Anda di halaman 1dari 55

Pandangan Agama

Terhadap Kehidupan, Kematian, Sehat


dan Sakit

Agama Buddha memang melihat


kehidupan ini tidaklah kekal, selalu
berubah
Nasib sesungguhnya adalah
merupakan kumpulan.. buah perbuatan
baik maupun buruk yang telah pernah
dilakukan seseorang. Salah satu
sabda Sang Buddha yang sangat
terkenal tentang ini adalah: "Sesuai
dengan benih yang ditabur, begitulah
buah yang akan dipetiknya. Pembuat
kebajikan akan mendapatkan
kebajikan dan pembuat kejahatan
akan menerima kejahatan pula.
Tertaburlah olehmu biji-biji benih dan
engkau pulalah yang akan memetik
buah-buah dari padanya" (Samyutta
Nikaya I, 227).

Suka dan Duka adalah buah


perbuatan sendiri.
HUKUM ALAM
(Pancaniyama Dhamma)
1. Bija Niyama: Hukum mengenai biji - bijian
2. Utu Niyama : Hukum yang berkenaan dengan
temperatur
3. Kamma Niyama: Hukum Perbuatan
4. Citta Niyama: Hukum akibat dari kemampuan
pikiran
5. Dhamma Niyama: Adanya gravitasiHukum Karma
(Kamma Niyama) ternyata adalah
salah satu dari Hukum Sebab dan
Akibat
Sesuai dengan prinsip dasar Hukum
Sebab dan Akibat berarti setiap suka
dan duka yang dialami pasti ada
sebabnya. Apabila dapat mengatasi
penyebabnya maka akibatnya pun
dapat diubah. Jadi, kebahagiaan
dapat dimunculkan dan penderitaan
dapat dihindari asalkan mengetahui
penyebab kebahagiaan dan
penderitaan
Peranan Agama Buddha yang sangat besar
dalam pembinaan manusia seutuhnya dari
zaman Kehidupan Sang Buddha hingga pada
era globalisasi sekarang ini. Peraturan
pelatihan dan etika moral yang tertuang dalam
Pancasila, Atthasila, Dasa sila maupun
Patimokkha Sila, ajaran ajaran tentang
pengembangan cinta kasih dalam kehidupan
sosial menuntun setiap umat Buddha untuk
senantiasa menghindari berbuat jahat dan
selanjutnya mengembangkan kebajikan untuk
kebahagiaan dan kedamaian semua makhluk di
muka bumi ini.
Asas asas Keadilan
dalam agama Buddha:
1. Hukum Kamma. Suatu sistem peradilan yang
sempurna, mengadili setiap pelaku tanpa
pernah membedakan latar belakang, suku,
agama, jenis kelamin, pangkat,jabatan, usia,
kasta, dan lain lain. Berlaku untuk semua
makhluk di alam semesta, sepanjang zaman.
Jika kita ingat hukum kamma, maka kita akan
berbuat adil tanpa membeda-bedakan, atau pun
melakukan diskriminasi terhadap pihak lainnya.
2. Metta-Karuna, kasih sayang dan
belas kasihan. Dengan kasih
sayang yang dikembangkan
kepada semua makhluk, kita bisa
berlaku adil,karena kita akan
merasa kasihan, iba, tidak
tega, tidak sampai hati, melihat
akibat dari perlakuan yang tidak
adil terhadap pihak pihak
tertentu.
3. Sila, prilaku dan moralitas luhur
membuat seseorang semakin
menghargai hak hak
orang/makhluk lain. Kita tidak akan
melakukan sesuatu kepada
orang/makhluk lain jika kita tidak
mau orang/makhluk lain melakukan
hal yang sama kepada kita.
Hidup dan Kematian
Daharā ca mahantā ca, ye bālā ye ca paṇḍitā;
Sabbe maccuvasaṃ yanti, sabbe maccuparāyaṇā.
Baik yang muda maupun tua, tak
peduli apakah mereka dungu atau
bijaksana, akan terjebak dalam
kematian. Semua makhluk
bergerak menuju kematian.
(Salla Sutta: 578)
Kematian (maraṇa) adalah
berlalunya makhluk-makhluk
dalam berbagai urutan
kehidupan, kematiannya,
terputusnya, lenyapnya,
meninggalnya, selesainya
waktu, hancurnya kelompok-
kelompok unsur kehidupan,
dan terbaringnya tubuh
• Kematian dalam pandangan Buddhis bukanlah
akhir dari segalanya, namun kematian berarti
putusnya seluruh ikatan yang mengikat kita
terhadap keberadaan kita yang sekarang.
Semakin kita dapat tidak terikat pada dunia ini
dan belenggunya, akan semakin siap kita
dalam menghadapi kematian dan pada
akhirnya akan semakin dekat kita pada jalan
menuju “keadaan tanpa kematian”. Dalam
Buddhis, sesungguhnya kematian tidak dapat
dipisahkan dari kelahiran, dan juga sebaliknya
dimana setiap yang mengalami kelahiran akan
juga mengalami kematian.
Menurut ajaran Buddha ada
empat penyebab kematian:
1. Habisnya masa hidup (ayukkhaya
marana)
Kematian yang disebabkan habisnya
usia bagaikan api pelita yang padam
karena sumbunya habis.
2. Habisnya tenaga karma atau akibat
perbuatan penyebab kelahiran serta
perbuatan pendukung (kammakkhaya
marana)

Kematian yang disebabkan habisnya


kamma (Janaka kamma dan
Upathambhaka kamma telah habis)
bagaikan api pelita yang padam
karena minyaknya habis.
3. Habisnya usia sekaligus akibat perbuatan
(ubhayakkhaya marana)

Kematian yang disebabkan habisnya


usia dan kamma bagaikan api pelita
yang padam karena sumbu dan
minyaknya telah habis.
4. Kecelakaan, bencana atau malapetaka
(upacchedaka marana)

Kematian yang disebabkan gangguan lain (usia


dan kamma belum habis)
bagaikan api pelita yang padam karena
hembusan angin, tetapi sumbu dan minyaknya
masih ada.
Perumpamaan yang tepat untuk
menggambarkan empat penyebab
kematian tersebut berturut-turut adalah
bagaikan pelita yang padam akibat
habisnya sumbu, habisnya bahan bakar,
habisnya sumbu serta bahan bakar, dan
karena angin. Perenungan akan kematian
memberikan manfaat yang sangat besar
kepada siapapun baik ketika masih hidup
maupun ketika mendekati ajal.
Di tengah-tengah kehidupan
yang tidak pasti, kematian dapat
datang kapanpun dan di
manapun. Siapapun orang yang
hidup sudah pasti akan
mengalami kematian. Ini
merupakan konsekuensi dari
kehidupan
Pandangan Agama
Tentang
Aborsi,Cloning/bayi
tabung, Euthanasia,
Transplantasi organ,
masa nifas, pemberian asi
dan bunuh diri
Pandangan Agama Buddha Tentang
Aborsi
Aborsi adalah tindakan mengeluarkan
Janin (bayi utuh tapi bentuknya
kecil).
Aborsi adalah Janin yang dikeluarkan
secara paksa, berbeda dengan
Keguguran yang keluar sendiri tanpa
disadari oleh empunya (wanita).
Jadi, Aborsi termasuk Bayi yang tidak
dikehendaki lahir oleh Ibunya.
Sebenarnya yang berperan sang
Ibunya, sebab dia yang berbuat
hingga terjadi kematian bayi. Dengan
alasan apapun Aborsi membunuh
Bayinya sendiri
Namun disisi lain, ada beberapa
kasus Aborsi yang diharuskan oleh
para Dokter, dengan pertimbangan
alasan kesehatan sang Ibu, juga
anaknya. Hal ini yang tahu hanya
dokter kandungan.
Aborsi dengan alasan apapun itu
sudah termasuk melanggar sila..
karma buruk telah diperbuat dan tak
dapat dihindarkan lagi.
Dalam Agama Buddha aborsi
termasuk dlm pelanggaran pancasila
sila 1 yaitu panatipata veramani
sikkhapadam samadiyami artinya aku
bertekad akan melatih diri
menghindari pembunuhan. Apapun yg
kita perbuat baik atau buruknya akan
ada akibatnya.
Di katakan melakukan pembunuhan
harus memenuhi unsur:
1. Mengetahui adanya makhluk
2. Makhluk itu hidup
3. Adanya niat
4. Melakukan tindakan/usaha
5. Makhluk itu mati
Aborsi pasti meninggal jejak Hukum
Karma yang berat, sekaligus bayi
yang dibuang tidak begitu saja hilang.
Sebab, bayi itu secara Dharma
sebagai makhluk hidup, yang terus
berkembang sesuai alamnya.
PANDANGAN AGAMA BUDDHA
TERHADAP BAYI TABUNG
Bayi tabung atau pembuahan in
vitro adalah sebuah teknik
pembuahan dimana sel telur (ovum)
dibuahi diluar tubuh wanita.
Dalam agama Buddha tidak menolak
adanya bayi tabung, bayi tabung tidak
melanggar Dhammaniyama ataupun
melanggar Dhamma dan Vinaya, bayi
tabung sendiri malah memberi ruang
atau kesempatan makhluk lain
untuk kembali terlahir sebagai
manusia.
Dalam agama Buddha sendiri
