Anda di halaman 1dari 15

KONSEP ANAK JALANAN

KELOMPOK 3
A. DEFENIS ANAK JALANAN

Anak jalanan adalah anak-anak yang tersisih


dari kasih sayang karena kebanyakan dalam usia
yang relatif dini sudah harus berhadapan aspek
identitas diri, anak jalanan mampu memahami
dirinya sebagai anak jalanan, dan mereka
mengerti akan siapa dirinya. Kondisi keadaan
situasi yang jauh dari kehidupan yang layak,
tidak menghilangkan identitas mereka sebagai
anak jalanan, dengan menjalani kehidupan apa
adanya
B. CIRI –CIRI ANAK JALANAN

• Menurut Suyanto (2002) ciri-ciri anak jalanan adalah sebagai


beikut:
a. Berada di tempat umum (jalanan, pasar, pertokoan, tempat-
tempat hiburan selama 3-24 jam)
b. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah dan sedikit
sekali yang tamat SD
c. Berasal dari keluarga tidak mampu (kebanyakan kaum urban,
beberapa diantaranya tidak jelaskan keluarganya)
d. Melakukan aktivitas ekonomi (menjadi pengamen,
pengasong/ pedagang, pengemis, kuli/ buruh pasar, kernet,
penyemir sepatu, pekerja seks, perantara/ calo), (Bagong
Suyanto,dkk,2002).
C. KARAKTERISTIK ANAK JALANAN

a. Usia berkisar antara 6 sampai dengan 18 tahun.


b. Waktu yang dihabiskan di jalanan lebih dari 4 jam setiap hari.
c. Tempat anak jalanan sering dijumpai di pasar, terminal bus, stasiun kereta api,
taman-taman kota, daerah lokalisasi PSK, perempatan jalan raya, pusat perbelanjaan
atau mall, kendaraan umum (pengamen), dan tempat pembuangan sampah.
d. Aktifitas anak jalanan yaitu; menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo,
menjajakan koran atau majalah, mengelap mobil, mencuci kendaraan, menjadi
pemulung, pengamen, menjadi kuli angkut, menyewakan payung, menjadi
penghubung atau penjual jasa.
e. Sumber dana dalam melakukan kegiatan: modal sendiri, modal kelompok, modal
majikan/patron, stimulan/bantuan.
f. Permasalahan: korban eksploitasi seks, rawan kecelakaan lalu lintas, ditangkap
petugas, konflik dengan anak lain, terlibat tindakan kriminal, ditolak masyarakat
lingkungannya.
g. Kebutuhan anak jalanan: aman dalam keluarga, kasih sayang, bantuan usaha,
pendidikan bimbingan ketrampilan, gizi dan kesehatan, hubungan harmonis dengan
orangtua, keluarga dan masyarakat.
D. PERMASALAHAN ANAK JALANAN

a. Korban eksploitasi seks ataupun ekonomi.


b. Penyiksaan fisik.
c. Kecelakaan lalu lintas
d. Ditangkap polisi
e. Korban kejahatan dan penggunaan obat
E. LOKASI ANAK JALANAN

1. Sekitar Lampu Merah Lalulintas


2. Terminal
3. Pasar
4. Tempat Makan
5. Tempat umum
F. SOLUSI DALAM MENANGANI ANAK
JALANAN
1. Penanganan Anak Jalanan
Secara teoritis, fokus utama pembangunan kesejahteraan sosial adalah pada perlindungan sosial
(social protection). Oleh karena itu, model pertolongan terhadap anak jalanan bukan sekadar
menghapus anak-anak dari jalanan Mmeliputi :
a. Street-centered intervention.
Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di “jalan” dimana anak-anak jalanan biasa beroperasi.
Tujuannya agar dapat menjangkau dan melayani anak di lingkungan terdekatnya, yaitu di jalan.
b. Family-centered intervention.
Penanganan anak jalanan yang difokuskan pada pemberian bantuan sosial atau pemberdayaan
keluarga sehingga dapat mencegah anak-anak agar tidak menjadi anak jalanan atau menarik anak
jalanan kembali ke keluarganya.
c. Institutional-centered intervention.
Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di lembaga (panti), baik secara sementara
(menyiapkan reunifikasi dengan keluarganya) maupun permanen (terutama jika anak jalanan
sudah tidak memiliki orang tua atau kerabat). Pendekatan ini juga mencakup tempat berlindung
sementara (drop in), “Rumah Singgah” atau “open house” yang menyediakan fasilitas “panti dan
asrama adaptasi” bagi anak jalanan.
d. Community-centered intervention.
Penanganan anak jalanan yang dipusatkan di sebuah komunitas. Melibatkan program-program
community development untuk memberdayakan masyarakat atau penguatan kapasitas lembaga-
lembaga sosial di masyarakat dengan menjalin networking melalui berbagai institusi baik
lembaga pemerintahan maupun lembaga sosial masyarakat. Community-Centered Intervention
Sebagai Model Penanganan Problema Anak Jalanan di Kota Makassar.
G. KATEGORI ANAK JALAN

a. Children on the street adalah anak-anak yang mempunyai


kegiatan ekonomi di jalanan tetapi masih memiliki hubungan
dengan keluarga. Dalam kategori ini dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu:
1. Anak-anak yang tinggal bersama orang tuanya dan senantiasa
pulang setiap hari
2. Anak-anak yang melakukan kegiatan ekonomi dan tinggal di
jalanan namun
masih mepertahankan hubungan dengan keluarga, dengan cara
pulang baik
secara rutin ataupun dengan jadwal yang tidak rutin.
NEXT...

