Anda di halaman 1dari 22

C

STUDI KASUS ‘’Febris dan


Gastroenteritis’’
Khusnul Hatimah Ilham (006) Francisca Yolanda (038) Ketut Wiradana (061)

Fisa Juniawan Cahyono (010) Arsita Handayani (106) Aslinda Arsyad (068)

Nurul Fitri Rafifah (017) Lidya Balimbing (048) Heriwanti Pasalli’ (079)

Rezki Primadia Audina (024) Youngky Haryanto (112) Venty Try Mangiwa (085)

Indriani (033) Nasha Al Sakinah (051) Ahmad Alfath (098)

KELOMPOK I (FARMASI KLINIK)


PART 01 PART 02 PART 03 PART 04

PENDAHULUAN TINJAUAN STUDI KASUS PEMBAHASAN


PUSTAKA
PENDAHULUAN
Gastroenteritis akut masih menjadi salah satu penyumbang morbiditas tertinggi hingga saat ini di berbagai negara di dunia dan khususnya di negara berkembang
dengan tingkat sanitasi yang masih tergolong kurang seperti Indonesia.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar kasus gastroenteritis akut pada orang dewasa di seluruh dunia setiap tahun. Di Amerika Serikat,
insiden mencapai 200 juta hingga 300 juta kasus per tahun. Sekitar 900.000 kasus perlu perawatan di rumah sakit. Di seluruh dunia, sekitar 2,5 juta kasus kematian
karena diare per tahun. Di Amerika Serikat, gastroenteritis akut terkait mortalitas tinggi pada lanjut usia. Selain itu, gastroenteritis akut masih merupakan penyebab
kematian anak di seluruh dunia, meskipun tatalaksana sudah maju.

Penanganan dini yang cepat, tepat dan adekuat harus dilakukan dalam mengatasi gastroenteritis akut agar pasien tidak jatuh ke kondisi yang lebih parah. Pemberian
terapi sampai nutrisi bagi penderita harus diberikan dengan tepat. Dalam pemberian terapi sangat penting dalam penanganan gastroenteritis akut disamping pemberian
obat spesifik terhadap agen penyebab yang bisa diketahui dari manifestasi klinis hasil laboratorium
TINJAUAN PUSTAKA
Febris atau demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan
suhu di hipotalamus (Dinarello & Gelfand, 2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5 – 37,20C. derajat suhu yang dapat dikatakan demam
adalah rectal temperature ≥ 38,00C atau oral temperature ≥ 37,50C atau axillary temperature ≥ 37,20C.

Gastroenteritis adalah peradangan usus dan lambung yang timbul karena muntah, demam, sakit perut, dan diare. Gastroenteritis bisa
bersifat persisten, akut, atau kronis, dan dapat juga diklasifikasikan sebagai infeksi atau tidak infeksius.
Demam dapat disebabkan oleh faktor
infeksi ataupun faktor non infeksi.

Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh


infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit.

Demam akibat faktor non infeksi dapat


disebabkan oleh beberapa hal antara lain faktor
lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang
terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi, dan lain-lain),
penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus
erythematosus, vaskulitis, dan lain-lain),
keganasan (penyakit Hodgkin, Limfoma
nonhodgkin, leukemia dan lain-lain), dan
pemakaian obat-obatan (antibiotic,
difenilhidantoin dan antihistamin).
Etiologi Febris
KLASIFIKASI FEBRIS

Demam Septik Demam intemitten


Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang Pada demam ini, suhu badan turun ke tingkat yang normal
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di selama beberapa jam dalam satu hari.
atas normal pada pagi hari.

Demam hektik Demam kontinyu


Pada demam ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang Pada demam ini, terdapat variasi suhu sepanjang hari yang
tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat tidak berbeda lebih dari satu derajat.
yang normal pada pagi hari.

Demam remiten Demam Siklik


Pada demam ini, suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai suhu Pada demam ini, kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
normal. Demam remiten merupakan demam yang khas untuk penyakit TBC, penyakit virus, periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan
infeksi bakteri dan keadaan infeksius. suhu seperti semula.
Penatalaksanaan terapi Febris
Penatalaksanaan demam bertujuan untuk merendahkan suhu tubuh yang terlalu tinggi bukan
untuk menghilangkan demam. Penatalaksanaan demam dapat dibagi menjadi dua garis besar
yaitu: non farmakologi dan farmakologi.

Terapi Non Farmakologi Terapi Farmakologi


Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam (antipiretik) adalah parasetamol (asetaminofen), ibuprofen, dan aspirin.
• Pemberian cairan dalam jumlah
banyak untuk mencegah dehidarsi
dan beristirahat yang cukup. Parasetamol
Parasetamol (asetaminofen) merupakan metabolit aktif dari fenasetin dengan efek antipiretik dan analgesik
• Tidak memberikan penderita pakaian lemah. Konsentrasi tertinggi di dalam plasma dicapai dalam 30-60 menit. Obat ini tersebar ke seluruh tubuh dan
panas yang berlebihan pada saat berikatan dengan protein plasma secara lemah. Ikatan dengan protein plasma sebesar 25%. Parasetamol akan
menggigil. dimetabolisme di dalam hati oleh enzim mikrosom hati dan diubah menjadi asetaminofen sulfat dan
glukuronida.
• Memberikan kompres hangat pada Ibuprofen
penderita. Pemberian kompres Ibuprofen merupakan golongan obat antiinflamasi non steroid (OAINS) yang sering digunakan sebagai
hangat dengan temperatur air 29,5ºC- antipiretik pada anak. Obat ini bersifat analgetik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Ibuprofen
32ºC dapat memberikan sinyal ke juga terbukti efektif dan aman sebagai antipiretik, namun tidak dianjurkan pada anak usia dibawah 6 bulan
hipotalamus dan memacu terjadinya atau diberkan dalam jangka waktu lama
vasodilatasi pembuluh darah perifer.
Aspirin
Aspirin atau asam asetilsalisilat atau asetosal adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering
digunakan sebagai analgetik (terhadap rasa sakit atau nyeri), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi.
Aspirin merupakan obat yang efektif untuk mengurangi demam, namun tidak direkomendasikan pada anak.
Penyebab diare akut dapat dibagi menjadi dua golongan,
diare sekresi (diare sekresi) dan diare osmotis (diare
osmotik).

Diare sekresi dapat disebabkan oleh faktor-faktor antara lain : 1


• Virus infeksi, kuman-kuman patogen, atau penyebab lainnya
(seperti gizi yang buruk)
• Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-
bahan kimia, makanan (seperti keracunan makanan, makanan
yang pedas atau terlalu asam), gangguan psikis (gangguan,
gugup), gangguan saraf, hawa dingin atau alergi, dan
sebagainya.
• Defisiensi imun terutama SigA (Sekretori Immunoglobulin A)
yang mengakibatkan berlipatgandanya bakteri atau flora usus
dan jamur.

Diare osmotik (diare osmotik) disebabkan oleh malabsorpsi


makanan, protein rendah kalori (KKP), bayi berat badan lahir
rendah (BBLR), dan bayi baru lahir.

Etiologi Gastroenteritis
Proses terjadinya diare dapat disebabkan
oleh berbagai pertimbangan seperti

Faktor infeksi Faktor Makanan


Faktor ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) Dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap
yang masuk dalam saluran pencernaan yang kemudian dengan baik Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus
berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk
yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare.

Faktor malabsorbsi Faktor psikologis


Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan
yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat pristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke penyerapan makanan yang dapat menyebabkan
rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga diare.
usus sehingga terjadilah diare.
Klasifikasi Gastroenteritis
Gastroenteritis (diare) dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor :

1) Akut : berlangsung < 5 hari.


Berdasarkan lama waktu 2) Persisten : berlangsung 15-30 hari.
3) Kronik : berlangsung > 30 hari.

Berdasarkan mekanisme 1) Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer.


patofisiologik 2) Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan Elektrolit.

1) Diare tanpa Dehidrasi.


Berdasarkan derajatnya 2) Diare dengan Dehidrasi ringan atau sedang.
3) Diare dengan Dehidrasi berat.

