Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS PERBANDINGAN KESESUAIAN

PENGGUNAAN TANAH
DENGAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH
TERHADAP KERAWANAN BANJIR DI KOTA JAKARTA
UTARA
Kelompok 3 :
DEWI PERMATASARI LABABA / 16252978
GIFFRON SAMOSIR / 16252943
JONATHAN CHANDRA LUMBAN TOBING / 16252988
REDIMON LALA SIMATUPANG / 16252957
BANJIR Di DKI
JAKARTA
Kenapa Banjir?
• Banjir adalah proses alam yang biasa dan merupakan bagian penting dari
mekanisme pembentukan dataran di Bumi. Melalui banjir, muatan sedimen
tertransportasikan dari daerah sumbernya di pegunungan atau perbukitan ke
daratan yang lebih rendah, sehingga di tempat yang lebih rendah itu terjadi
pengendapan dan terbentuklah dataran. Melalui banjir pula muatan sedimen
tertransportasi masuk ke laut untuk kemudian diendapkan di tepi pantai
sehingga terbentuk daratan, atau terus masuk ke laut dan mengendap di dasar
laut. Banjir yang terjadi secara alamiah ini sangat ditentukan oleh curah hujan
• Banjir yang terjadi di DKI Jakarta setiap tahunnya secara langsung maupun tidak
langsung memberikan dampak bagi masyarakat dan pemerintah ibukota baik
secara fisik, ekonomi, sosial, maupun lingkungan.
• Berdasarkan data hasil penelitian, estimasi kerugian ekonomi yang diakibatkan
oleh banjir dalam rentang waktu 10 tahun yaitu antara tahun 2017 hingga tahun
2027 terdapat penambahan nilai kerugian sebesar 15 trilyun (Yuhanafia, 2017).
Adapun salah satu penyebab banjir di Jakarta diantaranya yakni ketidaksesuaian
penggunaan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
Tujuan Penelitian

• Melihat kesesuaian penggunaan tanah


tahun 2016 dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah DKI Jakarta 2011-2030 dan
menganalisis seberapa besar wilayah yang
tidak sesuai penggunaannya dengan
kerawanan banjir tinggi.
Metode Yang Digunakan
• metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sistem
Informasi Geografis, analisa spasial melalui tumpang tindih
(overlay) peta
• Dalam analisis ini dilakukan dengan 2 (dua) analisis yaitu
analisis kesesuaian antara penggunaan tanah Kota Jakarta
Utara tahun 2016 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI
Jakarta 2011-2030, serta analisis kesesuaian rencana tata
ruang terhadap resiko kerawanan banjir dengan menggunakan
peta rawan banjir provinsi DKI Jakarta 2016.
Alih Fungsi Lahan dan Ketersediaan Ruang
Terbuka Hijau

Secara umum permasalahan banjir diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :


1. Peristiwa alam (dinamis),
2. Kondisi fisik (statis), dan
3. Kegiatan manusia (dinamis)
Pembangunan kota yang semakin berkembang di Indonesia, khususnya di DKI
Jakarta berdampak pada perubahan luas penggunaan lahan termasuk luas ruang
terbuka hijau (RTH). Salah satu pendorong meningkatnya pembangunan adalah
meningkatnya kebutuhan sosial ekonomi akibat pertumbuhan penduduk
UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang mengharuskan setiap provinsi
memiliki 30 % RTH seluas dari seluruh wilayahnya. Dalam program Green Talk
menyatakan ketentuan undang-undang tentang ketersediaan RTH sebesar 30 % sulit
dilakukan di DKI Jakarta karena struktur daratannya berbeda dari kota lainnya.
Kondisi wilayah Jakarta yang datar menarik bagi pendatang dan menyebabkan
wilayah DKI mudah dihuni dan semakin padat dari waktu ke waktu.
Perubahan Penggunaan Lahan

• Adalah bertambahnya suatu penggunaan lahan dari satu sisi


penggunaan ke penggunaan yang lainnya diikuti dengan
berkurangnya tipe penggunaan lahan yang lain dari suatu waktu
ke waktu berikutnya, atau berubahnya fungsi suatu lahan pada
kurun waktu yang berbeda (Martin, 1993 dalam Wahyunto dkk.,
2001)
Alih fungsi lahan DKI Jakarta (2007-
2013)
Sebaran Vegetasi di DKI Jakarta (2007-
2013)
Analisis Kesesuaian Penggunaan Tanah Kota Jakarta Utara Tahun
2016 dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi DKI Jakarta
tahun 2011-2030.
Berdasarkan data tersebut, didapati bahwa
- Zona Perumahan Kampung merupakan klasifikasi penggunaan
lahan yang paling sesuai dengan RTRW Provinsi DKI Jakarta tahun
2014 yaitu sebesar 93.195 m2 atau 100 %

- sedangkan Zona lindung merupakan klasifikasi penggunaan lahan


yang tidak sesuai dengan RTRW Provinsi DKI Jakarta sebesar
2.500.894 m2 atau 94.25 % dikarenakan banyaknya perubahan alih
fungsi lahan yang tidak memperhatikan Peta RTRW Provinsi DKI
Jakarta terbaru.

