dan Hadis Nabi memiliki tiga fungsi, yaitu: sebagai sumber ajaran, sumber pengetahuan, dan sumber sivilisasi. Sementara itu, fungsi Hadis Nabi dalam kaitannya dengan al-Qur’an meliputi: ta’kid, bayan, dan tasyri’. Al-Qur’an adalah Kitabul Insan, karena:
Menurut al-Qaradlawi, seluruh kandungan al-
Qur’an adakalanya berbicara terhadap manusia atau berbicara tentang manusia; manusia adalah sasaran khithab utama al- Qur’an Ajaran al-Qur’an sangat “manusiawi” karena dalam penetapan hukumnya didasari oleh prinsip: ‘adamul haraj, taqlil al-takalif, dan al- tadarruj fi al-tasyri Lanjutan
Hampir senada dengan itu, al-Jabiri
mengemukakan tiga pilar penopang penetapan ketentuan hukum syar’i (berdasarkan al-Qur’an dan Hadis), yaitu: sabab al-nuzul, al-Naskh, dan al-maqashid. Al-Qur’an (dan Hadis Nabi), meminjam istilah al-Qaradlawi, menjadi sumber pengetahuan dan sivilisasi Empat Argumen kehujahan Hadis
Keimanan (kepercayaan terhadap kerasulan
Muhammad) Al-Qur’an Hadis Nabi Ijmak (kesepakatan mayoritas ulama/umat Islam) atas keharusan mengikuti & meneladani Nabi Pengertian Sunah Nabi
Menurut para ahli hadis, sunah dan hadis
mempunyai pengertian sama, yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan bersumber dari Nabi, baik berupa ucapan, perbuatan, ketetapan, maupun karakteristik fisik atau moral beliau, sebelum dan sesudah diangkat sebagai Rasul Istilah lain yang kadang dipakai adalah khabar dan atsar. Hanya saja kedua istilah ini mengandung pengertian lebih luas karena mencakup apa yang disandarkan pada Nabi, disandarkan kepada Sahabat atau Tabi’in Sejak awal Islam, Hadis telah memperoleh perhatian besar umat Islam shg mendorong:
Lahirnya pelbagai disiplin ilmu tentang hadis,
semisal: ilmu al-jarh wa al-ta’dil, Ilmu nasikhil hadis wamansukhuh, ilmu tarikhir ruwat, ilmu ilalil hadis, dll. Giatnya upaya periwayatan, penghafalan, penulisan, dan pengamalan hadis Pemfungsian hadis sbg rujukan otoritatif (sulthah marji’iyyah) Fungsi al-Qur’an & Hadis sbg sumber pengetahuan
Ini ditunjukkan antara lain oleh adanya
isyarat-isyarat ilmiah al-Qur’an dan hadis berkenaan dengan pendidikan, kesehatan, dan prasyarat pengembangan keilmuan Al-Qur’an dan hadis bisa menjadi sumber insiprasi (paradigma) bagi pengembangan keilmuan “islami” Fungsi al-Qur’an & Hadis sbg sumber sivilisasi
Hal ini ditunjukkan melalui preskripsi keduanya
menyangkut: fiqh hadlari dan prilaku hadlari Terkait fiqh hadlari antara lain berupa tuntunan keduanya: (1) pemahaman akan pentingnya pengetahuan, (2) pemahaman akan sunah/ayat Tuhan yg berlaku tetap dan universal, (3) pemahaman akan maksud utama dan kemuliaan syariat, (4) pemahaman akan arti hidup & kehidupan, (5) penyadaran akan ultimate goal kehidupan Lanjutan
Sementara itu, terkait prilaku hadlari antara
lain dapat diketahui dari: (1) pengakuan arti penting ilmu yg bermanfaat, (2) dorongan agar setiap muslim condong pada keluhuran akhlak, dan (3) perhatian terhadap kebersihan, kerapian, dan keindahan Pengakuan terhadap fungsi al-Qur’an sebagai sumber sivilisasi menuntut adanya pemahaman yg lebih menyeluruh
Sebagaimana kritik yang pernah dilontarkan
oleh Syekh Muhammad al-Ghazali, misalnya, bahwa selama ini pemahaman umat Islam terhadap al-Qur’an terlalu didominasi oleh perspektif fiqhiyyah Karena itu, saatnya dibutuhkan “pendekatan baru” untuk bisa menangkap pesan al-Qur’an secara lebih utuh dan fungsional Mengungkap beberapa wawasan edukatif al-Qur’an
Pandangan al-Qur’an menyangkut permasalahan
krusial yang dibutuhkan untuk keselarasan hidup manusia, baik secara individu maupun sosial, dengan menempatkan manusia sbg subyek yang mengemban tugas dan tanggungjawab moral- kependidikan Dalam kaitan ini, beberapa kandungan ayat al- Qur’an yang akan dielaborasi adalah: Qs al-Taubah: 122, Ali Imran: 190-91, al-Tahrim: 6, dan al-Baqarah: 177 QS al-Taubah: 122 Ayat ini adalah bagian dari ayat- ayat al-Qur’an lainnya yg menyinggung perintah berjihad. Hanya saja, dalam ayat ini disinggung pula kewajiban lain yg tidak boleh diabaikan: tafaqquh fiddin Mengapa kewajiban tafaqquh fiddin tidak boleh diabaikan?
defensif-protektif; penyebaran Islam pada prinsipnya perlu bertumpu pada kesanggupan mendakwahkan Islam melalui bukti rasional, ilmiah, dan argumentatif, bukan pada kekuatan/pedang. Kesanggupan semacam itu bisa direalisasikan, manakala ada penggiatan upaya tafaqquh fiddin. Sumber dinamis Islam adalah Ijtihad (meminjam istilah Iqbal), yakni kreativitas & kecerdasan intelektual bernafaskan ajaran Islam. Tafaqquh fiddin sangat dibutuhkan untuk melandasi Ijtihad tersebut. Pesan sosial QS al-Taubah: 122
Mengandung tuntunan untuk membangun
“masyarakat belajar”, yakni masyarakat yg tetap mempunyai kepedulian terhadap kegiatan belajar di tengah aneka kesibukan/rutinitas kehidupan; menjadikan belajar sbg core dalam menjalani ritme kegiatan hidup Mengandung pesan untuk membangun masyarakat “agamis & kritis”, yakni masyarakat yg berkesadaran moral tinggi demi peningkatan harkat kehidupan manusia QS Ali Imran: 190-191 Ayat ini merupakan wujud “pemaduan” wawasan keilmuan dng wawasan keimanan; kemampuan menautkan antara kebenaran “kealaman” dng kebenaran “keagamaan” yg dimiliki oleh sosok ulul albab Dikaitkan dng sabab al-nuzul, ayat ini mengungkap mukjizat abadi yg diberikan kpd Nabi
Ayat ini menyinggung al-qawanin al-
maudlu’iyyah (hukum obyektif) yg dapat diverifikasi/dieksplorasi oleh siapapun dimanapun & kapanpun Secara epistemologis, kemampuan memadukan antara wawasan keilmuan dengan wawasan keimanan memerlukan pendekatan tafakkur (olah pikir) dan tadzakkur (olah dzikir) Al-Ahkam al-Maudluiyyah bukanlah sekedar “fakta empiris”
Dikatakan demikian, karena kebenaran yg
dikandungnya tidak hanya berupa kebenaran empiris-logis, melainkan juga kebenaran etis- transendental, yg dalam istilah falsafah kalam Ibnu Rusyd disebutnya dng dalil ikhtira’ dan inayah Pendekatan tafakkur hanya mengantarkan pd penyingkapan kebenaran empiris-logis, sedangkan pendekatan tadzakkur membimbing pd penemuan kebenaran etis-transendentalnya QS al-Tahrim: 6
Pentingnya kesadaran pendidikan yg
tinggi melalui upaya menumbuhkan interaksi edukatif & tanggungjawab resiprokal pendidikan dlm keluarga, sehingga tugas pendidikan tidaklah selesai dng “menitipkan” anak ke lembaga pendidikan Orientasi pendidikan
Keterjagaan diri dan keluarga dari siksa neraka (visi
transendental) Bermula dari diri sendiri, keteladanan hidup Pentingnya tindakan preventif yg perlu dilakukan sedini mungkin dan kontineu Jika demikian, pendidikan harus mampu membekali insan didik dng “segala sesuatu” yg dibutuhkan untuk memelihara diri dari azab neraka Lanjutan
Visi ukhrawi/transendental dlm pendidikan
dibutuhkan untuk mengatasi malpraktik pendidikan (miseducation) Ini memang lebih menekankan pendidikan “karakter”/mental/akhlak yg menjadi landasan bagi pembentukan kesanggupan menjaga diri dari azab Tuhan (ketakwaan diri), meski aspek lainnya, semisal skill, juga dibutuhkan untuk itu QS al-Baqarah: 177
Keberagamaan yang benar menuntut realisasi visi
kemanusiaan dan pemberdayaan, yakni dengan memenuhi hak-hak kaum lemah (mustadl’afin) Setidaknya terdapat beberapa poin yg bisa digarisbawahi dari kandungan ayat tsb, yaitu (1) kebaikan mencakup semua jenis amal kebajikan, tidak cuma ibadah (ritual formal), (2) pemenuhan hak kaum lemah setara dng pemenuhan huququllah, (3) hak-hak kaum lemah tidak hanya terbatas pada menerima zakat