Anda di halaman 1dari 84

Pemicu 2 Etika

Selly Herlia 405150149


LI
• Menjelaskan malpraktik (definisi, bentuk, kriteria tindakan
medis yang disebut sebagai malpraktik 4D, pencegahan,
sanksi)
• Menjelaskan inform consent (definisi, jenis, dasar hukum,
isi, tujuan, penolakan otorisasi, pemberian inform consent,
indikasi)
• Menjelaskan rahasia kedokteran (definisi, jenis, dasar
hukum, pernyataan membuka rahasia, sanksi)
• Menjelaskan rekam medis (definisi, komponen, jenis2
(rawat jalan, rawat inap, elektronik, konvensional)
ringkasan pulang, dasar hukum ( hak dan kewajiban
kepemilikan)
• Analisa kasus
MALPRAKTIK
MALPRAKTIK
• Kelalaian / kegagalan seorang dokter untuk menggunakan
tingkat keterampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim
digunakan dalam mengobati pasien / orang cedera
menurut ukuran di lingkungan yang sama
• Mengandung salah 1 unsur berikut :
– Kurang menguasai ilmu pengetahuan kedokteran dan
keterampilan yang sudah berlaku umum
– Memberi pelayanan medis di bawah standar (tidak lege artis)
– Melakukan kelalaian berat / kurang hati-hati, mencakup : tidak
melakukan yang seharusnya dilakukan, melakukan yang
seharusnya tidak dilakukan
– Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran &


hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC;
2007.
Klasifikasi - Malpraktik
Criminal Malpractice Civil Malpractice
• Terjadi apabila seorang dokter • Terjadi apabila seorang
dalam menangani suatu kasus
telah melanggar hukum pidana dokter telah menyebabkan
dan menempatkan dirinya pasiennya menderita luka
sebagai seorang tertuduh. atau mati, tetapi tidak dapat
– Seorang dokter yang melupakan
kewajibannya untuk melaporkan dituntut secara pidana.
kepada polisi bahwa dia merawat Dalam hal ini dia dapat
seorang penjahat yang harus
dilaporkan digugat secara perdata oleh
– Seorang ahli bedah plastik yang pasien dan keluarganya.
mengubah wajah atau
menghilangkan sidik jari seorang
penjahat untuk mempersulit
identifikasi.
Malpraktek Medik Murni
• Sebenarnya tidak banyak dijumpai
• Contoh: dokter melakukan pembedahan
dengan niat membunuh pasiennya atau
dokter sengaja melakukan pembedahan tanpa
ada indikasi medis yang sebenarnya tidak
perlu dilakukan, hanya untuk mengeruk
keuntungan.
Malpraktik Etik
• Jika dokter hanya melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika kedokteran
BENTUK-BENTUK MALPRAKTIK
SECARA HUKUM
• Malpraktik dalam bidang hukum pidana
• Malpraktik dalam hukum perdata
• Malpraktik dalam bidang hukum administrasi
MALPRAKTIK DALAM BIDANG HUKUM
PIDANA
• Membuat surat keterangan palsu (pasal 263, 267, 268
KUHP)
• Menipu penderita / pasien (pasal 378 KUHP)
• Melakukan kealpaan → kematian / luka-luka berat
pada diri orang lain (pasal 359 – 361 KUHP)
• Pelanggaran kesopanan (pasal 285, 286, 290, 294
KUHP)
• Pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran (pasal
322 KUHP)
• Kesengajaan membiarkan penderita tidak tertolong
(pasal 531 KUHP)
MALPRAKTIK DALAM BIDANG HUKUM
PIDANA
• Memberikan / menjual obat palsu (pasal 386
KUHP)
• Euthanasia (pasal 344 KUHP)
• Melakukan pengguguran / abortus provocatus
(pasal 347 – 349 KUHP)
• Penganiayaan dan luka berat
MALPRAKTIK DALAM BIDANG HUKUM
PERDATA
• Melakukan wanprestasi (1239, 1338 KUHPer)
• Melakukan perbuatan melanggar hukum
(1365 KUHPer)
• Melakukan kelalaian sehingga menyebabkan
kerugian (1366 KUHPer)
• Melalaikan pekerjaan sebagai penanggung
jawab (1367 KUHPer)
MALPRAKTIK DALAM BIDANG HUKUM
ADMINISTRASI
• Berpraktik tanpa izin
• Berpraktik tidak sesuai izin
• Izin kadaluarsa
• Tidak membuat rekam medis (+ tindak pidana
kejahatan)
• Melanggar wajib simpan rahasia kedokteran
3 BENTUK KELALAIAN
• Malfeasance
– Melakukan tindakan melanggar hukum, atau tidak
tepat / layak (unlawful / improper)
– Misal : melakukan tindakan medis tidak sesuai
indikasi
• Misfeasance
– Pilihan tindakan medis tepat tetapi
pelaksanaannya tidak tepat (improper
performance), menyalahi prosedur
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik
dan hukum kedokteran: pengantar bagi
mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta;
3 BENTUK KELALAIAN
• Nonfeasance
– Tidak melakukan tindakan medis yang menjadi
kewajiban

Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik


dan hukum kedokteran: pengantar bagi
mahasiswa kedokteran dan hukum. Jakarta;
Menurut Hubert W. Smith tindakan malpraktek
meliputi 4D, yaitu:
– Duty of Care (kewajiban perawatan)
– Dereliction of That Duty (penyimpangan kewajiban)
– Damage (kerugian)
– Direct Causal Relationship (harus ada kaitan kausal
antara tindakan yang dilakukan dengan kerugian yang
diderita )
Duty (kewajiban)
• Dalam hubungan perjanjian dokter dengan pasien, dokter
haruslah bertindak berdasarkan:
– Adanya indikasi medis
– Bertindak secara hati-hati dan teliti
– Bekerja sesuai standar profesi
– Sudah ada informed consent.

• UU Praktek Kedokteran No. 29 tahun 2004 Bab IV tentang


Penyelenggaraan Praktik Kedokteran : bagian kesatu pasal
36,37 dan 38 bahwa seorang dokter harus memiliki surat
izin praktek, dan bagian kedua tentang pelaksanaan praktek
yang diatur dalam pasal 39-43. Pada bagian ketiga
menegaskan tentang pemberian pelayanan.
Dereliction of Duty (penyimpangan
dari kewajiban)
• Apabila sudah ada kewajiban (duty), maka sang dokter
atau perawat rumah sakit harus bertindak sesuai
dengan standar profesi yang berlaku.
• Jika seorang dokter melakukan penyimpangan dari apa
yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang
seharusnya dilakukan menurut standard profesinya,
maka dokter tersebut dapat dipersalahkan.
• Bukti adanya suatu penyimpangan dapat diberikan
melalui saksi ahli, catatan-catatan pada rekam medik,
kesaksian perawat dan bukti-bukti lainnya.
Direct Causation (penyebab langsung)
• Penyebab langsung yang dimaksudkan dimana
suatu tindakan langsung yang terjadi, yang
mengakibatkan kecacatan pada pasien akibat
kealpaan seorang dokter pada diagnosis dan
perawatan terhadap pasien.
• Secara hukum harus dapat dibuktikan secara
medis yang menjadi bukti penyebab langsung
terjadinya malpraktik dalam kasus manapun.
Damage (kerugian)
• Damage yang dimaksud adalah cedera atau
kerugian yang diakibatkan kepada pasien.
• Walaupun seorang dokter atau rumah sakit
dituduh telah berlaku lalai, tetapi jika tidak
sampai menimbulkan luka/cedera/kerugian
(damage, injury, harm) kepada pasien, maka ia
tidak dapat dituntut ganti-kerugian.
• Istilah luka (injury) tidak saja dalam bentuk fisik,
namun juga termasuk dalam arti ini gangguan
mental yang hebat (mental anguish) serta tejadi
pelanggaran terhadap hak privasi orang lain.
TUNTUTAN
• Untuk dapat menuntut penggantian kerugian
(perdata) karena kelalaian, penggugat harus
dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut :
1. Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien
2. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang
lazim dipergunakan
3. Penggugat telah menderita kerugian yang dapat
dimintakan ganti ruginya
4. Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan
dibawah standar
INFORMED CONSENT
PERSETUJUAN TINDAKAN
KEDOKTERAN (INFORMED CONSENT)
• Persetujuan yang diberikan pasien / keluarga terdekat, setelah
mendapat penjelasan lengkap mengenai tindakan kedokteran
yang akan dilakukan terhadap pasien (Permenkes No.
290/MenKes/Per/III/2008)
• Pernyataan sepihak pasien / yang sah mewakili, yang isinya
berupa persetujuan atas rencana tindakan yang diajukan
dokter, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat
membuat persetujuan / penolakan (Manual Persetujuan
Tindakan Kedokteran KKI Tahun 2008)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran.
Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI Tahun
JENIS-JENIS (BENTUK) INFORMED
CONSENT
• Tersirat (implied consent)
– Keadaan normal
– Keadaan darurat
• Dinyatakan (expressed consent)
– Lisan
– Tulisan

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi mahasiswa
kedokteran dan hukum. Jakarta; 2005.
IMPLIED CONSENT
• Diberikan secara tersirat, tanpa pernyataan tegas
→ dari sikap, tindakan, tingkah laku (gerakan)
pasien
• Tindakan dokter → tindakan yang biasa dilakukan
/ sudah diketahui umum (misal : menggulung
lengan baju dan mengulurkan lengan saat akan
dilakukan pengambilan darah atau penyuntikan;
jahit)
• Paling banyak dilakukan dalam praktik sehari-
hari, meskipun tidak memiliki bukti
Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi mahasiswa
kedokteran dan hukum. Jakarta; 2005.
IMPLIED CONSENT
• Bentuk lain → dalam keadaan gawat darurat
(emergency) → dapat melakukan tindakan
medis segera yang terbaik menurut dokter
(presumed consent)
– Dokter harus melakukan tindakan segera,
sedangkan pasien tidak dapat memberi
persetujuan dan keluarga tidak di tempat
– Bila pasien dalam keadaan sadar → diangggap
menyetujui tindakan yang akan dilakukan dokter
Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi mahasiswa
kedokteran dan hukum. Jakarta; 2005.
EXPRESSED CONSENT
• Dinyatakan secara lisan / tulisan
– Bila tindakan yang akan dilakukan invasif / berisiko
pengaruhi kesehatan pasien secara bermakna →
tertulis
• Pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan
yang akan dilakukan supaya tidak salah paham
• Misalnya :
– RT, pemeriksaan dalam vagina, mencabut kuku, dll.
yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan
umum → lisan
– Pembedahan, prosedur pemeriksaan dan pengobatan
invasif → tertulis
Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran & hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum kedokteran: pengantar bagi mahasiswa
kedokteran dan hukum. Jakarta; 2005.
TUJUAN INFORMED CONSENT
• Memberi perlindungan kepada pasien
terhadap tindakan dokter yang sebetulnya
tidak diperlukan dan secara medis tidak ada
dasar pembenarannya yang dilakukan tanpa
sepengetahuan pasien
• Memberi perlindungan hukum kepada dokter
terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif,
karena prosedur medik modern bukan tanpa
risiko
INDIKASI INFORMED CONSENT
• Tindakan dokter yang invasif maupun
noninvasif
• Informasi pasien harus dibuka kepada kolega
dokter, pemberi kerja, atau perusahaan
asuransi
• Pemeriksaan skrining
• Pasien dilibatkan dalam proses pendidikan
• Pasien dilibatkan dalam sebuah penelitian
Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran
KKI Tahun 2006.
INDIKASI PERSETUJUAN TERTULIS
Bila :
• Tindakan terapeutik bersifat kompleks /
menyangkut risiko / efek samping bermakna
• Tindakan tersebut bukan dalam rangka terapi
• Tindakan tersebut memiliki dampak yang
bermakna bagi kedudukan kepegawaian /
kehidupan pribadi dan sosial pasien
• Tindakan yang dilakukan adalah bagian dari
suatu penelitian
Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran
KKI Tahun 2006.
DASAR HUKUM INFORMED CONSENT
• UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran pasal 45
• UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
pasal 56 (perlindungan pasien)
• Permenkes No. 290/MenKes/Per/III/2008
• Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI
Tahun 2006
ISI INFORMED CONSENT
• Minimal mencakup : (pasal 7 ayat 3)
– Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran
– Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan
– Alternatif tindakan lain dan risikonya
– Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
– Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
– Perkiraan pembiayaan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang
DIAGNOSIS DAN KEADAAN KESEHATAN PASIEN
(PASAL 8 AYAT 1)
• Temuan klinis dari hasil pemeriksaan medis
saat itu
• Diagnosis penyakit, atau sekurang-kurangnya
diagnosis kerja dan diagnosis banding bila
belum dapat ditegakkan
• Indikasi / keadaan klinis yang membutuhkan
tindakan kedokteran
• Prognosis bila dilakukan dan tidak dilakukan
tindakan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang
PENJELASAN TINDAKAN KEDOKTERAN
(PASAL 8 AYAT 2)
• Tujuan tindakan, dapat berupa tujuan preventif,
diagnostik, terapeutik, atau rehabilitatif
• Tata cara pelaksanaan tindakan apa yang akan
dialami pasien selama dan sesudah tindakan,
serta efek samping / ketidaknyamanan yang
mungkin terjadi
• Alternatif tindakan lain, berikut kelebihan dan
kekurangannya dibanding tindakan yang
direncanakan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran.
PENJELASAN TINDAKAN KEDOKTERAN
(PASAL 8 AYAT 2)
• Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
pada masing-masing alternatif tindakan
• Perluasan tindakan yang mungkin dilakukan
untuk mengatasi keadaan darurat akibat risiko
dan komplikasi tersebut, atau keadaan tak
terduga lainnya

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
RISIKO DAN KOMPLIKASI TINDAKAN
KEDOKTERAN (PASAL 8 AYAT 3)
• Semua risiko dan komplikasi yang dapat
terjadi mengikuti tindakan, kecuali risiko dan
komplikasi :
– yang sudah menjadi pengetahuan umum
– yang sangat jarang terjadi / dampaknya sangat
ringan
– yang tidak dapat dibayangkan sebelumnya
(unforeseeable)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
PROGNOSIS (PASAL 8 AYAT 4)
• Tentang hidup-mati (ad vitam)
• Tentang fungsinya (ad functionam)
• Tentang kesembuhan (ad sanationam)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan


Tindakan Kedokteran.
YANG BERHAK MEMBERIKAN
PERSETUJUAN (PASAL 13)
• Persetujuan diberikan pasien yang kompeten /
keluarga terdekat (ayat 1)
• Penilaian kompetensi pasien dilakukan dokter
/ dokter gigi sebelum tindakan kedokteran
(ayat 2)
• Dalam hal terdapat keraguan → dapat
melakukan permintaan persetujuan ulang
(ayat 3)

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008


tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran.
YANG BERHAK MEMBERIKAN
PERSETUJUAN (PASAL 13)
• Pasien yang kompeten : (pasal 1)
– Pasien dewasa / bukan anak menurut peraturan
perundang-undangan (≥ 18 tahun), atau telah /
pernah menikah
– Kesadaran fisik tidak terganggu
– Mampu berkomunikasi secara wajar
– Tidak mengalami kemunduran perkembangan
(retardasi) mental
– Tidak mengalami penyakit mental
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran.
Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI Tahun 2006.
PASIEN YANG DIANGGAP KOMPETEN
• Mampu memahami informasi yang diberikan
dengan cara yang jelas, menggunakan bahasa
yang sederhana, tanpa istilah yang terlalu teknis
• Mampu mempercayai informasi yang telah
diberikan
• Mampu mempertahankan pemahaman informasi
untuk waktu yang cukup lama dan mampu
menganalisisnya dan menggunakannya untuk
membuat keputusan secara bebas
Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran
KKI Tahun 2006.
PERSETUJUAN PADA INDIVIDU TIDAK
KOMPETEN
• Oleh keluarga terdekat (suami / istri, orangtua
yang sah, anak, saudara kandung) atau
pengampu
• Keadaan tertentu → anggota keluarga lain dapat
diikutsertakan
• Keadaan gawat darurat dan yang sah mewakilinya
memberi persetujuan tidak ditemukan → dokter
dapat melakukan tindakan demi kepentingan
terbaik pasien. Penjelasan dapat diberikan
kemudian
Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran
KKI Tahun 2006.
KETENTUAN PADA SITUASI KHUSUS
(PASAL 14)
• Tindakan penghentian / penundaan bantuan
hidup (withdrawing / withholding life support)
→ harus ada persetujuan keluarga terdekat
pasien (ayat 1)
• Persetujuan penghentian / penundaan
diberikan setelah keluarga mendapat
penjelasan dari tim dokter (ayat 2)
• Persetujuan secara tertulis (ayat 3)
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang
KETENTUAN PADA SITUASI KHUSUS
(PASAL 15)
• Bila tindakan kedokteran harus dilakukan
sesuai program pemerintah (untuk
kepentingan masyarakat banyak) →
persetujuan tindakan tidak diperlukan

Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran
KKI Tahun 2006.
Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran
KKI Tahun 2006.
RAHASIA KEDOKTERAN
Hipocrates  kewajiban memegang teguh rahasia
pasien  hubungan dokter – pasien

“Apapun yang saya dengar atau lihat, tentang


kehidupan seseorang yang tidak patut disebarluaskan,
tidak akan saya ungkapkan, karena saya harus
merahasiakannya”

Perkembangan iptek kedokteran  pengecualian


membuka rahasia jabatan dan pekerjaan dokter 
memelihara kepentingan umum dan mencegah
hal-hal yang dapat merugikan orang lain
Pada Bab II KODEKI tentang kewajiban dokter terhadap
pasien dicantumkan antara lain:
“Seorang dokter wajib merahasiakan segala sesuatu
yang diketahuinya tentang pasien karena kepercayaan
yang diberikan kepadanya, bahkan juga setelah pasien
meninggal dunia”

Lafal Sumpah Dokter Indonesia berdasarkan Peraturan


Pemerintah No.26 tahun 1960:
“Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya
ketahui karena pekerjaan saya dan karena
keilmuan saya sebagai dokter”
Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 tentang
wajib simpan rahasia kedokteran:
Menteri Kesehatan dapat melakukan tindak-tindak
administratif berdasarkan pasal 111 Undang-undang
tentang Kesehatan jika tidak dapat dipidanakan
menurut KUHAP
Rahasia: sesuatu yang disembunyikan dan hanya
diketahui oleh satu orang, oleh beberapa orang saja,
atau oleh kalangan tertentu

Tidak selalu hal yang Harus dirahasiakan,


diberitahukan pada dokter terutama terhadap
merupakan rahasia yang pasangannya, yang tidak
tidak boleh diberitahukan mengetahui bahwa ia
pada orang lain. Misalnya: memiliki hubungan
influenza dengan wanita/pria lain.
Misalnya: penyakit sifilis
atau gonorea
RAHASIA DOKTER

RAHASIA JABATAN RAHASIA PEKERJAAN

Rahasia dokter sebagai Rahasia dokter pada


pejabat struktural waktu menjalankan
praktiknya
RAHASIA JABATAN

Ditinjau dari sudut hukum

Tingkah laku yang


Tingkah laku dalam
bersangkutan dg
keadaan khusus
pekerjaan sehari-hari
Tingkah Laku dalam Keadaan Khusus
• Sebagai saksi/saksi ahli  dapat mengundurkan diri untuk
memberi keterangan  KUHAP (31 Desember 1981) pasal
120 & 168, khususnya pasal 170 :
– Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya
diwajibkan menyimpan rahasia, dapat dibebaskan dari kewajiban
untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang
dipercayakan kepada mereka.
– Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan
tersebut, pengadilan negeri memutuskan apakah alasan yang
dikemukakan oleh saksi atau saksi ahli untuk tidak berbicara itu, layak
dan dapat diterima atau tidak.
Tingkah Laku dalam Keadaan Khusus
• Yang pertama didahulukan adalah rahasia jabatan dokter,
terutama karena kewajiban moral.
• Alasan melepaskan rahasia jabatan : pertumbuhan akal sehat,
yaitu ada tidaknya kepentingan yang lebih utama atau
kepentingan umum.
• Contoh :
– Seorang supir yang menderita epilepsi, yang jika
penyakitnya bangkit pada waktu sedang menjalankan
tugasnya, pasti sangat membahayakan
– Seorang guru yang menderita TBC aktif dapat menular
pada murid2 pada waktu mengajar
Tingkah Laku dalam Keadaan Khusus
• Seorang dokter dalam keadaan terpaksa serupa itu
ialah memberitahukan kepada majikan si sakit,
bahwa ia menganggap si sakit perlu diperiksa
kesehatannya oleh majelis tersebut.
• Mungkin diagnosisnya tidak perlu disampaikan,
cukup penyakit yang tidak memungkinkan untuk
bekerja terus, dapat menular, atau membahayakan
orang lain dan dokter menasihati supaya
diberhentikan dari pekerjaannya
Dasar Hukum Rahasia Jabatan
Kedokteran
• UU no 29 tahun 2004 tentang Prakdok pada paragraf
4  “setiap dokter atau dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran”
• Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk:
– Kepentingan kesehatan pasien
– Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam
rangka penegakan hukum
– Permintaan pasien sendiri
– Berdasarkan ketentuan perundang2an
Persyaratan bila rahasia kedokteran
dibuka
• Adanya ijin dari pasien
• Adanya keadaan mendesak atau memaksa
• Adanya peraturan UU
• Adanya perintah jabatan
• Demi kepentingan umum
• Adanya presumed consent dari pasien
DASAR HUKUM RAHASIA
KEDOKTERAN
• UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
pasal 57 (perlindungan pasien)
• UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran pasal 48
• Permenkes No. 36 Tahun 2012 tentang
Rahasia Kedokteran
• Peraturan Pemerintah RI No. 10 Tahun 1966
tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran
Sampurna B, Syamsu Z, Siswaja TD. Bioetik dan hukum
kedokteran: pengantar bagi mahasiswa kedokteran dan hukum.
Jakarta; 2005.
SANKSI TERHADAP PELANGGARAN
RAHASIA KEDOKTERAN
• Pidana pasal 322 KUHP
– Barangsiapa dengan sengaja membuka suatu
rahasia yang ia wajib menyimpan oleh karena
jabatan atau pekerjaannya, baik yang sekarang
maupun yang dahulu, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya sembilan bulan atau
denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu rupiah

Peraturan Pemerintah RI No. 10 Tahun 1966


tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran.
PERSYARATAN PEMBUKAAN RAHASIA
KEDOKTERAN
• UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
pasal 57 ayat 2 (perlindungan pasien) → hak
atas rahasia kondisi kesehatan pribadi tidak
berlaku dalam hal :
– Perintah UU
– Perintah pengadilan
– Izin yang bersangkutan
– Kepentingan masyarakat, atau
– Kepentingan orang tersebut
REKAM MEDIS
Rekam Medis
• Kumpulan keterangan tentang identitas, hasil
anamnesis, pemeriksaan, dan catatan segala
kegiatan para pelayan kesehatan atas pasien dari
waktu ke waktu
• Berupa : tulisan/gambar, elektronik (komputer,
mikrofilm, dan rekaman suara)
• Permenkes No. 749a/Menkes/Per/XII/1989 →
berkas yang berisi catatan & dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada
sarana pelayanan kesehatan

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran &


hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC;
2007.
ISI REKAM MEDIS
- Catatan: merupakan uraian tentang identitas
pasien, pemeriksaan pasien, diagnosis,
pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain, baik
dilakukan oleh dokter dan dookter gigi maupun
tenaga kesehatan lainnya sesuai dengan
kompetisinya
- Dokumen: merupakan kelengkapan dari catatn
tersebut, antra lain foto rontgen, hasil
laboratorium dan keterangan lain sesuai dengan
kompetensi keilmuannya
ISI RM
• Di RS  2 jenis RM
– RM untuk pasien rawat jalan
a) Identitas & formulir perizinan (lembar hak kuasa)
b) Riwayat penyakit (anamnesis) tentang
- Keluhan utama
- Riwayat sekarang
- Riwayat penyakit yang pernah diderita
-Riwayat keluarga tentang penyakit yang mungkin diturunkan
c) Laporan pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab, foto rontgen, scanning, MRI,
dll.
d) Diagnosis dan/atau diagnosis banding
e) Intruksi diagnostik & terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan
yang berwenang

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran &


hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC;
2007.
RESUME AKHIR
• Dibuat segera setelah pasien dipulangkan
• Isi resume : singkat
– Mengapa pasien masuk rumah sakit (anamnesis)
– Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik,
laboratorium, rontgen, dll.
– Pengobatan & tindakan operasi yang dilaksanakan
– Keadaan pasien waktu keluar (perlu berobat jalan,
mampu untuk bekerja,dll.)
– Anjuran pengobatan & perawatan (nama obat & dosis,
tindakan pengobatan lain, dirujuk ke mana, perjanjian
untuk datang lagi, dll.)

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran &


hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC;
2007.
RESUME AKHIR
• Tujuan pembuatan :
– Menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan
kualitas yang tinggi serta bahan yang berguna bagi
dokter pada waktu menerima pasien untuk dirawat
kembali
– Bahan penilaian staf medik RS
– Memenuhi permintaan dari badan-badan resmi /
perseorangan tentang perawatan seorang pasien
(perusahan asuransi)
– Bahan informasi bagi dokter yang bertugas, dokter
yang mengirim, dan dokter konsultan
Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran &
hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC;
2007.
MANFAAT REKAM MEDIS
- Pengobatan pasien
Sebagai dasar dan petunjuk untuk merencanakan dan menganalisis
penyakit serta merencanakan pengobatan, perawatan, dan tindakan
medis yang harus diberikan kepada pasien.
- Peningkatan kualitas pelayanan
Membuat rekam medis dengan jelas dan lengkap, akan meningkatkan
kulaitas pelayanan untuk melindungi tenaga medis dan untuk
pencapaian kesehatan masyarakat yang optimal.
- Pendidikan dan penelitian
Bermanfaat untuk bahan informasi bagi perkembangan pengajaran
dan penelitian di bidang profesi kedokteran dan kedokteran gigi.
- Pembiayaan
Berkas rekam medis dapat dijadikan petunjuk dan bahan untuk
menetapkan pembiayaan dalam pelayanan kesehatan pada sarana
kesehatan. Catat trsebut dapat dipakai sebagai bukti pembiayaan
kepada pasien
- Statistik kesehatan
Rekam medis dapat digunakan sebagai bahan statistik kesehatan,
khususnya untuk mempelajari perkembangan kesehatan
masyarakat dan untuk menentukan jumlah penderita pada
penyakit-penyakit tertentu.
- Pembuktian masalah hukum, disiplin dan etik
Rekam medis merupakan alat bukti tertulis utama, sehingga
bermanfaat dalam penyelesaian masalah hukum, disiplin dan etik.
KERAHASIAAN REKAM MEDIK
• Kewajiban dokter & kalangan kesehatan untuk
melindungi rahasia ini tertuang dalam :
– Lafal sumpah dokter
– KODEKI
– Perundang-undangan dalam bab 11 tentang
rahasia jabatan & pekerjaan dokter

Hanafiah MJ, Amir A. Etika kedokteran &


hukum kesehatan. Edisi 4. Jakarta: EGC;
2007.
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab I: Ketentuan Umum

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab II: Jenis dan isi rekam medis
• Pasal 2
– (1) Rekam medis harus dibuat secara tertulis,
lengkap dan jelas atau secara elektronik
– (2) Penyelenggaraan rekam medis dengan
menggunakan teknologi informatika diatur lebih
lanjut dengan peraturan tersendiri

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab III: Tata Cara penyelenggaraan

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab IV: Penyimpanan, pemusnahan, dan
kerahasiaan

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab V: Kepemilikan, pemanfaatan, dan tanggung jawab

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab VI: Pengorganisasian
• Pasal 15
– Pengelolaan rekam medis dilaksanakan sesuai
dengan organisasi & tata kerja sarana pelayanan
kesehatan

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008
Bab VII: Pembinaan dan pengawasan

Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008


Sanksi Hukum
• Dalam Pasal 79 UU • Dokter dan dokter gigi
Praktik Kedokteran yang tidak membuat
secara tegas mengatur
bahwa setiap dokter rekam medis juga dapat
atau dokter gigi yang dikenakan sanksi secara
dengan sengaja tidak perdata, karena dokter dan
membuat rekam medis
dapat dipidana dengan dokter gigi tidak
pidana kurungan paling melakukan yang
lama 1 (satu) tahun seharusnya dilakukan
atau denda paling (ingkar janji/wanprestasi)
banyak Rp 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah) dalam hubungan dokter
dengan pasien

Manual Rekam Medis. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006


Sanksi Disiplin dan Etik
• Tiga alternatif sanksi disiplin dalam Peraturan Konsil
Kedokteran Indonesia Nomor 16/KKI/PER/VIII/2006
tentang Tata Cara Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran
Disiplin MKDKI dan MKDKIP :
– Pemberian peringatan tertulis.
– Rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin
praktik.
– Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.

• Dapat dikenakan sanksi etik oleh organisasi profesi yaitu


Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) dan Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran Gigi (MKEKG)

Manual Rekam Medis. Konsil Kedokteran Indonesia. 2006

Anda mungkin juga menyukai