kelahiran dibagi menjadi empat cara
yaitu
1. Jalabuja yoni: kelahiran melalui
kandungan
2.Andaja yoni: terlahir melalui telur
3. Sansedaja yono: terlahir melalui
kelembaban
4. Opapatika yoni : kelahiran secara
spontan
Bayi tabung sendiri termasuk dalam
jalabuja yoni yaitu kelahiran melalui
kandungan karena sel sperma pria
disuntikan kedalam rahim sang wanita
dan terjadi pembuahannya didalam
rahim wanita tersebut, jadi dapat
disimpulkan bahwa agama Buddha
tidak menolak adanya bayi tabung itu
sendiri, dikarenakan tidak melanggar
apapun.
Cloning Menurut pandangan
Agama Buddha
Jadi agama Buddha melarang atau tidak
melarang kloning?. Bila ditelusuri lebih lanjut,
maka istilah melarang sebenarnya tidak relevan
dengan ajaran Sang Buddha. Ajaran Sang
Buddha bukanlah pasal-pasal hukum dan
undang-undang. Agama Buddha adalah ajaran
yang mengajarkan ajaran ketuhanan -
menunjukkan yang mana yang baik dan yang
mana yang tidak baik - bukan ajaran yang
mengajarkan "perintah Tuhan".
". Ajaran agama Buddha tidak mendasarkan
dapat tidaknya pemberlakuan sesuatu hal
pada diperkenankan atau dilarang Tuhan.
Konsep melarang (atau membolehkan)
adalah konsep manusiawi. Tuhan adalah
sesuatu yang lebih besar, bukan makhluk
- bukan pribadi. Juga bukan makhluk
adikodrati ataupun mahadewa, yang
dianggap sebagai penguasa alam ini.
Umat Buddha juga tidak perlu kwatir
bahwa usaha kloning akan melecehkan
kitab suci Tipitaka.
Menurut agama Buddha usaha
kloning itu baik atau tidak baik? Jelas,
pada zaman Sang Buddha tidak
dikenal teknologi kloning, sebaliknya
"teknologi" yang dikenal saat ini
sebagai "supra natural" adalah lebih
jamak. Namun, ketiadaan teknologi
kloning pada zaman Sang Buddha
tidak berarti kita tidak bisa menjawab
pertanyaan diatas.
Dalam hal ini, secara umum, kita
dapat mengacu pada wejangan Sang
Buddha pada para petinggi suku
Kalama, sebagai berikut:
"Dengarkan, kaum Kalama, janganlah hanyut terbawa
oleh ucapan seseorang atau tradisi atau desas-
desus, atau karena tertulis dikitab suci, atau oleh
pertimbangan: 'Pertapa itu adalah guruku....'.
Tetapi, kaum Kalama, apabila kalian mengetahui
sendiri bahwa hal-hal itu ... dicela oleh para
bijaksana, dan bila dilakukan akan berakibat
kerugian dan penderitaan, maka tolaklah hal itu.
Sebaliknya, apabila kalian mengetahui sendiri
bahwa hal-hal ini tidak tercela dan patut dipuji oleh
para bijaksana, dan apabila dilakukan akan
menghasilkan kesejahteraan dan kebahagiaan,
maka lakukanlah dan binalah hal-hal itu (Kalama
Sutta, Anguttara Nikaya,I)
Euthanasia Dilihat dari
Sudut Pandang
Agama Buddha
Istilah euthanasia berasal dari bahasa
yunani, yaitu yaitu terdiri dari dua
kata: “Eu” yang berarti baik, dan
“Thanatos” yang berarti mati. (Derek,
Aan 1986 : 3). Jadi maksud mati disini
yaitu kematian secara baik
“Orang romawi tidak menunggu
sampai mereka sakit, setiap saat
mereka dapat mengambil keputusan
untuk mati, sekali pun dalam masa
puncak, sehingga mereka hanya akan
memiliki kenangan yang indah
tentang kehidupan”. (Jo, 2000 : 192).
Dalam Agama buddha terdapat tiga
jenis nafsu keinginan (tanha) yaitu,
1. Keinginan untuk memuaskan nafsu
(kama tanha),
2. keinginan untuk hidup terus (bhava
tanha)
3. keinginan untuk mengakhiri hidup
(vibhava tanha)..
Bunuh diri adalah salah satu dari
nafsu keinginan (tanha), yaitu vibhava
tanha.
Pembunuhan apabila memenuhi lima
syarat yaitu:
1. Ada makhluk hidup lain (pamo)
2. Mengetahi bahwa makhluk itu hidup
(panasannita)
3. Berniat untuk membunuh
(vadhakacittam)
4. Melakukan usaha untuk membunuh
(upakamo)
5. Makhluk itu mati melalui usahanya
Terdapat enam cara atau usaha
melakukan pembunuhan yaitu:
1. Pembunuhan yang dilakukan oleh diri sendiri
2. Dengan menyuruh orang lain
3. Dengan mengunakan senjata
4. Dengan membuat perangkap yang permanen
5. Dengan mengunakan ilmu perdukunan
6. Dengan mengunakan kemampuan batin.
(Manggala, 2002)
Agama Buddha adalah agama yang
mengajarkan cinta kasih (metta), yaitu
cinta kasih yang universal kepada
semua makhluk termasuk pada diri
sendiri. Euthanasia adalah tindakan
yang salah yaitu merugikan diri
sendiri dan orang lain.
Transplantasi Organ
Dalam ajaran agama Buddha terdapat apa yang
disebut Upa-Paramita, yaitu memberikan organ
tubuhnya untuk menolong makhluk lain. Hal ini
cukup banyak kita jumpai dalam contoh-contoh
ceritera Jataka. Misalnya Sang Bodhisatta
memberikan dagingnya, bahkan hidup-Nya demi
kebahagiaan atau menolong makhluk lain yang
terancam hidupnya dari kelaparan atau kebuasan
makhluk lain.
Upa-Paramita merupakan salah satu
syarat dari beberapa syarat yang
dibutuhkan bagi seorang
Bodhisatta untuk mencapai tingkat
kebuddhaan. Selain itu di dalam
agama Buddha, berdana
berupa transplantasi merupakan
Dana Paramita, yang dapat
meningkatkan nilai kehidupan
manusia di dalam kehidupan yang
Pandangan Agama Buddha
terhadap Bunuh Diri
Adapun ciri-ciri orang yang ingin bunuh diri secara
umum:
- Mengancam akan bunuh diri
- Pernah melakukan usaha bunuh diri
- Memberi pernyataan untuk mati
- Perubahan perilaku secara mendadak
- Tidak mau menjalani pengobatan sesuai petunjuk
dokter
- Mudah marah
- Depresi dengan menangis
- Tidak dapat tidur
- Selera makan berkurang
Dalam Pañcasīla Buddhis diterangkan
bahwa bunuh diri termasuk pelanggaran
sila pertama yaitu membunuh. Jadi, di
dalam Pañcasīla Buddhis, sasaran
pembunuhan makhluk hidup itu selain
makhluk hidup lain juga termasuk diri
sendiri. Oleh karena itu bunuh diri
termasuk pelanggaran sila pertama, di
mana pelakunya akan terlahir kembali di
alam yang rendah sebagaimana yang
tertulis dalam Jātaka Aṭṭhakathā
Makhluk yang bunuh diri dengan
senjata, minum racun, gantung leher,
terjun ke tebing dengan didasari
kemarahan, akan terlahir di alam
neraka dan alam rendah lainnya.
Sang Buddha bersabda: ’sungguh
sulit untuk dapat dilahirkan sebagai
manusia, sungguh sulit kehidupan
manusia, sungguh sulit untuk dapat
mendengarkan ajaran benar, begitu
pula, sungguh sulit munculnya
seorang Buddha.’ (Dhammapada
182). Maka, sungguh menyedihkan
apabila kehidupan yang berharga ini
hancur dengan cara yang bodoh.

Anda mungkin juga menyukai