Anda di halaman 1dari 22

KONSEP TEORI DAN KONSEP

ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN MYASTENIA
GRAVIS
KELOMPOK 6:
ALID TRI UTORO (P07120316001)
AZRIL NAZAHAR (P07120316005)
BAIQ DINDA DEWI L. (P07120315010)
BALQIS MUTHI’AH (P07120316009)
CERRY ARISANDHY D. (P07120316011)
LINA SOLIHAN (P07120316033)
 Myastenia Gravis yang berarti “kelemahan otot yang
serius” adalah satu-satunya penyakit neuromuskuler yang
menggabungkan kelelahan cepat otot voluntar dan
waktu penyembuhan yang lama (penyembuhan dapat
butuh waktu 10 hingga 20 kali lebih lama daripada
normal). (Sylvia A. Price : 1148, 1995)
 Myastenia gravis merupakan gangguan yang
mempengaruhi trasmisi neuromuskuler pada otot tubuh
yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang (volunteer) .
Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang
berlebihan dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot
volunter dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial
(Brunner and Suddarth, 2002)

PENGERTIAN MYASTENIA GRAVIS


 Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan
dengan gangguan transmisi pada neuromuscular
junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan
unsur otot.
 Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler
pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan,
pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh
atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori
terakhir, faktor imunologik yang berperan.

ETIOLOGI
 Miastenia gravis merupakan penyakit yang jarang ditemui.
Angka kejadiannya 20 dalam 100.000 populasi.
 Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada umur
diatas 50 tahun. Wanita lebih sering menderita penyakit ini
dibandingkan pria dan dapat terjadi pada berbagai usia.
Pada wanita, penyakit ini tampak pada usia yang lebih
muda, yaitu sekitar 28 tahun, sedangkan pada pria,
penyakit ini sering terjadi pada usia 60 tahun.
 Pada beberapa kasus, beberapa bayi dari ibu dengan
Miastenia gravis dapat memperoleh antibodi anti AchR
saat lahir, dapat menderita Miastenia neonatus sementara
dan dapat menghilang beberapa minggu setelah lahir.

INSIDEN
Klasifikasi Klinis
Kelompok I Miastenia Okular Hanya menyerang otot-otot ocular, disertai ptosis dan
diplopia
Kelompok Miastenia Umum
A. Miastenia umum ringan  Awitan (onset) lambat, biasanya pada mata, lambat laun
menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar
 System pernafasan tak terkena. Respon terhadap terapi
obat baik
 Angka kematian rendah
A. Miastenia umum sedang  Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular,
lalu berlanjut semakin berat dengan terserangnya seluruh
otot-otot rangka dan bulbar
 Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih nyata
dibandingkan dengan miastenia umum ringan. Otot-otot
pernafasan tak terkena
 Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan
aktivitas klien terbatas, tetapi angka kematian rendah

KLASIFIKASI
A. Miastenia umum sedang  Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala ocular, lalu
berlanjut semakin berat dengan terserangnya seluruh otot-otot
rangka dan bulbar
 Disartria, disfagia, dan sukar mengunyah lebih nyata dibandingkan
dengan miastenia umum ringan. Otot-otot pernafasan tak terkena
 Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan dan aktivitas klien
terbatas, tetapi angka kematian rendah

A. Miastenia umum berat 1. Fulminan akut:


 Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan
bulbar dan mulai terserangnya otot-otot pernafasan
 Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan
 Respon terhadap obat buruk
 Insiden krisis miastenik, kolinergik, maupun krisis gabungan keduanya
tinggi
 Tingkat kematian tinggi
1. Lanjut
 Miastenia gravis berat timbul paling sedikit 2 tahun setelah awitan
gejala-gejala kelompok I atau II
 Miastenia gravis dapat berkembang secara perlahan atau tiba-tiba
 Respon terhadap obat dan prognosis buruk
 Kelemahan otot ekstrim dan mudah mengalami
kelelahan
 Diplobia (penglihatan ganda)
 Ptosis (jatuhnya kelopak mata)
 Disfonia (gangguan suara)
 Kelemahan diafragma dan otot-otot interkosal
progressif menyebabkan gawat napas.

MANIFESTASI KLINIS
Ptosis Pada Miastenia gravis Generalisata
 Kelopak mata tidak simetris,kiri lebih rendah dari
kanan.
 Setelah menatap 30 detik ptosis semakin bertambah.
 Otot
rangka dan otot lurik dipersarafi oleh nervus
besar bermielin yang berasal dari sel kornu anterior
medula spinalis dan batang otak.
 Daerah khusus yang menghubungkan antara saraf
motorik dengan serabut otot disebut sinaps
neuromuscular atau hubungan neuromuskular.
 Apabila impuls saraf mencapai taut neuromoskular,
membran akson prasinaptik terminal terdepolarisasi,
menyebabkan pelepasan asetilkolin ke dalam celah
sinaptik
 Pada Miastenia Gravis, konduksi neuromuskularnya
terganggu. Jumlah reseptor asetilkolin normal menjadi
menurun yang terjadi akibat cedera autoimun
sehingga terjadi penurunan potensial aksi yang
menyebabkan kelemahan pada otot.

PATOFISIOLOGI
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien miastenia
gravis antara lain:
 Bisatimbul miastenia crisis atau cholinergic crisis akibat
terapi yang tidak diawasi
 Pneumonia

 Bullous death

KOMPLIKASI
Laboratorium
 Anti-acetylcholine receptor antibody
 Anti-striated muscle
 Interleukin-2 receptor
Imaging
 X-ray thoraks
 CT scan thoraks
 MRI otak dan orbita
 Pemeriksaan klinis
Pemeriksaan EMNG
Pemeriksaan antibodi AchRss
Evaluasi Timus

PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Antikolinesterase: menghambat destruksi Ach
 Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol)
 Kortikosteroid

 Intravenous Imunoglobulin
 Dosis: 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2
 Pada MG berat
 Plasmapharesis

 PadaMG berat untuk menghilangkan atau


menurunkan antibodi yang beredar dalam serum
penderita.

PENGOBATAN
 Medikamentosa
 Timektomi
 Plasmaferesis ( Plasma Exchange)
 Intavenous Imunoglobulin ( IV Ig)
 Mekanisme kerja adalah mengurangi kemotaksis atau aktivasi
makrofag.
 Pembedahan
 Plasmapharesis
 Thymectomy
 Ventilasi mekanik/terapi oksigen
 Terapi fisik
 Terapi okupasi
 Obat-obatan: anticholinesterase, kortikosteroid, hormon pituitary
 Dukungan nutrisi (Dewanto dkk, 2009:63)

PENATALAKSANAAN MEDIS
 Identitas klien: meliputi nama, alamat, umur, jenis kelamin, status
 Keluhan utama: kelemahan otot-otot dengan manifestasi
diplopia (penglihathan ganda), ptosis (jatuhnya kelopak mata)
merupakan keluhan utama dari 90% klien miastenia gravis,
disfonia (gangguan suara), masalah menelan dan mengunyah
makanan
 Riwayat kesehatan: Diagnosa miasenia didasarkan pada riwayat
dan pesentasi klinis. Selain itu juga perlu diperhatikan tentang
riwayat penyakit sekarang, dahulu dan riwayat penyakit
keluarga.
 Pengkajian psiko-sosial-spiritual
 Pemeriksaan fisik (B6)

KONSEP ASKEP: PENGKAJIAN


 Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan
otot pernafasan
 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi mucus dan penurunan kemampuan batuk
efektif
 Gangguan aktivitas hidup sehari-hari berhubungan dengan
kelemahan fisik umum, keletihan
 Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,
gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuscular,
kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral
 Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya ptosis,
ketidakmampuan komunikasi verbal

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
 Tujuan: dalam waktu 1×24 jam setelah diberikan intervensi, pola
pernafasan klien kembali efektif.
 Kriteria hasil: irama, frekuensi, dan kedalaman pernafasan dalam
batas normal, bunyi nafas terdengar jelas, respirator terpasang
dengan optimal
 Intervensi keperawatan:
 Kaji kemampuan ventilasi
 Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan
setiap perubahan yang terjadi
 Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam posisi duduk
 Observasi tanda-tanda vital (nadi, RR)
 Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam
 Bantu dan ajarkan klien untuk batuk dan nafas dalam yang
efektif
 Kolaborasi untuk pemasangan respirator

INTERVENSI KEPERAWATAN
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
peningkatan produksi mucus dan penurunan kemampuan batuk
efektif
 Tujuan: dalam waktu 3×24 jam setelah diberikan intervensi, jalan
nafas kembali efektif. Tujuan utama dari intervensi adalah
menghilangkan kuantitas dari viskositas sputum untuk
memperbaiki ventilasi paru dan pertukaran gas.
 Kriteria hasil: dapat mendemonstrasikan batuk efektif, dapat
menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi, tidak
ada suara tambahan, dan pernafasan klien normal (16-
20×/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu nafas.
 Intervensi keperawatan:
 Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum
 Atur posisi semi fowler
 Pertahankan asupan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali
tidak diindikasikan
 Lakukan fisioterapi dada dengan teknik drainage postural,
perkusi, fibrasi dada, serta lakukan suction
Gangguan aktivitas hidup sehari-hari berhubungan dengan
kelemahan fisik umum, keletihan
 Tujuan: infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk
menghilangkan edema inflamasi dan memungkinkan
penyembuhan aksi siliaris normal. Infeksi pernafasan minor yang
tidak memberikan dampak pada individu yang memiliki paru-
paru normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM.
 Kriteria hasil: frekuensi nafas 16-20×/menit, frekuensi nadi 70-
90×/menit, dan kemampuan batuk efektif dapat optimal, tidak
ada tanda peningkatan suhu tubuh.
 Intervensi keperawatan:
 Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
 Atur cara beraktivitas
 Evaluasi kemampuan aktivitas motorik
Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,
gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuscular,
kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral
 Tujuan: klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah
komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu
menggunakan bahasa isyarat.
 Kriteria hasil: terciptanya suatu komunikasi dimana kebutuhan
klien dapat dipenuhi, klien mampu merespon setiap
berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
 Intervensi keperawatan:
 Kaji kemampuan komunikasi klien
 Lakukan metode komunikasi yang ideal sesuai dengan kondisi
klien
 Beri peringatan bahwa klien di ruang ini mengalami
gangguan bicara, sediakan bel khusus bila perlu
 Antisipasi dan bantu kebutuhan klien
 Ucapkan langsung kepada klien, berbicara pelan dan
tenang, gunakan pertanyaan dengan jawaban ‘ya’ atau
‘tidak’ dan perhatikan respon klien
 Kolaborasi: konsul ke ahli terapi bicara
Gangguan citra diri berhubungan dengan adanya ptosis,
ketidakmampuan komunikasi verbal
 Tujuan: citra diri klien meningkat
 Kriteria hasil: mampu menyatakan atau mengkomunikasikan
dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang
sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap
situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam
konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri negatif
 Intervensi keperawatan:
 Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan
dengan derajat ketidakmampuan
 Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien
 Catat ketika klien menyatakan terpegaruh seperti sekarat atau
mengingkari dan menyatakan inilah kematian
 Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh,
mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa
masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar
mengontrol sisi yang sehat
 Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki
kebiasaan
 Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien
melakukan hal untuk dirinya sebanyak-banyaknya
 Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau
partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi
 Monitor gangguan tidur, peningkatan kesulitan konsentrasi,
letargi dan witdhrawal
 Kolaborasi: rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada
indikasi
Implementasi
 Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah
ditetapkan dari diagnose yang ditegakkan sesuai hasil
pengkajian yang dilakukan kepada klien.

Evaluasi
 Dari intervensi yang ada dan implementasi yang dilakukan
diharapkan:
 Bersihan jalan napas efektif.
 Mencapai fungsi pernapasan adekuat.
 Pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dan beradaptasi
terhadap keletihan
 Pasien mampu berkomunikasi dengan alternatif pilihan pasien
 Pasien mampu mengekspresikan konsep diri yang positif.

Anda mungkin juga menyukai