Berdasarkan penyebab 1) Infektif


Infeksi atau tidak. 2) Non infeksif
Penatalaksanaan terapi Gastroenteritis
Terapi Non Farmakologi Terapi Farmakologi
Pencegahan Diare dapat diupayakan melalui Terapi Rehidrasi Oral
berbagai cara umum dan khusus/imunisasi. penggunaan terapi rehidrasi oral sebagai terapi lini pertama untuk pengobatan gastroenteritis akut, kecuali pada
Termasuk cara umum antara lain adalah kasus rehidrasi parah.
• peningkatan higiene dan sanitasi, Jika terapi intravena diperlukan, dapat diberikan cairan normotonik, seperti cairan salin normal atau ringer
• jangan makan sembarangan terlebih laktat, suplemen kalium diberikan sesuai panduan kimia darah. Status hidrasi harus dipantau dengan baik
makanan mentah, dengan memperhatikan tanda-tanda vital, pernapasan, dan urin, serta penyesuaian infus jika diperlukan.
• mengonsumsi air yang bersih dan sudah Pemberian harus diubah ke cairan rehidrasi oral sesegera mungkin
direbus terlebih dahulu,
• mencuci tangan setelah BAB dan atau setelah Antiemetik
bekerja. Antiemetik sering digunakan karena muntah adalah gejala yang tidak menyenangkan dan menyusahkan yang
• Memberikan ASI ekslusif selama 6 bulan dan dapat meningkatkan kemungkinan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit, aspirasi paru, dan yang paling
diteruskan sampai 2 tahun. penting adalah kebutuhan hidrasi intravena atau perawatan lebih lanjut.
Antibiotik
Antibiotik diindikasikan pada pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi, seperti demam, feses berdarah,
leukosit pada feses, mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada
diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised.
Antidiare
• Kelompok Anti-sekresi Selektif (racecadotril)
• Kelompok Opiat (Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl, serta kombinasi difenoksilat
dan atropin sulfat)
• Kelompok Absorbent (Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit diberikan
atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyerap bahan infeksius atau toksin. )
STUDI KASUS
Profil Penderita Profil Penyakit
Nama : M.S Keluhan Utama
Umur : 66 tahun Demam sejak 2 hari yang lalu, menggigil, nyeri ulu hati, mual, muntah (frekuensi
No. RM : 372237 lebih dari 3 kali), BAB cair sejak 1 hari terakhir (frekuensi lebih dari 5 kali), nyeri
Jenis Kelamin : Laki-laki saat BAK.
Berat Badan : 64 kg Riwayat Penyakit
Cara Bayar : BPJS Riwayat pembesaran prostat; riwayat DM, Hipertensi, PJK disangkal.
Alamat : Jl Puri Tamansari F7 No.2 Riwayat Pengobatan
MRS : 23 Maret 2019 Pengobatan sendiri dengan antalgin dan panadol jika sakit kepala
KRS : 26 Maret 2019
Data Klinik Data Laboratorium
Berdasarkan pemeriksaan oleh dokter, maka diperoleh data klinik Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel darah pasien di laboratorium
yang dapat dilihat padatabel berikut diperoleh data seperti pada tabel berikut ini.

Hasil Pengamatan Tanggal Pemeriksaan


NO Data Klinik No Pemeriksaan Nilai Rujukan
23/3/19 24/3/19 25/3/19 26/3/19 23/3/19 24/3/19 25/3/19
1. Tekanan Darah (mmHg) 120/90 160/80 160/100 130/80
1. WBC 4,0-10,0 x 103 /𝜇L 4,6 6,8 6,2
2. Pernapasan (kali/menit) 20 24 22 20

3. Denyut Nadi (kali/menit) 80 86 72 88 2. RBC 4-5-5,5 x 106 /𝜇L 4,7 4,71 4,66

4. Suhu Badan (ºC) 40 37,4 36,5 36 3. HGB 14-18 g/dL 14,4 14,3 14,1
4. HCT 40-50% 38,1 38,2 37,9
5. Bab encer + lender +++++ +++++ ++ + 5. MCV 80-96 fl 81,1 81,1 81,3
6. Bab encer + darah - - + - 6. MCH 27-31 pg 30,6 30,4 30,3
7. Menggigil + + - - 7. MCHC 32-37 g/dL 37,8 37,4 37,2

8. Susah tidur - - + - 8. PLT 150-400 x 103 /𝜇L 103 100 127

Keterangan: (+) = keluhan pasien (-) = tidak ada keluhan


9. RDW-SD 37,0-54,0 fl 37,3 38,9 41,9
10. RDW-CV 11,5-14,5 % 13,2 13,6 13,7
11. PDW 10,0-18,0 fl 13,2 14,8 13,8
12. MPV 6,1-8,9 fl 10,6 10,3 11,2
13 LYM 20-40% 11,5 10,6 20,1
Data Penting Lain
Berdasarkan hasil pemeriksaan sampel darah pasien di laboratorium diperoleh data seperti data pada tabel III.6 dan III.7.

