Anda di halaman 1dari 24

Rekam Medik

Yusuf Alam Romadhon


Definisi
• Rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran
aktivitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi
pelayanan medik/kesehatan kepada seorang
pasien (Ikatan Dokter Indonesia).[1]
• Rekam medik adalah berkas yang berisikan
catatan dan dokumen tentang identitas pasien,
pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan
pelayanan lain kepada pasien pada sarana
pelayanan kesehatan. (Perartuan Menteri
Kesehatan no. 749 a tahun 1989)
[1] Sofwan Dahlan, 2003, Hukum Kesehatan Rambu-rambu bagi Profesi
Dokter, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang
Mengapa perlu Rekam Medik?
• Kebutuhan untuk mendokumentasi semua
kejadian yang berkaitan dengan
kesehatan pasien.
• Menyediakan media komunikasi diantara
tenaga kesehatan bagi kepentingan
perawatan penyakitnya yang sekarang
maupun yang akan datang.
Apakah setiap informasi itu harus
dicatat?
Kewajiban Pokok Rekam Medis
(Permenkes no 749a tahun 1989)[1]
• Segala gejala / peristiwa harus dicatat secara
akurat dan langsung.
• Setiap tindakan yang dilakukan tetapi tidak
ditulis, secara yuridis dianggap tidak dilakukan.
• Rekam medis harus berisikan fakta dan
penilaian klinis.
• Setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien
harus dicatat dan dibubuhi paraf.
• Tulisan harus jelas dan dapat dibaca (juga oleh
orang lain).
• Jangan menulis tulisan yang bersifat menuduh
atau mengkritik teman sejawat.
•[1] Health & Hospital, Edisi 05/I/Desember 2006
Kewajiban Pokok Rekam Medis
(Permenkes no 749a tahun 1989)[1]
• Jika salah menulis tulisan, coretlah dengan satu
garis dan diparaf sehingga bagian yang dicoret
masih bisa dibaca.
• Jangan melakukan penghapusan, menutup
dengan tip-ex atau, mencoret-coret sehingga
tidak bisa dibaca ulang.
• Bila melakukan koreksi di komputer, diberi
space untuk perbaikan tanpa menghapus isi
yang salah.
• Jangan mengubah catatan rekam medis dengan
cara apa pun karena bisa dikenai pasal
penipuan.
Isu Etik Berkaitan dengan Rekam Medik [1]

• Secara etik dilarang melakukan


pencatatan mundur dan pengubahan
catatan dalam rekam medis agar
disesuaikan dengan hasil layanan yang
terjadi.

•[1] Budi Sampurna, Zulhasmar Syamsu, Tjetjep Dwijdja Siswaja, Bioetik dan Hukum
Kedokteran, Pengantar bagi Mahasiswa Kedokteran dan Hukum, Penerbit Pustaka Dwipar,
Oktober 2005
Setiap orang melihat rekam medik
Tanggal baru untuk EKG lama [1]

Dokter X bertutur tentang pengalaman nyata yang terjadi 15 tahun yang lalu :
Seorang pasien sudah berusia lanjut yang kedua mata tidak bisa melihat lagi dan
ketambahan gagu dibawa ke unit gawat darurat. Ia merintih kesakitan dan
memegang-megang terus perutnya. Sudah beberapa jam ia dalam keadaan
kesakitan dan ia pun telah muntah-muntah beberapa kali. Ketika diperiksa
terdapat ”epigastric tenderness”, namun jantung dan paru-parunya normal.
Tekanan darahnya sedikit rendah. Kemudian dokter X itu minta pemeriksaan
laboratorium dan dipasangkan ’drip’. Tim dokter, termasuk dokter X melanjutkan
tugas ronde kepada pasien lainnya.
Ketika mereka kembali pada ronde kedua, pasien ini masih dalam kesakitan hebat.
Diperiksa lagi, tetapi tidak ditemukan sesuatu yang baru. Konsentrasi hemoglobin,
biokimia darah, dan foto rontgen normal. Para dokter masih menyangsingkan
untuk memberikan obat pengurang rasa sakit. USG menunjukkan tidak ada
masalah dengan kandung empedu. Esok harinya dilakukan endoskopi, tetapi
hasilnya menunjukkan hasil negatif. Pasien masih merasakan kesakitan terus.
Pada hari ke-5 ia meninggal, penyebab penderitaannya masih tetap tidak
terungkap.
..........
•[1] J. Guwandi, SH; Medical error dan Hukum Medis, Penerbit Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
Tanggal baru untuk EKG lama [1]

Kemudian pada saat hendak memeriksa


tumpukan foto roentgen dokter X itu melihat,
bahwa ada terselip rekaman panjang EKG.
Tanggalnya adalah tanggal pasien ini masuk. Ia
masih ingat bahwa ia juga minta kepada perawat
untuk memeriksanya, tetapi ia tidak ingat untuk
mengeceknya kembali. Hasil rekaman EKG itu
jelas menunjukkan tanda-tanda miokard infark
yang meluas.
Tanggal baru untuk EKG lama [1]

Dokter itu membawa rekaman EKG itu ke kantor dokter


konsultan. Dokter senior itu melihat sebentar dan
kemudian untuk beberapa saat matanya dengan tajam
menatap kepada dokter X tersebut. Lalu ia berkata
:”Sudahlah, dipersoalkan juga percuma, ia toh tidak bisa
dihidupkan kembali”. Konsultan itu kemudian
merobek bagian tanggalnya dan dengan tegas ditulis
tanggal baru di bawah nama pasien tersebut :
”Pasien meninggal karena serangan infark miokard”.
3 masalah etik dalam pengungkapan informasi:

