Anda di halaman 1dari 121

LAPORAN KASUS

APPENDISITIS
Penguji :
dr. Taufik Sudirman, Sp. B

Disusun Oleh :
1. Cynthia Fransiska (01073170040)
2. Fiona Wongkar (01073170168)
3. Isabella Friska (01073170102)
4. Jason Calvin (00000004297)
5. Johanes Henry (1305004626)
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. KW
Jenis Kelamin : Wanita
Usia : 33 tahun
Pekerjaan : IRT
Alamat : Perum Binong Permai Blok BB/11, Tangerang
Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Islam
Status Pernikahan : Sudah Menikah
No. Rekam Medis : RSUS 00-58-54-05
Status Pembayaran : BPJS 1
ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 03


Desember 2018 pukul 11.00 WIB di Unit Gawat Darurat RSUS
KELUHAN

Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah sejak 1 minggu


SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Umum
Siloam dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak satu minggu
sebelum masuk Rumah Sakit. Pada awalnya, nyeri dirasakan di ulu
hati kemudian berpindah ke diperut kanan bawah sejak 3 hari lalu.
Nyeri dapat ditunjuk dan dirasakan terus-menerus serta tidak
menjalar. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan dirasakan makin
lama makin memberat. Nyeri dirasakan memberat saat perut ditekan
dan pasien bergerak sehingga pasien menjadi susah untuk beraktivitas.
Pasien juga mengeluh tidak nafsu makan sejak 2 hari yang lalu, mual,
muntah (3x. Isi makanan, air dan lendir keputihan) dan perut terasa
kembung. Pasien juga mengalami demam sejak satu hari sebelum
masuk Rumah Sakit, demam dirasakan terus menerus sepanjang hari.
Pasien mengatakan BAB dan BAK seperti biasa dan tidak ada
keluhan.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya. Pasien
mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit paru, ginjal,
kencing manis dan darah tinggi
Riwayat Operasi
Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengatakan sudah melakukan pemeriksaan ke dokter
sebelumnya untuk keluhannya saat ini dan pasien di USG pada
tanggal 27 November 2018 dengan hasil apendisitis akut
Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak pernah mengeluhkan hal serupa
sebelumnya. Riwayat keganasan di keluarga disangkal. Tidak
terdapat riwayat diabetes, trauma serta penyakit kronis lainnya
pada keluarga pasien
Riwayat Kebiasaan
Pasien adalah seorang ibu Rumah Tangga. Pasien tidak
memiliki kebiasaan merokok ataupun minum alkohol. Pasien
mengatakan bahwa pasien jarang mengkonsumsi sayuran dan
pola makan pasien tidak teratur.
Pemeriksaan Fisik

STATUS GENERALIS :
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CM
GCS : E4V5M6
VAS : 8-9
Pemeriksaan Fisik

TANDA-TANDA VITAL:
Temp : 37.2°C
HR : 98x/menit
RR : 18X/menit
TD : 130/90 mmHg
Saturasi O2 : 100%
Status Generalis
Status Generalis
Status Generalis
Status Lokalis
Inspeksi :
Perut terlihat sedikit membuncit. Luka bekas operasi(-), jejas (-), Darm
contour (-), Darm Steifung (-), warna kulit di daerah perut sama dengan
warna kulit disekitarnya.

Auskultasi :
BU + kesan menurun. Metallic sound (-)

Palpasi :
Supel (+), Massa (-), NT (+) kuadran kanan bawah McBurney Sign (+),
Nyeri lepas kuadran kanan bawah (+), Psoas sign (+), Obturator sign (+),
Rovsing sign (-), Defans musculaire (+) pada kuadran kanan bawah
Status Lokalis
Perkusi :
Timpani seluruh lapang abdomen, Nyeri ketok pada titik McBurney.
Rectal Toucher :
tonus sphincter ani baik. Ampulla tidak prolaps. Mukosa licin, NT (+) pada
jam 9-12, massa (-). Pada handscoon : feses (+), darah (-)
Diagnosis
Diagnosis Kerja : Suspek Appendisitis Akut
Diagnosis Banding : Kehamilan ektopik
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium : Pemeriksaan Pencitraan :
• Darah lengkap • USG
• PT-APTT • X-RAY Thorax
• SGOT-SGPT
• Ur/Cr
• GDS
• Elektrolit
Penatalaksanaan Awal
Terapi Non-Medikamentosa
• Tanda-tanda vital dan kesadaran umum pasien
• Edukasi kepada keluarga pasien mengenai kondisi pasien saat ini
dan kemungkinan rencana tindakan yang perlu dilakukan yaitu
operasi sebagai diagnostik dan tatalaksana definitif
• Menjelaskan indikasi, kontraindikasi dan komplikasi kepada
pasien dan keluarga pasien mengenai tindakan operasi
• Melaporkan hasil temuan pemeriksaan kepada sejawat dokter
spesialis bedah umum untuk kemungkinan tatalaksana operatif
• Meminta informed consent dari pasien dan keluarga pasien.
Penatalaksanaan Awal
Terapi Medikamentosa
• Inj RL 20 tpm
• Inj Ceftriaxone 2 x 1 gr IV
• Inj Ranitidine 50 mg IV
• Inj Omeprazole 40 mg IV
• Inj Ketorolac 30 mg IV
• Pro appendectomi
• Puasa minum dan makan pre-operasi
Pemeriksaan Penunjang
• 03 Desember 2018
Pemeriksaan USG
• Penemuan : • Cairan bebas : Tidak ditemukan
• Hepar : Normal • Uterus : Normal, tampak IUD
• Lien : Normal • Ketebalan endometrium : 5mm
• Sistem vena porta : Normal • Ovarium Kanan : tampak folikel
berukuran +- 1.9x2.3 cm
• Vena cava inferior, vena hepatica :
Normal • Ovarium kiri : Tampak folikel
berukuran +-1.9x1.1cm
• Sistem bilier : Normal
• Pada abdomen kanan bawah tampak
• Kantung empedu : Normal gambaran doughnut Sign
• Pankreas : Normal
• Ginjal kanan dan kiri : Normal • Impresi:
• Sistem pelviokalises : Normal Sugestif apendisitis
• Buli-buli : Normal • Organ intraabdominal lainnya
dalam batas normal
• Kelenjar getah bening : Tidak
tampak membesar
Foto Rontgen Thorax (PA)
• Temuan
• Paru : normal
• Mediastinum : normal
• Trakea dan bronkus : normal
• Hilus : normal
• Pleura : normal
• Diafragma : normal
• Jantung CTR : <50%
• Aorta : normal
• Vertebra torakal dan tulang-tulang lainnya : normal
• Jaringan lunak : normal
• Abdomen yang tervisualisasi : nromal
• Leher yang tervisualisasi : normal
• Kesan : Cor dan Pulmo dalam batas normal
Alvarado Score
Gejala Klinis Value

Adanya migrasi nyeri 1

Anoreksia (-) -

Mual dan muntah 1


Nyeri RLQ 2

Nyeri lepas 1

Peningkatan suhu -

Leukositosis -

Shift to the left -


Jumlah 5
RESUME
Pasien perempuan berusia 33 tahun, datang dengan keluhan
nyeri perut kanan bawah dialami sejak 1 minggu sebelum masuk
Rumah Sakit. Nyeri dirasakan pada ulu hati lalu berpindah ke
perut kanan bawah. Pasien mengatakan bahwa pasien demam 1
hari sejak sebelum masuk Rumah Sakit. Riwayat mual ada dan
muntah ada sebanyak 3x.
Pada Pemeriksaan Fisik didapatkan nyeri tekan pada titik
McBurney. Rovsing sign ada. Psoas sign ada. Nyeri ketok pada
titik McBurney ada. Pemeriksaan Laboratorium tidak
menunjukan leukositosis. Hasil pemeriksaan USG menunjukan
gambaran apendisitis akut.
• Diagnosis Pre-Operatif : Apendisitis Akut

• Rencana Tindakan : Appendectomi cito

• Prognosis :
• Ad vitam : Dubia ad Bonam
• Ad sanationam : Dubia ad Bonam
• Ad functionam :Dubia ad Bonam
LAPORAN INTRA OP
Prosedur dilaksanakan pada tanggal 03 Desember 2018 dimulai pada jam 18.00
berakhir pada jam 19.00, dengan laporan sebagai berikut:
Pasien dalam posisi supine dengan spinal anestesi. Dilakukan tindakan
aseptik dan antiseptik pada daerah operasi lalu dilakukan drapping. Dibuat
sayatan menurut McBurney sepanjang kurang lebih 10 cm dan otot-otot
dinding perut dibelah secara tumpul. Peritoneum dibuka. Appendiks letak
antecaecal dengan panjang kurang lebih 7 cm dengan diameter kurang dari 0.8
cm, hiperemis +, edema +, fecalith + di 1/3 pangkal apendektomi. Double
ligase. Kontrol perdarahan. Peritoneum dijahit dan dinding perut dijahit lapis
demi lapis. Operasi selesai.
FOTO INTRA OP
FOTO INTRA OP
Follow Up
• 4 Desember 2018
S : Os mengeluhkan nyeri pada luka bekas OP dengan skala nyeri 6/10.
Os juga mengeluh belum bisa BAB namun sudah bisa buang angin
O : TTV. TD: 120/70 nadi: 82x/menit RR: 20x T: 36.4
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : luka bekas operasi terawat. Rembesan (-)
Auskultasi : BU + 8x/menit
Palpasi : Timpani pada 9 regio abdomen
Perkusi : Nyeri tekan pada regio iliac abdomen dekstra
A : Post Appendectomy H+1
P : medikamentosa (ketorolac 30 mg 3x1, Ranitidine 50 mg 2x1, Ceftriaxone 2x1 gr)
Non medikamentosa (diet makanan lunak, obs KU dan TTV, GV/hari)
Follow Up
• 5 Desember 2018
S : Os mengeluhkan nyeri pada luka bekas OP dengan skala nyeri 6/10.
Os juga mengeluh belum bisa BAB namun sudah bisa buang angin
O : TTV. TD: 120/80 nadi: 78x/menit RR: 20x T: 36.4
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : luka bekas operasi terawat pada titik McBurney (+). Rembesan (-)
Auskultasi : BU + 10x/menit
Palpasi : Timpani pada 9 regio abdomen
Perkusi : Nyeri tekan pada regio iliac abdomen dekstra
A : Post Appendectomy H+2
P : medikamentosa (ketorolac 30 mg 3x1, Ranitidine 50 mg 2x1, Ceftriaxone 2x1 gr)
Non medikamentosa (diet makanan lunak, obs KU dan TTV, GV/hari)
Follow Up
• 6 Desember 2018
S : Os mengeluhkan nyeri pada luka bekas OP dengan skala nyeri 4/10.
Os juga mengeluh belum bisa BAB namun sudah bisa buang angin
O : TTV. TD: 120/70 nadi: 72x/menit RR: 20x T: 36.2
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : luka bekas operasi terawat pada titik McBurney (+). Rembesan (-)
Auskultasi : BU + 10x/menit
Palpasi : Timpani pada 9 regio abdomen
Perkusi : Nyeri tekan pada regio iliac abdomen dekstra
A : Post Appendectomy H+2
P : medikamentosa (ketorolac 10 mg TAB 3x1No XV, Cefixime 200 gr tab 2x1 No XV
Non medikamentosa (mengedukasi pasien untuk GV dan kontrol jahitan setelah 3 hari,
pasien boleh pulang)
TINJAUAN PUSTAKA
• Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan struktur yang
tubular berukuran pada orang dewasa = 5-15
cm (diameter : 0,5-0,8 cm). Sampai saat ini
fungsi dari organ tersebut belum secara pasti
dipahami. Secara embriologi, apendiks
terbentuk dari endoderm pada minggu ke 5
saat pembentukan sekum dan appendiks
muncul pada minggu ke 8. Lumen apendiks
sempit dibagian proksimal dan menyempit di
bagian distal

Dari posteromedial sekum


Apendiks dikelilingi oleh peritoneum dan mesoapendiks
(mesenter dari apendiks) yang merupakan lipatan kontinyu
sepanjang apendiks dan berakhir di ujung apendiks. Posisi
apendiks paling banyak (65,28%) adalah retrocaecal 31.01%
posisi pelvic/subcaecal, 2,26% retroileal, 0,4% retrokolika dan
pre ileal. Letak apendiks dapat ditemukan dengan
mengidentifikasikan 3 taenia coli (taenia colica, taenia libera dan
taenia omental)
VASKULARISASI & INERVASI
Berasal dari a. Appendikularis yang berjalan sepanjang mesoapendiks
merupakan cabang dari a. Ileocolica dan cabang dari trunkus mesentrik
superior. Vena apendiseal adalah cabang vena ileocoli berjalan ke vena
mesentrik superior dan masuk ke sirkulasi portal. Arteri appendikularis tidak
memiliki cabang kolateral sehingga bila terjadi obstruksi apapun penyebabnya
mudah terjadi iskemia dan gangren sampai dengan perforasi.Persarafan
parasimpatis didapatkan dari percabangan n. Vagus dan simpatisnya berasal
dari n. Torakalis X. Oleh karena itu nyeri viseral pada apendisitis bermula di
sekitar umbilikus
Perubahan Anatomi pada Ibu Hamil
Dengan adanya perbesaran uterus
menyebabkan tergesernya apendiks ke
arah atas dan keluar sebagaimana
gerakan arah jarum jam. Pergeseran
paling jelas terlihat di 2 minggu
terakhir kehamilan sebagaimana
appendiks ditemukan diatas ginjal
kanan. Posisi apendiks yang retrosekal
tidak begitu mengalami perubahan.
Pada kondisi ini membuat apendiks
sulit dijangkau bila terjadi perubahan
posisi
Gejala apendisitis

Timbul keraguan apabila bersamaan dengan keluhan


ginekologi misalnya sedang menstruasi. Pada ibu hamil gejala
appendisitis berupa nyeri perut, mual dan muntah. Semakin tua
kehamilan rasa nyeri akan berpindah ke lumbal kanan (karena
perubahan posisi ke Arah kraniosekal)
Histologi
Tunica mucosa
Tunica submukosa
Tunica muskularis
Tunica serosa
• Tidak memiliki villi
intestinalis
• Memiliki komponen limfoid
prominen
Fisiologi Apendiks
Menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir dicurahkan ke
lumen lalu akan sendirinya mengalir ke sekum. Hambatan aliran
ini berperan di dalam patogenesis apendisitis. Dulu dikenal
dengan fungsi tidak jelas, Sekarang apendiks dipercaya berperan
dalam imunologi untuk menghasilkan Ig A. Appendectomy tidak
akan mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan
sedikit sekali jika dibandingkan seluruh saluran cerna dan
seluruh tubuh
Definisi Apendisitis
Merupakan peradangan pada organ appendiks vermiformis
yang sering dikenal sebagai usus buntu. Kondisi ini sering
menjadi kegawatdaruratan medis, akibat penyebab utama yaitu
obstruksi lumen appendiks. Etiologi dari kondisi ini dimulai dari
erosi membran mukosa terjadi karena parasit E. histolytica, T.
trichiura, E. Vermicularis. Penelitian membuktikan akibat
hiperplasia jaringan limfoid mukosa 60% fekalith 35% benda
asing 4% dan sebab lainnya 1%
Epidemiologi
Di negara maju lebih banyak dibandingkan di negara
berkembang. Akhir-akhir ini mengalami penurunan akibat
meningkatnya konsumsi serat pada diet sehari-hari. Dapat terjadi
pada semua umur. Insidens tertinggi pada umur 20-30 tahun.
Pada kehamilan, insidennya sama seperti keadaan tidak hamil.
Ditemukan sama pada semua umur kehamilan. Insidensi 0,55 per
1000. Mortalitas janin 0-1,5% dalam apendisitis sederhana dan
20-35% dalam apendisits terperforasi
Etiologi
Adanya obstruksi pada lumen apendiks  kongesti vaskuler,
Iskemik dan nekrosis  infeksi
Hiperplasia jaringan limfa, fekalith, tumor apendiks dan cacing
askariasis yang menyumbat
Sumbatan
• 60% Oleh hiperplasia jaringan
limfoid submukosa
• 35% karena stasis fekal
• 4% benda asing
• 1% akibat parasit dan cacing
• 40% kasus apendisitis kasus
sederhana
• 65% apendisitis akut gangrenosa
tanpa ruptur
• 90% apendisitis akut dengan ruptur
Bakteri
Adanya sumbatan fekalith memperburuk dan memperberat
infeksi dengan adanya bakteri enterogen
E. coli, Splanchicus, Lacto-bacilus, Pseudomonas, Bacteroides
splanicus, Enterococcus
96% anaerob dan aerob <10%
Parasit
E. histolytica
Konstipasi dan laksatif
Konstipasi menaikkan tekanan intrasekal -> timbul sumbatan fungsional
apendiks
Konstipasi meningkatkan pertumbuhan flora normal (overgrowth)
Laksatif yang diberikan pada apendisitis menyebabkan hipermotilitas usus
dan meransang terjadinya perforasi dan peritonitis

Kecendurungan familiar
Malformasi herediter dari organ, apendiks terlalu panjang, vaskularisasi
tidak baik, letaknya yang mudah terjadi apendisitis
Kebiasaan makanan yang kurang serat menyebabkan konstipasi
Ras dan Diet
Bangsa kulit putih memiliki pola makan tinggi serat
Negara berkembang memiliki pola makan rendah serat meningkatkan
kejadian apendisitis

Hiperplasia jaringan limfoid


Reaksi limfatik baik lokal ataupun general (infeksi askariasis,
Salmonella generalis)

Tumor/Carcinoid
Neoplasma yang ditemukan pada usus halus dan apendiks bila
neoplasma ini menyumbat apendiks dapat terjadi apendisitis
Klasifikasi Apendisitis
1(a) Apendisitis Akut Sederhana (Cataral Apendisitis) :
Diakibatkan oleh obstruksi dan peradangan dimulai dari
mukosa dan submukosa.
Sekresi mukus menumpuk di dalam lumen apendiks →
tekanan intralumen meningkat → aliran limfe terganggu
→ mukosa apendiks menebal, edema dan kemerahan.
1(b). Apendisitis Akut Purulent (Suppurative Apendisitis) :
Tekanan yang semakin meningkat sekarang
mempengaruhi aliran darah balik vena dan menyebabkan
trombosis → memperberat iskemik dan edema
Invasi mikroorganisme ke lapisan serosa menyebabkan
warna lapisan menjadi suram karena dilapisi eksudat dan
fibrin.
Klasifikasi Apendisitis
Apendisitis Akut Purulent (Suppurative Apendisitis) :
Ditandai dengan ransangan peritoneum lokal = nyeri
tekan, nyeri lepas McBurney, defans muskular dan nyeri
gerak aktif serta pasif

1.(c) Apendisitis Akut Gangrenosa :


Tekanan yang semakin bertambah → aliran darah arteri
terganggu → infark dan gangren → apendiks mengalami
perubahan warna menjadi ungu, hijau keabuan atau merah
kehitaman
Dapat terjadi mikroperforasi dan timbulnya cairan
peritoneal purulen
Klasifikasi Apendisitis
2. Apendisitis Infiltrat :
‘Walling Off’
Penyebaran dapat dibatasi oleh omentum , usus halus,
sekum, kolon dan peritoneum → terdapat gumpalan massa
flegmon yang melekat satu dengan yang lainnya.
Dapat disertai sedikit atan tanpa pengumpulan pus

3. Apendisitis Abses :
Massa lokal berbentuk pus di fossa iliaka kanan, lateral
dari sekum, retrosekal, subsekal dan pelvic.
Klasifikasi Apendisitis
4. Apendisitis Perforasi :
Pecahnya apendiks yang sudah gangren menyebabkan pus
masuk ke dalam rongga perut sehingga menjadi peritonitis
umum.
Dinding apendiks tampak daerah yang terjadi perforasi
dan dikelilingi oleh jaringan nekrotik
Klasifikasi Apendisitis

5. Apendisitis Kronis :
Merupakan lanjutan dari apendisitis akut supuratif
Proses radang yang persisten dengan virulensi rendah
Terdapat obstruksi parsial pada lumen
Dx ditegakkan : nyeri kuadran kanan bawah berulang >2 minggu
dan radang kronik baik terlihat secara makroskopik/mikroskopik.
PATOFISIOLOGI
• Sumbatan → infeksi
• Hiperplasia jaringan limfoid
• Fekalith
• Benda asing
• Striktur
• Kinking
• Perlengketan
Apendisitis Infiltrat
Merupakan suatu usaha dari tubuh untuk mencegah
penyebaran dari infeksi. Dibatasi oleh omentum, sekum, kolon
dan peritoneum. Adanya massa phlegmon yang disertai sedikit
atau tidak ada pus. Penyebaran terjadi tergantung dari status
imunitas tubuh penderita. Appendikular infiltrat dibagi menjadi :
• Appendikular infiltrate mobile
• Appendikular infiltrate fixed
Apendisitis infiltrat
Apendisitis Kronis
Diakibatkan apendiks yang pernah meradang tersebut
tidak pernah menjadi perlengketan ke organ sekitarnya
sehingga menimbulkan obstruksi dan menyebabkan keluhan
nyeri perut kanan bawah yang berulang. Dapat menyebabkan
keluhan berulang atau dikenal eksaserbasi akut. Inflamasi
ringan + gejala akan menjadi perforasi setelah 24-36 jam dan
membentuk abses dalam 2-3 hari
Manifestasi Klinis

• Nyeri Abdominal : kontraksi appendix akibat peradangan →


tarikkan pada dinding sekitar → nyeri yang pada awal mulanya
samar-samar, tumpul dan hilang timbul di daerah epigastrium
(karena dipersarafi N. Torakalis X) → nyeri viseral
• 4-6 jam kemudian nyeri akan berpindah dan menetap di titik
McBurney. Inflamasi >6 jam terjadi nyeri somatik → nyeri
bersifat lebih tajam dan menetap serta terlokalisir yang
diperparah dengan bergerak
Manifestasi Klinis
• Gejala yang lain timbul tergantung pada letak apendiks
• Retrosekal retroperitoneal : nyeri menjadi tidak begitu jelas
dan tidak ada tanda ransangan peritoneal. Nyeri diperparah
dengan meningkatnya tekanan intraabdominal seperti
mengedan, batuk, bernafas dalam
• Menempel pada rektum : menyebabkan ransangan pada
sigmoid dan rektum sehingga pengosongan rektum akan
menjadi cepat dan berulang-ulang
• Menempel pada kandung kemih : frekuensi pengosongan
kandung kemih akan meningkat
Manifestasi Klinis
• Mual dan muntah pada fase awal :
Ransangan viseral akibat aktivasi dari n. Vagus timbul sesudah
beberapa jam setelah nyeri yang timbul pada awal.
75% disertai vomitus (1-2x/jarang berlanjut)
• Anorexia (nafsu makan menurun)
Hampir selalu ada
• Obstipasi dan diare pada anak-anak
• Demam (37,5-38,5 derajat Celcius)
Penegakkan DIAGNOSIS
• ANAMNESIS • PEMERIKSAAN FISIK
• Adanya nyeri viseral dalam beberapa • Inspeksi : kembung bila sudah perforasi
jam berpindah ke kuadran kanan • Auskultasi : BU normal. Bila peritonitis
bawah generalisata terjadi maka dapat terjadi
ileus paralitik hilangnya BU
• Muntah
• Palpasi : tanda-tanda peritonitis lokal
• Demam
• McBurney (+)
• Lemas dan kurang nafsu makan
(anoreksia) • Nyeri lepas (+) rebound tenderness
• Tampak sakit • Defans muskulaire (+) akibat
ransangan M. rectus abdominis karena
• Menghindari pergerakan pada ransangan peritoneum parietale
tubuhnya untuk mengurangi rasa nyeri
• Perkusi : Nyeri ketok (+)
• Perforasi sudah terjadi → kembung
• Digital Rectal Toucher : nyeri pada arah
• Nyeri pinggang karena letak apendiks jarum jam 9-12
retroperitoneal
Penegakkan DIAGNOSIS
• Pemeriksaan Khusus Psoas Sign : ransangan pada m. Psoas
• Rovsing Sign : Perut kiri bawah ditekan
→ meransang peristaltik dan udara di • Aktif : tungkai kanan lurus ditahan
dalam usus → peritoneum disekitar pemeriksa. pasien mengfleksikan
apendiks meradang artikulasi dari coxa kanan → bila nyeri
• Blumberg Sign : disebut juga nyeri di kuadran kanan bawah (+)
lepas. Palpasi pada kuadran kiri bawah • Pasif : miring kekiri lalu paha kanan
atau koleteral dari yang sakit lalu
dilepaskan secara tiba-tiba
diekstensikan. Bila nyeri kuadran
menyebabkan iritasi peritoneal kuadran kanan bawah (+)
kanan bawah → nyeri
• Psoas Sign : Aktif dan Pasif
• Obturator Sign : fleksi dan endorotasi
sendi panggul . Nyeri kuadran kanan
bawah (+)
M. Psoas
Obturator Sign
Penegakkan DIAGNOSIS
• Pemeriksaan Penunjang • X Ray Abdomen
• Laboratorium : • <5% fekalith yang buram tidak
• Leukositosis ringan (10.000- terlihat di kuadran kanan bawah.
18.000) didominasi >75% sel PMN,
neutrofil (shift to the left) • Fase akut : abnormal gas pattern
*WBC count tidak spesifik di wanita hamil
dari usus, local air fluid level,
karena merupakan hal yang fisiologis peningkatan densitas jaringan lunak
pada kuadran kanan bawah,
• Urinalisis : eritrosit, leukosit,
bakteri dalam urin untuk Perubahan bayangan psoas line dan
menyingkirkan diagnosis banding free air bila terjadi perforasi.
ISK/batu ginjal
• Disarankan untuk kondisi perforasi,
• CRP : 6-12 jam post infeksi akan obstruksi usus, saluran kemih
terjadi inflamasi jaringan. kalkulus
Spesifisitas hanya 50-87%
Foto polos Abdomen pada
apendisitis
Penegakkan DIAGNOSIS
• Pemeriksaan Penunjang • Gambaran USG
• USG • Appendix = ‘blind end’
• Tidak ada peristaltik usus
• Akurat
• noncompressible apendiks sebesar
• Tidak invasif 6mm atau lebih pada diameter
• Cepat anteroposterior
• Appendicolith
• Murah
• Interupsi dari kontinuitas lapisan
• Tidak perlu kontras submukosa
• Dapat dilakukan pada pasien • Cairan atau massa periappendiceal
hamil • Phlegmon
• Abses
False + : tuba falopii yang membesar dan
pada pasien obesitas
Sensitivitas 75-90%
Spesifisitas 75-100%

Gambaran USG pada


penderita apendisitis
Penegakkan DIAGNOSIS
• Barium Enema • CT scan
• Barium dimasukkan lewat anus
• Indikasi : curiga mengalami
• Kontraindikasi pada apendisitis yang proses inflamasi pada
supuratif akut karena pemberian zat
kontras dapat memperparah kondisi abdomen tetapi tidak khas
penyebaran kuman intraabdomen untuk apendisitis
• Indikasi : apendisitis kronis • Gambaran menjadi opak dan
• BaSO4 yang sudah diencerkan dengan kontras untuk appendix
perbandingan 1 : 3 diminum 8-10 jam dengan Penggunaan kontras
untuk anak-anak dan 10-12 jam untuk
orang dewasa Sebelum dilakukan foto • Appendicolith : kalsifikasi
polos. homogenus berbentuk cincin
• Appendix non-filling : app kronis (halo sign)
• False - : ditemukan pada 10% kasus
Barium enema dan CT scan di
apendisitis
Skoring

Skor Alvarado
Semua penderita dengan suspek appendisitis akut dibuat skor
alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : skor <6
dan skor >6. Selanjutnya dilakukan apendiktomi, setelah operasi
dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan apendiks dan
hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu : radang akut
dan bukan radang akut.
Keterangan Alvarado score :
• Interpretasi dari Modified Alvarado Score :
• 1 – 4 sangat mungkin bukan appendisitis akut
• 5 – 7 sangat mungkin appendisitis akut
• 8 – 10 pasti appendisitis akut
• Penanganan berdasarkan skor Alvarado :
• 1 – 4 : observasi
• 5 – 7 : antibiotik
• 8 – 10 : operasi dini
Skoring
Skor Ohmann
Skoring
Skor Samuel
Diagnosis Banding
Pada anak-anak dan balita : intususepsi, diverticulitis dan
gastroenteritis akut.
Intususepsi paling banyak <3 tahun. Pada diverticulitis nyeri
didapatkan pada daerah umbilikal. Diare, mual, muntah dan
leukositosis yang ditemukan pada GEA menyebabkan sulit
dibedakan dengan apendisitis.
Pada anak-anak usia sekolah : GEA, konstipasi, infark omentum
Pada infark omentum dapat teraba massa pada abdomen dan
tidak ada referred pain
Pada pria dewasa muda umumnya Crohn’s disease, kolik traktus
urogenitalis dan epipidimitis. Oleh karena itu, pemeriksaan fisik
pada skrotum dapat menyingkirkan dd epidimitis sedangkan pada
Crohn’s disease ditemukan diare dan gejala kram yang lebih
menyolok. Kolik Traktus urogenitalis menyebabkan nyeri yang
dirasakan menjalar dari pinggang ke genitalia serta pada
urinalisis dapat ditemukan eritrosit.
Pada usia lanjut keganasan dari traktus gastrointestinal dan
saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus dan kolesistitis.
Gejala yang muncul yang diakibatkan oleh keganasan bersifat
lambat sedangkan umumnya gejala dari apendisitis bersifat cepat
progresinya. Ulkus perforasi memberikan onset yang akut dan
tidak ada referred pain. Pada orang tua disarankan untuk CT-
scan karena hasilnya lebih bermakna dibandingkan pemeriksaan
laboratorium.
Pada wanita, kelainan pada obstetrik dan ginekologis dapat
menjadi diagnosis banding dari apendisitis.
• Kehamilan ektopik
• Keguguran
• Kista ovarium yang pecah
• Pelvic Inflammatory Disease
• Kelahiran prematur
• Abruptio Placenta
Gastroenteritis : mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit
sedangkan pada apendisitis didahului rasa sakit pada regio
epigastrium
Limfadenitis mesenterika : nyeri perut samar-samar di kuadran
kanan bawah yang didahului oleh gastroenteritis
Peradangan pelvis : karena lokasi tuba falopi dan ovarium
kanan yang dekat dengan apendiks. Dibedakan dengan anamnesis
bahwa didapatkannya kontak seksual. Nyeri bersifat difus di
kuadran kanan bawah (tidak terlokalisir) dan umumnya disertai
keputihan
Kehamilan ektopik : riwayat terhambat menstruasi, nyeri perut
mendadak. Adanya perdarahan dari jalan lahir.
Batu ureter atau batu ginjal : riwayat kolik dan nyeri
sepanjang traktur urinarius serta menjalar ke inguinal. Pada
pemeriksaan urinalisis ditemukan hematuria. Foto polos
abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tsb.
Komplikasi Apendisitis
Appendikular infiltrat : massa terbentuk akibat mikro atau
makro perforasi dari appendiks yang meradang lalu ditutupi oleh
omentum, usus halus dan usus besar
Appendikular abses : abses terbentuk akibat makro atau mikro
perforasi dari apendiks
Perforasi ditandai dengan demam >38 derajat Celcius
Peritonitis lokal dihasilkan dari perforasi gangrenosa apendiks
yang dapat menyebar ke seluruh rongga peritoneum. Adanya
kekakuan otot abdomen, distensi abdominal dan demam tinggi
Ileus
Penatalaksanaan Apendisitis
Operasi terbuka dan laparoskopi.
Apendiks di akses menggunakan insisi Lanz terbuka melalui titik
McBurney. Metode ini memiliki keuntungan untuk menvisualisasi
peritoneum dengan baik, paparan terhadap karbon dioksida lebih sedikit,
waktu operasi yang lebih pendek, resiko pneumoperitoneum yang lebih
rendah.
Bagi kehamilan, karena operasi terbuka memiliki paparan karbon dioksida
