Anda di halaman 1dari 43

KASUS TERKAIT KEFARMASIAN

YANI NOVITASARI ( 1601060 )


TENGKU ZATA HULWANI ( 16010 56 )

Dosen Pengampu : Ratna Sari Dewi, M.Farm, Apt


KASUS 1
KASUS 1

URAIAN KASUS
Seorang ibu hamil berinisial N (24) mengalami muntah-muntah hingga
perutnya kesakitan setelah diduga mengonsumsi vitamin kedaluwarsa yang
diberikan oleh puskesmas di Jakarta Utara. Atas kejadian ini, N melaporkan
pihak puskesmas ke polisi. N melaporkan pihak puskesmas ke Polsek
Penjaringan pada 15 Agustus 2019. Dalam laporan bernomor
940/K/VIII/2019/SEK.PENJ, pihak puskesmas dilaporkan atas tuduhan Pasal 8
UU RI No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

3
KAJIAN PELANGGARAN

UU RI No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

(1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:

a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan; etiket barang tersebut;
b. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan ataukemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam
label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
c. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan
tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
d. tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau promosi penjualan
barang dan/atau jasa tersebut

4
Berdasarkan UU NO 8 TAHUN 1999 :

Pasal 61
Penuntutan dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya

Pasal 62
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
5
1. Pemusnahan obat-obatan yang sudah kadaluarsa

2. Pengecekan secara berkala terhadap obat-obatan

3. Mengikuti petunjuk expired date yang tertera, karena apabila tetap


diberikan kepada pasien akan mengakibatkan timbulnya penyakit baru atau
dapat memperparah penyakit.

6
KASUS 2
URAIAN KASUS

Peredaran obat kedaluwarsa di kawasan Pasar Pramuka, Jakarta Timur,


dibongkar polisi. Obat tersebut dijual kembali ke pasaran dengan dikemas
menggunakan kemasan baru dengan mengubah tahun kadaluwarsa obat.
Dalam kasus tersebut, polisi menetapkan seorang tersangka berinisial M.
Tersangka mengedarkan kembali obat-obatan kadaluwarsa itu di toko obat
miliknya di Pasar Pramuka. Atas perbuatannya tersangka dijerat Pasal
19,Pasal 98 ayat 2 UU RI NO 36 Tahun 2009 tentang kesehatan dengan
ancaman penjara paling lama 10 tahun. Dan Pasal 8 UU RI No 8 Tahun
1999 tentang Pelaku Usaha yang melanggar Ketentuan dengan ancaman
penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak 2M

8
KAJIAN PELANGGARAN

UU RI NO 36 Tahun 2009
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 98
(2) Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan,
menyimpan, mengolah, mempromosikan, dan mengedarkan obat dan bahan yang
berkhasiat obat.

9
Pasal 106
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat
izin edar.
UU RI No 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Pasal 8
(1) Pelaku
usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang
dan/atau jasa yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan
menurut ukuran yang sebenarnya; 10
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa
tersebut;

e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,


mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;

f. tidak sesuai dengan janji dinyatakan dalam label, etiket keterangan, iklan atau
promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;

g. tisak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu


penggunaan/pemanfaatan yang paling 11
baik atas barang tertentu;
h. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan
"halal" yang dicantumkan dalam label;

i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama
barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain
untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;

j. tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam


bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

12
SANKSI
Berdasarkan UU RI NO 36 Tahun 2009 :

Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/
atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam pasal 106
ayat (1) dipidana denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 ( satu milyar lima ratus juta
13
rupiah )
Berdasarkan UU NO 8 TAHUN 1999 :

Pasal 61
Penuntutan dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya

Pasal 62
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf
b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
14
SOLUSI

 Pemusnahan obat-obatan yang sudah kadaluarsa

 Pelaku usaha hendaknya lebih taat hukum dalam menjalankan usahanya,


khususnya dalam mengikuti standar yang sudah ditetapkan oleh peraturan.

