Anda di halaman 1dari 11

Masyarakat Madani

Di susun oleh
Abdullah Nasirudin Kamil
Agus Sumarah
Fahmidzar Alghifari
M Sharhad Aldyansah
Pengertian Masyarakat Madani
 Konsep Masyarakat Madani Istilah masyarakat Madani sebenarnya telah lama hadir di bumi,
walaupun dalam wacana akademi di Indonesia belakangan mulai tersosialisasi. "Dalam bahasa
Inggris ia lebih dikenal dengan sebutan Civil Society". Sebab, "masyarakat Madani", sebagai
terjemahan kata civil society atau al-muftama' al-madani.
 Istilah masyarakat madani dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah civil society pertama kali
dikemukan oleh Cicero dalam filsafat politiknya dengan istilah societies civilis yang identik dengan
negara. Dalam perkembangannya istilah civil society dipahami sebagai organisasi-organisasi
masyarakat yang terutama bercirikan kesukarelaan dan kemandirian yang tinggi berhadapan
dengan negara serta keterikatan dengan nilai-nilai atau norma hukum yang dipatuhi masyarakat.
 Kalau Cicero memahaminya identik dengan negara, maka kini dipahami sebagai kemandirian
aktivitas warga masyarakat madani sebagai "area tempat berbagai gerakan sosial" (seperti
himpunan ketetanggaan, kelompok wanita, kelompok keagamaan, dan kelompk intelektual) serta
organisasi sipil dari semua kelas (seperti ahli hukum, wartawan, serikat buruh dan usahawan)
berusaha menyatakan diri mereka dalam suatu himpunan, sehingga mereka dapat mengekspresikan
diri mereka sendiri dan memajukkan pelbagai kepentingan mereka. Secara ideal masyarakat
madani ini tidak hanya sekedar terwujudnya kemandirian masyarakat berhadapan dengan negara,
melainkan juga terwujudnya nilai-nilai tertentu dalam kehidupan masyarakat, terutama keadilan,
persamaan, kebebasan dan kemajemukan (pluralisme)
 Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,
yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Ciri-Ciri Masyarakat Madani
 Bangsa Indonesia berusaha untuk mencari bentuk masyarakat madani yang pada dasarnya adalah
masyarakat sipil yang demokrasi dan agamis/religius. Dalam kaitannya pembentukan masyarakat
madani di Indonesia, maka warga negara Indonesia perlu dikembangkan untuk menjadi warga negara
yang cerdas, demokratis, dan religius dengan bercirikan imtak, kritis argumentatif, dan kreatif,
berfikir dan berperasaan secara jernih sesuai dengan aturan, menerima semangat Bhineka Tunggal Ika,
berorganisasi secara sadar dan bertanggung jawab, memilih calon pemimpin secara jujur-adil,
menyikapi mass media secara kritis dan objektif, berani tampil dan kemasyarakatan secara
profesionalis,berani dan mampu menjadi saksi, memiliki pengertian kesejagatan, mampu dan mau
silih asah-asih-asuh antara sejawat, memahami daerah Indonesia saat ini, mengenal cita-cita Indonesia
di masa mendatang.
 Karakteristik masyarakat madani adalah sebagai berikut :
 1. Free public sphere (ruang publik yang bebas), yaitu masyarakat memiliki akses penuh terhadap
setiap kegiatan publik, mereka berhak melakukan kegiatan secara merdeka dalam menyampaikan
pendapat, berserikat, berkumpul, serta mempublikasikan informasikan kepada publik.
 2. Demokratisasi, yaitu proses untuk menerapkan prinsip-prinsip demokrasi sehingga
muwujudkan masyarakat yang demokratis. Untuk menumbuhkan demokratisasi dibutuhkan kesiapan
anggota masyarakat berupa kesadaran pribadi, kesetaraan, dan kemandirian serta kemampuan untuk
berperilaku demokratis kepada orang lain dan menerima perlakuan demokratis dari orang lain.
Ciri-Ciri Masyarakat Madani
 3. Toleransi, yaitu kesediaan individu untuk menerima pandangan-pandangan
politik dan sikap sosial yang berbeda dalam masyarakat, sikap saling menghargai dan
menghormati pendapat serta aktivitas yang dilakukan oleh orang/kelompok lain.
 4. Pluralisme, yaitu sikap mengakui dan menerima kenyataan mayarakat yang
majemuk disertai dengan sikap tulus, bahwa kemajemukan sebagai nilai positif dan
merupakan rahmat dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
 5. Keadilan sosial (social justice), yaitu keseimbangan dan pembagian yang
proporsiaonal antara hak dan kewajiban, serta tanggung jawab individu terhadap
lingkungannya.
 6. Partisipasi sosial, yaitu partisipasi masyarakat yang benar-benar bersih dari
rekayasa, intimidasi, ataupun intervensi penguasa/pihak lain, sehingga masyarakat
memiliki kedewasaan dan kemandirian berpolitik yang bertanggungjawab.
Ciri-Ciri Masyarakat Madani
 7. Supremasi hukum, yaitu upaya untuk memberikan jaminan terciptanya keadilan.
Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang memiliki kedudukan dan
perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Adapun yang masih menjadi kendala dalam mewujudkan masyarakat madani di
Indonesia diantaranya :
 1. Kualitas SDM yang belum memadai karena pendidikan yang belum merata
 2. Masih rendahnya pendidikan politik masyarakat
 3. Kondisi ekonomi nasional yang belum stabil pasca krisis moneter
 4. Tingginya angkatan kerja yang belum terserap karena lapangan kerja yang terbatas
 5. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dalam jumlah yang besar
 6. Kondisi sosial politik yang belum pulih pasca reformasi
 Oleh karena itu dalam menghadapi perkembangan dan perubahan jaman,
pemberdayaan civil society perlu ditekankan, antara lain melalui peranannya sebagai
berikut :
Ciri-Ciri Masyarakat Madani

 1. Sebagai pengembangan masyarakat melalui upaya peningkatan


pendapatan dan pendidikan
 2. Sebagai advokasi bagi masyarakt yang “teraniaya”, tidak berdaya
membela hak-hak dan kepentingan mereka (masyarakat yang terkena
pengangguran, kelompok buruh yang digaji atau di PHK secara sepihak dan
lain-lain)
 3. Sebagai kontrol terhadap negara
 4. Menjadi kelmpok kepentingan (interest group) atau kelompok
penekan (pressure group)
 5. Masyarakat madani pada dasarnya merupakan suatu ruang yang
terletak antara negara di satu pihak dan masyarakat di pihak lain. Dalam
ruang lingkup tersebut terdapat sosialisasi warga masyarakat yang bersifat
sukarela dan terbangun dari sebuah jaringan hubungan di antara assosiasi
tersebut, misalnya berupa perjanjian, koperasi, kalangan bisnis, Rukun
Warga, Rukun Tetangga, dan bentuk organisasi-organsasi lainnya.
Masyarakat Madani Dalam sejarah

 Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai


masyarakat madani, yaitu:
 1) Masyarakat Saba’, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.
 2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah
antara Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah
yang beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan
Khazraj. Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat
untuk saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan
sosial, menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah
SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-
keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk
memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya.
Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan
Masyarakat Madani

 Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat


Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam
menunjukkan kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan
dan teknologi, militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang
lainnya. Umat Islam menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul.
Nama-nama ilmuwan besar dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina,
Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-Farabi, dan yang lainnya.
Tujuan Atau Manfaat Dari Terbentuknya
Masayarakat Madani.
 a. Inklusivisme
 Sikap inklusif ini sebenarnya telah dipraktekkan oleh para adib ketika menyusun “adab” mereka.
Karena, selain menggunakan al-Qur’an dan hadits sebagai sumber yang paling otoritatif,
mereka juga masih menggunakan sumber-sumber lain dari kebudayaan lain. Dalam puisi,
misalnya, mereka menggunakan dan menghargai warisan Jahiliyyah, dan bahkan sebagian
mereka menggunakannya sebagai tolok ukur bagi kualitas dan kesusksesan sebuah karya puitis.
Demikian juga ketika mereka mengambil pelajaran moral dari karakter hewan-hewan, mereka
tidak ragu-ragu menggunakan karya-karya fabel dari kebudayaan luar, terutama India, seperti
kitab Kalilah wa al-Dimnah karya seorang pujangga India, Bidpei. Karya ini telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Arab oleh Ibn Muqaffa’ pada abad kesembilan, dan menjadi contoh ideal bagi
setiap karya seperti itu. Sedangkan teladan moral dari para pahlawan dan raja-raja bijaksana,
bersumber dari cerita epik para pahlawan dan raja-raja Persia, sebagaimana tercermin dari
karya Firdawsi, Shah namah (Kisah para raja). Demikian juga karya-karya gnomologis (hikmah)
yang mereka himpun, bersumber dari kata-kata hikmah (hikam) para bijaksanawan/ pujangga
Persia, Arab,Yunani dan India, sebagaimana tercemin dari karya Miskawayh yang sangat
terkenal, al-Hikmah al-Khalidah (Filsafat Perenial), atau karya serupa itu dari Ibn Hindu, al-
Kalim al-Ruhaniyah.
Tujuan Atau Manfaat Dari Terbentuknya
Masayarakat Madani.
 b. Humanisme (Egalitarianisme)
 Yang dimaksud dengan humanisme di sini adalah cara pandang yang memperlakukan manusia
karena kemanusiaannya, tidak karena sebab yang lain di luar itu, seperti ras, kasta, warna kulit,
kedududukan, kekayaan atau bahkan agama. Dengan demikian termasuk di dalam humanisme
ini adalah sifat egaliter, yang menilai semua manusia sama derajatnya.
 c. Toleransi
 Toleransi umat Islam barangkali dapat dilihat dari beberapa contoh di bawah ini: Para penguasa
Muslim dalam waktu yang relatif singkat telah menaklukan beberapa wilayah sekitarnya, seperti
Mesir, Siria dan Persia. Ketika para penguasa Islam itu menaklukkan daerah-daerah tersebut, di
sana telah ada dan berkembang dengan pesat beberapa pusat ilmu pengetahuan. Namun mereka
tidak mengganggu kegiatan-kegiatan ilmiah dan filosofis yang telah ada sebelum Islam datang di
beberapa kota di Timur Tengah. Beberapa pusat ilmu di kota-kota Siria, seperti Antioch, Harran,
dan Edessa, tetap berkembang ketika orang-orang Arab menaklukkan Siria dan Iraq. Menurut
penilaian Majid Fakhry, penaklukan Arab secara keseluruhan tidak mencampuri pencarian
akademis oleh sarjana-sarjana di Edessa, Nisibis dan pusat-pusat ilmu di Timur dekat. Di pusat-
pusat ilmu ini, kajian-kajian filosofis dan teologis oleh para sarjana Kristen tetap berjalan
sebagaimana biasanya, dan mereka menikmati kebebasan berfikir yang diberikan oleh para
penguasa Muslim.
Tujuan Atau Manfaat Dari Terbentuknya
Masayarakat Madani.
d. Demokrasi (Kebebasan berpikir)

Menurut Abdolkarim Soroush, dalam bukunya Reason, Freedom and


Democracy in Islam, salah satu sifat yang tidak boleh ditinggalkan dalam
demokrasi adalah kebebasan individu untuk mengemukakan pendapatnya,
dengan kata lain harus ada kebebasan berpikir. Nah bagaimana kebabasan
berpikir ini dilaksanakan oleh masyarakat kota-kota besar Islam, terutama
pada masa kejayaananya, dapat kiranya dilihat dari contoh-contoh berikut ini.
Kebebasan untuk menyampaikan kritik terhadap penguasa, dalam hal ini para
perdana menteri (wazir), dapat dengan gamblang kita lihat dalam karya Abu
Hayyan al-Tawhidi. Dalam bukunya yang berjudul Akhlaq al-Wazirayn
(Karakter dari Dua Wazir), al-Tawhidi mengeritik karakter dan bahkan
kadang administrasi dari dua wazir Buyid, Ibn Amid dan Ibn Sa’dan. Ibn
‘Amid, misalnya dikatakan terlalu “pelit” di dalam menggaji bawahannya,
bahkan bawahan yang penting seperti Ibn Miskawayh (w. 1010), seorang
filosof etik yang terkenal. Menurutnya, Miskawayh dibayar oleh Ibn ‘Amid,
dengan gaji yang pas-pasan, yang tentunya tidak cocok dengan sifat seorang
wazir, yang seharusnya dermawan.

Anda mungkin juga menyukai