Anda di halaman 1dari 20

Pengaruh Bantuan Kredit Kepada Pengembangan

UKM ( Usaha Kecil Menengah ) di Pontianak

Nama Kelompok

1.Mey Lidya Hosana ( B1023181016)


2.Abiyyu Wijdani (B1023181027)
3.Juventus (B1023181029)
4.Cahyo Nugroho ( B1023181003)
5.Nadia (B1023181024)
6 .Ve r o n i k a N o v i ( B 1 0 2 3 1 8 1 0 0 4 )
Apa itu UKM, Perbankkan dan Kredit ?

Menurut Keputusan Presiden RI no. 99 tahun 1998 pengertian Usaha Kecil


Menengah adalah: “Kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang
usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu
dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.”
Berdasarkan UU No. 1 tahun 1995, usaha kecil dan
menengah memiliki kriteria sebagai berikut:

1.Kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha.
2.Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 miliar
3. Milik Warga Negara Indonesia (WNI)
4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki
atau dikuasai usaha besar.
5. Bentuk usaha orang per orang, badan usaha berbadan hukum/tidak, termasuk koperasi.
6.Untuk sektor industri, memiliki total aset maksimal Rp 5 miliar.
7.Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 600 juta (tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), atau memiliki hasil penjualan tahunan maksimal
Rp 3 miliar pada usaha yang dibiayai.
Perbankkan

Perbankan merupakan lembaga yang bergerak pada jasa keuangan. Lembaga ini selain
mengumpulkan uang masyarakat juga memberikan kredit kepada masyarakat baik untuk
kepentingan konsumtif maupun untuk kegiatan usaha. Setiap lembaga baik yang
berorientasi keuntungan maupun non profit selalu membutuhkan dana dalam upaya untuk
dapat menjalankan aktivitasnya. Tanpa ketersediaan dana organisasi tidak akan dapat
berjalan dengan baik. Apalagi organisasi yang berorintasi pada profit (kegiatan usaha)
dalam menjalankan aktivitasnya selalu membutuhkan dana guna membiayai usahanya.
Dana tersebut dapat dipenuhi dengan sumber intern perusahaan ,suntikan dari pemilik
perusahaan maupun dari pinjaman ke Bank.
Usaha perbankan meliputi tiga kegiatan utama yaitu:

a. Menghimpun dana
Menghimpun dana maksudnya adalah mengumpukan atau mencari dana (uang)
dengan cara membeli dari masyarakat luas dalam bentuk simpanan giro, tabungan,
dan deposito. Kegiatan penghimpunan dana ini sering disebut dengan funding.

b. Menyalurkan Dana
Sedangkan yang dimaksud dengan menyalurkan dana adalah melemparkan kembali
dana yang diperoleh lewat simpanan giro, tabungan, dan deposito kemasyarakat
dalam bentuk pinajam (Kredit) bagi bank yang berdasarkan prinsip konvensional.

c. Memberikan jasa bank lainnya


Yang dimaksud dengan jasa bank lainnya adalah jasa pendukung sesuai pelengkap
kegiatan perbankan terutama untuk mendukung kelancaran kegiatan menghimpun
dan menyalurkan dana, baik yang berhubungan langsung dengan kegiatan
simpanan dan kredit maupun tidak langsung.
Kredit

Pengertian Kredit adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu pembelian atau mengadakan suatu pinjaman
dengan suatu janji, pembayaran akan dilaksanakan pada jangka waktu yang telah disepakati “. (Astiko,
Manajemen Perkreditan ( Yogyakarta : andi Offset, 1996),hal5).

Pengertian kredit yang lebih mapan untuk kegiatan perbankan di Indonesia telah dirumuskan dalam Undang –
Undang Pokok Perbankan No. 7 Tahun 1992 yang menyatakan bahwa kriteria adalah penyediaan uang / tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan / kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melaksanakan dengan jumlah bunga sebagai imbalan.

Dalam praktek sehari – hari pinjaman kredit dinyatakan dalam bentuk perjanjian tertulis baik dibawah tangan
maupun secara materiil. Dan sebagai jaminan pengaman, pihak peminjam akan memenuhi kewajiban dan
menyerahkan jaminan baik bersifat kebendaan maupun bukan kebendaan.Sebenarnya sasaran kredit pokok dalam
penyediaan pinjaman tersebut bersifat penyediaan suatu modal sebagai alat untuk melaksanakan kegiatan
usahanya sehingga kredit (dana bank ) yang diberikan tersebut tidak lebih dari pokok produksi semata. (Teguh P.
Mulyono, Manajemen Perkreditan Komersil ( Yogyakarta : BPFE, 1987 ), hal. 37)
Akses UKM ke Jasa Kredit Perbankan di Kota Pontianak.

Dalam memberikan pembiayaan kepada sector UKM, Di Pontianak maupun di seluruh Indonesia sama
saja perlakauan nya terhadap UKM. Bank tetap harus melakukan langkah-langkah “Prudential banking”
Serta melakukan manajemen risiko sebagaimana yang telah digariskan dalam Standard Operasional Dan
Prosedur (SOP).
Bank Akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.Prinsip Kehati-hatian dalam melakukan prinsip kehati-hatian, bank harus
memperhatikan:
a.Prinsip utama dalam mengelola risiko kredit adalah:
Pemisahan pejabat kredit
Penerapan Risk Scoring System.
Pemisahan pengelolaan kredit bermasalah.
b.Prosedur perkreditan yang sehat. Bank harus melakukan prosedur yang sehat,
dengan melakukan:
Penetapan Pasar Sasaran.
Kriteria Risiko yang dapat diterima.
Pengawasan ekspansi kredit.
2. Dalam Kebijakan umum Perkreditan, diatur bahwa setiap proses dan keputusan kredit harus melalui
langkah-langkah yang baku, sebagai berikut:
a. Ada permohonan kredit dari debitur secara tertulis,
b. Dilengkapi dokumen yang dipersyaratkan,
c. Disertai proposal kredit,
d. Dibuat rekomendasi dan keputusan kredit oleh pejabat yang berwenang,
e. Pemberitahuan keputusan kredit (of fering letter),
f. Melaksanakan perjanjian kredit secara hukum,
g. Proses pencairan kredit,
h. Melaksanakan pengawasan dan evaluasi.
3. Pre screening dan seleksi calon debitur UKM. Permohonan kredit dapat diproses apabila telah lolos pre
screening, yaitu;
a. Memenuhi Pasar Sasaran.
b. Tidak termasuk jenis usaha yang dilarang.
c. Tidak termasuk dalam jenis usaha yang perlu dihindari
d. Tidak termasuk dalam Daftar Hitam BI.
e. Tidak termasuk dalam Daftar Kredit Macet BI
f. Tidak termasuk dalam Daftar Hitam Intern Bank.
4. Bank juga melakukan penilaian rating atas kesehatan debitur,melalui Credit Risk Rating
(CRR). Credit Risk Rating ini merupakan alat penilaian standar: untuk penilaian risiko
kredit secara individual, menetapkan langkah-langkah penanganan yang diperlukan sejak
dini, menetapkan standar ukuran risiko yang dapat diterima Bank, memperkirakan
kemungkinan tingkat kegagalan pengembalian kredit.
5. Apabila telah melalui proses penilaian rating dan nilainya memenuhi standar yang
ditetapkan, maka akan disusun proposal analisis kredit, sebagai bahan pertimbangan apakah
usaha yang dibiayai layak atau tidak untuk diberikan kredit.
6. Bank tetap harus memantau jalannya usaha debitur, serta menerapkan Early Warning
System (EWS). Early Warning System adalah mekanisme/sistim detekai/pengenalan
terhadap gejala /tanda-tanda awal yang diperkirakan dapat mempengaruhi/menyebabkan
kemungkinan terjadinya kegagalan debitur dalam memenuhi kewajibannya. tujuan EWS
adalah memberikan tanda/peringatan dini atas kondisi debitur yang diperkirakan akan
berdampak negative terhadap kelancaran pemenuhan kewajiban atas kredit yang telah
diberikan.
7. Bank juga harus melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kredit yang telah
diberikan.
8. Bank juga merapikan dokumentasi kredit, agar sewaktu-waktu dapat dimonitor.
Dalam hal peningkatan akses dan perluasan sumber pembiayaan
koperasi dan UKM telah dilaksanakan hal berikut.

Pertama, penyusunan konsep peraturan perundangan tentang simpan-pinjam sebagai bagian dari RUU tentang
Koperasi. Pembahasan substansinya telah dilakukan pada bulan Oktober 2004 yang melibatkan partisipasi aktif dari
instansi terkait, gerakan koperasi, pakar koperasi, dan pemerhati koperasi.
Kedua, penyusunan naskah akademis penjaminan kredit sebagai bahan masukan untuk penyusunan RUU
Penjaminan Kredit, yang meliputi aspek kelembagaan, mekanisme penjaminan, dan prosedur pengawasan serta
pembinaan.
Ketiga, penyiapan kebijakan hapus-tagih kredit macet UKM untuk menyelesaikan kredit macet dari 461.457
debitur UKM di empat Bank BUMN dengan tujuan: (1) mempercepat penyelesaian utang UKM untuk memacu proses
pemulihan dan pengembangan sektor riil; (2) menyelamatkan, melindungi, dan menyehatkan UKM; serta (3)
mengeluarkan debitur macet UKM dari daftar hitam kredit macet bank sehingga dapat meneruskan usaha dan
mendapatkan pendanaan kembali.
Keempat, merealisasikan kredit usaha mikro dan kecil yang bersumber dari dana Surat Utang Pemerintah
(SUP-005) sebesar Rp3,1 triliun. Sampai dengan saat itu BUMN Pengelola dan Lembaga Keuangan Pelaksana (LKP)
telah mencairkan dana sebesar Rp2,1 triliun dan yang telah disalurkan kepada usaha mikro dan kecil telah mencapai Rp1,8
triliun. Untuk mempercepat realisasi pencairan SUP-005, telah dilakukan evaluasi dan realokasi dana SUP-005 dari
BUMN Pengelola dan LKP yang tingkat pencairannya rendah kepada BUMN Pengelola dan LKP yang kinerjanya baik.
Kelima, penyediaan jaminan kredit kepada UKM yang layak usahanya tetapi kurang memiliki agunan
memadai. Sampai dengan TA 2004, dana sebesar Rp260 miliar telah digulirkan dalam rangka menjamin kredit bagi 385
koperasi dengan 142.936 anggota dan 1.080 UKM, dengan pagu kredit sebesar Rp508 miliar dan nilai penjaminan kredit
sebesar Rp353,4 miliar.
Penyaluran Kredit oleh Bank terhadap UKM di Kota Pontianak.

Pada kenyataannya penyaluran kredit pada UKM masih kecil dibandingkan dengan usaha besar yang ada di Kota Pontianank.
Pemecahan masalah tersebut secara makro seperti kebijakan pemerintah mewajibkan Bank Umum untuk menyalurkan 20 % kredit
kepada UKM dari total kreditnya,KUT, program program promosi akses kredit UKM kepada lembaga keuangan dan lain-lainnya ternyata
hasilnya masih jauh dari memuaskan. Hal ini disebabkan selain karena ketidak mampuan UKM mengakses bank juga disebabkan oleh :

1. Officer Bank kekurangan pengetahuan atau pengalaman, sehingga bank kesulitan menilai prospek bisnis UKM, sehingga untuk
meminimalisasi resiko perlu menetapkan persyaratan jaminan yang ketat. Skema kredit UKM kurang bervariasi mengikuti variasi
karakteristik usaha UKM yang spesifik.

2. Pada UKM yang mengajukan kredit, Officer Bank masih kesulitan untuk menemukan yang prospektif untuk dibiayai.

Untuk mendorong penyelesaian masalah ditingkat makro tersebut semestinya menjadi perioritas dalam mempromosikan akses kredit
UKM pada lembaga keuangan. secara teknis bank harus punya target pasar spesifik untuk UKM sebagaimana juga bank memiliki target
pasar spesifik untuk usaha besar, tetapi menetapkan target pasar untuk UKM ternyata lebih rumit dari pada menetapkan target pasar kredit
usaha besar, hal ini disebabkan :

1. Tidak tersedianya data sekunder yang memadai tentang UKM, data yang tersedia pada dinas teknis dan BPS sangat tidak memadai
sebagai pertimbangan dalam merumuskan target pasar kredit UKM.

2. Faktor lokalitas pada tingkat Kabupaten/propinsi bahkan pada tingkat wilayah yang lebih kecil sangat mempengaruhi potensi
pengembangan UKM, dengan demikian data Nasional akan sangat bisa jika digunakan dalam memilih sektor UKM.

3. Pengelompokkan UKM selama ini berdasarkan sub sektor telah menjadi pola analisis, padahal pengelompokkan tersebut pada
dasarnya untuk kepentingan administrasi (Pemerintah & BI) bukan kepentingan analisis bisnis, Analisis yang paling rasional adalah
berdasarkan rantai bisnis dan wilayah (wilayah yang dibatasi oleh keterkaitan pelaku bukan wilayah administrasi).
Syarat UKM mendapat kucuran dana dari Bank

Para pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) harus memenuhi tiga persyaratan
agar usahanya dinilai visible dan bankable bagi perbankan. Sehingga perbankan
bersedia untuk mengucurkan kredit. "Tiga syarat itu adalah dokumentasi usaha yang
jelas, track record yang positif, dan bisnis atau cashflow yang positif," Seandainya aset
usaha UKM tersebut tergolong besar tapi cashflownya negatif, perbankan tetap enggan
mengucurkan kreditnya. dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM akan
bekerjasama membuat pelatihan bagi para pelaku UKM, agar bisa bankable sehingga
bisa memperoleh pinjaman dari perbankan untuk mengembangkan usaha.
Pada saat ini pemerintah masih terus berusaha untuk merealisasikan UU tentang
penjaminan kredit kepada para pelaku UKM. Sehingga nantinya Bank Indonesia (BI)
mempunyai payung hukum untuk melonggarkan aturannya bagi perbankan dalam
menyalurkan kredit ke sektor UKM. , agar para pelaku UKM tidak terbebani masalah
jaminan pinjaman kepada perbankan. Pada saat ini bahkan ada pelaku UKM yang
memberikan jaminan lebih besar kepada perbankan dibandingkan jumlah pinjamannya.
Permasalahan yang dihadapi UKM dalam Mendapatkan Kredit dari Perbankan

Usaha Kecil dan Menengah (UKM) saat ini tengah menghadapi fenomena paradoks. Disatu sisi UKM terlihat sangat
strategis karena merupakan pilar pendukung utama dan terdepan dalam pembangunan ekonomi. UKM merupakan lapangan
usaha yang paling banyak dan paling mudah diakses oleh masyarakat bawah di Indonesia. UKM paling besar dan paling cepat
dalam memberikan peluang lapangan pekerjaan dan memberikan sumber penghasilan bagi kebanyakan masyarakat kita. UKM
paling fleksibel dan dapat dengan mudah beradaptasi dengan pasang surut dan arah perekonomian dan UKM juga cukup
terdiversifikasi dan memberikan kontribusi penting dalam ekspor dan perdagangan. Betapa luar biasanya peran UKM di
Indonesia kita ini. Namun disisi lain kita juga banyak menemukan persoalan pelik ditubuh UKM.
Kelembagaan UKM di Indonesia lemah. Hal ini disebabkan karena secara ekonomi politik, keberadaannya tidak
diperhitungkan terutama pada masa rezim Soeharto berdiri kokoh. Dominasi keberpihakan rezim Soeharto kepada pelaku
ekonomi besar telah menyebabkan UKM di Indonesia lemah secara kelembagaan.
Sehingga UKM kita menjadi lambat mandiri, lambat mengembangkan diri dan menjadi lemah dalam hal akses. sudah menjadi
rahasia umum UKM di Indonesia, bahwa dari dahulu permasalahan klasik yang selalu mendera UKM antara lain adalah
permasalahan;
1. Rumitnya proses perizinan dan penyederhanaan pencatatan usaha.
Perizinan usaha di Indonesia sangat berbelit dan memakan waktu yang sangat lama jika dibandingkan dengan negara-negara
lain padahal untuk UKM izin usaha adalah modal paling dasar jika mau berkembang dan mendapat akses dengan baik terutama sekali
akses permodalan. Menurut Bank Dunia (2005), dibutuhkan rata-rata sekitar 151 hari serta 12 prosedur untuk mendapatkan izin
usaha. Padahal kemudahan perizinan ini akan menciptakan tambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.25% PDB.

2. Sulitnya akses penambahan modal melalui kredit bank.


Kebanyakan UKM tidak berhasil mendapatkan kredit dari bank karena UKM tidak memenuhi persyaratan untuk layak diberi
kredit. Hal ini antara lain karena UKM belum memiliki pengetahuan dan kesiapan dalam memenuhi persyaratan kredit sehingga para
pelaku UKM memandang prosedur kredit sulit. Sulaeman di Indonesia alasan utama yang dikemukakan oleh UKM kenapa UKM
tidak meminjam ke bank adalah: (1) prosedur sulit (30,30 %), (2) Tidak berminat (25,34 %), (3) Tidak punya agunan (19,28 %), (4)
Tidak tahu prosedur (14,33 %), (5) Suku bunga tinggi (8,82 %), dan (6) Proposal ditolak (1,93 %) (Sulaeman, 2004)
3. Lemahnya kemampuan UKM dalam hal manajemen.
Permasalahan sebagian besar UKM di Indonesia adalah lemahnya kemampuan manajemen. Karena sebagian besar pelaku
UKM memiliki tingkat pendidikan SMU atau sederajat, maka penguasaan ini sangat lemah. Padahal ini merupakan kunci jika UKM
mau menilai perkembangan dan ingin mendapat akses kredit modal usaha di perbankan

4. Lemahnya penguasaan terhadap networking atau jaringan kerja dan akses pasar.
Hal ini muncul akibat lemahnya kemampuan UKM mengorganisir diri dan lemahnya kemampuan pemasaran UKM, lemahnya
penguasaan jaringan pasar, dan lemahnya penguasaan fasilitas teknologi dan informasi (IT) oleh UKM.
Kebijakan Pemerintah dalam Mendukung Pemberian Kredit kepada UKM

Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk menolong UKM. Bukan hanya menyediakan dana, tetapi juga membentuk Satuan Tugas
Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). Satgas ini berfungsi untuk mengharmoniskan hubungan bank dengan UMKM menyangkut data
keuangan perusahaan, berbagai izin usaha, dan agunan bank.
Pembentukan satgas akan diikuti komitmen keberpihakan. Sebab tanpa ada keberpihakan dari satgas, yang merupakan gabungan dari
berbagai pihak, termasuk perbankan, program harmonisasi antara sektor perbankan dan UMKM tidak akan berhasil. Paling utama dalam
menjalankan tugas, konsultan yang tergabung dalam KKMB harus mampu melakukan langkah konkret dan terobosan dalam mengatasi berbagai
persoalan UMKM.
Dalam rangka untuk mengembangkan UMKM di Indonesia pemerintah dan beberapa lembaga keuangan non bank maupun lembaga
perbankan telah membantu para pelaku sector UMKM dalam mengembangkan usahanya melalui pemberian kredit ataupun pinjaman lunak (soft
loan) kepada para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah ( UMKM). Salah satu kontribusi pemerintah dalam mengembangkan UMKM, yaitu
melalui pemberian kredit usaha rakyat (KUR). . Pemberian KUR dimulai dengan adanya keputusan Sidang Kabinet Terbatas yang
diselenggarakan pada tanggal 9 Maret 2007 yang dilaksanakan di Kantor Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM)
dengan dipimpin oleh Bapak Presiden RI. Salah satu agenda pembicaraan keputusannya antara lain, bahwa dalam rangka pengembangan sector
Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) dan koperasi, pemerintah akan mendorong peningkatan akses pelaku UMKM dan Koperasi kepada
kredit/pembiayaan dari perbankan melalui peningkatan kapasitas Perusahaan Penjamin. Kredit Usaha Rakyat diluncurkan oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono pada tanggal 5 November 2007 dengan didukung oleh Instruksi Presiden No.5 Tahun 2008 tentang Fokus Program
Ekonomi Tahun 2008-2009 untuk menjamin implementasi atau percepatan pelaksanaan KUR ini, berbagai kemudahan yang diberikan bagi
UMKM pun ditawarkan oleh pemerintah. Beberapa di antaranya adalah penyelesaian kredit bermasalah UMKM dan pemberian kredit UMKM
hingga Rp 500 juta. Inpres tersebut didukung dengan Peraturan Menkeu No 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan KUR. Jaminan
KUR sebesar 70 persen bisa ditutup oleh pemerintah melalui PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perusahaan Sarana Pengembangan
Usaha dan 30 persen ditutup oleh Bank Pelaksana.
Pada tahap awal program, Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini disediakan hanya terbatas baru dilakukan oleh
6 Bank yang ditunjuk oleh pemerintah saja, yaitu : Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank
Mandiri, Bank Syariah Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank Bukopin. Sebagai salah satu contoh kecilnya
adalah pada tahun 2008, berdasarkan Data Kementerian Koperasi dan UKM tercatat, penyaluran kredit UMKM sejak
Januari hingga akhir September 2008 telah mencapai Rp 10,91 triliun diberikan kepada 1,33 juta unit usaha. Dari jumlah
tersebut, yang kreditnya bermasalah hanya 0,17%. Ini bukti bahwa pelaku UMKM adalah mereka yang jujur dan punya
niat mengembalikan. Penyaluran pola penjaminan difokuskan pada lima sektor usaha, seperti : pertanian, perikanan dan
kelautan, koperasi, kehutanan, serta perindustrian dan perdagangan. Sebagian besar dari Kredit Usaha Rakyat ( KUR) ini
diserap oleh sector perdagangan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini ditujukan untuk membantu ekonomi
usaha rakyat kecil dengan cara memberi pinjaman untuk usaha yang didirikannya. Atas diajukannya permohonan
peminjaman kredit tanpa jaminan tersebut, tentu saja harus mengikuti berbagai prosedur yang ditetapkan oleh bank yang
bersangkutan. Selain itu, pemohon harus mengetahui hak dan kewajiban apa yang akan timbul dari masing-masing pihak
yaitu debitur dan kreditur dengan adanya perjanjian Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini, mengingat segala
sesuatu dapat saja timbul menjadi suatu permasalahan apabila tidak ada pengetahuan yang cukup tentang Kredit Usaha
Rakyat (KUR) tanpa jaminan ini.
Selain memberikan kredit usaha rakyat Pemerintah dalam rangka pemberdayaan usaha mikro
hingga saat ini juga Pemerintah telah melakukan langkah-langkan strategis. Sebagai berikut,
yaitu;
a. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan menyediakan lingkungan yang mampu
mendorong pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) secara sistemik,
mandiri dan berkelanjutan.
b. Menciptakan sistem penjaminan (financial guarantee system) untuk mendukung kegiatan
ekonomi produktif usaha mikro.
c. Menyediakan bantuan teknis dan pendampingan (technical assistance and facilitation)
secara manajerial guna meningkatkan “status usaha” usaha mikro agar fleaksible dan bankable
dalam jangka panjang.
d. Penataan dan penguatan kelembagaan keuangan mikro untuk memperluas jangkauan
pelayanan keuangan kepada usaha mikro secara cepat, tepat, mudah dan sistematis.
CONTOH UKM DI PONTIANAK
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai