KELOMPOK 4
LATAR BELAKANG
Obat tradisional merupakan warisan budaya bangsa
perlu terus dilestariakan dan dikembangkan untuk
menunjang pembangunan kesehatan sekaligus untuk
meningkatkan perekonomian rakyat
3. Tersedianya obat tradisional yang terjamin mutu, khasiat dan keamanannya, teruji
secara ilmiah dan dimanfaatkan secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun
dalam pelayanan kesehatan formal.
4. Menjadikan obat tradisional sebagai komoditi unggul yang memberikan multi manfaat
yaitu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat, memberikan peluang
kesempatan kerja dan mengurangi kemiskinan.
PERMENKES No. 006 tahun 2012 tentang
Industri dan Usaha Obat Tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan saian
(galenik), atau campuran dari bahan campuran tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan
sesuai dengan norma yang berlaku dimasyarakat.
a. Cara pembuatan obat tradisional yang baik yang selanjutnya disingkat CPOTB adalah seluruh aspek kegiatan pembuatan obat tradisional yang
bertujuan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang diterapkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya.
b. Obat tradisional disebut IOT adalah industri yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional.
c. Industri ekstrak bahan alam yang selanjutnya disebut IEBA adalah industri yang khusus membuat sediaan dalam bentuk ekstrak sebagai produk
akhir.
d. Usaha kecil obat tradisional yang selanjutnya disebut UKOT adalah usaha yang membuat semua bentuk sediaan obat tradisional kecuali bentuk
sediaan tablet dan efferfescen.
e. Usaha mikro obat tradisional yang seanjutnya disebut UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk param,
tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan.
f. Usaha jamu racikan adalah usaha yang dilakukan oleh depotjamu atau sejenisnya yang dimiliki perorangan dengan melakukan pencampuran
sediaan jadi dan atau sediaan segar obat tradisional untuk dijajakan langsung kepada konsumen.
g. Usaha jamu gendong adalah usaha yang dilakukan oleh perorangan dengan menggunakan bahan obat trandisional dalam bentuk cairan yang
dibuat segar dengan tujuan langsung dijajakan langsung kepada konsumen.
PERMENKES No. 007 tahun 2012 tentang
Registrasi Obat Tradisional
▧Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat
tradisional untuk mendapatkan izin edar.Izin edar adalah bentuk
persetujuan registrasi obat tradisional untuk dapat diedarkan di wilayah
Indonesia.
▧Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
●Menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan
mutu;
●Dibuat dengan menerapkan CPOTB
●Memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan
lain yang diakui;
●Berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau
secara ilmiah; dan
●Penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak
menyesatkan.
Obat tradisional dilarang mengandung:
o Etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur
yang pemakaiannya dengan pengenceran;
o Bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik
berkhasiat obat;
o Narkotika atau psikotropika; dan/atau
o Bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau
Berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan.
Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam
bentuk sediaan:
o Intravaginal;
o Tetes mata;
o Parenteral; dan
o Suppositoria, kecuali digunakan untuk wasir.
Tata cara registrasi obat tradisional:
- Permohonan registrasi diajukan kepada Kepala Badan.
- Ketentuan mengenai tata laksana registrasi ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Badan.
- Dokumen registrasi merupakan dokumen rahasia yang
dipergunakan terbatas hanya untuk keperluan evaluasi oleh yang
berwenang.
- Terhadap permohonan registrasi dikenai biaya sebagai
penerimaan negara bukan pajak sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
-Dalam hal permohonan registrasi bila ditolak, maka biaya yang
telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali.
1) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
a) tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b) tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang
dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c) tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang
sebenarnya;
d) tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label,
etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e) tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f) tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan
barang dan/atau jasa tersebut;
g) tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik
atas barang tertentu;
h) tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan "halal" yang dicantumkan
dalam label;
i) tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi
bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku
usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
j) tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
PEMBAHASAN
Selain itu
1) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau
bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar
atas barang dimaksud.
2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang
rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan
informasi secara lengkap dan benar.
3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilaran
memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari
peredaran.
Selain itu, terdapat 4 (empat) jenis perbuatan pelaku usaha yang
dapat merugikan konsumen yaitu:
• Menaikkan harga.
• Menurukan mutu
• Dumping
• Memalsukan produk
Adapun tahap-tahap pengawasan yang dilakukan BBPOM terhadap
peredaran produk kosmetik ilegal yang tidak memenuhi syarat:
1) Tahap Premarket
Pengawasan tahap Premarket yaitu pengawasan yang dilakukan
terhadap produk kosmetik sebelum produk tersebut diedarkan ke pasaran.
Bentuk dari pengawasan ini antara lain sebagai berikut:
a) Sertifikasi dan registrasi produk
b) Sertifikasi halal dan pencantuman label halal
c) Perijinan pembukaan apotik, pabrik, dan sarana-sarana baru
d) Pendidikan pelatihan kepada SDM pemerintah Kabupaten/Kota, produsen,
pengecer, dan masyarakat.
2) Tahap Postmarket
Tahap Postmarket yaitu pengawasan yang dilakukan setelah produk
tersebut beredar ke pasaran. Pengawasan ini dilakukan dengan cara sampling.
Pengawasan post-market dilakukan dengan cara melakukan:
- Pemeriksaan fasilitas-fasilitas dan tempat pembuatan produk
- Pemeriksaan dan pengambilan contoh produk yang beredar di pasaran.
- Operasi Rutin