Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA NY.

W
DENGAN RESIKO BUNUH DIRI DI RUANG CEMPAKA
RSJ Dr. SOEHARTO HEERDJAN
STASE KEPERAWATAN JIWA

Disusun Oleh Kelompok 4:


Rijal Maula
Aghita Nurprihatini
Ulfi Syahri Imprey
Diska Dwi Lestari

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
Jl. Perintis Kemerdekaan I No.33 Kota Tangerang(021-5537198)
2019
Latar belakang
• Menurut UU Kesehatan Jiwa No.3 Tahun 1966, Kesehatan Jiwa
adalah suatu keadaan yang memungkinkan perkembangan fisik,
intelektual, emosional secara optimal dari seseorang dan
perkembangan ini selaras dengan dengan orang lain. Sedangkan
menurut American Nurses Associations (ANA) keperawatan jiwa
merupakan suatu bidang khusus dalam praktek keperawatan yang
menggunakan ilmu perilaku manusia sebagai ilmu dan penggunaan
diri sendiri secara terapeutik sebagai caranya untuk meningkatkan,
mempertahankan, memulihkan kesehatan jiwa.

• Saat ini bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat di


banyak negara, baik negara maju maupun negara berpendapatan
menengah dan rendah. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri
karena klien berada dalam keadaan stres yang tinggi dan
menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh diri
adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang
spesipik untuk bunuh diri (Yosep, 2010).
• Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015, di banyak
negara, bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor dua pada penduduk
berusia 15-29 tahun. Setiap tahun terdapat 800.000 orang mati karena bunuh diri.
WHO juga mencatat, setiap 40 detik satu orang di dunia meninggal karena bunuh
diri dengan rasio 11,4 per 100.000 populasi (Kompas, 2015).

• Dari data yang di peroleh selama 3 bulan terakhir di ruang Cempaka Rumah Sakit
Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan yaitu pada bulan Mei, Juni, dan Juli Tahun 2019 tercatat
jumlah kasus yang paling tertinggi yaitu masalah Defisit Perawatan Diri 22,5%,
yang kedua Isolasi Sosial sebanyak 22,4%, yang ketiga Resiko Perilaku Kekerasan
22,2%, Regiemn Terepaeutik Inefektif 14,5%, Koping Keluarga Inefektif 14,5%,
Halusinasi 1,2%, Resiko Bunuh Diri adalah sebanyak 1,1%, Waham 0,5% dan
Harga Diri Rendah 0,3%. Walaupun masalah Resiko Bunuh Diri pada urutan 7
apabila tidak dilakukan tindakan keperawatan, maka akan menyebabkan
peningkatan angka kematian akibat bunuh diri. Maka kelompok tertarik untuk
mengangkat masalah Resiko Bunuh Diri di Ruang Cempaka Rumah Sakit Jiwa Dr.
Soeharto Heerdjan
Tinjauan kasus
Ny. W usia 46 thn datang ke RSJ pada tanggal 22 Juli 2019 diantar oleh
keluarga karena klien mencoba untuk melakukan tindakan bunuh diri dengan
mengonsumsi obat nyamuk. Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 23 Juli
2019 Klien mengatakan ingin mengakhiri hidupnya karena merasa depresi dan
takut dengan kelakuan anaknya yang memiliki keterbatasan fisik, karena anaknya
selalu selalu mengirimkan foto – foto yang tidak – tidak kepada orang lain melalui
handphonenya. klien mengatakan jantungnya selalu berdebar – debar dan mudah
merasa kaget. Klien mengatakan dirinya lebih suka menyendiri dikamar dan malas
berbicara dengan orang lain. Klien mengatakan merasa kesal dan sedih karena
ditinggal oleh suaminya yang tidak bertanggung jawab. Klien mengatakan merasa
sedih karena kedua anaknya mengalami keterbatasan fisik yaitu tuna wicara dan
tuna grahita, dan merasa sedih karena klien tidak bisa mengurus kedua anaknya.
Klien terlihat gelisah. Klien terlihat bingun, mulut dan tangan klien terlhat gemetar,
Klien terlihat jalan menunduk, Klien terlihat kurang minat untuk berinteraksi
dengan orang lain, Klien terlihat menyendiri di kamar, Klien terlihat pasif, Klien
terlihat sedih, bicara klien pelan dan lirih, afek klien terlihat datar, klien terlihat
lesu dan tidak bergairah. Klien mengatakan sebelumnya belum pernah dirawat di
RS ini dan tidak ada keluarga yang pernah mengalami gangguan jiwa. berdasarkan
hasil TTV TD 110/80 mmHg, HR 87x/mnt
Masalah Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
Ds :
• Klien mengatakan pernah emncoba untuk mengakhiri
hidupnya dengan mengonsumsi obat nyamuk, karena klien
merasa takut sampai dengan depresi terhadap sikap yang
dimiliki oleh salah satu anaknya yang selalu
menyebarkan foto dirinya kepada siapapun melalui
handphonenya