• Pelanggaran prinsip kebutuhan tahu (need-to-


know priciple)
• Penyalahgunaan surat persetujuan atau
otorisasi yang tidak tertentu (blanket
authorization)
• Pelanggaran privasi yang terjadi sebagai akibat
dari prosedur pengungkapan sekunder
(secondary release)
Pelanggaran kerahasiaan rekam medik
(Kasus Perusahaan Asuransi)
• Apabila suatu perusahaan asuransi menerima permintaan
bayar dari seorang pasien bagi tindakan medik yang telah
dijalaninya, maka surat permintaan informasi dikirimkan ke
sarana kesehatan terkait. Rumah sakit memeriksa :
• Membandingkan tanda tangan pasien pada surat tersebut
dengan tanda tangan yang telah diperolehnya pada saat
perawatan.
• Meneliti tanggalnya untuk memastikan bahwa surat
permintaan bertanggal sesudah perawatan, sehingga
dapat dipastikan bahwa pasien menyadari atas informasi
apa yang diotorisasikannya untuk diungkapkan.
• Meneliti kebenaran bahwa perusahaan asuransi tersebut
adalah perusahaan yang sesuai dengan polis asuransi
yang dimiliki oleh pasien.
Pelanggaran kerahasiaan rekam medik
(Kasus Perusahaan Asuransi)
• Meneliti tentang informasi apakah yang diminita
dan apakah peminta memang berwenang
meminta informasi tersebut.
• Rumah sakit kemudian melihat dokumen dan
memberikan informasi yang diminta. Sebagai
contoh, informasi tentang : ”tanggal masuk dan
keluar perawatan, diagnosis penyakitnya dan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan, dan
tindakan medis atau bedah yang dilakukan
”diserahkan kepada perusahaan asuransi agar
tagihan dapat dibayar.
Pelanggaran kerahasiaan rekam medik
(Kasus Perusahaan Asuransi)
• Pelanggaran atas prinsip ini akan dapat
mengakibatkan diserahkannya informasi kepada
pihak yang tidak berwenang atau penyerahan
informasi yang berlebihan yang dapat saja
melanggar privasi pasien.
• Masalah pelepasan informasi kepada pihak lain
(secondary release) muncul semakin sering sejak
era komputerisasi informasi kesehatan. Suatu
permintaan yang sah dapat diproses untuk
pembayaran tagihan asuransi, tetapi mungkin
tidak menjamin keamanan di kemudian hari.
Peminta pertama dapat meneruskan informasi
kepada pihak lain tanpa otorisasi pasien lagi.
Pengungkapan informasi
(UU Praktik Kedokteran pasal 48 ayat 2)

• Untuk kepentingan kesehatan pasien


• Untuk memenuhi permintaan aparatur
penegak hukum dalam rangka
penegakkan hukum.
• Permintaan pasien sendiri.
• Berdasarkan ketentuan undang-undang.
Lanjutan pengungkapan info
• Sedangkan pasal 12 Permenkes 749a
menyatakan bahwa :
• Pemaparan isi rekam medis hanya boleh
dilakukan oleh dokter yang merawat pasien
dengan izin tertulis pasien.
• Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dapat
memaparkan isi rekam medis tanpa seizin pasien
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Lanjutan pengungkapan info
Di bidang keamanan rekam medis,
Permenkes no. 749a/MENKES/XII/1989
menyatakan dalam pasal 13, bahwa
pimpinan sarana kesehatan
bertanggungjawab atas
(a) hilangnya, rusaknya, atau pemalsuan
rekam medis
(b) penggunaan oleh orang / Badan yang
tidak berhak.
adalah menjadi tanggungjawab
sarana pelayanan kesehatan untuk
menyediakan tempat yang cukup
dan memadai bagi penyimpanan
dokumen rekam medis agar aspek
privasi, kerahasiaan dan keamanan
dokumen dapat terjamin.
Syarat-syarat pengungkapan informasi
kesehatan kepada pihak lain hanya dapat
dilakukan apabila :
• Dengan persetujuan atau otorisasi pasien, misalnya
informasi kesehatan untuk kepentingan asuransi
kesehatan, perusahaan, pemberi kerja dll. Dalam hal ini
harus diingat prinsip minimal, relevan dan cukup, yaitu
bahwa informasi kesehatan yang diberikan harus
relevan dengan yang dibutuhkan serta cukup dalam
menjawab pertanyaan.
• Dengan perintah undang-undang, misalnya :
 UU wabah dan UU karantina
 UU acara pidana; visum et repertum, surat / dokumen ahli di
persidangan, keterangan ahli di depan penyidik / penuntut umum
• Untuk kepentingan pasien, misalnya pada waktu
konsultasi medis antar tenaga kesehatan / medis,
terutama dalam hal pasien berada dalam keadaan
darurat dan tidak bisa memberikan consent.
Tatacara penyerahan informasi :
• Pasien menerima surat keterangan yang
berisikan informasi kesehatannya. Apabila cara
ini yang digunakan, maka sarana kesehatan
harus dapat memastikan bahwa informasi
kesehatan yang diberikan sudah cukup lengkap
akurat.
• Pasien menerima fotokopi rekam medisnya.
Apabila cara ini yang digunakan maka sarana
kesehatan harus membubuhkan stempel, paraf
dan tanggal di setiap lembar fotokopi tersebut.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai