Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

CEDERA
KEPALA
IVAN PRAYOGA WINATA
1102014029
DEFINISI

Cedera Kepala adalah Trauma mekanik pada kepala yang


terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang kemudian
dapat berakibat pada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik,
kognitif, psikososial, yang dapat bersifat temporer ataupun
permanent.
EPIDEMIOLOGI

Terjadi 55.498 kecelakaan lalu lintas


Setiap tahun kejadian cedera kepala dimana setiap harinya meninggal
diperkirakan mencapai 500.000 kasus. sebanyak 34 orang dan 80%
10 % dari penderita cedera kepala penyebabnya adalah cedera kepala.
meninggal sebelum datang ke Rumah
sakit.
ETIOLOGI

Kecelakaan lalu lintas (tabrakan


1 sepeda motor, mobil, sepeda
dan penyebrang jalan yang
2 Kecelakaan kerja
ditabrak)

Jatuh dari ketinggian,


3 tertimpa benda (misalnya
ranting pohon, kayu,
4 Kecelakaan
Rumah Tangga
dsb),
PATOFISIOLOGI

CEDERA PRIMER
Perbedaan densitas Bergeraknya isi dalam
Cedera primer yang
Pada daerah yang antara tulang tengkorak tengkorak memaksa otak
diakibatkan oleh adanya
berlawanan dengan (substansi solid) dan otak membentur permukaan
benturan pada tulang
tempat benturan akan (substansi semisolid) dalam tengkorak pada
tengkorak dan daerah
terjadi lesi yang disebut menyebabkan tengkorak tempat yang berlawanan
sekitarnya disebut lesi
contrecoup bergerak lebih cepat dari dari benturan
coup
muatan intrakranialnya (contrecoup)

CEDERA SEKUNDER

Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang timbul
sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak, kerusakan
neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan neurokimiawi
KLASIFIKASI KLASIFIKASI
CEDERA KEPALA

Derajat
Patologi Lokasi Lesi
Kesadaran (GCS)

a.Komosio
Lesi difus Minimal
serebri

a.Kontusio
Lesi sekunder Ringan
serebri

a.Laserasi
Lesi fokal Sedang
serebri

Berat
BERDASARKAN
PATOLOGI

KOMOSIO SEREBRI
• Keadaan pingsan yang berlangsung tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak
disertai kerusakan jaringan otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, muntah dan tampak pucat. Pada
komosio serebri mungkin pula terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang
terbatas sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus
temporalis.

KONTUSIO SEREBRI
• Terjadi perdarahan di dalam jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata,
meskipun neuron-neuron mengalami kerusakan atau terputus. Timbulnya lesi kontusio di daerah “coup” ,
“contrecoup”, dan “intermediate” menimbulkan gejala defisit neurologi yang bisa berupa refleks babinsky yang
positif dan kelumpuhan UMN.

LASERASI SEREBRI
• Kerusakan disertai dengan robekan piamater. Laserasi biasanya berkaitan dengan adanya
perdarahan subaraknoid traumatika, subdural akut dan interserebral.
BERDASARKAN
LOKASI LESI

LESI DIFFUS (MENYELURUH)


• Diartikan sebagai suatu keadaan patologis penderita koma (penderita yang tidak sadar
sejak benturan pada kepala dan tidak mengalami suatu interval lucid) tanpa gambaran SOL (space
occupying lesion) pada CT-Scan atau MRI. Paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dengan
kecepatan tinggi sehingga terjadi mekanisme akselerasi dan deselerasi.
LESI SEKUNDER
• Kerusakan otak yang timbul sebagai komplikasi dari kerusakan primer termasuk
kerusakan oleh hipoksia, iskemia, pembengkakan otak, TTIK (Tekanan Tinggi IntraKranial) hidrosefalus
dan infeksi.
LESI FOKAL
• Lesi fokal terdiri atas:
• Kontusio dan laserasi serebri
• Hematoma intrakranial, terdiri atas: hematoma ekstradural, hematoma subdural, hematoma
subarachnoid, hematoma intraserebral, hematoma intraserebelar.
HEMATOMA EKSTRADURAL
(HEMATOMA
EPIDURAL/EDH)
Hematoma epidural adalah suatu hematoma yang terakumulasi di
antara tulang tengkorak dan duramater. Sumber utama perdarahan
hematoma epidural adalah rupturnya arteri meningea media.

Gejala klinisnya adalah lucid interval, yaitu selang waktu antara pasien
masih sadar setelah kejadian trauma kranioserebral dengan penurunan
kesadaran yang terjadi kemudian.

Pada gambaran CT scan kepala, didapatkan lesi hiperdens (gambaran


darah intrakranial) umumnya di daerah temporal berbentuk cembung
(bikonveks)
HEMATOMA
SUBDURAL (SDH)
Terjadi akibat robeknya vena-vena jembatan, sinus venosus dura
mater atau robeknya araknoidea. Perdarahan terletak di antara
duramater dan araknoidea. SDH ada yang akut (<14 hari setelah
trauma) dan kronik (>14 hari setelah trauma).

Gejala klinis berupa nyeri kepala yang makin berat dan muntah
proyektil. Jika SDH makin besar, bisa menekan jaringan otak, dan
terjadi penurunan kesadaran.

Gambaran CT scan kepala berupa lesi hiperdens berbentuk bulan


sabit. Bila darah lisis menjadi cairan, disebut higroma (hidroma)
subdural.
HEMATOMA
SUBARAKHNOID (SAH)
Hematoma subarakhnoid traumatik terjadi pada lebih kurang 40% kasus cedera
kranioserebral, sebagian besar terjadi di daerah permukaan oksipital dan
parietal sehingga sering tidak dijumpai tanda-tanda rangsang meningeal.

Adanya darah di dalam cairan otak akan mengakibatkan penguncupan arteri-


arteri di dalam rongga subaraknoidea.

Gejala klinis perdarahan subaraknoid adalah kaku kuduk, nyeri kepala dan dapat
terjadi ganguan kesadaran.

Pada CT scan otak, tampak lesi hiperdens di ruang subaraknoid.


HEMATOMA INTRASEREBRAL / ICH
• Hematoma intraserebral adalah perdarahan parenkim
otak akibat pecahnya arteri intraserebral. Terutama melibatkan lobus
frontal dan temporal (80-90 persen), tetapi dapat juga melibatkan korpus
kallosum, batang otak, dan ganglia basalis. Ciri khas hematoma
intraserebral adalah hilang kesadaran dan nyeri kepala berat jika pasien
sadar kembali.
HEMATOMA INTRASEREBELLAR
• Merupakan perdarahan yang terjadi pada serebelum. Lesi
ini jarang terjadi pada trauma, umumnya merupakan perdarahan
spontan. Prinsipnya hampir sama dengan ICH, tetapi secara anatomis
harus diingat bahwa kompartemen infratentorial lebih sempit dan ada
struktur penting di depannya, yaitu batang otak.
DERAJAT KESADARAN
BERDASARKAN GCS
GCS Gambaran Klinis CT-Scan Kepala
Kategori

Pingsan (-), defisit


Minimal 15 Normal
neurologi (-)

Pingsan < 10 menit,


Ringan 13-15 Normal
defisit neurologi (-)

Pingsan > 10 menit –


Sedang 9-12 6 jam, defisit Abnormal
neurologi (+)

Pingsan >6 jam,


Berat 3-8 Abnormal
defisit neurologi (+)
DIAGNOSIS

ANAMNESIS
HASIL
a. Trauma kapitis
PEMERIKSAAN
FOTO KEPALA CT scan
dengan/tanpa gangguan POLOS, POSISI
kesadaran atau dengan KLINIS AP, LATERAL,
otak
interval lucid NEUROLOGIS TANGENSIAL
b. Perdarahan/otorrhea/rhi
norrhea
c. Amnesia traumatika
(retrograd/anterograd)
Pemeriksaan Klinis
Umum dan Neurologi
1. Penilaian kesadaran berdasarkan GCS Pemeriksaan Klinis Umum dan Neurologi
2. Penilaian fungsi vital
3. Otorrhea/rhinorrhea
4. Ekimosis periorbital bilateral/eyes/hematoma kaca mata
5. Ekimosis mastoid bilateral/Battle’s sign
6. Gangguan fokal neurologik
7. Fungsi motorik: lateralisasi, kekuatan otot
8. Refleks tendon, refleks patologis
9. Pemeriksaan fungsi batang otak
10. Pemeriksaan pupil
11. Refleks kornea
12. Doll’s eye phenomenone
13. Monitor pola pernafasan
14. Gangguan fungsi otonom
15. Funduskopi
PENATALAKSANAAN
TERAPI CEDERA KEPALA RINGAN
Indikasi rawat inap CKR:
• Nilai GCS <15
• Orientasi (waktu dan tempat) terganggu, adanya amnesia
• Gejala sakit kepala, muntah, dan vertigo
• Fraktur tulang kepala
• Tidak ada yang bisa mengawasi dengan baik di rumah
Lama perawatan minimal 24 jam sampai 3 hari, kecuali terjadi hematoma intrakranial