Tabel III.6 Hasil Pemeriksaan Widal Tabel III.7 Hasil Pemeriksaan Kimia Darah

Hasil Jenis Hasil


Pemeriksaan Nilai Rujukan Rujukan Satuan
23/3/2019 Pemeriksaan 25/3/2019
Salmonella typhi Titer O 1/80 Glukosa Darah 146 ≤200 mg/dL
Negatif
Salmonella typhi Titer H - Sewaktu
Salmonella Titer AH - Urea (BUN) 35 23-43 mg/dL
paratyphi Kreatinin 1,14 L=0,8-1,4; mg/dL
Negatif
Salmonella Titer BH - P=0,6-1,2
paratyphi SGOT 27 L=10-40; U/L
P=9-25
SGPT 29 L=10-55; U/L
P=7-30
Profil Pengobatan
Berdasarkan pengontrolan obat pasien, maka diperoleh profil pengobatan yang dapat dilihat pada tabel III.8

Tabel III.8 Tabel Pengobatan Pasien


Tanggal Pemberian
No Nama Obat Dosis Aturan Pakai
23/3/2019 24/3/2019 25/3/2019 26/3/2019
1. Ondansetron 4 mg IV/12 jam √ √ - -
2. Ranitidin 50 mg/2 mL IV/12 jam √ √ - -

3. Paracetamol 10 mg/mL IV/1 g/drips √ √ - -


4. New Diatabs 600 mg Pagi 2 tablet
Siang 1 tablet √ √ - -
Malam 1 tablet
5. Cotrimoxasol 480 mg Oral 960 mg/12 jam √ √ - -

6. Asam 250 mg IV/bila perlu


- √ - -
Traneksamat
7. Futrolit - √ √ -
8. Lodia 2 mg Oral/12 jam - √ - -
9. Ozid 40 mg IV/24 jam - - √ √
10. Alprazolam 0,5 mg Oral/24 jam - - √ -
11. Amlodipin 5 mg Oral/24 jam - - √ √
Analisa Rasionalitas
Berdasarkan profil pengobatan yang diberikan pada pasien, maka dibuat analisis rasionalitas sperti pada Tabel III.9.

Tabel III.9 Data Analisa Rasionalitas Pengobatan Pasien

Rasionalitas
No Nama Obat Dosis Lama
Indikasi Obat Dosis Aturan Pakai Penderita Cara Pemberian
Pemberian

1. Ondansetron 4 mg R R R R R R R

2. Ranitidin 50 mg/2 mL R R R R R R R

3. Paracetamol 10 mg/mL R R R R R R R

New Diatabs R R R R R R R
4. 600 mg
(Attapulgit)

5. Cotrimoxasol 480 mg R R R R R R IR

Asam IR IR IR IR IR IR IR
6. 250 mg
Traneksamat
7. Futrolit R R R R R R R
8. Lodia 2 mg IR IR IR IR IR IR IR
Ozid R R R R R R IR
9. 40 mg
(Omeprazol)
10. Alprazolam 0,5 mg R R R R R R R
11. Amlodipin 5 mg R R R R R R IR
Asessment and Plan
Berdasarkan analisis rasional pengobatan pasien selama dirawat di rumah sakit, maka dilakukan assessment dan plan seperti pada tabel III.10

Tabel III.10 Data Assessment and Plan terhadap Profil Pengobatan Pasien

Problem Medik Terapi DPRs Rekomendasi Monitoring


Pemberian obat tidak Asam Traneksamat Ada terapi tidak ada keluhan Sebaiknya tidak diberikan atau Monitoring warna dan bentuk
rasional diberikan setelah terdapat gejala. feses.