b. Children of the street adalah anak-anak yang menghabiskan


seluruh atau sebagian besar waktunya di jalanan, mereka tidak
memiliki atau memutuskan hubungan dengan orang
tua/keluarganya.
c. Children in the street atau children from the families of the
street adalah anakanak yang menghabiskan seluruh waktunya di
jalanan yang berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.
ADAPUN UPAYA-UPAYA YANG DAPAT
DILAKUKAN DAN DIEFEKTIFKAN
YAITU:
.
1. Peningkatan kesadaran masyarakat
Penanggulangan dapat dilakukan yaitu dengan membuat program
peningkatan kesadaran masyarakat. Aktivitas program ini untuk
menggugah masyarakat agar mulai tergerak dan peduli terhadap
masalah anak jalanan. Kegiatan ini dapat berupa penerbitan bulletin,
poster, buku-buku, iklan layanan masyarakat di TV, program pekerja
anak di radio dan sebagainya. Program penanggulangan diatas
diharapkan bisa memberikan kesadaran penuh kepada anak-anak
jalanan bahwa manusia dapat memperbaiki kondisi kehidupan
sosialnya dengan jalan mengorganisir tindakan kolektif dan tindakan
kolektif tersebut dapat dilakukan oleh masyarakat untuk melakukan
perubahan menuju kondisi yang lebih sejahtera.
NEXT.....

2. Penggalakan lembaga-lembaga penampung anak


Pemerintah juga perlu mendirikan lembaga-lembaga penampung seperti halnya
LSM maupun instansi lainnya. Lembaga tersebut ddapat dijadikan sebagai wadah
bagi anak jalanan untuk mengasah keterampilan dan mengembangkannya menjadi
sesuatu yang lebih produktif dan ekonomis.
3. Pemberian fasilitas pendidikan yang layak
Pemerintah harus mampu memfasilitasi pendidikan dan keterampilan yang layak
bagi anak jalanan agar mereka tidak kembali lagi ke jalan. Karena mereka adalah
asset bangsa yang tak ternilai harganya juga penerus-penerus bangsa. Mereka
yang seharusnya duduk dibangku sekolah karna himpitan ekonomi mereka harus
turun kejalanan untuk menyambung hidup mereka padahal sebagai anak bangsa
mereka berhak mendapatkan pendidikan yang layak dari pemerintah. Jika UUD
pendidikan yang menyatakan bahwa anggaran pendidikan harus di alokasikan
sebesar 20% dari APBN dapat terimplementasi maka negara akan mampu untuk
menyediakan pendidikan gratis, sehingga dalam jangka panjang tingkat
pertumbuhan anak jalanan dapat diminimalisir
2. Pemberdayaan Rumah Singgah dalam Meningkatkan Mutu
Layanan PAUD Non Formal Bagi Anak Jalanan :
Salah satu bentuk penanganan anak jalanan adalah melalui
pembentukan rumah singgah. Konferensi Nasional II Masalah
Pekerja anak di Indonesia pada bulan Juli 1996 mendefinisikan
rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang
bersifat non formal, dimana anak-anak bertemu untuk
memperoleh informasi dan pembinaan awal sebelum dirujuk ke
dalam proses pembinaan lebih lanjut (Sander, 2007).
NEXT........

a. Membentuk kembali sikap dan perilaku anak yang sesuai


dengan nilai-nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
b. Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika
memungkinkan atau ke panti dan lembaga pengganti lainnya jika
diperlukan.
c. Memberikan berbagai alternatif pelayanan pendidikan dini
untuk pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa
depannya sehingga menjadi masyarakat yang produktif.
NEXT.....

3. Program Untuk Anak Jalanan


Khusus untuk anak jalanan, menurut Ishaq (2000), pendidikan
luar sekolah yang sesuai adalah dengan melakukan proses
pembelajaran yang dilaksanakan dalam wadah “rumah singgah”
dan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), yaitu: anak
jalanan dilayani di rumah singgah, sedangkan anak rentan ke
jalan dan orang dewasa dilayani dalam wadah PKBM.
NEXT........

• Prestasi belajar dan keberhasilan program dievaluasi dengan


tahapan self-evaluation berikut:
(1) penetapan tujuan belajar;
(2) perumusan kriteria keberhasilan belajar;
(3) pemantauan kegiatan belajar;
(4) penetapan prestasi belajar dan keberhasilan program.

Anda mungkin juga menyukai