Anda di halaman 1dari 149

Bahan Ajar TA 2014/2015

HUKUM ACARA PIDANA


4 SKS

Fakultas Hukum
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
2015

1
PEMBAGIAN HUKUM PIDANA

HUKUM
PIDANA KUHPIDANA
MATERIIL

MEMPERTAHANKA
N
Hukum Pidana
Dalam Arti Luas

HUKUM HUKUM
PIDANA ACARA
FORMIL PIDANA

2
PENGERTIAN Menurut Para Ahli
Hukum
 Simon. HAP / hukum pidana formil : mengatur bagaimana caranya Negara
dengan perantaraan alat-alat kekuasaanya menggunakan haknya untuk
menghukum dan menjatuhkan hukuman, dengan demikian ia memuat
acara pidana .

 Van hamel. HAP/hukum pidana formil adalah menunjukkan bentuk-bentuk


dan jangka-jangka waktu yang mengikat pemberlakuan hukum pidana
material.

 Andi Hamzah. : Hukum acara pidana merupakan bagian dari hukum pidana
dalam arti yang luas. Hukum pidana dalam arti yang luas meliputi baik
hukum pidana substantive (materiil) maupun hukm pidana formal atau
hukum acara pidana.

 L.J. Van Apeldoorn HAP/Hukum acara pidana adalah mengatur cara


pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material.

3
• Mochtar Kusuma Atmadja. Hukum Acara Pidana adalah peraturan hukum pidana yang
mengatur bagaimana cara mempertahankan berlakunya hukum pidana materil. Hukum
Pidana Formil memproses bagaimana menghukum atau tidak menghukum seseorang yang
dituduh melakukan tindak pidana (makanya disebut sebagai HukumAcara Pidana)

• Wirjono Prodjodikoro. Hukum Acara Pidana adalah rangkaian peraturan yang memuat cara
bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yakni kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan negara dengan mengadakan hukum
pidana

• Bambang Poernomo . Hukum acara pidana itu beranggapan bahwa hukum acara pidana
mempunyai dasar norma-norma tersendiri, bahkan dilihat dari susunan serta substansi
hukum acara pidana mengandung struktur ambivalensi dari segi perlindungan manusia dan
bersegi majemuk dari segi kewenangan alat perlengkapan Negara dalam rangka usaha
mempertahankan pola integrasi kehidupan bermasyarakat.

• Van hattum HAP/ hukum pidana formil adalah memuat peraturan-peraturan yang mengatur
tentang bagaimana caranya hukum pidana yang bersifat abstrak itu harus diberlakukan secara
nyata.

4
PENGERTIAN SECARA UMUM
Hukum Acara Pidana /HAPID:
Kumpulan peraturan yang dipergunakan untuk
mempertahankan hak dan menjalankan
kewajiban dalam proses peradilan pidana oleh
institusi penegak hukum (polisi, jaksa, hakim &
advokat) dalam rangka menegakan hukum pidana
materiil.

5
FUNGSI HAPID
Fungsi Represif HAPID

HAPID dipergunakan untuk melakukan tindakan2 terhadap


perilaku menyimpang atau perbuatan yang bertentangan
dengan undang2, mis: Penyelidikan, Penyidikan,
Penuntutan, dan Pemidanaan

Fungsi Preventif HAPID

HAPID dipergunakan untuk menjamin terlaksananya


perlindungan hukum dan HAM dari para pihak, melalui
tindakan2 administratif 6
TUJUAN HAPID

PEDOMAN PELAKSANAAN KUHAP (DEPKEH RI


Tahun 1982)
“Tujuan dari hukum acara pidana ialah mencari dan
mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran
materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari
suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan
hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan
mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan
suatu pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta
pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna
menemukan apakah terbukti bahwa suatu tindak pidana
telah dilakukan dan apakah orang yang di dakwa itu dapat
dipersalahkan”

7
SUMBER-SUMBER HAPID
SUMBER HUKUM
HAPID

SEBELUM TAHUN 1981 SESUDAH TAHUN 1981

HET HERZIENE INLANDSCH UU NO. 8 TAHUN 1981 TTG


REGLEMENT (HIR) H. ACARA PIDANA (KUHAP)

INQUISITOIR ACCUSATOR

PARA PIHAK ADALAH PARA PIHAK ADALAH


OBJEK SUBYEK

8
DASAR HUKUM
HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA
• Umum
UUD NRI 1945
UU Kekuasaan Kehakiman
UU Mahkamah Agung
UU Peradilan Umum
UU Kepolisian
UU Kejaksaan
KUHAP
• Khusus
Hukum Acara Pidana yg termuat di dlm UU Khusus, mis: UU
TIPIKOR, UU MONEY LAUNDERING, etc
9
DASAR FILOSOFI KUHAP (1)
Konsideran: Menimbang
Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang
menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.

Bahwa pembangunan hukum nasional yang demikian itu di bidang hukum acara
pidana adalah agar masyarakat menghayati hak dan kewajibannya dan untuk
meningkatkan pembinaan sikap para pelaksana penegak hukum sesuai dengan fungsi
dan wewenang masing-masing ke arah tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan
terhadap harkat dan martabat manusia, ketertiban serta kepastian hukum demi
terselenggaranya negara hukum sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945

10
DASAR FILOSOFI KUHAP (2)
Bahwa demi pembangunan di bidang hukum sebagaimana termaktub dalam Garis-
garis Besar Haluan Negara (Ketetapan Majelis Permusyawaratan. Rakyat Republik
Indonesia Nomor IV/MPR/1978) perlu mengadakan usaha peningkatan dan
penyempurnaan pembinaan hukum nasional dengan mengadakan pembaharuan
kodifikasi serta unifikasi hukum dalam rangkuman pelaksanaan secara nyata dari
Wawasan Nusantara.

Bahwa hukum acara pidana sebagai yang termuat dalam Het Herziene Inlandsch
Reglement (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44) dihubungkan dengan dan Undang-
undang Nomor 1 Drt. Tahun 1951 (Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 9, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 81) serta semua peraturan pelaksanaannya dan ketentuan
yang diatur dalam perundang-undangan lainnya sepanjang hal itu mengenai hukum
acara pidana, perlu dicabut, karena sudah tidak sesuai dengan cita-cita hukum
nasional

11
LANDASAN YURIDIS (1)
Konsideran : Mengingat
Undang-Undang Dasar 1945

Presiden memegang
kekuasaan membentuk
Pasal 5 ayat (1) undang-undang dengan
persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat
Tiap-tiap undang-
undang menghendaki
persetujuan Dewan Pasal 20 ayat (1)
Perwakilan Rakyat Segala warga negara
bersamaan kedudukannya
dalam hukum dan
Pasal 27 ayat (1) pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan
pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya

12
LANDASAN YURIDIS (2)
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
IV/MPR/1978 tentang
GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA (GBHN)

E. WAWASAN NUSANTARA : (1). Perwujudan Kepulauan Nusantara Sebagai Satu


Kesatuan Politik ; e. Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu
Kesatuan Hukum dalam arti bahwa hanya ada satu Hukum Nasional yang
mengabdi kepada Kepentingan Nasional

15. Sasaran-sasaran yang hendak dicapai dalam berbagai bidang dengan pelaksanaan
Pembangunan Jangka Panjang adalah sebagai berikut: Bidang Politik :
Dalam rangka mencapai sasaran itu termasuk di dalamnya usahausaha untuk
menciptakan, mengkonsolidasikan dan memanfaatkan kondisi-kondisi serta situasi untuk
memungkinkan terlaksananya prosesproses pembaharuan kehidupan politik, sehingga
dapat diciptakan keadaan dengan sistem politik yang benar-benar demokratis, stabil,
dinamis, efektif dan efisien yang dapat memperkuat kehidupan konstitusional,
mewujudkan Pemerintahan yang bersih, berkemampuan dan berwibawa, pengawasan
oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang semakin efektif serta terwujudnya kesadaran dan
kepastian hukum dalam masyarakat yang semakin mantap
13
LANDASAN YURIDIS (3)
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2951).

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-


undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3879 )

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4358)

Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157, Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 157) 14
PIHAK-PIHAK YANG DIATUR DALAM
KUHAP

KEPOLISIAN KEJAKSAAN PENGADILAN LAPAS


PENASEHAT
HUKUM

Pra-peradilan Pengadilan Negeri KIMWASMAT

Pengadilan Tinggi

Mahkamah Agung

15
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PIDANA
1. ASAS LEGALITAS
Asas atau prinsip legalitas dengan tegas disebut dalam konsideran KUHAP
seperti yang dapat dibaca pada huruf a, yang berbunyi:
"Bahwa negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi
manusia serta yang menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung tinggi hukum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya

16
2. ASAS KESEIMBANGAN

Asas ini dijumpai dalam konsideran huruf c yang menegaskan bahwa


dalam penegakan hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan
yang serasi antara:
1.perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia dengan,
2. perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat.

MODEL SISTEM PERADILAN PIDANA:


DAAD DADER STRAFRECHT

17
3. ASAS PRA-DUGA TAK BERSALAH
Asas "praduga tak bersalah" atau presumption of
innocent dijumpai dalam penjelasan butir 3 huruf c.
Dengan dicantumkan asas praduga tak bersalah dalam
Penjelasan KUHAP, dapat disimpulkan, pembuat
undang-undang telah menetapkannya sebabagai asas
hukum yang melandasi KUHAP dan penegakan hukum
(law enforcement).

Setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau
dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sampai adanya putusan pengadilan menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap

Pasal 8 UU No. 48 Tahun 2009


18
3. Asas Pembatasan Penahanan
Penjelasan Umum angka 3 huruf b:

Penangkapan, penahanan, penggeledahan dan


penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah
tertulis oleh pejabat yang diberi wewenang oleh
undang-undang dan hanya dalam hal dan dengan
cara yang diatur dengan undang-undang;

Pembatasan Penahanan ditandai dengan pembatasan waktu/hari

19
4. Asas ganti kerugian
Penjelasan Umum angka 3 huruf d:

Kepada seorang yang ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang
berdasarkan undang-undang dan atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkan wajib diberi ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat
penyidikan dan para pejabat penegak hukum, yang dengan sengaja atau karena
kelalaiannya menyebabkan asas hukum tersebut dilanggar, dituntut, dipidana dan
atau dikenakan hukuman administrasi;

Ganti Kerugian Rehabilitasi


Pasal 1 angka 21 Pasal 1 angka 22
Pasal 30 Pasal 68
Pasal 68 Pasal 77
Pasal 77 Pasal 81
Pasal 81 Pasal 82
Pasal 82 BAB XII Pasal 97
BAB XII Pasal 95-96
BAB XIII Pasal 98-101
20
5. Peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
Penjelasan Umum angka 3 huruf e:

Peradilan yang harus dilakukan dengan cepat, sederhana dan biaya ringan
serta bebas, jujur dan tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen
dalam seluruh tingkat peradilan

Pasal 4 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009

21
5. Asas Bantuan Hukum
Penjelasan Umum angka 3 huruf f:

Setiap orang yang tersangkut perkara wajib diberi kesempatan


memperoleh bantuan hukum yang semata-mata diberikan untuk
melaksanakan kepentingan pembelaan atas dirinya

Pasal 1 angka 13
Pasal 54
Pasal 59 BAB XI Pasal 56-57 UU No. 48/2009
Pasal 60
BAB VII Pasal 69-Pasal 74
Pasal 114

22
6. Asas Terbuka Untuk Umum
Penjelasan angka 3 huruf i:
Sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka
untuk umum kecuali dalam hal yang diatur dalam
undang-undang

Pasal 153 ayat (3) KUHAP Pasal 13 UU No. 48 Tahun 2009

23
7. Asas Pengawasan
Penjelasan angka 3 huruf j:

Pengawasan pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara


pidana ditetapkan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan

Pra-Adjudikasi Adjudikasi

Pasal 109 ayat (1) KUHAP Pasal 276 KUHAP


BAB XX Pasal 277-Pasal 283 KUHAP

Penyidik  SPDP  JPU KIMWASMAT

24
8. Asas Pemeriksaan Kehadiran
Terdakwa
Penjelasan angka 3 huruf h:
Pengadilan memeriksa perkara pidana dengan hadirnya
terdakwa

Pasal 196 KUHAP Pasal 12 UU No. 48 Tahun 2009

25
PEMERIKSAAN PRA-ADJUDIKASI

Oleh:
DR (Cand). Gelora Tarigan, S.H., M.H.
Rocky Marbun, S.H., M.H.
Dudung Abdul Azis, S.H., M.H.

MODUL II 26
PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA

PRA-ADJUDIKASI ADJUDIKASI

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN PEMERIKSAAN SIDANG PENGADILAN

KEPOLISIAN KEJAKSAAN

PENYELIDIKAN PENYIDIKAN PRA-PENUNTUTAN PENUNTUTAN


27
PENYELIDIKAN
“Serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan
menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak
pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang
ini.” (Pasal 1 butir 5 KUHAP)

PENGADUAN LAPORAN
Pemberitahuan disertai permintaan Pemberitahuan yang disampaikan
oleh pihak yang berkepentingan oleh seorang karena hak atau
kepada pejabat yang berwenang kewajiban berdasarkan undang-
untuk menindak menurut hukum undang kepada pejabat yang
seorang yang telah melakukan tindak berwenang tentang telah atau sedang
pidana aduan yang merugikannya. atau diduga akan terjadinya peristiwa
(Pasal 1 butir 25 KUHAP) pidana. (Pasal 1 butir 24 KUHAP)
28
Perbedaan Laporan dan Pengaduan
• Laporan dapat disampaikan oleh setiap orang dan
merupakan kewajibannya, sementara pengaduan
hanya dapat diajukan oleh orang tertentu saja buka
kewajibanny tapi merupakan hak.
• Dari segi obyeknya, laporan obyeknya adalah setiap
delik/tindak pidana yang terjadi tidak ada
pengecualiannya, jadi hal ini berkenaan dengan delik
biasa. sementara pengaduan, obyeknya terbatas pada
delik-delik aduan saja.
• Dari segi isinya, laporan berisi tentang pemberitahuan
tanpa disertai permohonan, sedangkan pengaduan
isinya pemberitahuan disertai dengan permohonan
untuk segera melakukan tindakan hukum.
• Dari segi Pencabutan, Laporan tidak dapat dicabut
kembali sementara pengaduan dapat dicabut kembali.

29
PENYELIDIK
Pasal 4 KUHAP yang berwenang melakukan
fungsi penyelidikan adalah
“Setiap Pejabat polisi negara Republik
Indonesia”. dalam pasal ini ditegaskan hanya
polisi yang mempunyai kewenangan untuk
melakukan penyelidikan dan pejabt diluar
kepolisian tidak diperkenankan oleh undang-
undang begitu pula jaksa.

30
KEWENANGAN PENYELIDIK
• Kewenangan berdasarkan Kewajiban
(Hukum)
• Kewenangan berdasarkan Perintah Penyidik.
(Lihat Pasal 5 KUHAP)

31
Kewenangan berdasarkan Kewajiban
(Hukum)
• Menerima laporan dan pengaduan dari
seseorang tentng adanya tindak pidana;
• Mencari keterangan dan barang bukti;
• Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai
dn menanyakan serta memeriksa tnda
pengenal diri;
• Mengadakan tindakan lain menurut hukum
yang bertanggungjawab.

32
Kewenangan berdasarkan Perintah
Penyidik.
Kewajiban dan wewenang penyelidik ini muncul manakala
ada perintah dari penyidik.

Tindakan-tindakan yang dimaksud berupa:


• penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
penggeledahan dan penyitaan.
• pemeriksaan dan penyitaan surat
• mengambil sidik jari dan memotret seseorang
• membawa dan menghadapkan seseorang pada penyelidik.

33
Syarat “Tindakan Lain” Untuk
kepentingan Penyelidikan dan
penyidikan
• Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
• Selaras dengan kewajiban hukum yang
mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan;
• Tindakan itu harus patut dan masuk akal dan
termasuk dalam lingkungan jabatannya;
• Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan
memaksa;
• Menghormati hak asasi manusia.
(Lihat Penjelasan Pasal 5 ayat (1) KUHAP jo Pasal 16
ayat (2) UU Kepolisian)
34
TUJUAN PENYELIDIKAN
• untuk mengetahui dan menentukan peristiwa
apa yang sesungguhnya telah terjadi;
• bertugas membuat berita acara serta laporan
yang nantinya merupakan dasar permulaan
penyidikan.

35
PENYIDIKAN
“Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara tertentu untuk mencari serta
mengumpulkan keterangan, bukti-bukti, guna
mengungkap tentang tindak pidana yang
terjadi dan menemukan tersangkanya.”
(vide Pasal 1 angka 2 KUHAP)

36
Yang dimaksud dengan “keterangan”?
• Tindak apa yang telah dilakukan
• Kapan dan dimana tindak tersebut dilakukan
• Dengan apa dan bagaimana tindak tersebut
dilakukan
• Mengapa (motif) tindak tersebut dilakukan
dan siapa pembuat.

37
TUGAS DAN KEWENANGAN PENYIDIK
(Pasal 7 kuhap)
1. Menerima Laporan Atau Pengaduan Dari Seorang Tentang Adanya
Tindak Pidana;
2. Melakukan Tindakan Pertama Pada Saat Di Tempat Kejadian;
3. Menyuruh Berhenti Seorang Tersangka Dan Memeriksa Tanda
Pengenal Diri Tersangka;
4. Melakukan Penangkapan, Penahanan, Penggeledahan Dan
Penyitaan;
5. Melakukan Pemeriksaan Dan Penyitaan Surat;
6. Mengambil Sidik Jari Dan Memotret Seorang;
7. Memanggil Orang Untuk Didengar Dan Diperiksa Sebagai
Tersangka Atau Saksi;
8. Mendatangkan Orang Ahli Yang Diperlukan Dalam Hubungannya
Dengan Pemeriksaan Perkara;
9. Mengadakan Penghentian Penyidikan;
10. Mengadakan Tindakan Lain Menurut Hukum Yang Bertanggung
Jawab.
38
Tugas dan kewenangan penyidik
lainnya

Lihat Pasal 13 dan Pasal 14 Undang-Undang


Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia

39
PEJABAT PENYIDIK
• Pejabat polisi negara Republik Indonesia (Pembantu
Letnan Dua atau Komandan Sektor Kepolisian berpangkat
Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua yang karena
jabatan nya adalah penyidik)  PP 27/1983

• Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi


wewenang khusus oleh undang-undang (Pengatur Muda
tingkat I atau Gol.II/B)  PP 27/1983

• Penyidik Pembantu (Sersan Dua Polisi atau PPNS Polri


berpangkat Pengatur Muda/Golongan 11/A)  PP
27/1983
40
Sumber informasi penyidik
• Laporan
• Pengaduan
• Tertangkap Tangan (tanpa Surat Perintah)
• Pengetahuan Sendiri dari Penyelidik dan
Penyidik (Pengembangan Kasus)

41
Tertangkap tangan
(ontdekking op heterdaad)
• Pada waktu sedang melakukan tindak pidana;
• Sesudah setelah beberapa saat tindak pidana;
• Sesaat setelah diserukan oleh khalayak ramai
sebagai pelaku

42
UPAYA PAKSA
• Penangkapan
• Penahanan
• Penggeledahan
• Penyitaan

43
PENANGKAPAN
Suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan
tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini.
(PASAL 1 ANGKA 20 KUHAP)

Tujuan Penangkapan:

1. Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik


berwenang melakukan penangkapan;
2. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu
berwenang melakukan penangkapan.

44
Syarat Formil Penangkapan
• Bukti Permulaan Yang Cukup (Psl 17 KUHAP)
• Surat Tugas
• Surat Perintah Penangkapan e.g.: identitas
tersangka, alasan penangkapan, uraian
singkat perkara kejahatan yg disangkakan,
tempat dimana ia akan diperiksa.
• Lamanya penangkapan 1 (satu) hari (Psl 19
ayat (1) KUHAP)

45
Bukti Permulaan Yang Cukup
Bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan
bunyi Pasal 1 butir 14

Ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.

PERKAP No. 14/2012, Psl 1 angka 21

Bukti Permulaan adalah alat bukti berupa Laporan Polisi


dan 1 (satu) alat bukti yang sah, yang digunakan untuk
menduga bahwa seseorang telah melakukan tindak
pidana sebagai dasar untuk dapat dilakukan
penangkapan.

46
PENAHANAN

“Suatu tindakan penyidik berupa


pengekangan sementara waktu kebebasan
tersangka atau terdakwa apabila terdapat
cukup bukti guna kepentingan penyidikan
atau penuntutan dan atau peradilan dalam
hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini.”
(Psl 1 angka 21 KUHAP)
47
UNSUR-UNSUR
• Dilakukan dalam setiap tingkatan Pemeriksaan
dan untuk kepentingan Penyidikan,
Penuntutan dan Pemeriksaan Pengadilan (Psl
20 KUHAP)
• Dilaksanakan oleh Pejabat yang berwenang
(Psl 20 KUHAP)
• Harus memenuhi bukti yang cukup (Psl 21 ayat
(1) KUHAP)
• Status hukum Terlapor/Pelaku adalah
TERSANGKA 48
BUKTI YANG CUKUP
Alat bukti berupa Laporan Polisi dan 2 (dua) alat
bukti yang sah, yang digunakan untuk menduga
bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana
sebagai dasar untuk dapat dilakukan penahanan.
(Perkap No. 14/2012)

KUHAP tidak mengatur lebih lanjut ttg “bukti yang


cukup”, namun selalu disandarkan kepada Pasal 183
KUHAP.

49
TUJUAN PENAHANAN

• Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau


penyidik pembantu atas perintah penyidik;
• Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum
berwenang melakukan penahanan atau
penahanan lanjutan;
• Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang
pengadilan dengan penetapannya berwenang
melakukan penahanan.

50
SYARAT FORMIL PENAHANAN
• Landasan Formil
1. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara
lima tahun atau lebih; atau
2. Tindak pidana yang dikecualikanPsl 21 ayat (4)
huruf b KUHAP
• Landasan Kekhawatiran  Psl 21 ayat (1) KUHAP
1. Adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran;
2. Tersangka atau terdakwa akan melarikan diri;
3. Tersangka atau terdakwa akan merusak atau
menghilangkan barang bukti
4. Tersangka atau terdakwa mengulangi tindak pidana
51
SYARAT FORMIL LAINNYA
• Surat Perintah Penahanan atau Penetapan
Hakim, yang berisikan e.g: identitas tersangka
atau terdakwa, alasan penahanan, uraian
singkat perkara kejahatan yang
dipersangkakan atau didakwakan, dan tempat
penahanan;
• Tembusan surat perintah penahanan harus
diserahkan kepada keluarganya;

52
JANGKA WAKTU PENAHANAN
• Tingkat Penyidikan (Psl 24 KUHAP)
Penahanan oleh Penyidik : 20 hari
Perpanjangan Penahanan : 40 hari
Perpanjangan oleh JPU

 Tingkat Penuntutan (Psl 25 KUHAP)


Penahanan oleh JPU: 20 hari
Perpanjangan Penahanan : 30 hari Perpanjangan
oleh KPN

53
JANGKA WAKTU PENAHANAN
• Tingkat Pemeriksaan Sidang PN (Psl 26
KUHAP)
Penahanan oleh Hakim PN : 30 hari
Perpanjangan Penahanan : 60 hari
Perpanjangan oleh KPN
 Tingkat Pemeriksaan Sidang PT (Psl 27 KUHAP)
Penahanan oleh Hakim PT : 30 hari
Perpanjangan Penahanan : 60 hari Perpanjangan
oleh KPT

54
JANGKA WAKTU PENAHANAN
• Tingkat Pemeriksaan Sidang MA (Psl 28
KUHAP)
Penahanan oleh Hakim MA : 50 hari
Perpanjangan Penahanan : 60 hari
Perpanjangan oleh KMA

55
PENGECUALIAN
PERPANJANGAN PENAHANAN
Pasal 24

Menderita gangguan
Pasal 25 fisik atau mental
yang berat
Pasal 29 DIKECUALIKAN
Pasal 26
JIKA 60 hari

Pasal 27
Diancam pidana 9
tahun lebih
Pasal 28

56
PENANGGUHAN PENAHANAN
Pasal 31 ayat (1) KUHAP :
Atas permintaan tersangka atau terdakwa,
penyidik atau penuntut umum atau hakim,
sesuai dengan kewenangan masing-masing,
dapat mengadakan penangguhan penahanan
dengan atau tanpa jaminan uang atau jaminan
orang, berdasarkan syarat yang ditentukan

57
SYARAT PENANGGUHAN PENAHANAN

Pasal 358 HIR :


Penjelasan Pasal
1. Tempat Tinggal /
31 ayat (1) KUHAP: Alamat yang Tetap
2. Tidak Akan Melarikan
1. Wajib Lapor Diri; jika ada perintah
pencabutan
2. Tidak Keluar 3. Tidak Mengulangi
Rumah Tindak Pidana
4. Ada Jaminan Uang atau
3. Tidak Keluar Jaminan Orang
Kota
58
JAMINAN UANG
Pasal 35 PP No. 27 Tahun 1983:
Uang jaminan penangguhan penahanan yang
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai
dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Apabila
tersangka atau terdakwa melarikan diri dan
setelah lewat waktu tiga bulan tidak
diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi
milik negara dan disetorkan ke kas negara.
59
JAMINAN ORANG
Pasal 36 PP No. 27 Tahun 1983:
Dalam hal jaminan itu adalah orang, dan tersangka atau
terdakwa melarikan diri maka setelah lewat waktu 3
(tiga) bulan tidak diketemukan, penjamin diwajibkan
membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh
pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat
pemeriksaan, uang yang dimaksud harus disetor ke Kas
Negara melalui panitera pengadilan negeri, dan Apabila
penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang yang
dimaksud maka jurusita akan menyita barang miliknya
untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke Kas Negara
melalui panitera pengadilan negeri.

60
SIFAT JAMINAN
Ketentuan mengenai jaminan bersifat fakultatif
dan bukan imperative, berdasarkan frase:

“dengan atau tanpa”

61
BENTUK FORMIL PENANGGUHAN
PENAHANAN
• Dalam bentuk perjanjian
• Ditegaskan secara tertulis jumlah jaminan uang
• Penyebutan istilah jaminan berdasarkan Psl 35 PP
27/1983 adlh Uang Jaminan
• Penyebutan istilah jaminan berdasarkan Psl 36 PP
27/1983 adlh Uang Tanggungan
Dasar Hukum: Surat Keputusan Menteri Kehakiman
No. M.14.PW.07.03/1983
tentang Addendum Pedoman
Pelaksanaan KUHAP

62
TATA CARA PERMOHONAN
PENANGGUHAN PENAHANAN
• Adaya permintaan;
• Haruslah berbentuk tertulis;
• Pejabat atau instansi yang menahan
menetapkan besarnya uang jaminan secara
jelas disebutkan dalam surat perjanjian
Dasar Hukum: Lampiran Keputusan Menteri
Kehakiman
No. M.14-PW.07.03/1983
angka 8 huruf a
63
PEMBANTARAN PENAHANAN
(Penundaan Penahanan Sementara)
Pasal 19 ayat (8) PP No. 27 Tahun 1983:
Dalam hal tertentu, tahanan dapat diberi izin
meninggalkan RUTAN untuk sementara dan
untuk keperluan ini harus ada izin dari pejabat
yang bertanggung jawab secara juridis atas
tahanan itu.

64
MAKNA
“dalam hal tertentu”
• Apabila tahanan menderita sakit yang
memerlukan perawatan dan/atau pemeriksaan
dokter di luar RUTAN, maka selain harus
memenuhi ketentuan ayat ini, harus pula disertai
keterangan dokter RUTAN yang ditunjuk oleh
Menteri.
• Pulang ke rumah keluarganya, karena keluarga
sakit keras, kematian anak, istri, orang tua dan
sebagainya yang menurut pertimbangan pejabat
yang bertanggung jawab secara juridis dapat
disetujui.

65
PENGGELEDAHAN

Penggeledahan Rumah/Tempat Penggeledahan Orang/Badan

“Tindakan penyidik untuk


“Tindakan penyidik untuk
memasuki rumah tempat
mengadakan pemeriksaan badan
tinggal dan tempat tertutup
dan atau pakaian tersangka
lainnya untuk melakukan
untuk mencari benda yang
tindakan pemeriksaan dan atau
diduga keras ada pada badannya
penyitaan dan atau
atau dibawanya serta, untuk
penangkapan dalam hal dan
disita.”
menurut cara yang diatur
dalam KUHAP.”
66
PENGGELEDAHAN
rumah/tempat
1. Yang berhak melakukannya adalah penyelidik atas perintah penyidik dan penyidik sendiri ;
2. surat perintah tugas dan kartu identitas petugas;
3. Penggeledahan rumah/alat angkutan serta tempat-tempat tertutup lainnya hanya dapat dilakukan setelah
mendapat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat ;
4. Memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan;
5. Saat melakukan penggeledahan rumah, penggeledahan tersebut harus disaksikan oleh dua orang saksi, jika
tersangka atau penghuni menyetujui tindakan penggeledahan tersebut. Namun, jika pihak tersangka atau penghuni
menolak atau tidak hadir, tindakan penggeledahan tersebut harus disaksikan oleh kepala desa atau ketua
lingkungan dengan dua orang saksi ;
6. Tidak menimbulkan kerugian atau gangguan terhadap pihak yang digeledah atau pihak lain;
7. Dalam hal petugas mendapatkan benda atau orang yan dicari, tindakan untuk mengamankan barang bukti wajib
disaksikan oleh pihak yang digeledah atau saksi dari ketua lingkungan;
8. Membuat BAP penggeledahan
9. dilarang menyita barang-barang yang tidak berhubungan dengan tindak pidana yang bersangkutan
10. menyita barang-barang yang tidak terkait dengan tindak pidana maka wajib segera melaporkan kepada Ketua
Pengadilan Negeri setempat guna memperoleh persetujuannya
Namun sangat disayangkan, bahwa ketentuan ini direduksi dengan adanya ketentuan bahwa dalam keadaan mendesak,
maka izin Ketua Pengadilan Negeri dapat diabaikan. Keadaan mendesak tersebut diartikan bahwa bilamana di tempat
patut dikhawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dikhawatirkan
segera dimusnahkan atau dipindahkan sedangkan surat izin dari ketua pengadilan negeri tidak mungkin diperoleh
dengan cara yang layak dan dalam waktu yang singkat.

67
PENGGELEDAHAN orang
Dalam hal Penggeledahan Orang/Badan, maka hal-hal yang perlu diketahui
adalah sebagai berikut:
1. Menunjukkan surat perintah tugas dan identitas petugas;
2. Memberitahukan kepentingan tindakan penggeledahan secara jelas dan
sopan;
3. Meminta maaf dan meminta kesediaan orang yang digeledah atas
terganggunya hak privasi karena harus dilakukannya pemeriksaan;
4. Memperhatikan dan menghargai hak-hak orang yang digeledah;
5. Melaksanakan penggeledahan terhadap perempuan oleh petugas
perempuan ;
6. Jika perlu dilakukan pemeriksaan penggeledahan rongga badan dapat
diminta bantuan pejabat kesehatan/paramedik ;
7. Pengeledahan pakaian, harus dilakukan diruang tertutup atau minimal
tidak dilakukan di depan umum ;
8. Seorang wanita yang akan digeledah, khususnya pada bagian rongga badan
dapat menolak untuk digeledah/diperiksa jika penyidik/penyidik
pembantunya bukanlah seorang wanita.
68
Penggeledahan yang bersifat
khusus
• Surat/Paket Pos/Titipan Kilat
persyaratan agar dapat memeriksa barang-barang tersebut, antara lain sebagai
berikut:
1. Izin khusus yang diberikan dari Ketua Pengadilan Negeri ;
2. Penyidik wajib memberikan Surat Tanda Penerimaan bila kepala kantor pos dan
telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan
lain sudah menyerahkan kepada Penyidik ;
3. Apabila sesudah diperiksa ternyata surat itu tidak ada hubungannya dengan
perkara tersebut, surat itu ditutup rapi dan segera diserahkan kembali kepada
kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau
pengangkutan lain setelah dibubuhi cap yang berbunyi "telah dibuka oleh
penyidik" dengan dibubuhi tanggal, tanda tangan beserta identitas penyidik;
4. Penyidik dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses
peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh-sungguh atas kekuatan sumpah
jabatan isi surat yang dikembalikan itu;
5. Turunan berita acara tersebut oleh penyidik dikirimkan kepada kepala kantor
pos dan telekomunikasi, kepala jawatan atau perusahaan komunikasi atau
pengangkutan yang bersangkutan.

69
Penggeledahan yang bersifat
khusus

• Penggeledahan Rumah diluar wilayah hukum


Penyidik
Dalam hal penyidik harus melakukan
penggeledahan rumah di luar daerah hukumnya,
maka penggeledahan tersebut harus diketahui
oleh Ketua Pengadilan Negeri dan didampingi oleh
penyidik dari daerah hukum di mana
penggeledahan itu dilakukan.
70
Tujuan penggeledahan
Setiap penggeledahan memiliki 2 (dua) tujuan yuridis, yaitu:
1. pemeriksaan ;dan
2. Penyitaan.
Penggeledahan yang dilakukan, baik Rumah/Tempat ataupun
Orang/Badan, bertujuan untuk melakukan pemeriksaan. Dimana
pemeriksaan tersebut guna mencari barang bukti yang terkait
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan tindak
pidana yang sedang diperiksa.
Seperti halnya Penggeledahan, Penyitaan pun mewajibkan adanya
Surat Izin dari KPN setempat. Namun, ketentuan tersebut dibatasi
dengan frase “dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak”,
sehingga Penyidik dapat melakukan Penggeledahan dan Penyitaan
tanpa izin dari Ketua Pengadilan.

71
Benda-benda penyitaan
1. Benda atau tagihan Tersangka/Terdakwa yang seluruh
atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana
atau sebagai hasil dari tindak pidana;
2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk
melakukan tindak pidana atau untuk
mempersiapkannya;
3. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana;
4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan
melakukan tindak pidana;
5. Benda yang berada dalam sitaan karena perkara
perdata atau karena pailit;
6. Benda yang berada di dalam penguasaan orang lain,
dengan disertai Surat Tanda Penerimaan;

72
KONDISI BENDA SITAAN

Mudah rusak Bila disimpan maka biaya


penyimpanannya lebih
tinggi daripada harga benda
tersebut

1. Apabila perkara masih ada di tangan penyidik atau penuntut


umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan
oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh
tersangka atau kuasanya;
2. Apabila perkara sudah ada di tangan pengadilan, maka benda
tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut
umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan
disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.
3. Izin dari Pengadilan dan persetujuan Tersangka/Terdakwa

73
SURAT PERINTAH PENGHENTIAN
PENYIDIKAN (SP3)
Pasal 109 ayat (2) KUHAP:
“Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan
karena TIDAK TERDAPAT CUKUP BUKTI atau
PERISTIWA TERSEBUT TERNYATA BUKAN
MERUPAKAN TINDAK PIDANA atau PENYIDIKAN
DIHENTIKAN DEMI HUKUM, maka penyidik
memberitahukan hal itu kepada penuntut
umum, tersangka atau keluarganya.”

74
PIHAK PEMOHON SP3
Berdasarkan makna dari Pasal 109 ayat (2)
KUHAP, maka Pemohon adalah pihak yang
berkepentingan, yaitu:

1.Tersangka/Keluarga Tersangka atau Kuasa


Hukum Tersangka;

2.Penyidik itu sendiri ;


75
MAKNA
“Kurang Cukup Bukti”
• Alasan kurang cukup bukti ini, merupakan
alasan yang paling sering digunakan untuk
menghentikan penyidikan.

• Bahwa penyidik belum dapat menyelesaikan


proses penyidikan terhadap tindak pidana
tersebut karena hasil pemeriksaan dan
pengumpulan barang bukti, belum
memenuhi syarat maksimal dan syarat
administrasi sesuai ketentuan tehnis
76
MAKNA
“Perkara Bukan Tindak Pidana”
• Selama proses pemeriksaan atau penyidikan,
Penyidik berdasarkan pertimbangannya atas
bukti-bukti yang ada menyimpulkan bahwa
perkara yang sedang disidik / diperiksa
bukanlah merupakan perkara pidana.

• Sehingga tidak mungkin dipaksakan untuk


dilanjutkan hingga ke proses penuntutan.

77
MAKNA
“Penyidikan Dihentikan Demi Hukum”

1.Tersangka Meninggal Dunia


2.Ne Bis in Idem
3.Daluarsa/Lewat Waktu

78
MAKNA
“NE BIS IN IDEM”

• Pasal 76 ayat (1) KUHP:


“Seseorang tidak dapat dituntut lantaran
perbuatan (peristiwa) yang baginya telah
diputuskan oleh hakim”
Unsur-Unsur yang mengikuti:
1.Kesamaan Unsur;
2.Kesamaan Pasal;
3.Kesamaan subyek hukum; 79
MAKNA
“DALUARSA/LEWAT WAKTU”
(verjaring)
• Pasal 78 KUHP:
1. Untuk pelanggaran/kejahatan yang dilakukan dengan alat
cetak, jangka waktu daluwarsa adalah satu tahun, lewat satu
tahun Jaksa kehilangan hak menuntut.
2. Untuk kejahatan yang ancaman pidana denda, pidana
kurungan atau pidana penjara dibawah 3 tahun, jangka waktu
daluwarsa adalah enam tahun.
3. Untuk kejahatan yang ancaman kejahatannya diancam diatas
tiga tahun, jangka waktu daluwarsanya adalah dua belas
tahun.
4. Untuk kejahatan yang diancam dengan hukuman mati atau
penjara seumur hidup, jangka waktu daluwarsanya delapan
belas tahun.

80
PERHITUNGAN
DALUARSA/LEWAT
WAKTU/VERJARING
Pada prinsipnya daluarsanya suatu perkara
dimulai satu hari setelah tindak pidana
dilakukan, kecuali untuk tindak pidana
pemalsuan uang dan tindak pidana
perampasan kemerdekaan.

Untuk tindak pidana pemalsuan uang,


jangka waktu daluwarsa tidak dihitung satu
81
hari setelah tindak pidana pemalsuan uang
BERHENTINYA
DALUARSA/LEWAT WAKTU
• Pasal 80 KUHP:
Tiap-tiap tindakan penuntutan menghentikan
daluwarsa, asal tindakan itu diketahui oleh
orang yang dituntut, atau telah diberitahukan
kepadanya menurut cara yang ditentukan dalam
aturan-aturan umum.

82
FILOSOFI
DALUARSA/LEWAT WAKTU
1.Dengan adanya lewat
(verjaring)waktu, ingatan
masyarakat terhadap tindak pidana tertentu
telah hilang

2.Dengan adanya lewat waktu ada kemungkinan


menghilangnya alat bukti yang digunakan
untuk melakukan tindak pidana tertentu,

3.Untuk memberikan kepastian hukum bagi


83
Tersangka
PRA-ADJUDIKASI
KEJAKSAAN

Melaksanakan Bertindak sbg


putusan Pengadilan Jaksa Penuntut
JAKSA
yg inkracht Umum

Melaksanakan Melakukan
penetapan Hakim JAKSA PENUNTUT UMUM Penuntutan

PENUNTUTAN

Tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke


Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini dengan PERMINTAAN 84
supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
KEWENANGAN
JAKSA PENUNTUT UMUM
1. Menerima Dan Memeriksa Berkas Perkara Penyidikan Dari Penyidik Atau
Penyidik Pembantu;
2. Mengadakan Pra Penuntutan Apabila Ada Kekurangan Pada Penyidikan Dengan
Memperhatikan Ketentuan Pasal 110 Ayat (3) Dan Ayat (4), Dengan Memberi
Petunjuk Dalam Rangka Penyempurnaan Penyidikan Dari Penyidik;
3. Memberikan Perpanjangan Penahanan, Melakukan Penahanan Atau
Penahanan Lanjutan Dan Atau Mengubah Status Tahanan Setelah Perkaranya
Dilimpahkan Oleh Penyidik;
4. Membuat Surat Dakwaan;
5. Melimpahkan Perkara Ke Pengadilan;
6. Menyampaikan Pemberitahuan Kepada Terdakwa Tentang Ketentuan Hari Dan
Waktu Perkara Disidangkan Yang Disertai Surat Panggilan, Baik Kepada
Terdakwa Maupun Kepada Saksi, Untuk Datang Pada Sidang Yang Telah
Ditentukan;
7. Melakukan Penuntutan;
8. Menutup Perkara Demi Kepentingan Hukum;
9. Mengadakan Tindakan Lain Dalam Lingkup Tugas Dan Tanggung Jawab Sebagai
Penuntut Umum Menurut Ketentuan Undang-undang Ini;
10. Melaksanakan Penetapan Hakim.

85
MAKNA PRAPENUNTUTAN
• Pemantauan perkembangan penyidikan
• Penelitian berkas perkara tahap pertama
• Pemberian petunjuk guna melengkapi hasil
penyidikan
• Penelitian ulang berkas perkara
• Penelitian tersangka dan barang bukti pada
tahap penyerahan tanggung jawab atas
tersangka
JAKSA
PENELITI
dan barang bukti JAKSA PENUNTUT
UMUM
• Pemeriksaan
DOKTRIN tambahan. SE JAKSA AGUNG
Leden No. B-401/E/9/93
Marpaung 86
SYARAT FORMIL
SURAT DAKWAAN

• Pasal 143 ayat (2) KUHAP


• Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia
Nomor : SE004/J.A/1 1/1993 tentang
Pembuatan Surat Dakwaan, tanggal 16
November 1993
• Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Umum (JAMPIDUM) Nomor B-
607/E/11/1993 tentang
Cermat Jelas Petunjuk Tehnis
Lengkap

Pembuatan Surat Dakwaan, tanggal 22


87
November 1993
MAKNA “CERMAT”
Ketelitian Jaksa penuntut umum dalam mempersiapkan surat
dakwaan yang didasarkan kepada undang-undang yang berlaku
bagi terdakwa, serta tidak terdapat kekurangan dan atau
kekeliruan yang dapat mengakibatkan batalnya surat dakwaan atau
tidak dapat dibuktikan antara lain misalnya :
1. Apakah ada pengaduan dalam hal delik aduan, apakah
penerapan hukum/ketentuan pidananya sudah tepat,
2. Apakah terdakwa dapat dipertanggungjawabkan melakukan
tindak pidana tersebut,
3. Apakah tindak pidana tersebut sudah atau belum kedaluarsa
dan apakah tindak pidana yang didakwakan itu tidak nebis in
idem.
Pada pokoknya kepada Jaksa Penuntut Umum dituntut untuk
bersikap teliti dan waspada dalam semua hal yang berhubungan
dengan keberhasilan penuntutan perkara di muka sidang
pengadilan.

88
MAKNA “JELAS”
Jaksa Penuntut umum harus mampu merumuskan unsur-
unsur delik yang didakwakan sekaligus memadukan
dengan uraian perbuatan materiel (fakta) yang dilakukan
oleh terdakwa dalam surat dakwaan.
Dalam hal ini harus diperhatikan, jangan sekali-kali
mempadukan dalam uraian dakwaan antara delik yang
satu dengan delik yang lain yang unsur-unsurnya berbeda
satu sama lain, atau uraian dakwaan yang hanya menunjuk
pada uraian dakwaan sebelumnya (seperti misalnya
menunjuk pada dakwaan pertama) sedangkan unsur-
unsurnya berbeda.

89
MAKNA “LENGKAP”

Uraian surat dakwaan harus mencakup semua


unsur-unsur yang ditentukan undang-undang
secara lengkap. Jangan sampai terjadi ada
unsur delik yang tidak dirumuskan secara
lengkap atau tidak diuraikan perbuatan mate-
rielnya secara tegas dalam dakwaan, sehingga
berakibat perbuatan itu bukan merupakan
tindak pidana menurut undang-undang.
90
BENTUK SURAT DAKWAAN

1.Surat Dakwaan Tunggal


2.Surat Dakwaan Alternatif
3.Surat Dakwaan Subsider
4.Surat Dakwaan Kumulatif
5.Surat Dakwaan Kombinasi/Gabungan

91
Surat Dakwaan Tunggal
Dalam Surat Dakwaan ini hanya satu Tindak
Pidana saja yang didakwakan, tidak terdapat
dakwaan lain baik sebagai alternatif
maupun sebagai pengganti.

Contoh:
Dalam Surat Dakwaan hanya didakwakan
Tindak Pidana pencurian (pasal 362 KUHP).
92
Surat Dakwaan Alternatif
Dalam bentuk ini dakwaan disusun atas beberapa lapisan yang
satu mengecualikan dakwaan pada lapisan yang lain.
Dakwaan alternatif dipergunakan karena belum didapat
kepastian tentang Tindak Pidana mana yang akan dapat
dibuktikan. Lapisan dakwaan tersebut dimaksudkan sebagai
"jaring berlapis" guna mencegah lolosnya terdakwa dari
dakwaan.
Meskipun dakwaan berlapis, hanya satu dakwaan saja yang akan
dibuktikan, bila salah satu dakwaan telah terbukti, maka lapisan
dakwaan lainnya tidak perlu dibuktikan lagi.
Misalnya:
Pertama: Pencurian (pasal 362 KUHP)
ATAU
Kedua: Penadahan (pasal 480 KUHP)

93
Surat Dakwaan Subsider
Bentuk dakwaan ini dipergunakan apabila
satu Tindak Pidana menyentuh beberapa
ketentuan pidana, tetapi belum dapat
diyakini kepastian tentang kualifikasi dan
ketentuan pidana yang lebih tepat dapat
dibuktikan.
Lapisan dakwaan disusun secara berurutan
dimulai dari Tindak Pidana yang diancam
dengan pidana terberat sampai pada Tindak
Pidana yang diancam dengan pidana
teringan dalam kelompok jenis Tindak 94
Contoh Dakwaan Subsider:
Primer:
Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP);
Subsidair:
Pembunuhan (pasal 338 KUHP);
Lebih Subsidair:
Penganiayaan berencana yang mengakibatkan matinya orang (pasal
355 (2) KUHP);
Lebih Subsidair lagi :
Penganiayaan berat yang mengakibatkan matinya orang (pasal 354 (2)
KUHP);
Lebih-lebih Subsidair lagi :
Penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang (pasal 351 (3)
KUHP).

95
Surat Dakwaan Kumulatif
Bentuk ini digunakan bila kepada terdakwa didakwakan beberapa Tindak
Pidana sekaligus dan Tindak Pidana tersebut masing-masing berdiri
sendiri (Concursus Realis).
Semua Tindak Pidana yang didakwakan harus dibuktikan satu demi satu.
Dakwaan yang tidak terbukti harus dinyatakan secara tegas disertai
tuntutan untuk membebaskan terdakwa dari dakwaan yang
bersangkutan.
Persamaannya dengan dakwaan Subsidair, karena sama-sama terdiri dari
beberapa lapisan dakwaan dan pembuktiannya dilakukan secara
berurutan.
Misalnya dakwaan disusun :
• Kesatu : Pembunuhan (pasal 338 KUHP);
• Kedua : Pencurian dengan pemberatan (pasal 363 KUHP);
• Ketiga : Perkosaan (pasal 285 KUHP).

96
Surat Dakwaan
Kombinasi/Gabungan
Bentuk ini merupakan perkembangan baru dalam praktek sesuai
perkembangan di bidang kriminalitas yang semakin variatif baik
dalam bentuk/jenisnya maupun dalam modus operandi yang
dipergunakan.
Kombinasi/gabungan dakwaan tersebut terdiri dari dakwaan
kumulatif dan dakwaan subsider.
Contoh:
Kesatu :
• Primer : Pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP);
• Subsider : Pembunuhan (pasal 338 KUHP);
• Lebih Subsider: Penganiayaan berencana yang mengakibatkan
matinya orang (pasal 355 ayat 2 KUHP).
Kedua: Perampokan/pencurian dengan kekerasan (pasal 365
ayat (3) dan (4) KUHP).
Ketiga: Perkosaan (pasal 285 KUHP).
97
PRA-PERADILAN
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:

a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan


tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;

b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas


permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;  kecuali deponeering (vide
Penjelasan Pasal 77 KUHAP)
c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau
pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.

Pasal 1 angka 10 KUHAP jo Pasal 77 KUHAP

ANOMALI NORMA

Pasal 95 ayat (1) KUHAP 98


Acara siding pra-peradilan
1. Dilaksanakan di Pengadilan Negeri setempat
2. Dalam wkt 3 (tiga) hari, stlh permintaa diajukan, KPN wajib
menunjuk Hakim
3. Dipimpin oleh Hakim Tunggal (vide Pasal 78 ayat (2) KUHAP)
4. Pemeriksaan dilaksanakan dlm jangka waktu 7 (tujuh) hari
(vide Pasal 82 KUHAP)
5. Pra-peradilan gugur jika perkara sudah diperiksa di PN
6. Tidak mengenal ne bis in idem
7. Hanya atas putusan sah/tidak sahnya SP3 atau SKPP dapat
dimintakan banding ke PT sbg putusan akhir.
Putusan Akhir dari PT atas sah/tidak sahnya SP3 atau SKPP, jika
telah inkracht, di dalam praktek, seringkali diajukan PK ke
Mahkamah Agung.
Bahkan, kedua alasan lainnya pun, seringkali diajukan ke PT, yg
kemudian dijadikan dasar utk mengajukan PK

99
Permintaan pemeriksaan tentang
sah atau tidaknya suatu
penangkapan atau penahanan

• Diajukan oleh: tersangka, keluarga atau


kuasanya ;
• Permintaan ditujukan kepada KPN;
• Wajib menyebutkan alasan-alasannya.

100
Permintaan untuk memeriksa sah
atau tidaknya suatu penghentian
penyidikan atau penuntutan
• Dapat diajukan oleh : Penyidik atau Penuntut Umum atau
Pihak Ketiga yang berkepentingan;
• Permintaan ditujukan kepada KPN;

Bertujuan untuk menegakan hukum, keadilan dan kebenaran melalui


sarana pengawasan secara horizontal
(vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP)

101
Permintaan ganti kerugian dan atau rehabilitasi
akibat tidak sahnya penangkapan atau
penahanan atau akibat sahnya penghentian
penyidikan atau penuntutan
• Dapat diajukan : tersangka atau pihak ketiga yang
berkepentingan;
• Ditujukan kepada KPN;
• Pada perkara yang TIDAK ATAU BELUM MASUK ke proses
pemeriksaan siding di Pengadilan.

Min. Rp 5.000,- Maks. Rp 1.000.000,-

Pasal 9 ayat (1) PP No. 27/1983 102


PERMINTAAN GANTI KERUGIAN
BERDASARKAN
PASAL 95 AYAT (1) kuHAP
Tersangka, terdakwa atau terpidana berhak menuntut ganti kerugian
karena ditangkap, ditahan, dituntut dan diadili atau dikenakan tindakan
lain, tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan;

Subyektif : Tersangka, terdakwa atau terpidana


Obyektif :
1. berhak menuntut ganti kerugian karena : (a). Ditangkap; (b). Ditahan;
(c). Dituntut & diadili; atau (d). Tindakan lain
2. tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang ; atau
3. karena kekeliruan mengenai orangnya ; atau
4. hukum yang diterapkan.
103
Nominal ganti kerugian
pasal 95 ayat (1) kuhap

Rp. 3.000.000,-
Pasal 9 ayat (2) PP No. 27/1983

104
Acara persidangan gugatan ganti
kerugian pasal 95 ayat (1) kuhap

1. Diajukan oleh Tersangka, Terdakwa, Terpidana


atau Ahli Warisnya
2. Diajukan pada pengadilan yang berwenang atau
PN yang mengadilin perkara pokoknya;
3. Hakim yang memeriksa “sejauh mungkin” adalah
Hakim yang sama pada perkara pokoknya;
4. Menggunakan acara Pra-Peradilan;
5. Putusan berbentuk PENETAPAN

105
Pemeriksaan adjudikasi

106
Pertemuan ke-15
KEKUASAAN KEHAKIMAN DI
INDONESIA JOHN
MONTESQI UUD NRI
UEU LOCKE
1945

LEGISLATI EKSEKUTI YUDIKATIF


F PEMBENTU F
DPR K UNDANG- PRES MA
UNDANG IDEN 1. Kepolisi
an
KUHAP 2. Jaksa PENGADIL
UU KEKUASAAN Agung AN
KEHAKIMAN 3. KPK
UU PERADILAN 4. PPNS
UMUM
UU MAHKAMAH
AGUNG
107
YANG MANAKAH KEKUASAAN
KEHAKIMAN dalam
hukum acara pidana ??
Pasal 38 ayat Pasal 24
(2) UU Berdasa ayat (2)
Kekuasaan rkan UUD NRI
Kehakiman Fungsin 1945
1. Penyelidikan & ya Mahkamah
Penyidikan Agung
2. Penuntutan
3. Pelaksanaan
Putusan
Badan
4. Pemberian Jasa
Peradilan
Hukum; dan
5. Penyelesaian
Sengketa di luar
Pengadilan
Officer of the
court
108
Pemeriksaan adjudikasi
(pemeriksaan di depan persidangan)

Upaya
Pengadilan Negeri Pengadilan Tinggi
Upaya Mahkamah Agun
Hukum Hukum

Judex Factie
Judex Praktek
Jurist
Judex
Factie

109
MACAM-MACAM
ACARA PEMERIKSAAN SIDANG

• ACARA PEMERIKSAAN BIASA (bab xvi


bagian ketiga kuhap)
• ACARA PEMERIKSAAN SINGKAT (bab xvi
bagian kelima kuhap)
• ACARA PEMERIKSAAN CEPAT (bab xvi
bagian keenam kuhap)
1. Acara Pemeriksaan tindak pidana
ringan (paragraf 1)
110
2. acara pemeriksaan Pelanggaran lalu
BIASA SINGKAT CEPAT
PERBANDINGAN
Dasar Hukum ACA
Bab XVI Bagian III RA
BAB XVIPEMERIKSAAN
Bagian V Bab XVI Bagian VI
Penuntutan JPU dan Dakwaan Tanpa Dakwaan Tanpa JPU
Jenis Putusan Putusan Dicatat dalam BAP Penetapan
Pengadilan Sidang
Sifat Pembuktian Sulit Mudah & Mudah
Sederhana
Jenis Perkara Kejahatan Kejahatan & Tindak Pidana
Pelanggaran Ringan &
kecuali Psl 205 Pelanggaran Lalu
Lintas
Lamanya perkara Min. 9 kali Sidang Jika melebihi batas Satu Hari
maks. pemeriksaan
tambahan (14 hari)
diubah ke
pemerisaan biasa
Lain-Lain -- Jika disepakati dpt --
diubah menjadi
acara pemeriksaan
cepat 111
BIASA SINGKAT CEPAT
Hakim Majelis Hakim Majelis Hakim Hakim Tunggal

Bentuk Putusan Putusan Surat Surat


Pengadilan

112
EKSEPSI
Excepti Arti scr Excepti
e (Bld) Umum: on
Pengecuali (Eng)
an

Makna

Bantahan / Bantahan /
tangkisan / Pasal 156 tangkisan /
jawaban / KUHAP jawaban /
keberatan secara keberatan
tidak langsung terhadap syarat
terhadap pokok formil Dakwaan
Dalam perkara
hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan
bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau
dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan,
maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk
menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan 113
tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan
JENIS-JENIS EXCEPTIE

EXCEPTIE
EXCEPTIE EXCEPTIE EXCEPTIE
DAKWAAN
KOMPETEN TUNTUTAN SYARAT
BATAL DEMI
SI GUGUR FORMIL
HUKUM

114
EXCEPTIE KOMPETENSI
• KOMPETENSI ABSOLUT
Wewenang Mengadili 4 lingkungan peradilan, yaitu Peradilan Umum, Peradilan
Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara

• KOMPETENSI RELATIF
Wewenang mengadili dalam hal wilayah hukum dari suatu pengadilan pada satu
lingkungan peradilan yang sama

115
EXCEPTIE TUNTUTAN GUGUR
• NE BIS IN DEM

• KADALUARSA (Pasal 78-82 KUHP)

• Tersangka/Terdakwa meninggal dunia

116
EXCEPTIE SYARAT FORMIL
Jenis Putusannya adalah Niet Onvankelijk Verklaard (N.O)
atau Dakwaaan Tidak dapat diterima
• Untuk tindak pidana dengan ancaman pidana diatas 5
(lima) tahun atau pidana mati, Tersangka mulai dari
proses penyidikan tidak didampingi oleh Penasehat
Hukum. Krn berdasarkan Yurisprudensi MA No. 1565
K/Pid/1991 tanggal 16 September 1991;
• Tindak Pidana yang didakwakan merupakan delik aduan,
sedangkan perkara diproses tanpa adanya aduan atau
tenggang waktu pengaduan telah lewat (Psl 72-75 KUHP);
• Tindak pidana yang didakwakan sedang diproses oleh
Pengadilan Negeri lain;
• Error in persona (terdakwa yang diajukan salah
identitasnya)
• Tindak Pidana yang didakwakan mengandung sengketa
perdata yang harus diperiksa secara perdata;
• JPU keliru dalam merumuskan dakwaan.
117
EXCEPTIE
DAKWAAN BATAL DEMI HUKUM

Pelanggaran
terhadap Pasal 143
ayat (2) KUHAP

118
PROSES PUTUSAN EXCEPTIE
KOMPETENSI

• Di dalam Pasal 156 KUHAP tidak


dijelaskan jenis exceptie kompetensi
yang bagaimana yang akan diputus
terlebih dahulu;
• Dikarenakan KUHAP merupakan
revisi dari HIR/RBg, maka budaya
hukum yang muncul di dalam
praktek adalah bernuansa HIR/RBg;
• Sehingga ketentuan Pasal 156 KUHAP119
Hukum pembuktian pidana
TEORI PEMBUKTIAN
1. Positief Wettelijke Bewijs Theorie (Sistem atau
teori pembuktian berdasarkan Undang-
undang secara positif )
2. Conviction-in Time (Sistem atau teori
pembuktian berdasar keyakinan hakim
belaka)
3. Conviction Raisonnee (Sistem atau teori
pembuktian berdasar keyakinan hakim atas
120
alasan yang logis)
Positief Wettelijke Bewijs Theorie
(Teori pembuktian positif)

Dikatakan secara positif karena hanya


didasarkan kepada Undang-undang saja artinya
jika telah terbukti suatu perbuatan sesuai
dengan alat-alat bukti yang disebut oleh
undang-undang, maka keyakinan hakim tidak
diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga
teori pembuktian formil (Formele
121
Conviction-in Time
(Teori Pembuktian keyakinan hakim)

Berhadap-hadapan secara berlawanan dengan


teori pembuktian menurut undang-undang
secara positif. Didasari bahwa alat bukti berupa
pengakuan terdakwa sendiri pun tidak selalu
membuktikan kebenaran. Pengakuan kadang-
kadang tidak menjamin terdakwa benar-benar
telah melakukan perbuatan yang didakwakan. 122
Conviction Raisonnee
(Teori pembuktian keyakinan hakim yang logis)

Merupakan jalan tengah dari sistem-sistem


pembuktian yang ada. Menurut teori ini, hakim
dapat memutuskan seseorang bersalah berdasar
keyakinannya, keyakinan mana didasarkan
kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan
suatu kesimpulan yang berlandaskan kepada
peraturan-peraturan pembuktian tertentu,123
Negatief Wettelijke Bewijstheorie
(Teori pembuktian negative)

Salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan


oleh keyakinan hakim yang didasarkan kepada
cara dan dengan alat-alat bukti yang sah
menurut Undang-undang dan sistem ini
memadukan unsur-unsur objektif dan subjektif
dalam menetukan salah atau tidaknya orang
terdakwa. 124
Sistem pembuktian kuhap
Pasal 183 KUHAP :
“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali
apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh
keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan
bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Sistem Pembuktian Negatif


(Negatief Wettelijke Bewijstheorie)

125
Pertemuan ke-18
Alat bukti yang sah
Pasal 184 ayat (1) KUHAP:
1. Keterangan Saksi (Pasal 185 KUHAP)
2. Keterangan Ahli (Pasal 186 KUHAP)
3. Surat (Pasal 187 KUHAP)
4. Petunjuk (Pasal 188 KUHAP)
5. Keterangan Terdakwa (Pasal 189 KUHAP)

126
saksi
“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan
penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia
dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.” (Pasal 1 angka 26 KUHAP)
“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang
berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
pengetahuannya itu” (Pasal 1 angka 27 KUHAP)
Sehingga, keterangan saksi yang didasarkan kepada pemikiran atau
pendapatnya, bukanlah merupakan alat bukti yang sah.

Dalam menilai kebenaran dari keterangan seorang saksi, hakim perlu


memperhatikan persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti, alasan
yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan tertentu
serta cara hidup dan kesusilaan saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya
dapat mempengaruhi atau tidaknya keterangan itu dipercaya. 127
Saksi testimonium de auditu
(hearsay evidence)

Saksi Testimonium de aduditu adalah Keterangan saksi yang diperoleh dari orang lain.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 26 dan angka 27 KUHAP, maka saksi testimonium de
auditu adalah TIDAK SAH

Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010:


“Pengertian Pasal 1 angka 26, Pasal 1 angka 27, Pasal 116 ayat (3) dan ayat (4) serta Pasal
184 ayat (1) huruf a KUHAP tidak boleh ditafsirkan secara sempit, maka berdasarkan
penafsiran gramatikal, jika dikaitkan dengan pasal-pasal dalam KUHAP, karena dapat
menghilangkan kesempatan Terdakwa dalam menghadirkan saksi a de charge
(menguntungkan).
Oleh karena itu, arti penting saksi bukan terletak apakah ia melihat, mendengar, atau
mengalami sendiri peristiwa pidana, melainkan pada relevansi kesaksiannya dengan
perkara pidana yang sedang di proses.”

Sehingga, saksi testimonium de auditu merupakan bagian dari alat bukti : PETUNJUK 128
JENIS SAKSI MENURUT KUHAP
• Saksi a de charge (Saksi yang meringankan
atau menguntungkan)
Pasal 65 KUHAP
Pasal 160 ayat (1) KUHAP
Pasal 165 ayat (3) KUHAP

• Saksi a charge (Saksi yang memberatkan)


Pasal 160 ayat (1) KUHAP
129
Syarat sah saksi
• Syarat Formil
1. Bersedia di sumpah : Pasal 160 ayat (3) dan ayat (4) KUHAP
2. Telah Dewasa (< 15 thn) : Pasal 171 butir a KUHAP (penafsiran a
contrario)

• Syarat Materiil
1. Melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa pidana
(Pasal 1 angka 26 KUHAP)
2. Seorang saksi harus dapat menyebutkan alasan dari kesaksiannya itu
(Pasal 1 butir 27 KUHAP)
3. Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan
kesalahan terdakwa atau unus testis nullus testis (Pasal 185 ayat (2)
KUHAP)
130
PERIHAL PEMBUKTIAN

Dakwaan  Pembuktian
> Tujuan nya :
untuk memperoleh kepastian bahwa apa
yang didakwakan JPU dalam Surat Dakwaan
kepada terdakwa adalah benar.
> Dengan cara memeriksa :
# mengenai apakah peristiwa/perbuatan
tertentu sungguh pernah terjadi Mengenai
# mengapa peristiwa tsb tejadi (motif)

131
Maka dari itu pemeriksaan terdiri dari :
 Menunjukkan peristiwa-peristiwa yang
dapat di
terima oleh panca indera ;
 memberikan keterangan tentang peristiwa-
peristiwa yang telah diterima tersebut ;
 Mengggunakan pikiran logis.

Manfaat dengan adanya pembuktian tersebut


:
 hakim dapat menggambarkan dalam pikiran
nya apa yang sebenarnya terjadi ;
 sehingga memperoleh keyakinan tentang hal
tersebut ;
 meskipun ia tidak
melihat/mendengar/merasakan sendiri.
132
Yang diungkap dari Pembuktian
• Alat Pembuktian (bewijsmiddel) ;
– Benda & lisan :
• alat yang digunakan untuk melakukan tindak pidana
• Hasil yang diperoleh dari tindak pidana
• Ket. Saksi
• Penguraian Pembuktian (bewijsvoering) ;
– Cara-cara menggunakan alat-alat bukti dalam T.Pidana
• Kekuatan Pembuktian (bewijskracht) ;
– Keterikatan hakim pada alat bukti  Lihat: Pasal 184 KUHAP
• Dasar Pembuktian (bewijsgrond) ;
– Keadaan yang dialami yang diterangkannya dalam kesaksian
disebut Dasar Pembuktian
• Beban Pembuktian (bewijslast).
– Mengenai siapakah yang mempunyai beban untuk membuktikan
mengenai unsur-unsur tindak pidana
– Pasal 66 KUHAP “..tersangka/terdakwa tidak dibebani kewajiban
pembuktian..”
– Merupakan wujud konkret asas “presumption of innocent

133
Tuntutan Pidana
(Requistoir)

• Pemeriksaan terhadap diri terdakwa dan


saksi cukup, maka kepada penuntut umum
dipersilahkan menyampaikan tuntutan
pidana nya.
• JPU menguraikan segala sesuatu selama
berlangsungnya pemeriksaan apakah
dakwaan nya terbukti atau tidak

134
Diagram Alir Tuntutan Perkara
JPU Hakim memberikan kesempatan Pembelaa
membacakan kepada terdakwa
n (Pledoi)
tuntutan
pidana
JPU
memberikan
jawaban atas
Pledoi
(Replik) Tersangka
menjawab Replik
(Duplik)

Tuntutan Pidana, Pledoi, Replik


dan Duplik

Salinan nya
Hakim ketua diberikan
majelis kepada para
pihak
135
Putusan-Putusan Pengadilan
• 2 jenis Putusan pengadilan :
– Putusan yang bersifat formil, Putusan pengadilan
yang bukan merupakan putusan akhir, yaitu :
• Pasal 148 ayat 1 KUHAP. Pernyataan tidak
berwenangnya pengadilan untuk memeriksa suatu
perkara (onbevoegde verklaring).
misalnya : salah mengajukan berkas perkara
• Pasal 143 ayat 3 KUHAP. Pernyataan dakwaan PU batal
(nietig verklaring van de acte van verwijzing)
misalnya : locus delicti tidak dicantumkan di surat
dakwaan
• Pasal 156 ayat 1 KUHAP. Pernyataan dakwaan PU tidak
dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)
misalnya : perkara daluarsa, nebis in idem, persyaratan
aduan (klacht delict)
• Putusan berisikan penundaan pemeriksaan perkara
oleh adanya perselisihan kewenangan (prejudisiel)
misalnya : perkara ybs menunggu putusan dari hakim
perdata misal dalam hal perzinahan (overspel).
136
Putusan yang bersifat materil, putusan pengadilan
yang
merupakan putusan akhir (einds vonnis), yaitu :
1. Pasal 191 ayat 1 KUHAP. Putusan yang
menyatakan terdakwa dibebaskan dari
dakwaan (vrijspraak). Maksudnya ialah
pengadilan berpendapat bahwa
kesalahan/perbuatan yang didakwakan
terhadap terdakwa tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan di dalam pemeriksaan
persidangan.
misalnya : minimnya alat pembuktian yang
ditetapkan oleh UU tidak terpenuhi.
 Putusan ini bersifat negatif, artinya putusan
tidak menyatakan terdakwa tidak melakukan
perbuatan yang didakwakan itu, melainkan
menyatakan bahwa kesalahan terdakwa tidak
terbukti di persidangan.
 See negatief-wettelijk sistem pembuktian
KUHAP, dalam Pasal 183 KUHAP  2 alat
bukti+ keyakinan hakim.
 Jaksa tidak dapat banding ke PT (Pasal 67
KUHAP)
137
2. Putusan Lepas dari segala tuntutan (ontslag van alle
rechtsvervolging). Maksudnya ialah Perbuatan yang
didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu
tidak merupakan suatu tindak pidana, dikarenakan adanya
alasan pembenar (rechtvaardigingsgrond) dan/atau alasan
pemaaf (fait dixcuse).
 Alasan pembenar : Pasal 48, 49(1), 50 & 51(1) KUHAP
 Alasan pemaaf : Pasal 49(2) & 51(2) KUHAP
 Dapat dimintakan banding baik oleh terdakwa maupun
jaksa.

138
3. Putusan Pemidanaan
Apabila kesalahan terdakwa terhadap perbuatan yang
didakwakan kepadanya terbukti dengan sah dan
meyakinkan. Pasal 193 (1) KUHAP, apabila
terdakwa terbukti bersalah, maka harus dijatuhi
pidana.kecuali apabila terdakwa pada waktu
melakukan tindak pidana itu belum berumur 16
tahun.maka hakim dapat memilih ketentuan
didalam Pasal 45 KUHAP, yaitu :
a. Menyerahkan kembali kepada orang tua/wali nya
tanpa sanksi pidana
b. Diserahkan kepada pemerintah agar dipelihara
dalam suatu tempat pendidikan negara sampai
dengan usia 18 tahun (Pasal 46 KUHAP).
c. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa.

139
Kewajiban Hakim setelah Putusan
• Memberitahukan kepada terdakwa tentang
segala sesuatu yang menjadi hak nya, yaitu :
– Hak segera menerima atau menolak putusan
– Hak mempelajari putusan sebelum
menerima atau menolak hasil putusan dalam
batas waktu yang ditentukan UU
– Hak meminta penangguhan pelaksanaan
putusan untuk mengajukan grasi dalam hal ia
menerima putusan
– Hak minta diperiksa perkaranya dalam
tingkat banding, dalam hak ia menolak
putusan
– Hak mencabut pernyataan (point 1), dalam
waktu yang ditentukan oleh UU.
• Surat putusan vonnis harus sesuai format Pasal
197 ayat 1 KUHAP 140
SYARAT SAH PUTUSAN HAKIM
Pasal 197 ayat (1)
1. kepala putusan yang dituliskan berbunyi: "DEMI KEADILAN BERDASARIKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA";
2. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal,
agama dan pekerjaan terdakwa;
3. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan;
4. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alat-
pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan
kesalahan terdakwa;
5. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;
6. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan
pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai
keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;
7. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh
hakim tunggal;
8. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan
tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang
dijatuhkan;
9. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang
pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;
10. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya
kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;
11. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam'tahanan atau dibebaskan;
12. hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama
panitera;
141
Pasal 197 ayat (2)

Tidak dipenuhinya ketentuan dalam


ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan
I pasal ini mengakibatkan putusan batal
demi hukum

142
OLEH:
Dr. (cand) Gelora tarigan, s.h.,m.h.
DUDUNG ABDUL AZIS, s.h., m.h.

143
MODUL IV
HAKIM PENGAWAS DAN
PENGAMAT
(KIMWASMAT)
• Dasar Hukum Pasal 277 : Pada setiap
pengadilan harus ada hakim yang diberi
tugas khusus untuk membantu ketua dalam
melakukan pengawasan dan pengamatan
terhadap putusan pengadilan yang
menjatuhkan pidana perampasan
kemerdekaan.
• Peraturan Pelaksana :
1. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 1984, tanggal 5
Maret 1984 tentang Pelaksanaan Tugas Hakim Pengawas dan
144
Pengamat; dan
TUGAS POKOK KIMWASMAT
• Tugas pokok
Pengawasan: Pasal 280 ayat (1): Hakim
Pengawas dan Pengamatan mengadakan
pengawasan guna memperoleh kepastian
bahwa putusan pengadilan dilaksanakan
sebagaimana mestinya.

Pengamatan : Pasal 280 ayat (2) : Hakim


Pengawas dan Pengamat mengadakan
pengamatan untuk bahan penelitian demi
145
LEMBAGA PENGAWAS
PERADILAN

PRA PERADILAN
HAKIM
V. PEMERIKSA
PENDAHULUAN
KIMWASMAT S (PRE TRIAL
JUDGE)

146
LEM BA G A
PEM A S YA R A KA T A N
FILSAFAT FILSAFAT
PEMIDANAAN Kongres PEMIDANAAN
ALIRAN PPB I di ALIRAN
KLASIK Tokyo 1955 MODERN

UU NO.
DR. SAHARDJO 12/1996
ttg
Lembaga PENJERA
Pemasyaraka AN
tan PEMBINA
Sistem AN
TERPIDANA
Pemasyara RE-
ADLH TERPIDANA
katan SOSIALIS
OBYEK ADLH
1963 ASI
SUBYEK RE- 147
INTEGRA
BAGAN / ALUR PEMIDANAAN

MASYARAKAT

KEPOLISIAN &
LAPAS ADVOKAT KEJAKSAAN

PENGADILAN

148
SELESAI

149

Anda mungkin juga menyukai