Anda di halaman 1dari 19

Oleh :

1. Lusi Puspitaningrum NIM.201701069


2. Markus Mete NIM.201701074
3. Nabilla Wahyu Illahi NIM.201701080
4. Oka Ridho W NIM.201701089
5. Putri Diyar Alfani NIM.201701090
6. Rizki Kurniawati NIM.201701095
7. Safitri NIM.201701100
8. Silvyana Kartika S NIM.201701105
9. Sylvia Eka W NIM.201701110
10. Vita Oktaviani NIM.201701115
11. Yolanda Tri Alfiana NIM.201701120
12. Zerlina Eryani NIM.201701123
Definisi

Guillain – Barre Syndrome merupakan penyakit yang


diperantarai sistem imun dan disertai dengan inflamasi serta
demielinasi saraf kranial dan spinal, ditandai oleh kelemahan otot yang
progresif. Penyakit ini sering terjadi pada orang dewasa umur 30 – 50
tahun.
Etiologi

Etiologi spesifik sampai sekarang belum diketahui. Ada dua


teori mengenai penyebab dari guillain barre syndrom. Teori pertama
mengatakan bahwa guillain barre disebabkan karena infiltrasi virus ke
spinal. Teori kedua mengatakan bahwa syndrom ini sebagai akibat dari
respon autoimun dari tubuh yang mana ditimbulkan oleh toksin atau
agent infeksi yang menimbulkan dimielitasi segmen dari saraf-saraf
perifer atau kranial.
Klasifikasi

1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)


2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
3. Miller Fisher Syndrome
4. Chronic Inflammatory Demyelinative Polyneuropathy (CIDP)
5. Acute Pandysautonomia
Manifestasi Klinis

1. Paresthesia
2. Disfungsi saraf kranial
3. Kesulitan berjalan
4. Kelemahan otot
5. Inkontinen feses dan urin.
6. Disfungsi otonom
Pemeriksaan Diagnostik

1. Riwayat penyakit dan perkembangan gejala-gejala klinik


2. Tidak ada satu pemeriksaan pun yang dapat memastikan GBS,
pemeriksaan tersebut hanya menyinggirkan gangguan
3. Lumbal pungi dapat menunjukkan kadar protein normal pada awal
dengan kenaikan pada minggu ke-4 sampai ke-6. Cairan spinal
memperlihatkan memperlihatkan adanya peningkatakan
konsentrasi protein dengan menghitung jumlah sel normal
4. Pemeriksaan konduksi saraf mencacat transmisi implus sepanjang
serabut saraf. Pengujian elektrofisiologis diperlihatkan dalam
bentuk lambatannya laju konduksi saraf.
Patofisiologi

Akson bermielin mengonduksi impuls saraf lebih cepat


dibandingkan akson tidak bermielin. Sepanjang perjalanan serabut bermielin
terjadi gangguan dalam selaput (nodus Ranvier) tempat kontak langsung
antara membran sel akson dengan cairan ekstraselular. Membran sangat
permeabel pada nodus ini sehingga konduksi menjadi baik. Gerakan ion-ion
masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat pada nodus Ranvier
sehingga impuls saraf sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari satu
nodus ke nodus lain (konduksi saltatori) dengan cukup kuat. Kehilangan
selaput mielin pada GBS membuat konduksi saltatori tidak mungkin terjadi
dan transmisi impuls saraf batalkan.
WOC
Penatalaksanaan

1. GBS dianggap sebagai kondisi kedaruratan medis; pasien


ditangani di dalam unit perawatan intensif.
2. Masalah pernapasan mungkin memerlukan terapi pernapasan atau
ventilasi mekanis.
3. Intubasi elektif dapat diimplementasikan sebelum awitan
keletihan otot pernafasan yang ekstrem.
4. Agens antikoagulan dan stocking antiembolisme atau sepatu
kompresi berurut dapat digunakan untuk mencegah trombosis dan
emboli pulmonal.
5. Plasmaferesis (pertukaran plasma) atau imunoglobulin intravena
(IVIG) dapat digunakan untuk secara langsung memengaruhi
kadar antibodi mielin saraf perifer.
Komplikasi

1. Gagal pernapasan
2. Penyimpangan kardiovaskuler
3. Komplikasi plasmaferesis
Asuhan Keperawatan

Kasus :
Tn. R berumur 40 tahun di rawat di rumah sakit Dr Soetomo
Surabaya dengan keluhan sesak nafas di sertai dengan batuk , dan pasien
mengatakan susah menelan sejak 3 hari yang lalu, kemudian pasien mengeluh
sulit berjalan, dan tidak mampu menahan buang air besar dan kecil. Hasil
pemeriksaan TTV menunjukkan TD = 125/80 mmHg, RR: 28 x/ menit, N:
110x/ menit, S: 36o C. Pemeriksaan penunjang menunjukkan Hb: 7gr/dl, PH:
35,8 (35-45), PO2: 64mmHg, HCO3: 25mmol/L, BE: 1,3mmol/ L.
Analisa Data
No Data Faktor yang berhubungan Masalah keperawatan

1. Ds : px mengeluh sesak, dan Hambatan upaya nafas Pola nafas tidak efektif
batuk (kelemahan otot pernapasan)

Do : RR 28x/menit, suara
nafas ronchi

2. Ds : px mengeluh susah Ketidakmampuan menelan Defisit nutrisi


menelan dan jarang BAB makanan

Do : px terpasang NGT

3. Ds : px mengeluh sulit Penurunan kekuatan otot Gangguan mobilitas fisik


berjalan dan badannya
lemah

Do : px bedrest dan aktifitas


di bantu oleh keluarga dan
perawat
Diagnosa Keperawatan :
1. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan otot
pernafasan
2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan Penurunan kekuatan
otot
3. Defisit nutrisi yang berhubungan Ketidakmampuan menelan
makanan
Intervensi
No Diagnosa SLKI SIKI
1. Pola nafas Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas :
tidak intervensi keperawatan 1. Monitor pola napas (frekuensi,
efektif selama 3x24 jam maka kedalaman,usaha napas)
(D0005) pola nafas membaik 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis
dengan kriteria hasil : wheezing,ronchi)
1. Dispnea menurun 3. Monitor sputum
2. Penggunaan otot (jumlah,warna,aroma )
bantu nafas 4. Posisikan semi-fowler atau fowler
menurun 5. Lakukan fisioterapi dada
3. Pernafasan 6. Berikan oksigenasi
cuping hidung 7. Ajarkan teknik batuk efektif
menurun
4. Frekuensi nafas Pemantauan respirasi :
membaik 1. Monitor frekuensi
irama,kedalaman,dan upaya nafas
2. Monitor pola napas (seperti
bradipnea,takipnea,hiperventilasi )
3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya jalan napas
6. Auskultasi bunyi napas
7. Monitor saturasi oksigen
8. Atur interval pemantauan respirasi
sesuai kondisi pasien
9. Dokumentasikan hasil pemantauan
10. Informasikan hasil pemantauan
.
2. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi
mobilitas intervensi keperawatan 1. Identifikasi toleransi fisik melakukan
fisik selama 3 x 24 jam maka pergerakan
(D0054) mobilitas fisik 2. Monitor kondisi umum sebelum
meningkat dengan melakukan mobilisasi
kriteria hasil : 3. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
1. Pergerakan bantu (mis pagar tempat tidur)
ekstermitas 4. Fasilitasi melakukan pergerakan
meningkat 5. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
2. Kekuatan otot 6. Ajarkan mobilisasi sederhana yang
meningkat harus dilakukan ( mis duduk di tempat
3. Rentang gerak tidur, duduk di sisi tempat tidur
(ROM) meningkat 7. Pindah dari tempat tidur ke kursi
.
3. Defisit Setelah dilakukan Manajemen nutrisi :
nutrisi intervensi keperawatan 1. Identifikasi status nutrisi
(D0019) selama 3 x 24 jam maka 2. Identifikasi selang gastrik
nutrisi membaik dengan 3. Monitor asupan makanan
kriteria hasil : 4. Monitor berat badan
1. Kekuatan otot 5. Memberikan makanan yang mudah di
pengunyah telan
meningkat 6. Berikan makanan tinggi serat untuk
2. Kekuatan otot mencegah konstipasi
menelan meningkat 7. Anjurkan posisi duduk jika mampu
3. Porsi makan yang 8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dihabiskan menentukan jumlah kalori dan dan
meningkat jenis nutrien yang di butukan
4. Perasaan cepat
kenyang menurun
5. Berat badan
membaik
6. Frekuensi makan
membaik
7. Bising usus
membaik
Implementasi dan Evaluasi

No Diagnosa Tanggal Tindakan Evaluasi Paraf


1. (D0005) 19-08-2019 1. Memasang oksigen S : pasien mengatakan
2. Monitor pola nafas lebih nyaman, pasien
3. Auskultasi suara nafas mengatakan lega,
4. Monitor suara nafas tidak ada beban ketika
5. Memposisikan pasien bernafas.
semi fowler O : pola nafas pasien
lebih teratur.
A : masalah teratasi
sebagian.
P : intevensi
dilanjutkan.
2. (D0054) 19-08-2019 6. Monitor gerak pasien S : pasien mengatakan
7. Mengajarkan sudah bisa
mobilisasi pasien menggerakkan
8. Melatih pasien kakinya
dilanjutkan.
. 2. (D0054) 19-08-2019 6. Monitor gerak pasien S : pasien mengatakan
7. Mengajarkan sudah bisa
mobilisasi pasien menggerakkan
8. Melatih pasien kakinya
mobilisasi O : Klien tampak
9. Mengajarkan ROM mulai berusaha
pasif menggerakkan
kakinya.
A : Intervensi teratasi
sebagian
P : Intervensi
dilanjutkan
3. (D0019) 19-08-2019 10. Monitor asupan S : Pasien
makanan mengatakan sudah
11. Monitor kepatenan mulai bisa menelan
selang O : Klien sudah
12. Kolaborasi dengan tim tampak tidak kesulitan
gizi terkait nutrisi menelan
pasien A : Intervensi teratasi
sebagian

Anda mungkin juga menyukai