 Konsumen lebih berhati-hati dalam membeli obat, harus memperhatikan


apabila kemasan sudah rusak, ataupun sediaan obat yang sudah mengalami
perubahan bentuk,warna, dan bau.

15
KASUS 3
URAIAN KASUS

Apoteker Yuli Setyorini (32) melaporkan apotek tempat dia bekerja menjual
narkotika dan psikotropika tanpa izin. Tindakannya ini malah dipidanakan dan
Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Jawa Tengah, menghukum Yuli 4 bulan
penjara. Kini Yuli meringkuk di LP Semarang.

Adapun jenis obat-obatan yang dititipkan Yuli ke Dinkes Kota Semarang,


antara lain, Codein tablet 10mg, Codein tablet 20mg, Codipront Caps,
Codipront syrup l, Codipront Cumexp syrup, Amitriptilin 25 mg,
Carbamazepin, Haloperidol, Clobazam, Danalgin, dan Tramal.
17
Tetapi yang terjadi pihak yang
tidak suka melaporkan Yuli ke
pada 2011 apotek tempat dia bekerja polisi dengan tuduhan
masih menjual barang yang sama penggelapan

Kasus ini bermula saat apotek tempat


2012, dia pun berinisiatif melaporkan
Yuli bekerja mendapat teguran dari
ke Dinas Kesehatan Kota Semarang
Dinas Kesehatan Kota Semarang
dengan membawa barang bukti
karena menjual narkotika dan
narkotika tersebut
psikotropika tanpa izin pada 2010. .
18
KAJIAN PELANGGARAN

Undang-undang kesehatan no 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan


Ayat 1
“Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu
sediaan farmasi ,pengamanan,pengadaan,penyimpanan dan pendistribusian
obat,bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
memiliki keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan undang-
undang

Undang-undang No 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan


Pasal 57(ayat 4)
“Memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, perlakuan yang
sesuai dengan harkat dan martabat manusia,moral, kesusilaan,serta nilai-nilai
agama”. 19
Pasal 57 (ayat 6)
“Menolak keinginan penerimaan pelayanan kesehatan atau pihak lain yang
bertentangan dengan standar profesi,kode etik,standar pelayanan,standar prosedur
operasional,atau ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Pasal 98 tentang pengamanan dan penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
Ayat 3
“ketentuan mengenai pengadaan,penyimpanan,pengolahan,promosi,pengedaran
sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan
farmasi yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah”.

20
SANKSI

Sehingga bila ditinjau dari kasus yang menimpa yuli,vonis yang diterima Yuli 4 bulan
penjara adalah bentuk ketidakadilan. Hal ini dikarenakan setelah dipelajari oleh bag
ian etik profesi,Dinas kesehatan dan BPOM,apa yang dilakukan Yuli adalah sesuai de
ngan kewenangannya.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika


Pasal 11 Ayat 1
“Menteri memberi izin khusus untuk memproduksi narkotika kepada Industri Farmasi tertentu yang telah
memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah dilakukan audit oleh
BadanPengawas Obat dan Makanan.

Pasal 14 Ayat 2
“Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah
sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat,
menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran
Narkotikayang berada dalam penguasaannya.” 21
Pasal 137
Setiap orang yang:
a. Menempatkan, membayarkan atau membelanjakan, menitipkan, menukarkan,
menyembunyikan atau menyamarkan, menginvestasikanmenyimpan,
menghibahkan, mewariskan, dan/atau mentransfer uang, harta, dan benda
atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak,
berwujud atau tidak berwujud yang berasal dari tindak pidana Narkotika dan/
atau tindak pidana Prekursor Narkotika, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

22
b. Menerima penempatan, pembayaran atau pembelanjaan,penitipan, penukaran,
penyembunyian atau penyamaran investasi, simpanan atau transfer, hibah, waris,
harta atau uang, benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerak maupun tidak
bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang diketahuinya berasal dari tindak
pidana Narkotika dan/atau tindak pidana Prekursor Narkotika, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

23
UU R1 No 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika
Pasal 5
“Psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah memiliki izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Pasal 9
(1) Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada departmen yang
bertanggung jawab di bidang kesehatan.
(2) Menteri menetapkan persyarakat dan tata cara pendaftarab psikotropika yang berupa obat.

Pasal 10
“Setiap pengangkutan dalam rangka peredaran psikotropika, wajib dilengkapi dengan dokumen
pengangkutan psikotropika.”
24
Pasal 12 Ayat 1
“Penyaluran psikotropika dalam rangka peredaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat,pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah.”

Pasal 14
1) Penyerahan psikottropika dalam rangka peredaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dan dokter.
2) Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya,
rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien.
4) Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan resep dokter.
25
KASUS 4
URAIAN KASUS
Berdasarkan informasi Polres A bahwa banyak ditemukan (Tablet Carnophen beredar di
kalangan remaja) telah dilakukan pemeriksaan terhadap apotek-apotek di Kabupaten
tersebut dan pada salah satu apotek ditemukan penjualan bebas rata-rata per bulan
sebanyak 12 box dan Trihexyphenidyl sebanyak 7 box, penjualan tanpa resep Ephedrine
tablet rata-rata 3 kaleng @ 1000 tablet serta penjualan tanpa resep diazepam 5 mg tablet
sebanyak 30 tablet.

Pelanggaran yang telah dilakukan apotek tersebut adalah :


1. Menjual obat-obat ilegal yang mengandung narkotika (Cannabis sativa) dan
psikotropika (diazepam) secara bebas.

2. Trihexyphenidyl digunakan untuk pengobatan parkinsonisme, gangguan


ekstrapiramidal karena obat. Obat-obat dengan bahan aktif Trihexyphenidyl yang
27 Hexymer® , Parkinal®.
beredar di Indonesia yaitu Arkine®, Artane®,
3. Obat-obatan tersebut termasuk golongan obat keras di mana penjualannya harus
berdasarkan resep dokter. Setelah dilakukan pemeriksaan, apotek melakukan
pelanggaran karena menjual Trihexyphenidyl dan Carnophen secara bebas.

4. Dari pemeriksaan terhadap obat-obat Cina yang beredar di apotek apotek Kabupaten
A ditemukan bahwa obat-obat tersebut tidak memiliki ijin edar dan mengandung bahan
aktif Diazepam yang dijual secara bebas. Diazepam termasuk psikotropika golongan
IV yang meskipun dapat digunakan untuk terapi tetapi dapat menyebabkan
ketergantungan (ringan).

28
KAJIAN PELANGGARAN

Undang-undang No. 5 tahun 1997

Pasal 9 ayat 1
Psikotropika yang berupa obat hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada
departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

Pasal 14 ayat 4
Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan berdasarkan resep dokter.

29
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Bagian Kelima Belas “Pengamanan dan Penggunaan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan”

Pasal 102
Ayat (1) : Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika hanya
dapat dilakukan berdasarkan resep dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk
disalahgunakan.
Ayat (2) : Ketentuan mengenai narkotika dan psikotropika diatur dengan undang-
undang.

30
Pasal 103
Ayat (1) : Setiap orang yang memproduksi, menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan
narkotika dan psikotropika wajib memenuhi standart dan atau persyaratan tertentu.
Ayat (2) : Ketentuan mengenai produksi, penyimpanan, peredaran, serta penggunaan narkotika dan
psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan undangundang.

Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


Pasal 8 ayat 1c
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang tidak
mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

31
SANKSI

Undang-undang No. 5 tahun 1997

Pasal 60 ayat 1c
Barangsiapa memproduksi atau mengedarkan psikotropika yang berupa obat yang
tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 15 (lima belas) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

32
Undang-undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 196
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standart dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan
ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 197
Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi
dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar
33 lima ratus juta rupiah).
Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

Pasal 62 ayat 1
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, pasal 9,
pasal 10, pasal 13 ayat 2, pasal 15, pasal 17 ayat 1 huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat
2 dan pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).