Tujuan rawat inap CKR:


• Mengatasi gejala (muntah, sakit kepala, vertigo)
• Mengevaluasi adanya keluhan (terutama) gangguan fungsi luhur pasca trauma
berkepanjangan yang akan mempengaruhi kualitas hidup
• Menilai kemungkinan terjadinya hematoma epidural atau hematoma subdural
Tata laksana dan tindak lanjut
• Tirah baring dengan kepala ditinggalkan 20°- 30°, dimana posisi kepala dan
dada pada satu bidang, lamanya disesuaikan dengan keluhan (sakit kepala,
muntah, vertigo). Mobilisasi bertahap harus dilakukan secepatnya
• Simtomatis:
• Analgetik (parasetamol, asam mefenamat), anti vertigo (beta histin
mesilat), antiemetic
• Antibiotik jika ada luka (ampicilin 4x500 mg)
• Perawatan luka
• Muntah (+), berikan IVFD NaCl 0,9% atau Ringer Laktat 1 kolf/12 jam, untuk
mencegah dehidrasi
TERAPI CEDERA KEPALA SEDANG DAN BERAT
Urutan tindakan menurut prioritas
Resusitasi jantung paru, dengan tindakan Airway (A), Breathing (B), dan Circulation (C)

Airway:
• Posisi kepala ekstensi untuk membebaskan jalan nafas dari lidah yang turun ke bawah
• Bila perlu pasang pipa orofaring atau pipa endotrakeal
• Bersihkan sisa muntahan, darah, lendir, atau gigi palsu
• Isi lambung dikosongkan melalui pipa nasogastrik untuk menghindari aspirasi
Breathing:
• Berikan oksigen dosis tinggi 10-15 liter/menit, intermitten
• Bila perlu pakai ventilator
Circulation:
Jika terjadi hipotensi (sistolik < 90 mmHg), cari penyebabnya, oleh faktor ekstrakranial berupa
hipovolemi akibat perdarahan luar atau ruptur alat dalam, trauma dada disertai tamponade jantung
atau pneumotorak dan shock septik.

Tindakan tata laksana:


1. Menghentikan sumber perdarahan
2. Restorasi volume darah dengan cairan isotonik, yaitu NaCl 0,9% atau ringer laktat per infus
3. Mengganti darah yang hilang dengan plasma, hydroxyethyl starch atau darah
PENINGKATAN TEKANAN
INTRAKRANIAL
Bila ada fasilitas, untuk mengukur naik-turunnya TIK sebaiknya dipasang monitor TIK. TIK normal adalah 0-15
mmHg. Di atas 20 mmHg, sudah harus diturunkan dengan cara:

1. Hiperventilasi:
Lakukan hiperventilasi dengan ventilasi terkontrol, sasaran pCO2 dipertahankan antara 30-35 mmHg selama 48
sampai 72 jam, lalu dicoba dilepas dengan mengurangi hiperventilasi, bila TIK naik lagi, hiperbentilasi
diteruskan 24-48 jam. Bila TIK tidak menurun dengan hiperventilasi periksa gas darah dan lakukan CT Scan
ulang
2. Terapi diuretik:
• Diuretik osmotik (manitol 20%)
• Cara pemberian:
Bolus 0,5-1 g/kgBB dalam 30 menit, dilanjutkan 0,25-0,5g/kgBB setiap 6jam, selama 24-48 jam.
Monitor osmolalitas serum tidak melebihi 320 mOsm.
• Loop diuretik (furosemid)
Pemberian bersama manitol memiliki efek sinergik dan memperpanjang efek osmotik serum oleh manitol.
Dosis: 40mg/hari
PENINGKATAN TEKANAN
INTRAKRANIAL

• Terapi barbiturate
Diberikan jika tidak reseponsif terhadap semua jenis terapi di atas.
Cara pemberian:
Bolus 10 mg/kgBB iv selama ½ jam, dilanjutkan 2-3 mg/kgBB/jam selama 3 jam, lalu
pertahankan pada kadar serum 3-4 mg% dengan dosis sekitar 1mg/kgBB/jam.
Setelah TIK terkontrol <20 mmHg selama 24-48 jam, dosis diturunkan bertahap
selama 3 hari.
3. Posisi tidur
Bagian kepala ditinggikan 20-30 derajat dengan kepala dan dada dalam satu bidang.
KESEIMBANGAN
CAIRAN DAN
ELEKTROLIT

Saat awal pemasukan cairan dikurangi untuk mencegah bertambahnya edema


serebri dengan jumlah cairan 1500-2000 ml/hari parenteral, dapat dipakai cairan
kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer laktat, jangan diberikan cairan yang
mengandung glukosa. Keseimbangan cairan tercapai bila tekanan darah stabil normal,
takikardi kembali normal dan volume urin ≥ 30 ml/jam.
Setelah 3-4 hari dimulai makanan peroral melalui pipa nasogastrik. Bila terjadi
gangguan keseimbangan cairan elektrolit (pemberian diuretik, diabetes insipidus,
SIADH), pemasukan cairan harus disesuaikan. Pada keadaan ini perlu dipantau kadar
elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin, dan osmolalitas darah
NUTRISI
Kebutuhan energi rata-rata pada CKB
meningkat rata-rata 40%, kebutuhan protein
1,5-2 g/kgBB/hari, lipid 10-40% dari kebutuhan
kalori/hari, dan zinc 12 mg/hari
Selain infus, nutrisi diberikan melalui pipa
nasogastrik:
Hari ke-1: berikan glukosa 10% sebanyak
100ml/2jam
Hari ke-2: berikan susu dengan dosis seperti
glukosa
Hari ke-3 dan seterusnya: makanan cair 2000-3000
kalori per hari disesuaikan dengan
keseimbangan elektrolit.
NEUROPROTEKTOR

Adanya tenggang waktu antara terjadinya trauma dan timbulnya


kerusakan jaringan saraf memberi waktu bagi kita untuk
memberikan neuroprotektor
Obat-obat tersebut antara lain:
Antagonis kalsium atau nimodipin (terutama diberikan pada SAH),
sitikolin, dan piracetam 12 gr/hari yang diberikan selama 7 hari
INDIKASI OPERASI

1. EDH (epidural hematoma):


a. > 40cc dengan midline shifting pada daerah temporal/frontal/parietal
denagn fungsi batang otak masih baik.
b. >30cc pada daerah fossa posterior dengan tanda-tanda penekanan
batang otak atau hidrosefalus denagn fungsi batang otak atau
hidrosefalus dengan fungsi batang otak masih baik
c. EDH progresif
d. EDH tipis dengan penurunan kesadaran bukan indikasi operasi
2. SDH (subdural hematoma)
a. SDH luas (>40cc/>5mm)dengan GCS >6, fungsi batang otak masih baik
b. SDH tipis dengan penurunan kesadran bukan indikasi operasi.
c. SDH dengan edema serebri/kontusio serebri disertai midline shift
dengan fungsi batang otak masih baik
3. ICH (perdarahan intraserebral) pasca trauma
a. Penurunan kesadaran progresif
b. Hipertensi dan bradikardi dan tanda-tanda gangguan nafas (cushing
refleks)
c. Perburukan defisit neurologi foka
d. Fraktur impresi melebihi 1 diploe
e. Fraktur kranii dengan laserasi serebri
f. Fraktur kranii terbuka (pencegahan infeksi intra-kranial
g. Edema serebri berat yang disertai tanda peningkatan TIK,
dipertimbangkan operasi dekompensasi.
KOMPLIKASI

GANGGUAN
HEMATOMA KEJANG POST GASTROINTESTINAL
HIDROSEFALUS
INTRAKRANIAL TRAUMATIKA

CEDERA KEPALA
KEBOCORAN INFEKSI GELISAH
TERBUKA
CSS
PROGNOSIS

Nilai GCS saat pasien pertama kali datang ke rumah sakit


memiliki nilai prognosis yang besar. Nilai GCS antara 3-4
memiliki tingkat mortalitas hingga 85%, sedangkan nilai GCS
diatas 12 memiliki nilai mortalitas 5-10%. Gejala-gejala yang
muncul pasca trauma juga perlu diperhatikan seperti mudah
letih, sakit kepala berat, tidak mampu berkonsentrasi dan
irritable, yang akan memberikan problem gejala sisa lebih
sering dibandingkan mereka yang keluar tanpa adanya gejala
tersebut di atas.
THANKS

Anda mungkin juga menyukai