Anda di halaman 1dari 138

PENGANTAR ILMU LINGKUNGAN

Konsep Ekologi
Secara ethimologi, ekologi berasal dari
bahasa Yunani “eikos” yang berarti
rumah tangga, dan “logos” yang
artinya ilmu, sehingga secara harfiah
ekologi dapat diartikan sebagai ilmu
tentang rumah tangga mahluk hidup,
atau ilmu tentang mahluk hidup dalam
rumah tangga.
Istilah ekologi digunakan untuk
pertama kali oleh Ernst Haeckel
seorang ahli biologi berkebangsaan
Jerman pada tahun 1869.
Ekologi digunakan tidak hanya
dalam ilmu biologi tapi juga dalam
ilmu-ilmu sosial.
Pendekatan ekologi ternyata
banyak menggunakan rahasia yang
menyangkut persoalan kehidupan
sosial dan masyarakat. B
Definisi ekologi pada dasarnya
mengacu pada kehidupan mahluk
hidup dengan lingkungannya.
Fuad Amsyari mengatakan bahwa suatu
peristiwa yang menimpa diri seseorang
merupakan “resultante” dari berbagai
pengaruh disekitarnya. Begitu banyak
pengaruh yang mendorong seseorang ke
dalam kondisi tertentu, sehingga wajar
apabila manusia berusaha untuk mengerti
apakah yang sebenarnya mempengaruhi
dirinya, dan sampai seberapa jauh
pengaruh tersebut
Menurut Fuad Amsyari bahwa suatu
peristiwa yang menimpa diri seseorang
merupakan “resultante” dari berbagai
pengaruh disekitarnya. Begitu banyak
pengaruh yang mendorong seseorang ke
dalam kondisi tertentu, sehingga wajar
apabila manusia berusaha untuk mengerti
apakah yang sebenarnya mempengaruhi
dirinya, dan sampai seberapa jauh
pengaruh tersebut
Ekologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara
suatu organisme dengan
organisme lainnya, serta antara
oganisme tersebut dengan
lingkungannya
Menurut Otto Soewarmoto, inti
permasalahan lingkungan hidup adalah
hubungan timbal balik antara mahluk
hidup, khususnya manusia, dengan
lingkungan hidupnya. Sehingga hubungan
timbal balik antara manusia dengan
lingkungannya disebut sebagai “ekologi”.
Oleh karena itu, pada hakekatnya
permasalahan lingkungan hidup
merupakan permasalahan ekologi.
Studi-studi ekologi meliputi berbagai
bidang, yaitu;
a. Studi ekologi sosial, sebagia suatu
studi terhadap relasi sosial yang
berada di tempat tertentu dan dalam
waktu tertentu dan yang terjadi oleh
tenaga-tenaga lingkungan yang
bersifat selektif dan distributif.
b. Studi ekologi manusia sebagai suatu
studi tentang interaksi antara
aktivitas manusia dan kondisi alam.
c. Studi ekologi kebudayaan sebagai
suatu studi tentang hubungan
timbal balik antara variabel habitat
yang paling relevan dengan inti
kebudayaan.
c. Studi ekologi fisis sebagai suatu studi
tentang lingkungan hidup dan
sumber daya alamnya.
d. Studi ekologi biologis sebagai suatu
studi tentang hubungan timbal balik
antara mahluk hidup, terutama
hewan dan tumbuh-tumbuhan dan
lingkungannya.
Pendekatan ekologi memiliki
makna yang bernilai dalam
mengungkapkan persoalan hidup
dan kehidupan manusia pada
konteks lingkungannya. Dengan
demikian konsep ekologi dapat
diterapkan pada ilmu-ilmu sosial,
termasuk bidang hukum.
Konsep Ekosistem
Kehidupan yang ada pada saat tertentu
dan lingkungan tertentu disebut “biotic
community” atau masyarakat organisme
hidup.
Suatu biotic community akan tinggal di satu
daerah masyarakat yang terdiri dari benda
mati, atau “abiotic community” dan
mengadakan interaksi pula dengan benda
mati yang ada di sekitarnya.
Suatu daerah tertentu yang terdiri dari
abiotic community dimana di dalamnya
tinggal organisme hidup (biotic
community) yang diantara keduanya
terjadi interaksi yang harmonis dan
stabil. Terutama dalam jalinan bentuk
sumber energi kehidupan. Kesatuan
inilah yang disebut ekosistem
Suatu kesatuan ekosistem senantiasa mengarah
pada keadaan yang seimbang, artinya bahwa
seluruh komponen dalam ekosistem berada dalam
suatu ikatan interaksi yang harmonis dan stabil.
Sehingga seluruh ekosistem tersebut berbentuk
suatu proses yang teratur dan berjalan terus
menerus.
Apabila keseimbangan ekosistem terganggu
sehingga terjadi ancaman terhadap ekosistem
organisasi yang hidup disana, maka akan terjadi
proses adaptasi pada semua proses yang harmonis
dan stabil. Proses ini disebut proses keseimbangan
kembali atau “re-equilibrium process”
Pengertian ekosistem dalam pasal 1 angka
(5) Undang-Undang Nomor. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)
adalah tatanan unsur lingkungan hidup
yang merupakan kesatuan utuh
menyeluruh dan saling mempengaruhi
dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitas lingkungan
hidup.
Ekosistem merupakan konsep sentral
dalam ekologi, yaitu sistem ekologi yang
terbentuk oleh hubungan timbal balik
antara mahluk hidup dengan
lingkungannya. Masing-masing
komponen tersebut mempunyai fungsi,
dan selama dapat melakukan fungsinya
dengan baik, maka keteraturan ekosistem
akan terjaga.
Lingkungan Dan Daya Dukung Lingkungan