Adapun total luas seluruh wilayah kota Jakarta utara adalah


120.788.065 m2 dengan total wilayah yang sesuai sebesar
85.212.086 m2 atau 70.55 % dan total wilayah yang tidak sesuai
sebesar 35.575.979 m2 atau 29.45 %.
Peta Kesesuaian Penggunaan Tanah
Analisis perbandingan kesesuaian penggunaan tanah di
kota Jakarta Utara tahun 2016 terhadap peta rawan
bencana banjir DKI Jakarta tahun 2016

Sumber : GIS BPBD DKI


Jakarta
Hasil Penelitian
• Hasil penelitian menunjukkan kondisi lahan eksisting tahun 2016
dari 12211,89 Ha luas Kota Jakarta Utara, adalah seluas 8579,33
Ha yang sesuai dengan RTRW atau sekitar 70.25 %, sedangkan
3632,56 Ha lainnya atau sekitar 29.75 % tidak sesuai dengan
RTRW DKI Jakarta yang berlaku. Kemudian untuk Penggunaan
yang sesuai dengan Kerawanan Rendah 4.21 %, Sesuai
Penggunaan dengan Kerawanan Sangat Rendah 26.45 %, Sesuai
Penggunaan dengan Kerawanan Sedang 16.14 %, Sesuai
Penggunaan dengan Kerawanan Tinggi 23.75 %, sedangkan yang
tidak Sesuai Penggunaan dengan Kerawanan Rendah 4.07 %,
Tidak Sesuai Penggunaan dengan Kerawanan Sangat Rendah 7.07
%, Tidak Sesuai Penggunaan dengan Kerawanan Sedang 11.06 %,
dan Tidak Sesuai Penggunaan dengan Kerawanan Tinggi 7.25 %.
Apa yang diharapkan dari hasil
penelitian?
• memberikan informasi mengenai kesesuaian penggunaan
tanah eksisting dengan Rencana Tata Ruang Wilayah,
serta persentase pengaruhnya terhadap tingkat
kerawanan banjir sebagai bahan kajian dalam
pengambilan keputusan pemerintah untuk perencanaan
tata ruang yang lebih baik dalam upaya Penataan
Pertanahan Berbasis Kebencanaan di DKI Jakarta.
Upaya Penanggulangan Banjir

• Pengaturan Tata Guna Lahan dan Larangan Penggunaan Tanah Untuk


Fungsi Fungsi Tertentu
• Tujuan pengaturan tata guna lahan melalui undang-undang agraria dan
peraturan-peraturan lainnya adalah untuk menekan risiko terhadap
nyawa, harta benda dan pembangunan di kawasankawasan rawan
bencana (Irianto, 2006)
• Pengaturan tata guna tanah akan menjamin bahwa daerah-daerah rawan
banjir tidak akan menderita dua kali lipat akibat kebanjiran sekaligus
pemakaian tanah yang memperparah dampak bencana itu dengan
kerugian fisik, sosial, ekonomis dan korban jiwa yang lebih besar lagi
Kesimpulan
• Salah satu faktor penyebab banjir adalah kondisi fisik atau statis. Contoh kondisi fisik
yang mempengaruhi terjadinya banjir yakni oleh kegiatan manusia atau pembangunan
yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah konservasi lingkungan serta pola
keruangan. Banyak pemanfaatan ruang yang kurang memperhatikan kemampuannya
dan melebihi kapasitas daya dukungnya. Pembangunan kota yang semakin berkembang
di Indonesia, khususnya di DKI Jakarta berdampak pada perubahan luas penggunaan
lahan termasuk luas ruang terbuka hijau (RTH). Pembangunan perkotaan
mempengaruhi lingkungan dan mengubah keadaan fisik lingkungan alam.
• Kondisi lahan eksisting tahun 2016 dari 12211,89 Ha luas Kota Jakarta Utara, adalah
seluas 8579,33 Ha yang sesuai dengan RTRW atau sekitar 70.25 %, sedangkan 3632,56
Ha lainnya atau sekitar 29.75 % tidak sesuai dengan RTRW DKI Jakarta yang berlaku.
• Untuk Penggunaan tanah yang Tidak Sesuai Penggunaan dengan Kerawanan Tinggi
7.25 %.
• Salah satu upaya penanggulangan banjir, yakni dengan pengaturan tata guna lahan dan
larangan penggunaan tanah untuk fungsi-fungsi tertentu. Pengaturan tata guna tanah
akan menjamin bahwa daerah-daerah rawan banjir tidak akan menderita dua kali lipat
akibat kebanjiran sekaligus pemakaian tanah yang memperparah dampak bencana itu
dengan kerugian fisik, sosial, ekonomis dan korban jiwa yang lebih besar lagi.
• Pemerintah pusat dan pemerintah daerah disarankan untuk lebih jelas dan tegas dalam
membuat regulasi dan mensosialisasikan, serta menerapkan dan menindak tegas

Anda mungkin juga menyukai