Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
NAMA:
VERDI WAHYUDI
FAUZAN
H.FAUZAN
HANAFI
HARIS HAFIZI
1.PENGERTIAN
Sisi wajah yang mengalami kelumpuhan menjadi datar dan tanpa ekspresi, tetapi
penderita merasa seolah-olah wajahnya terpuntir.
Sebagian besar penderita mengalami mati rasa atau merasakan ada Beban di
wajahnya, meskipun sebetulnya sensasi di wajah adalah normal.
Jika bagian atas wajah juga terkena, maka penderita akan mengalami kesulitan dalam
menutup matanya di sisi yang terkena.
5.PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Fisis
Kelumpuhan nervus fasialis mudah terlihat hanya dengan
pemeriksaan fisik tetapi yang harus diteliti lebih lanjut adalah
apakah ada penyebab lain yang menyebabkan kelumpuhan
nervus fasialis.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
menegakkan diagnosis Bell’s palsy.
3. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bell’s palsy.
Pemeriksaan CT-Scan dilakukan jika dicurigai adanya fraktur
atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, sklerosis multipel
dan AIDS pada CNS. Pemeriksaan MRI pada pasien Bell’s
palsy akan menunjukkan adanya penyangatan (Enhancement)
pada nervus fasialis, atau pada telinga, ganglion genikulatum.
6.PENATALAKSANAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan tonus otot
wajah dan untuk mencegah atau meminimalkan denervasi. Klien harus
diyakinkan bahwa keadaan yang tejadi bukan stroke dan pulih dengan
spontan dalam 3-5 minggu pada kebanyakan klien.
Terapi kortikosteroid (prednison) dapat diberikan untuk menurunkan
radang dan edema, yang pada gilirannya mengurangi kompresi
vaskuler dan memungkinkan perbaikan sirkulasi darah ke saraf
tersebut. Pemberian awal terapi kortikosteroid ditujukan untuk
mengurangi penyakit semain berat, mengurangi nyeri dan membantu
mencegah atau meminimalkan denervasi.
Nyeri wajah dikontrol dengan analgesik. Kompres panas pada sisi
wajah yang sakit dapat diberikan untuk meningkatkan kenyamanan
dan aliran darah sampai ke otot tersebut.
Stimulasi listrik dapat diberikan untuk mencegah otot wajah menjadi
atrofi. Walaupun banyak klien pulih dengan pengobatan konservatif,
namun eksplorasi pembedahan pada saraf wajah dapat dilakukan
pada klien yang cenderung mempunyai tumor atau untuk dekompresi
saraf wajah melalui pembedahan untuk merehabilitasi keadaan
paralisis wajah.
7.PROGNOSIS
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan klien dengan Belll’s palsy meliputi anamnesis riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik dan pengkajian psikososial.
1. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan dalah
berhubungan dengan kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi.
2. Riwayat penyakit saat ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk menunjang keluhan utama
klien. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh, atau bertambah buruk. Pada pengkajian klien Bell;s palsy biasanya
didapatkan keluhan kelumpuhan otot wajah pada satu sisi.
Kelumpuhan fasialis ini melibatkan semua otot wajah sesisi. Bila dahi dikerutkan, lipatan
kulit dahinya hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Bila klien disuruh memejamkan
kedua matanya, maka pada sisi yang tidak sehat, kelopak mata tidak dapat menutupi bola
mata dan berputarnya bola mata keatas dapat disaksikan. Fenomena tersebut dikenal
sebagai tanda bell.
3. Riwayat penyakti dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan
atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami
penyakit iskemia vaskuler, otitis media, tumor intrakranial, truma kapitis, penyakit
virus (herpes simplek, herpes zoster), penyakit autoimun, atau kombinasi semua
faktor ini. Pengkajian pemakaian obat-obatan yang sering digunakan klien, pengkajian
kemana klien sudah meminta pertolongan dapat mendukung pengkajian dari riwayat
penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
4. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien Bell’s palsy meliputi beberapa penilaian yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kogniti dan perilaku klien
Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien, pemeriksaan fisik
sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya
dilakukan persistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (brain) yang
terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien. Pada klien Bell’s palsy biasanya
didapatkan tanda-tanda vital dalam batas normal.
B1 (breathing)
Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan inspeksi didapatkan klien tidak batuk,
tidak sesak napas, tidak ada penggunaan otot bantu napas dan frekuensi pernapasan dalam
batas normal. Palpasi biasanya taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Perkusi didapatkan
resonan pada seluruh lapangan paru. Auskultasi tidak didengar bunyi napas tambahan.
B2 (Blood)
Bila tidak ada penyakit lain yang menyertai pemeriksaan nadi dengan frekuensi dan irama yang
normal. TD dalam batas normal dan tidak terdengar bunyi jantung tambahan.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian
pada sistem lainnya.
1. Tingkat kesadaran
Pada Bell’s palsy biasanya kesadaran klien compos mentis.
2. Fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien,
observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada klien Bell’s palsy biasanya statul
mental klien mengalami perubahan.
4. Sistem motorik
Bila tidak melibatkan disfungsi neurologis lain, kekuatan otot normal, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada
Bell’s palsy tidak ada kelainan.
5. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respons
normal.
6. Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kejang dan distonia. Pada beberapa keadaan sering ditemukan Tic fasialis.
7. Sistem sensorik
Kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri dan suhu tidak ada kelainan.
B4 (Blader)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume haluaran
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke
ginjal.
B5 (bowel)
Mulai sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan
nutrisi pada klien bell’s palsy menurun karena anoreksia dan kelemahan otot-otot
pengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral menjadi
berkurang.
B6 (Bone)
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ds: merasa malu karena adanya kelumpuhan otot wajah terjadi pada satu sisi lain
Do: dahi di kerutkan,lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja.
Tujuan :konsep diri klein meningkat
Criteria hasil :klien mampu menggunakan koping yang positif
Intervensi :
Intervensi :
a) Kaji kemampuan belajar, tingkatkan kecemasan, partisipasi, media yang sesuai untuk belajar.
R/ indikasi progresif atau reaktivasi penyakit atau efek samping pengobatan serta untuk evaluasi lebih
lanjut.
b) Identifikasi tanda dan gejala yang perlu dilaporkan keperawat
R/ meningkatkan kesadaran kebutuhan tentang perawatan diri untuk meminimalkan kelemahan.
c) Jelaskan instruksi dan informasi misalnya penjadwalan pengobatan.
R/ meningkatkan kerja sama/ partisipasi terapeutik dan mencegah putus obat.
d) Kaji ulang resiko efek samping pengobatan
R/ dapat mengurangi rasa kurang nyaman dari pengobatan untuk perbaikan kondisi klien.
e) Dorong klien mengeksperesikan ketidaktahuan/kecemasan dan beri informasi yang dibutuhkan.
R/ memberikan kesempatan untuk mengoreksi persepsi yang salah dan mengurangi kecemasan.
THANKS