Istilah lingkungan merupakan terjemahan


dari sistem dan istilah
Environment = Bhs. Inggris
L’evironment = Bhs. Perancis
Umwelt = Bhs. Jerman
Milleu = Bhs. Belanda
UUPPLH mempergunakan istilah lingkungan
hidup yang dirumuskan dalam Pasal 1 angka
(1) yaitu :
Kesatuan ruang dengan semua benda, daya,
keadaan dan mahluk hidup, termasuk di
dalamnya manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan perikehidupan dan
kesejerahteraan manusia serta mahluk hidup
lainnya.
Rumusan di atas memberikan gambaran
bahwa manusia dalam hidupnya
mempunyai hubungan timbal balik dengan
lingkungannya. Manusia dalam hidupnya
baik secara pribadi maupun sebagai
kelompok masyarakat selalu berinteraksi
dengan lingkungan dimana dia hidup.
Manusia dengan berbagai
aktivitasnya akan mempengaruhi
lingkungannya, dan perubahan
lingkungan akan mempengaruhi
kehidupan manusia.
Kemampuan lingkungan untuk mendukung
perikehidupan manusia dan mahluk hidup
lainnya ini dinyatakan sebagai daya dukung
lingkungan.
Pasal 1 angka (7) UUPPLH merumuskan :
“Daya dukung lingkungan hidup adalah
kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia,
mahluk hidup laindan keseimbangan antar
keduanya”.
Masalah lingkungan, terkait dengan
kemampuan daya dukung lingkungan
umumnya dihubungkan dengan kegiatan
pembangunan. Bahkan sering orang
menghubungkannya secara kontroversi. Ini
menimbulkan kesan bahwa pembangunan
adalah merupakan sumber rusaknya dan
tercemarnya lingkungan. Pernyataan demikian
tidak sepenuhnya betul, mengapa demikian ??
Masalah Lingkungan Dan Penyelesaiannya
Masalah-masalah lingkungan mula-mula
dikenal di negara-negara maju, seperti ;
Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang (khusus
teluk Minamata) sebagai akibat pertumbuhan
IPTEK.
Sedangkan masalah-masalah lingkungan di
negara-negara berkembang disebabkan hal-
hal yang lebih kompleks dan berbeda-beda,
misalnya kemiskinan dan kebodohan.
Masalah lingkungan tidak berdiri sendiri,
tetapi selalu saling terkait erat. Keterkaitan
antara masalah satu dengan yang lain
disebabkan karena sebuah faktor merupakan
sebab berbagai masalah, sebuah faktor
mempunyai pengaruh yang berbeda dan
interaksi antar berbagai masalah dan dampak
yang ditimbulkan bersifat kumulatif .
1. Kerusakan Hutan
Masalah utama lingkungan adalah masalah kerusakan
hutan, sebagian lahan di setiap kabupaten/kota telah
mengalami kerusakan. Kondisi kawasan hutan yang
telah rusak tersebut disebabkan antara lain oleh
adanya ilegal logging dan perambahan hutan.
Kerusakan hutan juga disebabkan oleh kebakaran
hutan.
Penyebab kebakaran hutan dan lahan :
a. adanya peningkatan kegiatan pertanian seperti
perkebunan, pertanian rakyat, perladangan,
pemukiman, transmigrasi dll.,
b. secara alamiah seperti musim kemarau yang
panjang, kecerobohan masyarakat dll.
Dampak negatif kebakaran hutan dan lahan :
a. penurunan keanekaragaman hayati
(ekosistem, spesies dan genetik),
b. habitat rusak, terganggunya keseimbangan
biologis (flora, fauna, mikroba);
c. gangguan asap, erosi, banjir, longsor, terbatas
jarak pandang;
d. meningkatnya gas-gas rumah kaca, CO dan
hidrokarbon, gangguan metabolisme
tanaman dan perubahan iklim.
Sebab lain kerusakan hutan :
a. persepsi masyarakat bahwa hutan masih
terbatas untuk kepentingan ekonomi;
b. adanya konflik kepentingan;
c. laju perusakan hutan tidak sebanding dengan
upaya perlindungan;
d. masih luasnya lahan kritis di luar hutan karena
pengelolaan lahan secara tradisional dan
praktek perladangan berpindah;
e. belum optimalnya penegakan hukum dalam
percepatan penyelesaian pelanggaran/kejahatan
di bidang kehutanan (Perambahan hutan, ilegal
logging dll.).
Upaya untuk memulihkan hutan yang rusak adalah sebagai berikut :
a. Dalam jangka pendek adalah penegakan hukum. Hal ini sangat
penting untuk mencegah praktek-praktek ilegal logging dan
perambahan hutan yang semakin luas.
b. Hendaknya kegiatan pembangunan memperhatikan aspek
lingkungan. Hal ini seringkali dilanggar oleh pelaksana
pembangunan.
c. Upaya penanaman kembali hutan yang telah rusak. Penghijauan
telah dilakukan namun belum efektif memulihkan kondisi hutan.
d. Dalam jangka menengah dapat dilakukan sosialisasi dan
pendidikan lingkungan pada orang dewasa terutama yang tinggal
di sekitar hutan lindung dan konservasi.
e. Dalam jangka panjang pendidikan lingkungan menjadi salah satu
pelajaran muatan lokal baik di SD, SMP, SLTA maupun di perguruan
tinggi.
2. Penurunan Keanekaragaman Hayati
Penurunan keanekaragaman hayati dapat diakibatkan oleh :
a. kerusakan hutan
b. pembukaan lahan
c. praktek pengolahan lahan yang kurang memperhatikan ekologi
d. pertanian monokultur dll.,
Kegiatan monokultur dapat menyebabkan sebagian flora, fauna
dan mikrobia musnah. Kegiatan pembukaan lahan yang kurang
ramah lingkungan seperti lahan disemprot dapat menyebabkan
telur-telur dan flora lainnya menjadi tidak berkembang. Satwa liar
menjadi menurun dan kemudian masuk kriteria dilindungi.
Satwa-satwa tersebut antara lain badak Sumatera, gajah Sumatera,
harimau Sumatra, dll.
Flora langka yang ada di Bengkulu adalah Raflesia arnoldi, bunga
bangkai dan anggrek pensil.
3. Kualitas Air
Penyebab menurunnya kualitas air antara lain :
a. Pengolahan air di Perusahaan Daerah Air Mimum (PDAM) saat ini
memerlukan cukup banyak tawas yang berfungsi sebagai pengikat
partikel lumpur. Nilai zat padat tersuspensi dan nilai kekeruhan yang
tinggi ini disebabkan oleh aktivitas lain di hulu sungai. Air yang
digunakan oleh PDAM juga terindikasi tercemar batubara.
b. Air sumur di daerah peternakan ayam mengandung banyak Ecoli
yang sangat tinggi. Praktek pemotongan liar juga masih marak
dilakukan oleh masyarakat, sehingga dapat menurunkan kualitas air.
c. Kerusakan hutan juga dapat menurunkan mutu air sebagai akibat
peningkatan zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi serta
kekeruhan. Kerusakan hutan juga disinyalir sebagai salah satu sebab
turunnya volume air di danau Dendam (Danau Dendam Tak Sudah
berada di provinsi Bengkulu yang memiliki luas keseluruhan 557 dan
luas permukaan 67 hektar)
