari kasustersebut berasal dari
negara sedang berkembang.
 1995: 95% berasal dari negara sedang
berkembang.
 TB yang tidak diterapi adalah fatal, 1/3
mati dalam satu tahun dan 1/2 mati
dalam 5 tahun setelah diagnosis.
 Diantara pasien BTA +, 5 years
mortality: 65%.
 Diantara pasien yang hidup pada 5
tahun: 60% remisi spontan
 batuk (paling dini dan paling sering) > 2 mg ,
dahak (kental dan sedikit, kuning/kuning
hijau),
 batuk darah,
 nyeri dada, wheezing, sesak nafas (dyspnea)
 Gejala umum seperti panas badan,
menggigil, keringat malam, gangguan
menstruasi, anoreksia, dan berat badan
menurun.
 Gambaran rontgenologis, sudah
tampak 2-3 tahun sebelum ada gejala
klinis.
 Pemeriksaan laboratorium
  dahak : terdapat basil tahan asam
  cairan pleura (makroskopis dan
mikroskopis)
  darah (tidak khas)
 Untuk melihat adanya reaksi imunitas
selular setelah 4-6 minggu infeksi
pertama dengan basil tbc. Dilakukan
tes Mantoux dengan Purified Derivative
of Tuberculin (PPD), disuntikkan
intradermal pada 1/3 atas ektensor kiri.
Pembacaan 6-8 jam/48 jam/72 jam,
hasil positif bila terjadi indurasi > 10
mm.
Uji tuberkulin dapat dipakai untuk :
 mencapai high-risk group untuk TB

 pra vaksinasi BCG

 survailans TB untuk menemukan


prevalensi infeksi TB dan insidens TB
 Dengan Pemeriksaan dahak dgn ZN ,
ditemukan kuman basil tahan asam,
 Pada anak2 dg Sistem Skooring TB
Anak
 Diagnosa TB sangat tergantung pada :
- - Penderita
- - Reagen
- - Petugas TB
 Manifestasi klinis
 TB Paru:
 TB primer
 TB post primer (sekunder)

 TB Ekstra Paru:
 Jaringan tubuh selain paru: pleura,
pericarditis, saluran kemih, saluran
pencernaan, meningitis.
 Prinsip Pengendalian:

 Deteksi kasus yang tepat.


 Ketersediaan obat jangka pendek dengan
PMO pada semua pasien.
 Skrining pada kelompok risiko tinggi
(negara dengan prevalensi rendah)
 Survei kontak
 Pembatasan penularan di RS, rumah
penampungan gelandangan/panti sosial,
penjara
 Lima obat utama yang merupakan firs-
tline agents : isoniazid, rifampicin,
pyrazinamide, ethambutol, streptomisin.
 Obat second-line : kanamisin, amikasin,
kapreomisisn dan ethionamid, sikloserin,
dan PAS [para-aminosalisilic acid],
quinolone [ofloxacin, sparfloxacin,
levofloxacin], clofazimin, amithiozon, dan
amoksisilin/clavulanic acid.
 Regimen jangka pendek
 Fase awal (fase bakterisidal), untuk
membunuh basil tuberkel, mengatasi gejala,
dan pasiem menjadi tidak infeksius.
 Fase lanjutan (fase sterilisasi), untuk
mengeliminasi semidormant “persisters”.
Dua strategi pendekatan untuk
mengatasi
ketidakpatuhan dalam minum obat
TB yaitu :

 Direct Observation of Treatment (DOT)


 Penyediaan obat-obatan dalam
formulasi kombinasi
 Pemeriksaan BTA pada bulan ke 2, 5, dan 6.
Bila >5 bulan BTA positif menunjukkan
pengobatan gagal.
 Terhadap toksisitas obat. Efek samping
adalah hepatitis (yang paling sering),
artralgia, hiperurisemia, neuritis syaraf mata
(neuritis optikus), kerusakan syaraf
kedelapan (obat harus dihentikan); gatal-
gatal atau rasa tidak enak pada perut (obat
tidak perlu dihentikan).
 Foto rontgen paru pada akhir
pengobatan berguna sebagai
pembanding terhadap berkembangnya
recurrent TB.
 Kegagalan pengobatan : jika kultur
tetap positif sesudah 3 bulan atau BTA
tetap positif setelah 5 bulan.
 Imunisasi BCG
 Kemoterapi dengan isoniazid
 Prioritas utama adalah deteksi kasus dan
ketersediaan DOTS (directly observed
treatment short-term) dan untuk
daerah/negara dengan prevalensi TB rendah
dan sumber daya adekuat bisa dilakukan
skrining untuk kelompok risiko tinggi
(imigran yang berasal dari negara prevalensi
TB tinggi dan orang dengan HIV positif).
 Penyelidikan dan pengamatan kontak penderita
TB.
 Membatasi penularan dengan :
 isolasi penderita yang diduga TB sampai
terbukti tidak infeksius.
 Ventilasi yang tepat pada ruang penderita TB.
 Penggunaan cahaya matahari pada tempat
dengan risiko tinggi penularan TB.
 Skrining periodik terhadap kontak TB atau yang
dicurigai TB.
 Deteksi kasus terutama temua kasus pasif
(pemeriksaan BTA sputum dari pasien
dengan batuk lebih dari 3 minggu)
 Supervisi Pelaksanaan standart terapi
jangka pendek terhadap semua pasien
dengan BTA positif dengan pengobatan
 Pembentukan dan pemeliharaan sistem
peyediaan obat yang teratur
 Pembentukan dan pemeliharaan suatu
sitem yang efektif terhadap evaluasi
pasien dan manajemen program.
Faktor risiko
 Jumlah kasus TB di dalam suatu masyarakat
(sumber penularan)
 Lamanya kasus TB tersebut bersifat infeksius
 Lama kontak dengan sumber penularan
 Karakteristik kontak/interaksi (keeratan kontak,
kepadatan rumah, letak rumah desa/kota)

Intervensi paling penting untuk mengurangi


paparan:
 Identifikasi kasus TB infeksius sedini mungkin
 Pengobatan kasus TB secara efektif
 infeksi HIV (RR > 10)
 lesi fibrotik (ukuran lesi  2 cm risiko 2x
berkembangnya TB dibandingkan pada
pasien dengan lesi < 2 cm)
 silikosis
 kanker leher dan kepala
 hemophilia
 terapi imunosupresi
 hemodialisis
 Berar badan kurang
 Diabetes
 Perokok berat
 Gatrectomy
 Jejuno ileal bypass
 Dosis injeksi
Menurut usia, puncak insidens TB:
 Pada kelompok umur 1-4 tahun
 Kelompok remaja dan dewasa muda
 Risiko TB meningkat pada usia lebih dari 60
tahun.

Menurut jenis kelamin:


 Risiko TB lebih besar pada wanita dibandingkan
pria pada kelompok umur 15-44 tahun.
 Risiko TB lebih rendah pada wanita dibandingkan
pria pada kelompok umur diatas 44 tahun.
Riwayat kontak sebelumnya:
 Risiko lebih besar pada populasi yang belum
pernah ada kontak dengan TB sebelumnya
 
Menurut golongan darah: (studi di Eskimo)
 Pasien TB secara signifikan lebih banyak memiliki
golongan darah AB atau B dibandingkan O atau A.
 
Menurut tipe HLA (tidak konsisten):
 Risiko meningkat pada tipe A11-B15 dan DR2.

 
Menurut berat badan:
 Risiko meningkat 3,4 kali pada orang-orang
dengan underweight 10% dibandingkan
overweight  10%.
Menurut perilaku:

 Diet vegetarian yang ketat merupakan faktor


risiko TB.
 Risiko TB meningkat dengan pengurangan
konsumsi daging atau ikan.
 Risiko TB lebih besar pada perokok
dibandingkan bukan perokok (OR meningkat
dengan peningkatan jumlah rokok).
 Penyalahgunaan alkohol, penyalahgunaan
obat-obatan melalui injeksi mempengaruhi
kejadian TB.
 Malnutrisi mempengaruhi berkembangnya TB.
Menurut kondisi medis:

 Risiko TB 26x lebih besar pada


pekerja tambang dengan silikosis
dibandingkan tanpa silikosis.
 Risiko TB 3x lebih besar pada pasien
DM dibandingkan populasi umum.
 Risiko 10-15x lebih besar pada
pasien dengan GGT dengan
hemodialisis dibandingkan populasi
umum.
 Risiko 5x lebih besar pada laki-laki
dengan gastrktomi diabndingkan
laki-laki tanpa gastrektomi.
 Lebih sering dijumpai pada pasien
kanker paru dan limfoma maligna.
 Lebih sering dijumpai pada obesitas
dengan tindakan bypass jejuno-ileal.
 Lebih sering terdapat pada psien
dengan terapi kortikosteroid.
 Kemiskinan
 Pengabaian terhadap pengendalian TB (inadekuat
dari temuan kasus, terapi dan penyembuhan)
 Perubahan demografi (peningkatan penduduk
dunia dan perubahan struktur usia)
 Dampak dari pandemi HIV.
 Resistensi obat TB (prevalensi dari resistensi obat
merupakan indikasi dari kualitas pengendalian TB)
Tren TB di masa mendatang di
negara
berkembang, ditentukan oleh:

 Langkah pengendalian yang efektif


 Dinamika epidemi HIV
 Munculnya resistensi obat
Faktor risiko, tergantung pada:
 Letak, tipe, dan keparahan penyakit.

 Jangka waktu diagnosis.

 Awal terapi yang tepat.

Anda mungkin juga menyukai