Do
• Klien terlihat gelisah
• Klien terlihat bingung
• Mulut dan tangan klien terlhat gemetar
Isolasi Sosial
Ds

• Klien mengatakan dirinya lebih suka menyendiri dikamar dan


malas berbicara dengan orang lain

Do
• Klien terlihat jalan menunduk
• Klien terlihat kurang minat untuk berinteraksi dengan orang
lain
• Klien terlihat menyendiri di kamar
• Klien terlihat pasif
• Afek klien terlihat datar
Harga Diri Rendah
Ds
• Klien mengatakan merasa kesal dan sedih karena ditinggal oleh
suaminya yang tidak bertanggung jawab
• Klien mengatakan merasa sedih karena kedua anaknya
mengalami keterbatasan fisik yaitu tuna wicara dan tuna
grahita, dan merasa sedih karena klien tidak bisa mengurus
kedua anaknya.

Do
• Klien terlihat sedih
• Bicara klien pelan dan lirih
• Klien terlihat lesu dan tidak bergairah
Pohon masalah dan susunan diagnosa keperawatan

Risiko Bunuh Diri

Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah

Kehilangan
Pelaksaan Tindakan
Resiko Bunuh Diri ( RBD )
Tujuan Umum
• Klien tidak akan membahayakan dirinya sendiri secara fisik.
Tindakan Keperawatan yang telah dilakukan, evaluasi dan tindak lanjut
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada diagnosa keperawatan dilakukan selama 3
kali pertemuan secara intensif dengan teknik kontak singkat tetapi sering
berkesinambungan.
Pada pertemuan awal interaksi, tindakan keperawatan yang dilakukan
berupa tinakan SP 1 yaitu membina hubungan saling percaya dengan klien
(memperkenalkan diri, tujuan berbincang-bincang dan kontrak waktu), dengan
menggunakan komunikasi terapeutik menanyakan apa yang sedang dirasakan atau
keluhan klien saat ini. Membina hubugan saling percaya, mengidentifikasi benda –
benda yang dapat membahayakan pasien, mengamankan benda – benda yang dapat
membahayakan pasien, mengajarkan cara mengendalikan dorongan untuk bunuh
diri dan melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri.
Evaluasi yang didapatkan klien mampu mengungkapkan keinginan untuk
mengakhiri hidupnya sudah berkurang, klien tampak terlihat gelisah, klien selalu
mengulang-ulang perkataan. Rencana tindak lanjut yang akan dilakukan yaitu
mengidentifikasi aspek positif yang klien miliki, mendotong klien untuk berfikir
positif terhadap diri sendiri, mendorong klien untuk menghargai diri sendiri
sebagai individu yang berharga.
Pertemuan kedua melakukan tindakan SP 2, mengidentifikasi aspek
positif yang klien miliki, mendotong klien untuk berfikir positif terhadap diri
sendiri, mendorong klien untuk menghargai diri sendiri sebagaiindividu yang
berharga. Evaluasi yang didapat adalah klien mampu berfikir positif terhadap
dirinya, klien mampu menghargai dirinya sendiri sebagai individu yang
berharga. Rencana Tindak Lanjut yaitu mengidentifikasi pola koping yang
biasa klien terapkan, mengidentifikasi pola koping yang konstruktif dan
menganjurkan klien menerapkan pola koping konstruktif di kegiatan harian.

Pertemuan ketiga melakukan tindakan SP 3 yaitu perawat


mengidentifikasi pola koping yang biasa diterapkan oleh klien kemudian
memilih pola koping yang biasa dilakukan, mengindentifikasi pola koping
yang konstruktif, mendorong klien memilih pola koping yang konstruktif, dan
menganjurkan klien menerapkan pola koping konstruktif dalam kegiatan
harian. Evaluasi yang dapat dilakukan klien mampu mengidentifiksi pola
koping yang biasa klien terapkan dan klien mampu memilih dan menerapkan
pola koping yang konstruktif. Rencana Tindak Lanjut yaitu membuat rencana
masa depan yang realistis bersama klien, berikan dorongan klien melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa depan yang realistis.
Isolasi Sosial
Tujuan Umum
• Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Tindakan Keperawatan yang telah dilakukan

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada diagnose keperawatan


dilakukan selama 3 kali pertemuan secara intensif dengan teknik kontak
singkat tetapi sering berkesinambungan.
Pada pertemuan awal interaksi, tindakan keperawatan yang
dilakukan berupa tindakan SP 1 yaitu membina hubungan saling percaya,
mengidentifikasi penyebab isolasi sosial klien, mendiskusikan dengan
kliententang keuntungan berinteraksi dengan orang lain, mengajarkan cara
berkenalan dengan orang lain, menganjurkan klien untuk memasukkan
kedalam jadwal kegiatan harian. Evaluasi yang didapatkan klien mampu
membina hubungan saling percaya kepada perawat, klien mampu
menyebutkan keuntungan berinteraksi dengan orang lain, klien mampu
mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain. Rencana Tindak
Lanjut yaitu anjarkan cara berkenalan dengan satu orang dan evaluasi
jadwal kegiatan harian klien.
Pertemuan kedua interaksi, tindakan keperawatan yang
dilakukan berupa tindakan SP 2, mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien, memberikan kesempatan klien cara berkenalan dengan satu
orang, membantu klien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
Evaluasi yang didapatkan klien mampu berkenalan dengan satu orang,
klien mampu memasukkan jadwal ke dalam kegiatan harian. Rencana
Tindak Lanjut yaitu anjurkan klien untuk berkenalan dengan 2 orang
atau lebih, dan evaluasi jadwal kegiatan harian.

Pertemuan ketiga interaksi, tindakan keperawatan yang


dilakukan berupa tindakan SP 3, mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien, memberikan kesempatan kepada klien untuk berkenalan dengan
2 orang atau lebih dan membantu klien untuk memasukkan kedalam
jadwal kegiatan harian. Evaluasi yang didapatkan klien mampu
mempraktekkan cara berkenalan dengan 2 orang atau lebih dan evaluasi
jadwal kegiatan harian.
Harga Diri Rendah
Tujuan Umum
• Klien memiliki diri yang positif
Tindakan Keperawatan yang telah dilakukan

Pelaksanaan tindakan keperawatan pada diagnose keperawatan dilakukan selama


2 kali pertemuan secara intensif dengan teknik kontak singkat tetapi sering
berkesinambungan.
Pada pertemuan pertama, tindakan keperawatan yang dilakukan berupa tindakan
SP 1 yaitu membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi kemampuan positif yang
dimiliki pasien, membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan,
membantu pasien memilih kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan kemampuan pasien,
melatih pasien sesuai kemampuan yang dipilih, memberikan pujian yang wajar terhadap
keberhasilan pasien, menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
Evaluasi yang didapatkan klien mampu membina hubungan saling percaya kepada perawat,
klien mampu menentukan kemampuan yang klien miliki, klien mampu melakukan kegiatan
yang telah dipilih sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Rencana Tindak Lanjut yaitu
mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien dan melatih kemampuan kedua.

Pada pertemuan kedua, tindakan keperawatan yang dilakukan berupa tindakan


keperawatan SP 2 yaitu mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien dan melatih kemampuan
kedua. Evaluasi yaitu klien mampu melakukan kemampuan kedua, klien mampu
memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian. Rencana Tindakan yaitu mengevaluasi jadwal
kegiatan harian.
Pembahasan
Berdasarkan teori dengan masalah utama resiko bunuh diri biasanya
diawali dengan situasi berduka yang berkepanjangan dari seseorang karena
ditinggal oleh orang yang dianggap sangat berpengaruh dalam hidupnya. bila
kondisi tersebut tidak diatasi, maka dapat menyebabkan seseorang rendah diri
(harga diri rendah, sehingga sulit untuk bergaul dengan orang lain, jika
ketidakmampuan bergaul dengan orang lain ini tidak diatasi maka akan
memunculkan halusinasi berupa suara-suara atau bayangan yang meminta
klien untuk melakukan tindak kekerasan. hal tersebut dapat berdampak pada
keselamatan dirinya dan orang lain (resiko tinggi mencedera diri sendiri, orang
lain dan lingungan)
Namun pada kasus Ny. W masalah utama yaitu Risiko Bunuh Diri
yang diakibatkan oleh penurunan harga diri klien karena rasa kehilangan dan
depresi yang dialami oleh klien sehingga dapat mengakibatkan klien meyendiri
dikamar dan malas untuk berbicara serta bercerita mengenai masalah yang
dialami oleh dirinya dengan orang lain atau Isolasi Sosial, lalu menimbulkan
keinginan klien untuk mengakhiri kehidupannya.
Tindakan yang harus dilakukan dalam diagnosa Risiko Bunuh Diri yaitu
dari SP 1 Risiko Bunuh Diri sampai SP 4 Risiko Bunuh Diri dengan kegiatan
pertama yaitu mengidentifikasi benda- benda yang membahayakan klien, serta
mengendalikan dorongan untuk bunuh diri. Kegiatan kedua yaitu mengidentifikasi
aspek positif yang dimiliki oleh klien serta mendorong klien untuk berfikir positif
terhadap dirinya sendiri. Kegiatan ketiga yaitu mengidentifikasi pola koping yang
biasa klien gunakan, dan mengidentifikasi pola koping yang konstruktif serta
mendorong klien untuk menerapkan pola koping yang konstruktif. Dan kegiatan
keempat yaitu membuat rencana masa depan yang realistis.
Dalam kasus ini, bahwa tindakan yang dilakukan tidak sesuai dengan SP
dan teori, karena pada saat melakukan SP 3 keinginan klien untuk mengakhii
hidupnya sudah tidak ada, sehingga SP 4 tidak kelompok lanjutkan. Evaluasi
dilakukan dari awal hingga akhir kegiatan yang setiap kali
berinteraksimenggunakan analisis SOAP ( Subjektif, Objektif, Analisis, Planning ).
Semua tindakan keperawatan terkait dengan Risiko Bunuh Diri yang dibahas
kelompok melalui strategi pelaksanaan dapat dilaksanakan.
Hambatan dalam tindakan yang didapatkan dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan Risiko Bunuh Diri pada Ny. W yaitu klien harus selalu dilakukan
pengulangan tindakan setiap kali klien selesai dilakukan tindakan ECT. SP
keluarga tidak dilaksanakan oleh kelompok karena selama melakukan asuhan
keperawatan, kelompok tidak bertemu dengan anggota keluarga klien

Anda mungkin juga menyukai