lebih rendah dibandingkan laparoskopi makan operasi terbuka merupakan
pilihan utama.
Karbon dioksida dapat meningkatkan tekanan intraabdomen,
mengakibatkan kelahiran prematur, penurunan aliran darah uterus dan
mengakibatkan asidosis janin.
Resiko fetal loss pada apendektomi 1.5%-36% pada apendisitis perforasi.
Laparoskopik memiliki keuntungan yaitu penurunan insiden
infeksi luka, nyeri pasca OP yang lebih rendah sehingga
mengurangi penggunaan obat narkotika, resiko ileus yang
rendah, mengurangi jangka rawat-inap, mobilisasi yang lebih
cepat dan lebih rendah untuk terjadi resiko tromboembolisme.
Tatalaksana awal pasien apendisitis akut

1. Pasang infus cairan kristaloid (terutama bagi dengan gejala


klinis septikaemia atau dehidrasi)
2. Puasakan pasien (air dan makanan)
3. Pemberian obat-obatan analgetika sesuai ahli bedah
4. Pemberian antibiotik IV bagi pasien yang akan menjalani
laparotomi
5. Pertimbangkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita
usia reproduktif dengan test-pack atau tes kadar hCG
Terapi non-operatif pada apendisitis :
Pemberian antibiotik intravena dapat berguna untuk apendisitis
akut bagi mereka yang sulit mendapatkan intervensi bedah
(misalnya bagi para pekerja dilaut lepas) atau bagi mereka yang
memiliki resiko tinggi untuk dilakukan intervensi bedah.
Terapi operatif :
Pemberian antibiotika pre-operasi Sudah dibuktikkan untuk
menurunnya terjadinya infeksi post-op. Antibiotika spektrum
luas juga untuk gram negatif dan anaerob. Antibiotika profilaksis
diberikan sebelum operasi dimulai.
Terapi Appendisitis
Operatif
• Antibiotika preoperatif (persiapan preoperatif)
Pemberian antibiotika preoperatif efektif untuk menurunkan terjadinya
infeksi post operasi.
Diberikan antibiotika spektrum luas dan juga untuk gram negatif dan
anaerob.
• Antibiotika preoperatif diberikan oleh ahli bedah.
Antibiotika profilaksis harus diberikan sebelum operasi dimulai.
Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan
Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih
karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli,
Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans,
Klebsiella, dan Bacteroides.
Indikasi apendektomi :
Apendisitis akut, apendisitis kronik, periapendikular infiltrat
dalam stadium tenang, apendiks menempel pada operasi kandung
kemih, apendiks perforata
Tatalaksana Appendisitis Akut
pada Wanita hamil
• Tatalaksana adalah operasi.
• Morbiditas ibu stelah open appendectomy rendah, setara
dengan populasi yang tidak hamil.
• Perforasi appendiks yang terinfeksi dapat menyebarkan pus
dan fecal, mengotori rongga intra abdomen  Sepsis berat,
kritis, kehilangan janin, kelahiran premature, adhesi pelvis, dan
subfertil
Tehnik operasi pada ibu hamil
• Teknik yang digunakan untuk pasien hamil tergantung pada
gestasi, seberapa sakit individu dan keahlian bedah yang
tersedia. Jika apendiks perforata dicurigai pasien harus segera
menjalani laparotomi, apendisektomi dan irigasi ekstensif dari
abdomen.
• Jika pasien sakit parah, melahirkan bayi (dengan demikian
mengosongkan rahim) memungkinkan ibu yang lebih efektif
untuk diresusitasi dan pemulihan lebih cepat.
• Appendicectomy paling baik dilakukan pada pasien hamil
melalui sayatan melintang di atas titik maksimal nyeri. Jika
diagnosis tidak pasti, bedah umum Pendekatannya adalah
dengan membuat sayatan vertikal garis tengah rendah perut
(low midline vertical incision on the abdomen)
Laparoskopik Appendectomy
pada ibu hamil
• Laparoscopic appendicectomy mulai populer sebagai teknik
pilihan . Laporan kasus dan penelitian kecil menunjukkan
bahwa ini aman dan mudah di semua trimester. Tinjauan
retrospektif sistematis dan meta-analisis observasional studi
menunjukkan peningkatan risiko kehilangan janin (relative
risiko 1,91, 95% CI 1,31-2,77) untuk laparoskopi versus
apendisektomi terbuka
• Antibiotik tidak boleh digunakan sendirian dalam manajemen
tanpa operasi karena tidak cukup untuk pengobatan
definitif. Hanya ada bukti minimal pada tatalaksana
appendicitis kronik dalam kehamilan
Laparoskopik Appendectomy
pada ibu hamil
• Di sinilah usus buntu perforasi, dimana appendix telah rupture
namun telah membatasi dirinya (walled off appendix) sehingga
membatasi infeksi dan tidak lagi membutuhkan manajemen
operatif
• Pada pasien tersebut, presentasi pasien dapat terlihat baik,
namun dapat terjadi episode gejala yang berkepanjangan,
massa iliaka kanan, dan abses pada USG. Tatalaksana
termasuk antibiotik, cairan IV, dan monitoring.
• Pasien dapat pulih lebih cepat dengan tatalaksana konservatif
daripada pendekatan pembedahan
• Apabila kondisi wanita itu cukup baik  terapi definitive
dapat ditunda
Teknik Operasi
Laparoskopik Appendectomy
Lokasi Appendiks pada
Kehamilan
Rekomendasi Laparoskopik
Appendektomi (2007)
Monitoring Fetus Pre dan Post Operasi

Trimester 1,2,3

Pneumoperitonium 10-15mmHg

Intra-operative EtCO2 30-40


Monitoring
Abdominal Access Hasson/ Verres
Kerugian Laparoskopi
Appendektomi

1. Penggunaan karbon dioksida untuk membentuk


pneumoperitoneum  paparan thd janin, peningkatan tekanan
intraabdomen  kelahiran preterm, penurunan aliran darah
dan uterus  asidosis janin
2. Penempatan masukkan Port primer/jarum veress 
mencederai janin dan pneumoamnion
Keuntungan Laparoskopi
Appendektomi
1. Penurunan insiden infeksi7. Berkurangnya resiko
luka tromboembolisme
2. Nyeri pasca operasi yang8. Berkurangnya resiko hernia
lebih minmal insisional
3. Penggunaan narkotik yang9. Depresi janin yang lebih
rendah rendah akibat nyeri dan
4. Resiko ileus yang lebih penggunaan narkotik
rendah
5. Waktu rawat inap berkurang
6. Mobilisasi dini
Teknik Operasi
Open Appendectomy
1. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
2. Dibuat sayatan kulit: Horizontal Oblique
3. Dibuat sayatan otot, ada dua cara:
a) Pararectal/ Paramedian
• Sayatan/ incisi pada vaginae tendinae M. rectus abdominis
lalu otot disisihkan ke medial. Fascia diklem sampai saat
penutupan vagina M. rectus abdominis karena fascianya
ada 2 agar tidak tertinggal pada waktu penjahitan. Bila
yang terjahit hanya satu lapis fascia saja, dapat terjadi
hernia cicatricalis.
b) Mc Burney/ Wechselschnitt/ muscle splitting
Sayatan berubah-ubah sesuai serabut otot.
1) Incisi apponeurosis M. Obliquus abdominis externus dari
lateral atas ke medial bawah.

Keterangan gambar:
Satu incisi kulit yang rapi dibuat dengan perut mata pisau. Incisi kedua
mengenai jaringan subkutan sampai ke fascia M. Obliquus abdominis
externus.
2) Splitting M. Obliquus abdominis internus dari medial atas
ke lateral bawah.

Keterangan gambar:
Dari tepi sarung rektus, fascia tipis M. obliquus internus
diincisi searah dengan seratnya ke arah lateral.
3) Splitting M. transversus abdominis arah horizontal.

Keterangan gambar:
Pada saat menarik M. obliquus internus hendaklah berhati-hati agar tak
terjadi trauma jaringan. Dapat ditambahkan, bahwa N. iliohipogastricus
dan pembuluh yang memperdarahinya terletak di sebelah lateral di antara
M. obliquus externus dan internus. Tarikan yang terlalu keras akan
merobek pembuluh dan membahayakan saraf.
4) Peritoneum dibuka

Kasa Laparatomi dipasang pada semua jaringan subkutan


yang terpapar. Peritoneum sering nampak meradang,
menggambarkan proses yang ada di bawahnya. Secuil
peritoneum angkat dengan pinset. Yang nampak di sini ialah
pinset jaringan De Bakey. Asisten juga mengangkat dengan
cara yang sama pada sisi di sebelah dokter bedah.
• 5) Appendix di klem pada basis (supaya terbentuk alur
sehingga ikatan jadi lebih kuat karena mukosa terputus sambil
membuang fecalith ke arah Caecum). Klem dipindahkan
sedikit ke distal, lalu bekas klem yang pertama diikat dengan
benang yang diabsorbsi (supaya bisa lepas sehingga tidak
terbentuk rongga dan bila terbentuk pus akan masuk ke dalam
Caecum).
• 6) Appendix dipotong di antara ikatan dan klem, puntung diberi
betadine.
7) Perawatan puntung Appendix dapat dilakukan dengan
cara:
• Dibuat jahitan tabak sak pada Caecum, puntung
Appendix diinversikan ke dalam Caecum. Tabak sak
dapat ditambah dengan jahitan Z.
• Puntung dijahit saja dengan benang yang tidak
diabsorbsi. Resiko kontaminasi dan adhesi.
• Bila prosedur a+b tidak dapat dilaksanakan, misalnya
bila puntung rapuh, dapat dilakukan penjahitan 2 lapis
seperti pada perforasi usus.
8) Retrograde : Potong appendix terlebih dahulu, baru lepaskan dari
mesenteriolumnya

8) Jahit dinding abdomen lapis demi lapis


Efek operasi pada kehamilan
• Tidak diketahui hubungan pembedahan pada kehamilan dengan
keguguran
• 10.5% pasien yang dioperasikan pada trimester pertama berakhir
keguguran
• Penyebab mortalitas terbesar : sepsis maternal
• Kekhawatiran bahwa suatu Insisi apendisektomi bisa dibuka
kembali saat persalinan berlangsung tidak ditemukan. Adanya
insisi abdomen tidak mempengaruhi kontraksi/dorongan pada
persalinan kala dua.
• C-section jarang diindikasikan pada appendektomi. Kecuali
pasien sakit kritis, mengosongkan rahim tidak akan
mempengaruhi pemulihan dari operasi
Efek operasi pada kehamilan

• Membuka rahim di dalam rongga perut yang terkena peritonitis


meningkatkan risiko infeksi intrauterin dan adhesi. Ini bisa
menyebabkan masalah sekunder dengan fertilitas
• Pasien berusia di atas usia gestasi 37 minggu dan mengharapkan
C-section untuk indikasi obstetrik, rekomendasinya adalah tidak
dilakukan secara bersamaan.
Komplikasi Pasca Operasi

Fistel berfeses, hernia cicatricalis, ileus, Perdarahan traktus


digestivus yang dapat terjadi umumnya 24-27 jam setelah
apendektomi kadang ditemukan juga setelah 10-14 hari.
Sumbernya ekimosis dan erosi kecil pada gaster dan jejenum.
Dapat juga terjadi emboli retrograd dari sistem porta ke dalam
vena di gaster atau duodenum.
Perawatan post-op

Dirawat diruangan selama 3-4 hari. Observasi nyeri pasca operasi


dan apakah adanya gangguan motilitas usus. Bila pasase usus
baik dapat dimulai pemberian obat ataupun makanan Per Oral.
Bekas luka operasi harus dipantau agar tidak terjadi infeksi.
Prognosis

Mortalitas terus menurun akibat diagnosis dan terapi yang tidak


sulit untuk ditegakkan dengan semakin majunya fasilitas untuk
penegakkan diagnosis. Antibiotika cairan intravena, ketersediaan
darah dan plasma.
Prognosis semakin baik bila terapi didapatkan sebelum terjadinya
perforasi.
Analisa Kasus

Pada anamnesis, ditemukan pasien mengeluh nyeri di ulu hati


kemudian berpindah ke bagian kanan bawah. Nyeri disebabkan oleh
adanya obstruksi lumen appendiks yang meningkatkan tekanan
intralumen yang diakibatkan oleh mukus yang tidak dapat disekresi ke
arah sekum. Sekresi mukus yang meningkat dan keterbatasan dinding
elastisitas dinding appendiks menyebabkan peningkatan tekanan di
intralumen. Peningkatan tekanan intralumen menyebabkan apppendiks
mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe dan mudah terinfeksi
bakteri. Infeksi bakteri menyebabkan jaringan appendiks membengkak
(edema) dan awalnya terasa nyeri di ulu hati. Ketika obstruksi sudah
menghambat aliran vena, edema akan bertambah dan infeksi bakteri
mulai menyebar, hingga ke peritoneum setempat (peritonitis lokal)
sehingga menyebabkan nyeri di perut kanan bawah (McBurney point),
proses ini disebut referred pain.
Analisa kasus

• Selain nyeri pada ulu hati dan perut kanan bawah, pasien juga mengeluhkan
mual-muntah. Muntah terjadi akibat obstruksi menekan aferen nervus vagus,
yang terhubung ke pusat muntah (medulla oblongata).

• Pada pemeriksaan fisik terhadap pasien, ditemukan tanda-tanda seperti:


• Defans muskular pada palpasi
• Psoas sign: nyeri yang terjadi akibat adanya peradangan pada sekitar otot
psoas sehingga terasa nyeri saat dilakukan fleksi pada paha bagian kanan.
• Obturator sign: nyeri yang terjadi akibat adanya peradangan pada otot
obturator eksterna sehingga terasa nyeri saat ada gerakan rotasi dari
pelvis.
Analisa Kasus
Skor Alvarado pasien adalah 6
sehingga membutuhkan
pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosa.
Pada pasien, dilakukan
pemeriksaan USG yang
mendukung gambaran appendisitis
akut sehingga dapat ditegakkan
diagnosa apppendisitis akut pada
pasien dan dapat segera disiapkan
untuk operasi appendektomi.
Daftar Pustaka
• Shrestha, S. Anatomy of appendix and appendicitis. http://medchrome.com/basic-
science/anatomy/anatomy-appendix-appendicitis/. Accesed in Juni,23,2013.
• Faiz,O, balckburn,S, Moffat,D. Anatomy At A Glance. Edisi Ketiga. England :
Oxford;2011. H 36.
• urDocter. Anatomy and physiology of Appendix.
Http://healthycase.com/articles/surgery/19-anatomy-and-physiology-of-appendix.
Accessed in Juni,23,2013.
• Kevin P. Lally, Charles S. Cox JR. Dan Richard J. Andrassy. Appendix on
Chapter 47 in Sabiston Textbook of Surgery 17ed ebook. New york: Saunders;
2004.h 1381-1400
• Addiss,D G. The epidemiology of appendicitis and appendectomy in the United
States. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/2239906. Accessed in Juni,23,2013.
• Brunicardi C, Anderson DK, Billiar T, Duhn DL, Hunter JG, Mathews JB, Pallock
RC. 2010. The Appendix on Chapter 30 in Schwartz’s Principles of Surgery 9ed
ebook. New York: McGraw-Hills.
Daftar Pustaka
• Annonymmous. Appendicits Type.
http://www.appendicitissymptoms.org.uk/appendicitis-types.htm. Accessed in
Juni,23,2013.
• Old JL. Imaging for Suspected Appendicitis. Available at :
http://www.aafp.org/afp/2005/0101/p71.html#afp20050101p71-b15. Accessed in
Juni,23,2013.
• Vanjak D. Analysis of Scores in Diagnosis of Acute Appendicitis in women.
Available at : www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/10356580. Accessed in
Juni,23,2013.
• Dudley H.A.F. apendisitis akut dalam Hamilton Bailey Ilmu Bedah Gawat Darurat
edisi 11. Gajah Mada Unv Press. 1992. Hal 441-452
• Craig, Sandy. 2008. Appendicitis, Acut-Follw-Up. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/773895-followup. Accessed in
Juni,23,2013.
• Weston P, Moroz P. 2015. Appendicitis in pregnancy: how to manage and whether
to deliver. The Obstetrician & Gynaecologist. Page 105-110.

Anda mungkin juga menyukai