Anda di halaman 1dari 18

REVOLUSI MENTAL DALAM

PENDIDIKAN MORAL
KELOMPOK B-14
REVOLUSI MENTAL DALAM PENDIDIKAN
MORAL
• Kelompok B-14
• Ketua
• Anggota
Definisi
• Revolusi (dari bahasa latin revolutio, yang berarti
“berputar arah”) adalah
perubahan fundamental (mendasar) dalam struktur
kekuatan atau organisasi yang terjadi dalam periode waktu
yang relatif singkat.
• Kata kuncinya adalah Perubahan dalam Waktu Singkat.
• Revolusi mental merupakan suatu gerakan seluruh
masyarakat baik pemerintah atau rakyat dengan cara yang
cepat untuk mengangkat kembali nilai-nilai strategi yang
diperlukan oleh Bangsa dan Negara sehingga dapat
memenangkan persaingan di era globalisasi.
• Revolusi mental mengubah cara pandang, pikiran, sikap
dan perilaku yang berorientasi pada kemajuan dan
kemoderenan, sehingga menjadi bangsa besar dan mampu
berkompetisi dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
• Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno telah
mencetuskanistilah revolusi mentall di Indonesia.
• Namun, belakangan ini kata revolusi mental tengah hangat
menjadi topik pembicaraan. Karena kata revolusi mental ini
menjadi jargon atau program pemerintahan presiden
Jokowi yang tertuang dalam Nawa Cita poin ke delapan (8).
• Nawa Cita adalah istilah umum yang diserap dari bahasa
Sanskerta, nawa (sembilan) dan cita (harapan, agenda,
keinginan).
• Moralitas menjadi melonggar.
• Sesuatu yang dulu dianggap tabu, sekarang menjadi biasa-biasa saja.
• Cara berpakaian, berinteraksi dengan lawan jenis, menikmati hiburan di
tempat-tempat spesial dan menikmati narkoba menjadi tren dunia modern
yang sulit ditanggulangi.
• Globalisasi menyediakan seluruh fasilitas yang dibutuhkan manusia, positif
maupun negatif.
• Banyak manusia terlena dengan menuruti semua keinginannya, apalagi
memiliki rezeki melimpah dan lingkungan kondusif.
• Akhirnya, karakter bangsa berubah menjadi rapuh, mudah diterjang ombak,
terjerumus dalam tren budaya yang kebarat baratan. Prinsip-prinsip moral,
budaya bangsa, dan perjuangan hilang dari karakteristik mereka. Inilah yang
menyebabakan dekadensi moral serta hilangnya kreativitas dan produktivitas
bangsa.
• Sebab, ketika karakter suatu bangsa rapuh maka semangat berkreasi dan
berinovasi dalam kompetensi yang kekat akan mengendur, dan mudah
dikalahkan oleh semangat konsumerisme, hedonisme, dan lain-lain.
• Pembangunan manusia melingkupi 3 dimensi, yaitu sehat, cerdas,
berkepribadian.
• Sehat berarti dimulai dengan fisik kita yang senantiasa fit dan bugar.
• Cerdas berarti mengarah pada otak kita yang selalu berpikir dan diasah
sehingga memiliki kemampuan analisis yang tajam dan berkualitas.
• Sedangkan berkepribadian adalah kaitannya dengan kehendak yang
berbudi pekerti luhur.
• Perlunya revolusi mental adalah karena penyakit seperti
emosi/mental/jiwa akan berdampak pada individu berupa malasnya
seseorang dan tidak mempunyai karakter. Kemudian dampaknya akan
menular kepada masyarakat yang ditandai dengan gangguan ketertiban,
keamanan, kenyamanan, kecemburuan sosial, dan ketimpangan sosial.
Lebih jauh lagi, akan berdampak negatif pada bangsa dan negara.
Bangsa kita akan lemah dan menjadi tidak bermartabat. Kemudian
produktivitas dan daya saing kita menjadi rendah
• Adapun rumusan Agenda Prioritas Pembangunan yang ditetapkan oleh
Pemerintahan Jokowi dan Yusuf Kalla diberi nama Nawa Cita (9 agenda
prioritas) :
1. Menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap dan memberikan
rasa aman pada suluruh warga Negara.
2. Membuat Pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola
Pemerintah yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah
dan desa dalam kerangka Negara kesatuan
4. Menolak Negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
5. Meningkatka kualitas hidup manusia.
6. Mewujudkan melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan
dengan program Indonesia Pintar, Indonesia Kerja dan Indonesia Sejahtera,
kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik.
7. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional.
8. Melakukan revolusi karakter bangsa melalui
kebijakan penataan kembali kurikulum
pendidikan nasional dengan mengedepankan
aspek pendidikan kewarganegaraan, yang
menempatkan secara proporsional aspek
pendidikan, seperti pengajaran sejarah
pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan
cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi
pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia.
9. Memperteguh ke-bhinekaan dan memperkuat
restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan
memperkuat pendidikan ke-bhinekaan.
• Tiga Nilai Revolusi Mental
1. Integritas (jujur, dipercaya, berkarakter, bertanggung jawab)
2. Kerja Keras (etos kerja, daya saing, optimis, inovatif dan produktif)
3. Gotong royong (kerja sama, solidaritas, komunal, berorientasi
pada kemaslahatan)

• Strategi Internalisasi 3 Nilai Revolusi Mental


1. Jalur birokrasi
2. Internalisasi 3 nilai revolusi mental pada Kementrian/Lembaga
melalui:
3. Pembentukan tugas gugus dan pic
4. Tersusunnya program, kegiatan nyata berbasis nilai-nilai revolusi
mental.
5. Menjadi contoh tauladan (role model)
• Jalur swasta
1. Memperkuat kemitraan antara pengusaha kecil dan
pengusaha besar.
2. Inseftif pengurangan pajak bagi pengusaha Indonesia
yang mengembangkan produk lokal inovatif.
3. Instruksi presiden kepada pengusaha media untuk
berkolaborasi mempromosikan revolusi mental.
4. Mengembangkan lembaga keuangan mikro di desa.
5. Mendukung inisiatif usaha menengah membuka
pasar/sentral yang menjual produk lokal yang
inovatif, kreatif dan harga terjangkau.
• Jalur kelompok masyarakat
1. Pembudayaan 3 nilai revolusi mental dalam kelompok masyarakat
2. Membangun role model
3. Aspirasi terhadap kelompok masyarakat
4. Keteladanan oleh tokoh

• Jalur pendidikan
1. Memperkuat kurikulum pendidikan kewarganegaraan pada semua
jenjang, jenis dan jalur pendidikan untuk membangun integrasi,
membentuk etos kerja keras dan semangat gotong royong.
2. Menerapka ekstra kurikuler revolusi mental di sekolah.
3. Meningkatkan sarana pendidikan yang merata.
4. Meningkatkan kompotensi guru dalam mendukung revolusi mental
• Dunia pendidikan sangat bertanggung jawab dalam menghasilkan
lulusan-lulusan yang memiliki akademis bagus dan moral yang baik.
• Walaupun pada kenyataannya potret pendidikan di Negara kita dari
segi akademis sangat bagus tetapi dari segi karakter ternyata masih
bermasalah.
• Kegagalan pendidikan di Indonesia menghasilkan manusia yang
berkarakter diperkuat oleh pendapat I Ketut Sumarta dalam
tulisannya yang berjudul “Pendidikan yang Memekarkan Rasa”.
Dalam tulisannya, Ketut Sumarta mengungkapkan bahwa
pendidikan nasional kita cenderung hanya menonjolkan
pembentukan kecerdasan berpikir dan menepikan penempatan
kecerdasan rasa, kecerdasan budi, bahkan kecerdasan batin. Dari
sini lahirlah manusia-manusia yang berotak pintar, manusia yang
berprestasi secara kuantitatif akademik, tetapi tidak berkecerdasan
budi.
• Perubahan Dimulai Dari Pendidikan Itu Sendiri (Revolusi
Pendidikan)
• Pendidikan membutuhkan komitmen dan integritas para
pemangku kepentingan di bidang pendidikan untuk secara
sungguh-sungguh menerapkan nilai-nilai kehidupan di
setiap pembelajaran. Pendidikan seharusnya tidak sekadar
mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah,
tetapi juga menanamkan kebiasaan menjadi sebuah hoby
tentang hal mana yang baik. Dengan alasan begitu, anak
didik menjadi paham dan mengerti tentang mana yang
baik dan salah serta mampu merasakan nilai yang baik,
perilaku yang baik, dan biasa melakukanya dalam
kehidupan mereka sehari-hari.
• Revolusi Mental Dalam Dunia Pendidikan Harus Dijalankan secara
Total
• Dengan adanya Pendidikan formal melalui sekolah dapat menjadi
lokus untuk memulai revolusi mental ini. pendidikan diarahkan
pada pembentukan etos warga negara. Proses pedagogik
membuat etos warga negara ini tumbuh atau dapat menjadi
tindakan sehari-hari. Cara mendidik perlu diarahkan dari
pengetahuan diskursif ke pengetahuan praktis yang artinya,
membentuk etos bukanlah pembicaraan teori-teori etika yang
abstrak, tetapi bagaimana membuat teori-teori tersebut
mempengaruhi tindakan sehari-hari. Pendidikan diarahkan menuju
transformasi di tataran kebiasaan. Pendidikan mengajarkan
keutamaan yang merupakan pengetahuan praktis. Revolusi mental
membuat kejujuran dan keutamaan yang lain menjadi suatu
disposisi batin ketika siswa berhadapan dengan situasi konkret.
• Ijazah Inti dari Pendidikan Bukan Sekedar Gelar
Semata Tanpa Ada Ilmu Yang didapatkan.
• Masyarakat yang memandang ijazah sebagai tujuan
pokok dari seluruh proses pendidikan maka
kehilangan makna dari pendidikan itu sendiri.
Menurut mereka Jika Bersekolah itu hanya usaha
untuk mendapatkan ijazah saja. Agar mendapatkan
ijazah dengan keterangan yang memuaskan, nilai-nilai
ujian perlu digenjot. Ijazah menjadi golden ticket
untuk meneruskan perjuangan hidup berikutnya.
Ijazah digunakan untuk melamar pekerjaan dan
mendapatkan jabatan sehingga kesejahteraan hidup
pun terjamin.
• Pelajaran Agama Harus Diperkuat dan Di Khususkan
Disetiap Sekolah Walaupun Sekolah Umum
• Walaupun Pada kurikulum 2013 banyak
mengundang kritik dari para pemerhati pendidikan
dalam negeri ini karena Kurikulum 2013 memiliki
tujuan besar untuk mengubah moral peserta didik
menjadi lebih baik melalui pendidikan agama yang
dikhususkan dan diperbanyak Jam Belajarnya
walaupun sekolah berstatus umum. Namun dengan
kebijakan tersebut Kekeliruan mulai pecah dalam
masyarakat kita ketika penerapan kurikulum 2013
dilakukan dengan memperbanyak ajaran agama.
• Revolusi terhadap mental gila ijazah ini
memang tidak mudah sebab perbaikan tidak
hanya melibatkan sistem pendidikan melainkan
juga sistem ekonomi dan politik. Sistem
penilaian dalam pendidikan perlu dibuat agar
tidak terlalu mementingkan kuantitas.
Lapangan pekerjaan juga perlu diperluas agar
orang tidak khawatir akan kesempatan yang ia
dapatkan untuk mengembangkan diri di suatu
lapangan pekerjaan tertentu.
• Anggapan bahwa mereka mengatakan jika
memperbanyak pelajaran agama dapat mengubah
perilaku menjadi baik dan berakar dari asumsi
pembedaan yang tajam antara budaya dalam
bentuk pola pikir, perasaan dan tindakan yang lebih
menjurus yang akan menimbulkan perbedaan satu
dengan yang lainnya. Padahal dalam kenyataan hal
tersebut tidak menjamin nilai-nilai yang dipelajari di
sekolah menjadi cara berpikir dalam praktek hidup
para pelajar. Dalam revolusi mental, perlu
diupayakan perubahan asumsi dasar dalam
memandang dan mengubah budaya tersebut.

Anda mungkin juga menyukai