UU RI No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika


Pasal 14 ayat 4
“Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas dan balai pengobatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan resep dokter“
34
Peraturan Menteri Kesehatan No. 688/Menkes/Per/VII/1997
pasal 10 ayat 7 tentang Peredaran Psikotropika
“Penyerahan psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari apotek kepada
pasien diberikan berdasarkan resep dokter“

Narkotika
Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika
pasal 8 ayat 1 :
“Narkotika golongan I dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan“

35
pasal 36 ayat 1 :
“Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari menteri“

pasal 39 ayat 1 :
“Narkotika hanya dapat disalurkan oleh industri farmasi, pedagang besar farmasi, dan sarana
penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini”

pasal 43 ayat 3 :
“Rumah sakit, apotek, puskesmas dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan narkotika kepada
pasien berdasarkan resep dokter.“

45 ayat 1 :
(1) Industri farmasi wajib mencantumkan label pada kemasan narkotika baik dalam bentuk obat jadi
maupun bahan baku narkotika 36
KASUS 5
Satreskrim polres Bengkulu mengamankan Apoteker inisial NI (26) yang
merupakan salah satu penanggung jawab Apotek Paten Farma di jalan Soeprapto
Kota Bengkulu. Diduga pelaku telah memproduksi atau mengedarkan sediaan
farmasi dengan sengaja, yang diduga tidak memiliki ijin edar. Sediaan farmasi ini
berupa krim wajah atau pemutih wajah.

Obat tersebut di racik sendiri oleh tersangka dan di edarkan tanpa ada ijin edar.
Dalam penjualan krim tersebut untuk obat siang flek dijual seharga Rp. 35.000 per
buah, obat siang malam di jual seharga Rp. 60.000 per buah, obat malam jerawat
di jual seharga Rp.35.000 per buah.

Untuk tersangka disangkakan pasal 197 pasal


106 undang undang republik indonesia
nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
38
Undang – undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

Pasal 106
(1)"Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
mendapat ijin edar“

(3)”Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan


penarikan dan peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah
memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan
mutu dan/ keamanan dan/ kemanfaatn, dapat disita dan dimusnahkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

39
Pasal 197
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan
sediaan farmasi dan/ atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar
sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat(1) dipidana dengan
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.
1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah)”.

Undang – Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


Pasal 4
(1)“Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.

40
Ketika seorang apoteker dalam menjalankan tugasnya dan tidak mematuhi
kode etik apoteker, maka sesuai dengan Kode Etik Apoteker Indonesia
Pasal15 yang berbunyi “Jika seorang apoteker baik dengan sengaja maupun
tidak disengajamelanggar atau tidak memenuhi kode etik apoteker Indonesia,
maka dia wajib mangakui dan menerima sanksi dari pemerintah,
ikatan/organisasi profesi yang menanganinya(IAI), dan mempertanggung
jawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa”.

Sehingga seorang apoteker bisa mendapatkan sanksi sebagai berikut:


1. Teguran dari IAI terhadap apoteker maupun apotek yang bersangkutan.
2. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan

41
SOLUSI

1. Kebijakan penal, kebijakan ini dilakukan dengan menggunakan sarana hukum pidana
yang merupakan sanksi dari suatu delik, misalnya hukuman penjara, hukuman denda,
pidana kurungan, dll.
2. Perlu adanya pengawasan dari pemerintah dalam hal ini yang berwenang BPOM
supaya lebih pro aktif dalam melakukan pengawasan mulai dari tingkat daerah
sampai dengan pusat.
3. Diberikan Surat Peringatan secara tertulis, maksimal 3 kali.
4. Penutupan apotek sementara.
5. Pencabutan ijin apotek.

42
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai