CEDERA
KEPALA
IVAN PRAYOGA WINATA
1102014029
DEFINISI
CEDERA PRIMER
Perbedaan densitas Bergeraknya isi dalam
Cedera primer yang
Pada daerah yang antara tulang tengkorak tengkorak memaksa otak
diakibatkan oleh adanya
berlawanan dengan (substansi solid) dan otak membentur permukaan
benturan pada tulang
tempat benturan akan (substansi semisolid) dalam tengkorak pada
tengkorak dan daerah
terjadi lesi yang disebut menyebabkan tengkorak tempat yang berlawanan
sekitarnya disebut lesi
contrecoup bergerak lebih cepat dari dari benturan
coup
muatan intrakranialnya (contrecoup)
CEDERA SEKUNDER
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul
sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan
neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi
KLASIFIKASI KLASIFIKASI
CEDERA KEPALA
Derajat
Patologi Lokasi Lesi
Kesadaran (GCS)
a.Komosio
Lesi difus Minimal
serebri
a.Kontusio
Lesi sekunder Ringan
serebri
a.Laserasi
Lesi fokal Sedang
serebri
Berat
BERDASARKAN
PATOLOGI
KOMOSIO SEREBRI
• Keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak
disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, muntah dan tampak pucat. Pada
komosio serebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang
terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus
temporalis.
KONTUSIO SEREBRI
• Terjadi perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata,
meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Timbulnya lesi kontusio di daerah “coup” ,
“contrecoup”, dan “intermediate” menimbulkan gejala defisit neurologi yang bisa berupa refleks babinsky yang
positif dan kelumpuhan UMN.
LASERASI SEREBRI
• Kerusakan disertai dengan robekan piamater. Laserasi biasanya berkaitan dengan adanya
perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan interserebral.
BERDASARKAN
LOKASI LESI
Gejala klinisnya adalah lucid interval, yaitu selang waktu antara pasien
masih sadar setelah kejadian trauma kranioserebral dengan penurunan
kesadaran yang terjadi kemudian.
Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan muntah
proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak, dan
terjadi penurunan kesadaran.
Gejala klinis perdarahan subaraknoid adalah kaku kuduk, nyeri kepala dan dapat
terjadi ganguan kesadaran.
ANAMNESIS
HASIL
a. Trauma kapitis
PEMERIKSAAN
FOTO KEPALA CT scan
dengan/tanpa gangguan POLOS, POSISI
kesadaran atau dengan KLINIS AP, LATERAL,
otak
interval lucid NEUROLOGIS TANGENSIAL
b. Perdarahan/otorrhea/rhi
norrhea
c. Amnesia traumatika
(retrograd/anterograd)
Pemeriksaan Klinis
Umum dan Neurologi
1. Penilaian kesadaran berdasarkan GCS Pemeriksaan Klinis Umum dan Neurologi
2. Penilaian fungsi vital
3. Otorrhea/rhinorrhea
4. Ekimosis periorbital bilateral/eyes/hematoma kaca mata
5. Ekimosis mastoid bilateral/Battle’s sign
6. Gangguan fokal neurologik
7. Fungsi motorik: lateralisasi, kekuatan otot
8. Refleks tendon, refleks patologis
9. Pemeriksaan fungsi batang otak
10. Pemeriksaan pupil
11. Refleks kornea
12. Doll’s eye phenomenone
13. Monitor pola pernafasan
14. Gangguan fungsi otonom
15. Funduskopi
PENATALAKSANAAN
TERAPI CEDERA KEPALA RINGAN
Indikasi rawat inap CKR:
• Nilai GCS <15
• Orientasi (waktu dan tempat) terganggu, adanya amnesia
• Gejala sakit kepala, muntah, dan vertigo
• Fraktur tulang kepala
• Tidak ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah
Lama perawatan minimal 24 jam sampai 3 hari, kecuali terjadi hematoma intrakranial
Airway:
• Posisi kepala ekstensi untuk membebaskan jalan nafas dari lidah yang turun ke bawah
• Bila perlu pasang pipa orofaring atau pipa endotrakeal
• Bersihkan sisa muntahan, darah, lendir, atau gigi palsu
• Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi
Breathing:
• Berikan oksigen dosis tinggi 10-15 liter/menit, intermitten
• Bila perlu pakai ventilator
Circulation:
Jika terjadi hipotensi (sistolik < 90 mmHg), cari penyebabnya, oleh faktor ekstrakranial berupa
hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung
atau pneumotorak dan shock septik.
1. Hiperventilasi:
Lakukan hiperventilasi dengan ventilasi terkontrol, sasaran pCO2 dipertahankan antara 30-35 mmHg selama 48
sampai 72 jam, lalu dicoba dilepas dengan mengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi, hiperbentilasi
diteruskan 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT Scan
ulang
2. Terapi diuretik:
• Diuretik osmotik (manitol 20%)
• Cara pemberian:
Bolus 0,5-1 g/kgBB dalam 30 menit, dilanjutkan 0,25-0,5g/kgBB setiap 6jam, selama 24-48 jam.
Monitor osmolalitas serum tidak melebihi 320 mOsm.
• Loop diuretik (furosemid)
Pemberian bersama manitol memiliki efek sinergik dan memperpanjang efek osmotik serum oleh manitol.
Dosis: 40mg/hari
PENINGKATAN TEKANAN
INTRAKRANIAL
• Terapi barbiturate
Diberikan jika tidak reseponsif terhadap semua jenis terapi di atas.
Cara pemberian:
Bolus 10 mg/kgBB iv selama ½ jam, dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu
pertahankan pada kadar serum 3-4 mg% dengan dosis sekitar 1mg/kgBB/jam.
Setelah TIK terkontrol <20 mmHg selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap
selama 3 hari.
3. Posisi tidur
Bagian kepala ditinggikan 20-30 derajat dengan kepala dan dada dalam satu bidang.
KESEIMBANGAN
CAIRAN DAN
ELEKTROLIT
GANGGUAN
HEMATOMA KEJANG POST GASTROINTESTINAL
HIDROSEFALUS
INTRAKRANIAL TRAUMATIKA
CEDERA KEPALA
KEBOCORAN INFEKSI GELISAH
TERBUKA
CSS
PROGNOSIS