Hipertensi Amlodipin Indikasi yang tidak ditangani Sebaiknya diberikan pada tanggal 24 -Tekanan darah
maret 2019, karena gejala hipertensi -efek samping
mulai muncul pada saat itu

Pemberian obat tidak Lodia (Loperamide) Pemilihan obat kurang tepat Sebaiknya tidak diberikan karena dapat -Kondisi pasien
rasional memperburuk kondisi pasien

Resistensi Cotrimoxazol Lama pemerian obat Sebaiknya pemerian antibiotik harus


habis untuk mengurangi resistensi
antibiotik
Pemerian obat tidak rasional Omeprazol Dosis terlalu besar Sebaiknya tidak diberikan bersamaan -kondisi pasien
dengan lanzoprazol untuk mencegah -gejala mual-muntah
overdosis
PEMBAHASAN
Studi kasus pasien dengan diagnosa masuk febris dan gastroenteritis. Data yang diperoleh diambil berdasarkan data klinik dan data
laboratorium pasien di rumah sakit sejak tanggal 23 – 26 Maret 2019. Selanjutnya dilakukan analisis rasionalitas terhadap terapi yang
diberikan pada pasien dan pemberian rekomendasi atau solusi dari permasalahan yang didapatkan.

.
Pembahasan
ANTIBIOTIK ANTIEMETIK
Cotrimoxazole (Sulfametoxazole dan Trimetoprim) tablet 480 Pada tanggal 23 maret 2019 diberikan Ondansetron injeksi dengan dosis 4
mg diberikan untuk mengatasi keluhan pasien yaitu nyeri saat mg. Pemberian ondansetron pada dua hari pertama dinilai rasional untuk
BAK kemungkinan karena adanya infeksi. Kombinasi mengatasi mual muntah namun monitoring mual muntah pasien harus tetap
trimetoprim-sulfametoksazol merupakan pengobatan yang di lakukan untuk menentukan efektivitas dari obat ini.
efektif untuk berbagai infeksi termasuk P jiroveci pneumonia,
infeksi saluran kemih, prostatitis, dan beberapa infeksi yang Ranitidin injeksi dengan dosis 50 mg/2 ml untuk mencegah mual yang dialami
disebabkan oleh strain Shigella, Salmonella, dan nontuberculous pasien. Pemberian ranitidin sudah rasional penggunaannya dan lama
mycobacteria. Pemberian obat ini telah rasional tetapi pada pemberiannya berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien. Namun pada
kasus tersebut hanya diberikan 2 hari saat pasien masuk, penggunaan obat ini harus tetap dimonitoring efek samping dari obat ini
seharusnya diberikan lebih lanjut hingga hari terakhir di rumah karena obat ini termasuk salah satu obat penyebab diare.
sakit, jadi perlu diganti aturan pakai dari cotrimoxazole. Perlu
untuk dilakukan kultur bakteri lebih lanjut untuk menggunakan Ozid® (Omeprazole) injeksi 40 mg . Pemberian obat ini dianggap telah rasional
jenis antibiotik yang lebih sfesifik. untuk mengganti ondasentron pada hari ketiga perawatan. Namun pada
OBAT-OBAT DIARE penggunaan obat ini harus tetap dimonitoring efek samping dari obat ini
karena obat ini termasuk salah satu obat penyebab diare.
Pemberian New Diatabs® (Attapulgit) tablet 600 mg yang bekerja dengan cara
Pada akhir masa perawatan di rumah sakit M. S diberikan obat Lansoprazole
menyerap racun, bakteri dan air dan mengurangi gejala diare dengan cara
tablet 30 mg sebagai salah satu obat GERD. Obat ini dinilai telah rasional
meningkatkan konsistensi tinja yang terbentuk, biasanya digunakan pada diare
karena sebagai obat untuk mengatasi gejala GEA di rumah. Namun pada
akut. Obat ini tidak boleh lebih dari 2 hari, sehingga pemberiannya telah rasional
penggunaan obat ini harus tetap dimonitoring efek samping dari obat iini
dan penggunaannya hanya 2 hari.
karena obat ini termasuk salah satu obat penyebab diare.
Pemberian Loperamide pada pasien ini dinilai tidak rasional karena
antispasmodik/spasmolitik atau opium justru akan memperburuk keadaan karena
akan menyebabkan terkumpulnya cairan di lumen usus dan akan menyebabkan
terjadinya perlipat gandaan (overgrowth) bakteri, gangguan digesti dan absorbsi. LANJUTAN DI SLIDE
Obat-obat ini berkhasiat untuk menghentikan peristaltik, tetapi akibatnya sangat
berbahaya karena penderita akan terkelabui. Diarenya terlihat tidak ada lagi tetapi
BERIKUTNYA
perut akan bertambah kembung dan dehidrasi bertambah berat yang berakibat
fatal untuk penderita.
Pembahasan
ANTIPIRETIK TERAPI CAIRAN
Parasetamol infus dosis 10 mg/mL untuk mengatasi febris pada Futrolit® (NaCl, KCl, CaCl2, Mg(OH)2) infus diberikan untuk
pasien. Parasetamol bekerja langsung di pusat saraf dengan mengatasi kekurangan cairan dari M. S karena telah diare lebih dari
mempengaruhi ambang rasa sakit dengan menghambat enzim 5 hari. Indikasi Futrolit® adalah mengatasi kebutuhan karbohidrat,
cyclooxsygenase, COX-1, COX-2 dan COX-3 yang terlibat dalam cairan, &elektrolit pada fase sebelum, selama, & sesudah op,
pembentukan prostaglandin, substansi yang bertindak mengatur dehidrasi isotonik & kehilangan cairan ekstraseluler. Sehingga
rasa sakit dan diketahui juga sebagai regulator panas pada pemberian infus ini dinilai telah rasional untuk mengatasi dehidrasi
hipotalamus. Dengan berkurangnya produksi prostaglandin di yang dialami pasien akibat diare. Selama pemberian cairan
otak maka efek rasa sakit dan demam dapat berkurang. parenteral ini, setiap jam perlu dilakukan evaluasi jumlah cairan
Pemberian parasetamol dianggap telah rasional. yang keluar bersama tinja dan muntah, perubahan tanda-tanda
rehidrasi. Evaluasi sangat perlu karena jika tidak ada perbaikan
TERAPI TAMBAHAN sama sekali maka tatalaksana pemberian cairan harus diubah
(kecepatan tetesan harus ditingkatkan). Sebaliknya kalau terdapat
gejala overhidrasi, kecepatan tetesan harus dikurangi.
Pada tanggal 24 maret 2019, M. S diberikan Asam Traneksamat untuk mengatasi
pendarahan . Asam Traneksamat (TXA) digunakan untuk mengontrol perdarahan TERAPI TAMBAHAN
pada pasien yang menjalani operasi dan untuk mengelola kondisi lain seperti
M. S mengalami peningkatan tekanan darah mulai tanggal 24
gastrointestinal dan perdarahan menstruasi yang berat. Pemberian asam
Maret 2019 tetapi pasien diberikan obat antihipertensi pada
traneksamat pada Ny. M. S dinilai tidak rasional karena ada obat tanpa indikasi.
tanggal 25 Maret 2019 yaitu diberikan amlodipin tablet 5 mg
Obat ini sebaiknya diberikan setelah ada tanda-tanda pendarahan yang terjadi.
untuk mengatasi hipertensinya dimana amlodipin dapat
menurunkan tekanan darah secara perlahan-perlahan sehingga
Alprazolam tablet 0,5 mg diberikan untuk menangani kecemasan pasien.
tidak menimbulkan reflex takikardi. Obat ini telah rasional
Alprazolam sangat efektif digunakan pada penanganan gangguan panik
penggunaannya tetapi perlu perubahan waktu aturan pakai,
anicagoraphobia dan tampak lebih selektif pada kondisi tersebut dibanding obat-
sebaiknya diberikan pada tanggal 24 Maret 2019.
obat golongan benzodiazepine lainnya. Dilihat dari tanda gejala dan keluhan
pasien yaitu sulit tidur karena kecemasan atau perasaan tidak tenang pada pasien
sehingga penggunaan obat ini dianggap telah rasional dengan pemberian obat
hanya pada tanggal 25 Maret 2019.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dapat disiimpulkan bahwa :
• Dari hasil pengamatan klinik dan pemantauan terapi obat yang diberikan pada pasien M.S
dapat disimpulakn bahwa terapi yang diberikan sudah sesuai dan dinilai rasional, namun masih
memerlukan monitoring lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas dari terapi yang digunakan.
• Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan dapat membantu untuk mencegah terjadinya DRPs,
sehingga permasalahan mengenai obat-obatan dapat teratasi.

Saran
1. Sebaiknya kondisi pasien terus dipantau selama pemberian terapi dan setelah pasien keluar
dari rumah sakit.
2. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium kembali sebelum keluar dari rumah sakit.
THANK YOU

KELOMPOK 1

Anda mungkin juga menyukai