4. Pengaruh Industri
Selama ini, pembangunan industri kurang memperhatikan aspek
lingkungan.
a. Penambangan batubara mempengaruhi mutu air di Daerah
Aliran Sungai (DAS). Pengaruh industri batubara antara lain
meningkatkan zat padat tersuspensi, zat padat terlarut,
kekeruhan, zat besi, sulfat dan ion hidrogen dalam air yang
dapat menurunkan pH (potensial Hidrogen yaitu ukuran
konsentrasi ion hidrogen dari larutan) yang akan
mengungkapkan larutan itu bersifat asam atau basa.
b. Perkebunan terutama karet dan kelapa sawit. Akibat
aktivitas ini terjadi peningkatan senyawa organik pada air,
adanya sisa-sisa pestisida di DAS, peningkatan zat pada
tersuspensi dan terlarut, peningkatan kadar amonia,
peningkatan kadar minyak dan lemak, mempengaruhi pH
dll.
5. Persampahan
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil
aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis.
Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
a. sampah anorganik/kering
Contoh: logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dll yang tidak dapat
mengalami pembusukan secara alamai.
b. Sampah organik/basah
Contoh: sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah
atau sisa buah dll yang dapat mengalami pembusukan secara alami.
c. sampah berbahaya
Contoh: baterai, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dll.
Penaggulangan sampah sekarang sudah mulai dilakukan dengan beberapa
antara daur ulang dan diolah untuk dibuat kerajinan bahkan dengan
teknologi sampah plastik dapat dijadikan campuran dalam pembuatan
asapal, dll
Timbulnya masalah sampah antara lain:
a. Tempat sampah kurang tersedia cukup di lokasi-
lokasi padat aktivitas.
b. Seringnya pencurian tempat-tempat sampah.
c. kurang tersedia cukup.
d. Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA kurang
intensif.
e. Belum ada pengolahan sampah yang representatif.
f. Kesadaran masyarakat rendah.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) pada umumnya open
damping setengah mengarah ke sanitary landfill (sistem
pengelolaan (pemusnahan) sampah dengan cara
membuang dan menumpuk sampah di lokasi cekung,
memadatkannya dan kemuadian menimbunnya dengan
tanah. Akan lebih baik, jika sampah telah dipisahkan
dan diolah langsung di sumber-sumber sampah.
Open dumping tidak dianjurkan karena sampah
berinteraksi langsung dengan udara luar dan hujan.
Open dumping mempercepat proses perombakan
sampah oleh mikrobia tanah yang menghasilkan
lindi. Lindi yang terkena siraman air hujan, mudah
mengalir dan meresap ke lapisan tanah bawah,
sehingga mencemari air tanah. Lindi merupakan
sumber utama pencemaran air baik air permukaan,
air tanah yang berpengaruh terhadap sifat fisik,
kimia dan mikrobia air.
Bakteri dalam tanah bergerak secara vertikal dan
horizontal. Bakteri mampu meresap 30 meter pada
tanah berstektur halus dan bergerak horizontal
sejauh 830 meter dari sumber kontaminan.
Solusi permasalahan sampah antara lain sebagai
berikut:
a. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pengelolaan sampah pemukiman. Faktor-
faktor yang perlu diperhatikan adalah umur,
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan,
keadaan lingkungan permukimana.
b. Program pengelolaan sampah permukiman.
c. Dimasukkan ke dalam kurikulum SD, SPM,
SMA.
6. Pelestarian Lingkungan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar masyarakat
berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan antara lain:
a. tingkat pendidikan.
b. Peningkatan penghasilan.
c. Pengetahuan tentang kearifan lokal.
d. Penerapan sistem pertanian konservasi (terasering,
rorak – tanah yang digali dengan ukuran tertentu
yang berfungsi menahan laju aliran permukaan–,
tanaman penutup tanah, pergiliran tanaman,
agroforestry, olah tanam konservasi – pengolahan
yang tidak menimbulkan erosi.
7. Pemanasan Global
Pemanasan global adalah peningkatan suhu rata-
rata permukaan bumi.
Sejak akhir abad 18 suhu rata-rata global bumi
telah meningkat sekitar 0,4 – 0,8°C. Para
ilmuwan memperhitungkan bahwa suhu rata-
rata bumi akan meningkat menjadi 1,4 – 5,8°C
pada tahun 2100. Nilai peningkatannya menjadi
lebih besar dibandingkan dengan nilai-nilai
peningkatan yang pernah terjadi sebelumnya.
Pemanasan global dapat menyebabkan banyak
kerusakan.
Menurut John S.Dryzek ada 3 (tiga ) cara koordinasi yang
dikemukakan sebagai penjelasan permasalahan dampak
interaksi antara manusia dengan lingkungannya,yaitu:
a. Penyerahannya pada para ahli; Rasionalism
Administratif yaitu merupakan wacana penyelesaian
permasalahan yang menegaskan peran ahli dari pada
warga Negara atau produsen/konsumen dalam
penyelesaian persoalan social,dan yang menekankan
hubungan-hubungan social secara hirarkis dari pada
persamaan hak atau kompetisi sebagaimana model
instifungsional, rasionalisme administrative
menggambarkan kekuatan yang lebih pada beberapa
sistem-sistem politik,disbanding yang lainnya.
b. Menyerahkannya pada rakyat; Pragmatisme
Demokrasi yaitu dicirikan dalam istilah penyelesaian
masalah yang saling mempengaruhi dalam struktur
instifungsional dasar dan demokrasi liberal kapitalis.
Jadi penyelesaian masalah merupakan proses yang
fleksibel mencakup banyak suara ,dan kerjasama
melalui perspektif yang pluralitas ini ada atau tidak
diperlukan lagi partisipasi public yang luas dalam
menyelesaikan masalah. Pada masalah ini lebih sedikit
penekanan pada bagian filosofi pragmatis (lingkungan
pragmatis) lebih pada cara demokrasi dan wacana
pragmatis yang diperankan pada dunia nyata urusan-
urusan lingkungan.
c. Menyerahkannya pada pasar, Rasionalisme
Ekonomi yaitu dapat didefinisikan dengan
komitmennya pada persebaran yang tepat
terhadap mekanisme pasar untuk mencapai
tujuan-tujuann umum. Dalam aspek kunci
rasionalisme ekonomi ini dikeluarkan untuk
tergantung pada rasionalisme administrative
tapi kemunculan rasionalisme ekonomi pada
urusan-urusan lingkungan banyak dilakukan
dengan perluasan kekuasaan pada pemikiran
orientasi pasar, dalam membagi konteks
kemunduran ekonomi dan defisit budget.
Penyelesain masalah lingkungan dapat
dilakukan secara :

1. Multi Disiplin
Penyelesaian secara multidisipliner
antara lain dapat dilakukan secara :
medis, perencanaan, teknik, biologi,
kimia, ekonomi, hukum dan lain-lain.
2. Lintas Disiplin
Penyelesaian ini dari disiplin ilmu
hukum dapat dilakukan melalui ;
hukum administrasi, hukum
keperdataan, hukum kepidanaan,
hukum perpajakan, hukum
internasional, maupun hukum tata
ruang.
3. Lintas Sektoral
Upaya penyelesaian masalah-
masalah lingkungan juga harus
dilakukan secara terpadu antara
sektor, baik sektor kehutanan,
pertambangan, perindustrian,
perbankan dan lain-lain.
DEKLARASI STOCKHOLM DAN
PERKEMBANGAN GLOBAL

Kesadaran lingkungan secara global umumnya


bertolak dari konferensi Stockholm yang
diselenggarakan pada tanggal 5 – 16 Juni
1972 yang dihadiri oleh wakil dari 110 negara.
Konferensi membahas lingkungan serta jalan
keluarnya agar pembangunan dapat
terlaksana dengan memperhitungkan daya
dukung lingkungan
Hasil dari Deklarasi Stockholm tanggal 16 Juni
1972 konferensi mensyahkan hasilnya berupa :
1.Deklarasi tentang lingkungan hidup, yang
terdiri atas ; preambule dan 26 prinsip yang
lazim disebut Deklarasi Stockholm
2.Rencana aksi lingkungan hidup manusia
(action plan) yang terdiri dari 109
rekomendasi, termasuk didalamnya 18
rekomendasi tentang perencanaan dan
pengelolaan pemukiman manusia.
3.Rekomendasi tentang kelembagaan dan
keuangan yang menunjang pelaksanaan
rencana aksi di atas, dan terdiri dari :
a. Dewan pengurus program lingkungan
hidup (United Nations Environmental
Programme = UNEP) yang berkedudukan
di Nairobi Kenya;
b. Sekretariat yang diketahui seorang
direktur-eksekutif;
c. Dana Lingkungan hidup;
d. Badan koordinasi lingkungan hidup.
Dalam satu resolusi khusus,
konferensi juga sekaligus
menetapkan tanggal 5 Juni sebagai
“Hari Lingkungan Hidup Sedunia
(World Environment Day)”.
Deklarasi Stockholm merupakan landasan
kebijaksanaan lingkungan nasional tentang
pembangunan berwawasan lingkungan (eco-
development) .
Diperkuat dalam peringatan dasawarsa
lingkungan kedua (second environment
decade) yang menghasilkan Deklarasi Nairobi
di Kenya yang terdiri dari 10 prinsip.
Kemudian peringatan dasawarsa ketiga di Rio de
Janeiro Brazilia diselenggarakan “The UN
Conference on Enviroment and Development =
UNCED” pada tanggal 3-14 Juni 1992, konferensi ini
dikenal dengan dilanjutkan dengan KTT Bumi (Eart
Summit) menghasilkan :
1. Konvensi mengenai keanekaragaman hayati
(Convention on Biological Deversity);
2. Konvensi mengenai perubahan iklim (Convention
on Climate Chage);
3. Agenda 21;
4. Deklarasi Rio, yang terdiri dari : 27 prinsip.
Sebelumnya pada tahun 1987, “komisi
Dunia tentang Lingkungan dan
Pembangunan {the World Commision on
Environment and Development = WCED),
suatu lembaga yang dibentuk PBB dalam
publikasinya yang berjudul “hari depan
kita bersama (Our Common Future)
mengajukan pemikiran tentang
pembangunan berkelanjutan
(Substainable Development).
Konsep pembangunan berwawasan lingkungan
(eco-development) secara prinsip bertolak pada
pemikiran tentang pengintegrasian pembangunan
dan lingkungan hidup secara horizontal dalam satu
generasi (intra generation equity).
Konsep pembangunan berkelanjutan (substainable
development) bertolak pada pengintegrasian
pembangunan dan lingkungan secara lebih luas,
yakni dengan mengakomodasikan baik kepentingan
manusia dalam satu generasi (keadilan lingkungan)
maupun kepentingan generasi yang akan datang
secara vertikal (inter generation equity).
Pengertian Hukum Lingkungan

Hukum lingkungan pada dasarnya


menyangkut penetapan nilai-nilai
(Waardenbeoordelen), yaitu nilai-nilai yang
sedang berlaku dan nilai-nilai yang
diharapkan berlaku dimasa mendatang
serta disebut “hukum yang mengatur
tatanan lingkungan hidup
Menurut Munadjat Danusaputro, hukum
lingkungan merupakan hukum yang mendasari
penyelenggaraan perlindungan dan tata
pengelolaan serta peningkatan ketahanan
lingkungan.
Munadjat membedakan hukum lingkungan
modern yang berorentasi kepada lingkungan
atau “environment-oriented law” dan hukum
lingkungan klasik yang berorientasi pada
penggunaan lingkungan, atau “used-oriented
law
Berdasarkan kepentingan-kepentingan
lingkungan yang bermacam-macam dapat
dibedakan bagian-bagian hukum
lingkungan.
Drupsteen membagi hukum lingkungan
dalam beberapa bidang, yaitu; hukum
kesehatan lingkungan, hukum
perlindungan lingkungan, dan hukum tata
ruang.
Sebagian besar materi hukum lingkungan
merupakan bagian dari hukum administrasi, di
samping itu mengandung pula aspek hukum
perdata, pidana, pajak, internasional, dan
penataan ruang, sehingga tidak dapat
digolongkan ke dalam pembidangan hukum
klasik.
Materi hukum lingkungan digolongkan ke dalam
mata kuliah hukum fungsional, yaitu
mengandung terobosan antara berbagai disiplin
ilmu hukum klasik
Sejarah dan Latar Belakang UUPPLH

Pemikiran untuk mengkaji dan mengembangkan


masalah lingkungan di Indonesia untuk pertama kali
dimulai pada tahun 1972, yaitu ketika Prof.Dr.
Mochtar Kusumaatmaja menyampaikan beberapa
saran dan pikirannya dalam seminar di Bandung,
tentang bagaimana pengaturan hukum mengenai
masalah lingkungan hidup dengan menunjukan
betapa pentingnya peranan hukum dalam
keperluan tersebut.
Kebutuhan untuk menjamin pengelolaan
lingkungan yang bersifat terpadu ini kemudian
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Lingkungan Hidup (UULH). Undang-undang ini
menjadi tonggak dalam sejarah perkembangan
hukum lingkungan di Indonesia, terutama bagi
pengembangan lingkungan yang mendasarkan
diri pada prinsip-prinsip hukum lingkungan
modern.
Perkembangan masalah lingkungan baik
pada tingkat nasional maupun pengaruh
global, serta kebutuhan antisipasi abad XXI
menjadi dasar untuk menyempurnakan
UULH sebagaimana tertuang dalam UU No.
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UUPLH) yang
diundangkan pada tanggal 19 September
1997.
Secara konseptual falsafah yang melandasi
dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam
UUPLH tidak berbeda jauh dengan UULH.
Namun, beberapa pasal diatur menjadi
lebih rinci serta penambahan pengaturan
hal baru. Disamping juga terdapat
pengurangan dalam beberapa pasal.
Sejalan dengan perkembangan teknologi dan
pengaruh globalisasi yang berpengaruh
terhadap timbulnya permasalahan lingkungan
tentunya diperlukan suatu peraturan yang lebih
memberikan perlindungan dan pengelolaan
terhadap lingkungan hidup. Sehingga Undang-
undang Nomor 23 Tahun 1997 yang merupakan
payung hukum dalam pengelolaan lingkungan
akhirnya diganti dengan Undang-undang Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).
Asas dan Tujuan UUPPLH
Dalam pasal 2 Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009, dijelaskan bahwa Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup berdasarkan
asas:
a. tanggung jawab negara
Maksudanya adalah :
1. negara menjamin pemanfaatan sumber
daya alam akan memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan
mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini
maupun generasi masa depan.
2. negara menjamin hak warga negara
atas lingkungan yang baik dan sehat
3. negara mencegah dilakukannya
kegiatan pemanfaatan sumber daya
alam yang menimbulkan pencemaran
dan atau kerusakan lingkungan hidup.
b. kelestarian dan berkelanjutan
bahwa setiap orang memikul kewajiban
dan tanggung jawab terhadap generasi
mendatang dan terhadap sesamanya
dalam satu generasi dengan melakukan
upaya pelestarian daya dukung
ekosistem dan memperbaiki kualitas
lingkungan hidup
c. keserasian dan keseimbangan
bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus
memperhatikan berbagai aspek seperti
kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan
perlindungan serta pelestarian ekosistem.
d. Keterpaduan
bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dilakukan dengan
memadukan berbagai unsur atau
menyinergikan berbagai komponen terkait.
e. Manfaat
bahwa segala usaha dan / atau kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan
disesuaikan dengan potensi sumber
daya alam dan lingkungan hidup untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan harkat manusia selaras dengan
lingkungannya.
f. kehati-hatian
bahwa ketidakpastian mengenai dampak
suatu usaha dan / atau kegiatan karena
keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan
dan teknologi bukan merupakan alasan untuk
menunda langkah-langkah meminimalisasi
atau menghindari ancaman terhadap
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
g. Keadilan
Bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan
secara proporsional bagi setiap warganegara,
baik lintas daerah, lintas generasi maupun lintas
gender.
h. Ekoregion
Bahwa pperlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan
karakteristik sumber daya alam, ekosistem,
kondisi geografis, budaya masyarakat setempat,
dan kearifan lokal.
i. keanekaragaman hayati
bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan upaya
terpadu untuk mempertahankan keberadaan,
keragaman, dan keberlanjutan sumber daya
alam hayati yang terdiri atas sumber daya
alam nabati dan sumber daya alam hewani
yang bersama dengan unsur nonhayati
disekitarnya secara keseluruhan membentuk
ekosistem.
J. pencemar membayar
bahwa setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung
biaya pemulihan lingkungan.
k. Partisipatif
Setiap anggota masayrakat didorong untuk
berperan aktif dalam proses pengambilan
keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup baik secara
langsung maupun tidak langsung.
l. kearifan lokal
dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-
nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan
masyarakat.
m. tata kelola pemerintahan yang baik
bahwa perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip
partisipasi, transparansi, akuntabilitas,
efesiensi dan keadilan.
n. otonomi daerah
bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman
daerah dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Sebagaimana tertuang dalam pasal 3
UUPPLH, dijelaskan bahwa perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup
bertujuan :
a. melindungi wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dari pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
b. Menjamin keselamatan, kesehatan dan
kehidupan manusian.
c. Menjamin kelangsungan kehidupan
makhluk hidup dan kelestarian ekosistem.
d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan
hidup.
e. Mencapai keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan lingkungan hidup.
f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa
kini dan generasi masa depan.
g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak
atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak
asasi manusia.
h. Mengemdalikan pemanfaatan sumber daya
alam secara bijaksana.
i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan
j. Mengantisipasi isu lingkungan global.
Sistem Pengelolaan Lingkungan
Lingkungan tidak bisa dimiliki tetapi hanya bisa
dikuasai, maksudnya adanya penguasaan di
dalam pengelolaan lingkungan disebabkan
lingkungan bisa dinikmati oleh semua orang.
Maka dari itu di dalam pengelolaannya
diperlukan suatu sistem atau aturan supaya
tetap terjaga keselarasan dan keseimbangan di
dalam lingkungan.
Pengelolaan atas lingkungan dibatasi
atau diukur oleh negara yang
bersangkutan dalam bentuk hukum
yang disebut hukum lingkungan dan
diwujudkan dalam suatu undang-
undang hukum lingkungan.
Landasan hukum dalam pengelolaan lingkungan
hidup di Indonesia yaitu berdasarkan kepada :
a. Landasan Konstitusional, terdapat dalam UUD
1945 terdiri dari :
1. Pembukaan UUD 1945 alinea 4 yang
berbunyi “kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu pemerintah negara
Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan …….. dst:.
2. Pasal 33 ayat (3) “Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”
Jelaslah bahwa ketentuan tersebut memberikan
“hak penguasaan” kepada negara atas seluruh
sumber daya alam Indonesia dan memberikan
kewajiban kepada negara untuk
menggunakannya bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
b. Landasan Operasional yaitu dalam Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS).
c. Landasan perundang-undangan yaitu dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Tugas dan Wewenang Pemerintah
dan Pemerintah Daerah
Wewenang pengelolaan lingkungan hidup
oleh pemerintah diatur dalam pasal 63 dan
64 UUPPLH. Ketentuan ini mengatur
tentang tugas dan kewenangan pemerintah
dan pemerintah daerah dalam pengelolaan
lingkungan hidup.
Di dalamnya diatur pula tentang sifat
keterpaduan dalam pengelolaan lingkungan
sesuai dengan seluruh sumber daya dan bidang
tugas instansi-instansi yang terlibat dalam
pengelolaan lingkungan.
Wewenang pemerintah dalam pengelolaan
lingkungan pada dasarnya terbagi atas
wewenang pengelolaan pada tingkat nasional
dan wewenang pengelolaan pada tingkat daerah
Mengenai tugas dan wewenang pemerintah
dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup tertuang dalam pasal 63 UUPLH, adalah
sebagai berikut :
a. menetapkan kebijaksanaan nasional
b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan
kriteria
c. menetapkan dan melaksanakan RPPLH
nasional
d. menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan
mengenai KLHS
e. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
amdal dan UKL-UPL
f. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam
nasional dan emisi gas rumah kaca
g. mengembangkan standar kerja bersama
h. mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
i. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
i

mengenai sumber daya alam hayati dan


nonhayati, keanekaragaman hayati, sumber
daya genetik, dan keamanan hayati produk
rekayasa genetik;
j. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai pengendalian dampak perubahan
iklim dan perlindungan lapisan ozon;
k. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai B3, limbah, serta limbah B3;
l. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai perlindungan lingkungan laut;
m. menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
lintas batas negara;
n. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah,
dan peraturan kepala daerah;
o. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap
ketentuan perizinan lingkungan dan peraturan
perundang-undangan;
p. mengembangkan dan menerapkan instrumen
lingkungan hidup;
q. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama dan
penyelesaian perselisihan antardaerah serta
penyelesaian sengketa;
r. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan
pengelolaan pengaduan masyarakat;
s. menetapkan standar pelayanan minimal;
t. menetapkan kebijakan mengenai tata cara
pengakuan keberadaan masyarakat hukum
adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat
hukum adat yang terkait dengan perlindungan
dan pengelolaan lingkungan hidup;
u.mengelola informasi lingkungan hidup
nasional;
v. mengoordinasikan, mengembangkan, dan
menyosialisasikan pemanfaatan teknologi ramah
lingkungan hidup;
w. memberikan pendidikan, pelatihan, pembinaan,
dan penghargaan;
x. mengembangkan sarana dan standar
laboratorium lingkungan hidup;
y. menerbitkan izin lingkungan;
z. menetapkan wilayah ekoregion; dan melakukan
penegakan hukum lingkungan hidup.
(2) Dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, pemerintah provinsi
bertugas dan berwenang:
a. menetapkan kebijakan tingkat provinsi;
b. menetapkan dan melaksanakan KLHS
tingkat provinsi;
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai RPPLH provinsi;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai amdal dan UKL-UPL;
e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya
alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat
provinsi;
f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama
dan kemitraan;
g. mengoordinasikan dan melaksanakan
pengendalian pencemaran dan / atau kerusakan
lingkungan hidup lintas kabupaten/kota;
h. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan
peraturan kepala daerah kabupaten/kota;
i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan
peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
j. mengembangkan dan menerapkan instrumen
lingkungan hidup;
k. mengoordinasikan dan memfasilitasi kerja sama
dan penyelesaian perselisihan
antarkabupaten/antarkota serta penyelesaian
sengketa;
k. melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan
pengawasan kepada kabupaten/kota di bidang
program dan kegiatan;
m. melaksanakan standar pelayanan minimal;
n. menetapkan kebijakan mengenai tata cara
pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat,
kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat
yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat
provinsi;
o. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat
provinsi;
p.mengembangkan dan menyosialisasikan
pemanfaatan teknologi ramah lingkungan
hidup;
q.memberikan pendidikan, pelatihan,
pembinaan, dan penghargaan;
r. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat
provinsi; dan
s. melakukan penegakan hukum lingkungan
hidup pada tingkat provinsi.
(3) Dalam perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup, pemerintah kabupaten/kota
bertugas dan berwenang:
a. menetapkan kebijakan tingkat
kabupaten/kota;
b. menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat
kabupaten/kota;
c. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai RPPLH kabupaten/kota;
d. menetapkan dan melaksanakan kebijakan
mengenai amdal dan UKL-UPL;
e. daya alam dan emisi gas rumah kaca pada tingkat
kabupaten/kota;
f. mengembangkan dan melaksanakan kerja sama
dan kemitraan;
g. mengembangkan dan menerapkan instrumen
lingkungan hidup;
h. memfasilitasi penyelesaian sengketa;
i. melakukan pembinaan dan pengawasan ketaatan
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
terhadap ketentuan perizinan lingkungan dan
peraturan perundang-undangan;
j. melaksanakan standar pelayanan minimal;
k. melaksanakan kebijakan mengenai tata cara
pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat,
kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat
yang terkait dengan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat
kabupaten/kota;
l. mengelola informasi lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota;
m. mengembangkan dan melaksanakan kebijakan
sistem informasi lingkungan hidup tingkat
kabupaten/kota;
n. memberikan pendidikan, pelatihan,
pembinaan, dan penghargaan;
o. menerbitkan izin lingkungan pada tingkat
kabupaten/kota; dan
p. melakukan penegakan hukum lingkungan
hidup pada tingkat kabupaten/kota.
Hak Atas Lingkungan Hidup Yang Baik dan Sehat

Berdasarkan pasal 65 UUPPLH, dijelaskan bahwa :


a. setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi
manusia.
b. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan
lingkungan hidup, akses informasi, akses partisipasi,
dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
c. Setiap orang berhak untuk mengajukan usul dan/atau
keberatan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan
yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak
terhadap lingkungan hidup.
c. Setiap orang berhak untuk berperan dalam
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
d. Setiap orang berhak melakukan pengaduan
akibat dugaan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup.
e.Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) diatur dengan Peraturan Menteri.
Dalam pasal 66 UUPPLH, menjelaskan bahwa
setiap orang yang memperjuangkan hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak
dapat dituntut secara pidana maupun digugat
secara perdata.
Sedangkan mengenai kewajiban diatur dalam
pasal 67 UUPPLH, yaitu bahwa setiap orang
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi
lingkungan hidup serta mengendalikan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup.
Pasal 68 UUPPLH berbunyi bahwa setiap orang
yang melakukan usaha dan/atau kegiatan
berkewajiban :
a. memberikan informasi yang terkait dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
secara benar, akurat, terbuka dan tepat waktu..
b. menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup, dan
c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan
hidup dan/atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup.
Masalah yang utama adalah bagaimana hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat diterapkan.
Hal ini sebagian besar tergantung dari
kebijaksanaan penguasa. Untuk itu diperlukan
penjabarannya dalam bentuk peraturan yang lebih
operasional baik pada tingkat perencanaan,
pelaksanaan, maupun penegakannya, dan yang
terpenting adalah bagaimana agar hak-hak tersebut
tidak dilanggar. Oleh karena itu, ketentuan
operasionalnya haruslah menekankan pada upaya
perlindungan hak yang lebih bersifat preventif.
Hak Peran Serta Masyarakat Dalam Pengelolaan Lingkungan

Hak peran serta dalam pengelolaan lingkungan dituangkan


dalam pasal 70 , berdampingan dengan hak atas informasi
lingkungan. Kedua hak tersebut bersifat saling melengkapi
sehingga dalam pembahasannya tidak dapat dipisahkan satu
sama lainnya.
Penjelasan pasal 5 ayat (3) merumuskan : Peran sebagaimana
dimaksud dalam pasal ini meliputi peran dalam proses
pengambilan keputusan, baik dengan cara mengajukan
keberatan, maupun dengar pendapat atau cara lain yang
ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang
pelaksanaannya didasarkan pada prinsip keterbukaan. Dengan
keterbukaan dimungkinkan masyarakat ikut memikirkan dan
memberikan pandangan serta pertimbangan dalam pengambilan
keputusan di bidang pengelolaan lingkungan hidup.
Dalam rangka hukum administrasi hakekatnya
peran serta meliputi baik hak untuk berperan
sebelum pengambilan keputusan (meedenken
vooraf), maupun setelah diambilnya keputusan
melalui prosedur upaya administratif. Prosedur
upaya administratif meliputi baik prosedur
keberatan (bezwaar) yang ditujukan pada
badan/pejabat yang mengeluarkan putusan,
maupun banding administratif (beroep), yang upaya
bandingnya ditujukan pada badan/pejabat atasan
dari badan/pejabat yang mengeluarkan putusan.
Hak atas informasi lingkungan hidup merupakan
suatu konsekuensi logis dari hak berperan dalam
pengelolaan lingkungan yang berlandaskan pada
asas keterbukaan informasi lingkungan hidup
tersebut dapat meliputi data, keterangan,
informasi, atau data lain yang menurut sifat dan
tujuannya memang terbuka untuk diketahui
masyarakat, seperti dokumen AMDAL, laporan
dan evaluasi hasil pemantauan lingkungan, baik
pemantauan penataan, maupun pemantauan
perubahan kualitas lingkungan dan rencana tata
ruang.
Yang terpenting adalah hak peran serta dan hak
informasi adalah ketentuan-ketentuan yang
lebih rinci mengenai bagaimana hak tersebut
dijalankan. Perlu pengaturan yang lebih
menjamin kepastian hukum tentang kewajiban
para pengusaha untuk menyediakan data-data
yang dapat diakses masyarakat. Berapa batas
waktu penyediaan informasi, dan bagaimana jika
batas waktu itu terlewati dan sebagainya.
INSTRUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

A. Instrumen Hukum
1. Perizinan
Pasal 36 – 41 UUPPLH mengatur tentang
perizinan,ketentuan-ketentuan tersebut
mengaitkan pengelolaan lingkungan sebagai
persyaratan perizinan. Dengan adanya
kewajiban ini, maka kegiatan/usaha senantiasa
terikat guna melakukan pelestarian
kemampuan lingkungan dan berkelanjutan.
Kewajiban sebagaimana digariskan pada prakteknya
akan dilakukan melalui syarat-syarat lingkungan
yang harus dipatuhi penanggung jawab
usaha/kegiatan, dan tercantum dalam izin-izin yang
berkaitan dengan bidang usaha mereka.
Persyaratan-persyaratan tersebut selanjutnya akan
menjadi instrumen pengawasan bagi ditaatinya
ketentuan-ketentuan lingkungan yang harus
dilakukan oleh pengusaha dalam menjalankan
kegiatan/usahanya, sekaligus menjadi dasar ukuran
bagi pelanggaran ketentuan hukum yang menjadi
dasar gugatan masyarakat maupun tindakan
administratif bagi badan/pejabat penerbit izin.
2.Baku Mutu Lingkungan (BML) dan kriteria
Baku Kerusakan Lingkungsan (KBKL)
Pengertian BML diatur dalam pasal 1 butir 13
UUPPLH yaitu Baku mutu lingkungan hidup
adalah ukuran batas atau kadar makhluk
hidup, zat, energi, atau komponen yang ada
atau harus ada dan/atau unsure pencemar
yang ditenggang keberadaannya dalam suatu
sumber daya tertentu sebagai unsure
lingkungan hidup.
Baku mutu lingkungan hidup meliputi:
a. baku mutu air;
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu air laut;
d. baku mutu udara ambien;
e. baku mutu emisi;
f. baku mutu gangguan; dan
g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Gangguan terhadap lingkungan hidup diukur
menurut besar kecilnya penyimpangan dari
batas-bats yang ditetapkan sesuai dengan
kemampuan atau daya tenggang ekosistem
lingkungan.
Kemampuan lingkungan dengan kata lain
disebut tenggang, daya dukung, daya toleransi
atau juga carryng capacity.
Batas daya dukung, daya tenggang disebut Nilai
Ambang Batas (NAB) yaitu batas tertinggi
(maksimum) dari kandungan zat-zat mahluk
hidup atau komponen-komponen lain yang
diperbolehkan dalam setiap interaksi yang
berkenaan dengan lingkungan. Khususnya
berpotensi mempengaruhi mutu tata lingkungan
hidup sehingga dapat dikatakan suatu
lingkungan telah disebut tercemar apabila
ternyata kondisi lingkungan itu telah melebihi
NAB yang ditentukan berdasarkan BML.
Menurut pasal 1 butir 14 UUPPLH mengatakan
Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk
atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan
hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang
telah ditetapkan.
Unsur-unsur pencemaran terdiri dari :
1. adanya yang masuk/dimasukannya ke dalam
lingkungan tersebut, baik berbentuk mahluk
hidup, zat/energi,
2. harus merupakan suatu proses, dimana proses
pencemaran tersebut bisa dilakukan dengan kegiatan
manusia,
3. harus ada akibat, artinya lingkungan tersebut tidak
sesuai lagi dengan peruntukannya/menurunnya
kualitas dari titik tertentu/standar dan apabila telah
melebihi standar yang telah ditentukan maka telah
terjadi pencemaran.
Selanjutnya pengertian Kriteria Baku Kerusakan
Lingkungan diatur dalam pasal 1 butir 15 UUPPLH yaitu
ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau hayati
lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan
hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya.
Dalam pasal 1 butir 16 UUPPLH mengatakan bahwa
perusakan lingkungan hidup adalah tindakan orang
yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak
langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati
lingkungan hidup sehingga melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
Kerusakan lingkungan hidup sebagaimana
ditegaskan dalam Pasal 17 UUPPLH adalah
perubahan langsung dan/atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati
lingkungan hidup yang melampaui kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
Pengertian pencemaran dan perusakan
meskipun dalam perumusannya nampak adanya
perbedaan namun sesungguhnya secara yuridis
kedua pengertian tersebut tidak mengandung
perbedaan, karena unsur-unsur esensial
keduanya adalah sama, yaitu :
1. baik pencemaran atau perusakan lingkungan
adalah tindakan-tindakan yang menimbulkan
perubahan baik langsung maupun tidak
langsung,
2. Pencemaran atau perusakan lingkungan
adalah dua hal yang sama-sama
menyebabkan lingkungan kurang atau tidak
dapat berfungsi lagi,
3. Dihubungkan dengan tanggung jawab perdata
maupun pidana sebagaimana diatur dalam
pasal 98-108 UUPPLH, keduanya tidak
dibedakan menurut konsekuensi yuridis.
Perbedaan pencemaran dengan perusakan
lingkungan hanya terletak pada manisfestasi
akibatnya. Dimana dalam pencemaran akibat
berupa kurang atau tidak berfungsinya lingkungan
karena kualitas lingkungan telah menurun dan tidak
dapat dengan segera nampak, dan akibat tersebut
hanya dapat ditelusuri secara analisis oleh para
ilmuwan lingkungan dan para analis di labolatories,
konkritas akibat tersebut baru akan nampak secara
fisik setelah rentang waktu dan proses yang relatif
panjang.
Sedangkan akibat perusakan karena berkenaan
dengan sifat-sifat fisik atau hayati lingkungan
maka ia akan nampak dengan segera bahkan
dapat dipahami oleh mereka yang awam
sekalipun, misalnya kerusakan hutan, kematian
hewan dan tumbuh-tumbuhan.
• Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL)
Adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha
dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau
kegiatan.
Tujuannya untuk mengkaji kemungkinan preubahan
kondisi setelah dan selama berlangsungnya kegiatan, baik
secara biogeofisik, sosial ekonomi, maupun budaya.
Dengan diketahuinya secara rinci berbagai dampak
kegiatan lingkungan-lingkungan tersebut akan dapat
dipersiapkan pengelolaannya dengan memperkecil
dampak negatif dan memperbesar dampak positifnya
• Landasan yuridis bagi penyusunan AMDAL
diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UUPLH yaitu
sebagai berikut :
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang
menimbulkan dampak besar dan penting
terhadap lingkungan hidup wajib memiliki
analisis mengenai dampak lingkungan hidup
untuk memperoleh izin melakukan usaha
dan/atau kegiatan.
Pelaksanaan AMDAL hanya diberlakukan bagi rencana usaha dan/atau
kegiatan berskala, kompleks, dan berpotensi menimbulkan dampak
penting terhadap lingkungan. Seperti dijelaskan dalam Pasal 22
UUPPLH bahwa :
(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
(2) Dampak penting ditentukan berdasarkan kriteria:
a. besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampak rencana
usaha dan/atau kegiatan;
b. luas wilayah penyebaran dampak;
c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;
d. banyaknya komponen lingkungan hidup lain yang akan terkena
dampak;
e. sifat kumulatif dampak;
f. berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan/atau
g. kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pasal 23
(1) Kriteria usaha dan/atau kegiatan yang berdampak
penting yang wajib dilengkapi dengan amdal terdiri
atas:
a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;
b. eksploitasi sumber daya alam, baik yang terbarukan
maupun yang tidak terbarukan;
c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup serta pemborosan dan
kemerosotan sumber daya alam dalam
pemanfaatannya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat
mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan,
serta lingkungan sosial dan budaya;
d. proses dan kegiatan yang hasilnya akan
mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi
sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar
budaya;
f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, hewan, dan
jasad renik;
g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan
nonhayati;
h. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau
mempengaruhi pertahanan negara; dan/atau
i. penerapan teknologi yang diperkirakan
mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi
lingkungan hidup.
• Dokumen Amdal memuat:
a. pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau
kegiatan;
b. evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau
kegiatan;
c. saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap
rencana usaha dan/atau kegiatan;
d. prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting
dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut dilaksanakan;
e. evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi
untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan
lingkungan hidup; dan
f. rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Dokumen amdal disusun oleh pemrakarsa dengan
melibatkan masyarakat.
Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip
pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta
diberitahukan sebelum kegiatan dilaksanakan.
Maksud masyarakat disini meliputi:
a. yang terkena dampak;
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam
proses amdal.
Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
mengajukan keberatan terhadap dokumen amdal.
Penyusun Amdal wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun
Amdal.
Kriteria untuk memperoleh sertifikat kompetensi penyusun amdal
meliputi:
a. penguasaan metodologi penyusunan amdal;
b. kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi
dampak serta pengambilan keputusan; dan
c. kemampuan menyusun rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup.
Sertifikat kompetensi penyusun amdal diterbitkan oleh lembaga
sertifikasi kompetensi penyusun amdal yang ditetapkan oleh
Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal yang dibentuk
oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya
Keanggotaan Komisi Penilai Amdal terdiri atas wakil dari unsur:
a. instansi lingkungan hidup;
b. instansi teknis terkait;
c. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan jenis usaha
dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
d. pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang
timbul dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang sedang dikaji;
e. wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak; dan
f. organisasi lingkungan hidup.
Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penilai Amdal dibantu oleh
tim teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan
kajian teknis dan sekretariat yang dibentuk untuk itu.
Pakar independen dan sekretariat ditetapkan oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Pemerintah dan pemerintah daerah
membantu penyusunan Amdal bagi usaha
dan/atau kegiatan golongan ekonomi
lemah yang berdampak penting terhadap
lingkungan hidup.
Bantuan penyusunan amdal tersebut
berupa fasilitasi, biaya, dan/atau
penyusunan Amdal.
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk
dalam kriteria wajib amdal wajib memiliki UKL-UPL.
UKL : Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
UPL : Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup
Usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib dilengkapi
UKL-UPL wajib membuat surat pernyataan
kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
hidup.
Penetapan jenis usaha dan/atau kegiatan yang tidak
wajib dilengkapi UKL-UPL berdasarkan kriteria:
a. tidak termasuk dalam kategori berdampak penting
b. kegiatan usaha mikro dan kecil.
PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN
Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan
antara dua pihak atau lebih yang timbul dari
kegiatan yang berpotensi dan/atau telah
berdampak pada lingkungan hidup.
Penyelesaian sengketa lingkungan dapat dilakukan
dengan dua jalur, yakni ;
a. penyelesaian sengketa di luar pengadilan
berdasarkan pilihan (sukarela) para pihak,
b. penyelesaian sengketa melalui gugatan di
pengadilan
a. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau
penyelesaian sengketa alternatif yang dikenal luas
dengan nama “Extrajudical Settlement of Diputes” atau
juga populer dengan nama “Alternative Dispute
Resolution”.
Cara ini ditempuh masyarakat karena karena lebih cepat
dan murah dibanding melalui jalur pengadilan. Model
penyelesain ini dapat dilakukan baik oleh pihak sendiri,
maupun melalui jasa pihak ketiga netral, baik yang
memilki kewenangan mengambil keputusan maupun
yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil
keputusan.
Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa alternatif (ADR) yang
dikenal selama ini meliputi :
1. Negosiasi (Negotiation)
Negosiasi merupakan cara penyelesaian konflik melalui
perundingan langsung antara para pihak yang bersangkutan
tanpa harus melalui pihak ketiga untuk mencari dan
menemukan bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat
disepakati bersama.
2. Medis (Mediation)
Merupakan upaya penyelesaiann yang dilakukan oleh para
pihak yang bersengketa melalui perundingan dengan
bantuan pihak lain, atau pihak ketiga netral (mediator),
guna mencari dan menemukan bentuk penyelesaian yang
disepakati bersama.
3. Penyelidikan (inquiry)
Penyelidikan atau pencarian fakta merupakan upaya penyelesaian yang
dilakukan para pihak dengan cara menunjukan pihak ketiga untuk
mengevaluasi, menganalisa, dan memperjelas berbagai masalah yang
menimbulkan perbedaan interpretasi oleh para pihak. Hasil dari
evaluasi, analisa dan penjelasan dari tim pencari fakta disertai dengan
rekomendasi pemecahan masalah.
4. Konsiliasi (Consiliation)
Suatu bentuk penyelesaian sengketa yang dapat diambil oleh para
pihak yang bersengketa, dimana para pihak yang bersengketa
membentuk suatutim penyelesaian yang tidak memiliki atau netral
yang disebut “komisi” baik yang bersifat tatap maupun ad hoc. Tugas
dari komisi adalah memberikan pandangan atau sarang-saran
mengenai cara-cara penyelesaian sengketa dan berusaha untuk
menentukan batas-batas penyelesaian yang dapat dilakukan oleh para
pihak yang bersengketa.
5. Arbitrase (Arbitration)
Merupakan upaya penyelesaian dengan menyerahkan
penyelesaian sengketa dari pihak lain yang netral, yang
mempunyai kewenangan untuk memutuskan dan
memaksakan keputusan tersebut kepada salah satu
pihak sebagai suatu bentuk penyelesaian dari sengketa.
Penyelesaian melalui arbitrase lebih bercorak
adversarial atau pertikaian yang menyerupai proses
ajudikatif (pengadilan). Karena bersifat adversiarial
dalam penyelesaian sengketa, maka kadang kalah
populer jika dibandingkan dengan cara negosiasi atau
mediasi yang sangat menekankan aspek konsensus.
Prosedur penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan
prinsipnya dimaksudkan untuk melindungi hak-hak
keperdataan para pihak yang bersengketa.
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan
dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai:
a. bentuk dan besarnya ganti rugi;
b. tindakan pemulihan akibat pencemaran dan/atau
perusakan;
c. tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulangnya
pencemaran dan/atau perusakan; dan/atau
d. tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif
terhadap lingkungan hidup.
Bebrapa syarat sebagai pihak ketiga netral yaitu
harus :
a. Disetujui oleh para pihak yang bersangkutan;
b.Tidak memiliki hubungan keluarga dan/atau
hubungan kerja dengan salah satu pihak yang
bersangkutan;
c. Memiliki keterampilan untuk melakukan
perundingan atau penengahan;
d.Tidak memiliki kepentingan terhadap proses
perundingan maupun hasilnya.
b. Penyelesaian Sengketa Lingkungan di
Pengadilan
Gugatan melalui pengadilan hanya dapat
ditempuh jika upaya di luar pengadilan upaya
di luar pengadilan tersebut dinyatakan tidak
berhasil oleh salah satu pihak atau para pihak
yang bersengketa. Dengan demikian, secara
prinsip penggugat dapat langsung
mengajukan gugatan ke pengadilan.
Mengenai ganti rugi dan biaya pemulihan diatur dalam Pasal
87 UUPPLH dijelaskan bahwa :
(1) Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang
melakukan perbuatan melanggar hukum berupa
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang
menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan
hidup wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan
tindakan tertentu.
(2) Setiap orang yang melakukan pemindahtanganan,
pengubahan sifat dan bentuk usaha, dan/atau kegiatan dari
suatu badan usaha yang melanggar hukum tidak
melepaskan tanggung jawab hukum dan/atau kewajiban
badan usaha tersebut.
(3) Pengadilan dapat menetapkan pembayaran uang paksa
terhadap setiap hari keterlambatan atas pelaksanaan
putusan pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai