Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS


TRAUMATIC BRAIN INJURY

DI SUSUN OLEH:
DEDE DHAZREKA 19400010
ENDRI PUSPITA INTANI 19400011
RISSA WIDIASWORO 19400036
Cedera otak traumatis (Traumatic Brain Injury (TBI)) terdiri atas
kerusakan primer dan sekunder. Kerusakan primer terjadi akibat
benturan, menyebabkan laserasi permukaan dan kontusio pada
jaringan dan pembuluh darah otak. Kerusakan sekunder terlihat
setelah enema muncul, yang meningkatkan tekanan intracranial
DEFINISI TBI dan menyebabkan hipoksia. Infeksi terjadi sebagai akibat dari
kontaminasi organisme yang masuk dari cedera tembus atau cedera
intracranial akibat naiknya organisme dari rongga hidung atau
mulut (Hurst, 2016).
Keluhan utama: klien menyatakan nyeri pada luka lecet, pada
kepala pusing berputar, dan nyeri perut bahkan saat digunakan
menarik napas.
PENGKAJIAN Riwayat penyakit sekarang: pasien mengalami keceelakaan tunggal
dengan anaknya saat pulang dari mengantar adik sekolah, perut
NY. S terasa sangat nyeri bahkan saat digunakan untuk menarik nafas.
Riwayat penyakit dahulu: belum pernah sakit sebelumnya kecuali
batuk dan pilek.
Keluhan utama: pusing, lemas, pinggang sakit
Riwayat penyakit sekarang: pasien jatuh dari tangga dengan
PENGKAJIAN ketinggian ± 3 m saat bekerja 1 jam SMRS, tidak sadar, terdapat luka
di area kaki.
TN. S Riwayat penyakit dahulu: pasien belum pernah sakit dan opname
dirumah sakit,penyakit yang di derita lebih sering adalah batuk dan
pilek
Keluhan Utama: pasien mengatakan nyeri pada seluruh bagian
kepala,nyeri terjadi setiap saat dan kadang kepala berputar.
Riwayat Penyakit Sekarang: pasien jatuh saat sedang mengairi
tanaman di sawah kemudian terjatuh kearah belakang dengan
medan yang letaknya lebih rendah, ps tidak kuat bangun kemudian
PENGKAJIAN di tolong dan di bawa ke IGD. TD: 165/48 mmHG, HR:100 x/m, R:20
TN. M x/m, S:36,3o C.
Riwayat Penyakit Dahulu: keluarga pasien mengatakan pernah
mondok sebelumnya dengan riwayat jatuh 5 tahun yang lalu
ditempat yang sama.
ANALISA DATA
NY. S
Data Fokus Masalah Keperawatan Etiologi

DO: Resiko ketidakefektifan perfusi Trauma kepala


Ps mengeluh kepala sakit saat jaringan otak
digunakan untuk membuka mata, sakit
saat digunakan bergerak.
DS:
Head CT Scan
- Ekstra cranial hematom regro frontalis
- Fraktur os frontalis

ANALISA DATA - Subarachnoid


(fischer grade 1)
hemoraghe frontalis

TN. S - Parafalcine subdural hematom (minimal)

DO: Nyeri akut Trauma fisik


ps mengatakan pinggangnya sakit saat
digunakan miring kanan miring kiri.
DS:
P:sakit saat digunakan untuk bergerak
Q : cenut-cenut
R : pinggang
S : skala 3
T:saat digunakan bergerak
Data Fokus Masalah Keperawatan Etiologi

Ds: Resiko ketidakefektifan perfusi Trauma kepala


Ps mengeluh kepala terbentur tanah di jaringan otak
sawah
Do:
-Head CT Scan
Edema hemi cerebri
-Nadi : 100 x/ menit
-Suhu : 36,3 oC
-RR : 20 x/ menit
-Tekanan darah : 165/48 mmHg

ANALISA DATA -terdapat l uka lecet pada kepala/pelipis bagian


kanan
TN. M -terdapat bengkak pada kepala bagia kanan

DS: Nyeri akut Trauma fisik


Pasien mengatakan nyeri kepala kadang
berputar skala nyeri 3,nyeri terasa pada
seluruh kepala dan berkurang setelah minum
obat
DO:
Nadi : 100 x/ menit
Suhu : 36,3 oC
RR : 20 x/ menit
Tekanan darah : 165/48 mmHg
STUDI KASUS
1. Analisis hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian kecelakaan kerja: dari hasil penelitian Jaji,
Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan FK Universitas Sriwijaya, 2012, ada hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian kecelakaan kerja, jenis kelamin laki-laki mempunyai
peluang 6.42 kali mengalami kejadian kecelakaan dibanding jenis kelamin perempuan. Pekerja laki-laki
lebih banyak mengalami kejadian kecelakaan, laki-laki biasanya mendapatkan beban pekerjaan lebih
banyak dan pekerjaan laki-laki biasanya lebih menantang (keras) dibandingkan pekerja perempuan.
Oleh karena beberapa factor tersebut, sudah jadi semacam filosofi bahwa laki-laki identik dengan
pekerjaan yang berat, akan terasa tidak enak apabila pekerjaan berat dikerjakan oleh perempuan.
Laki-laki mempunyai peran sebagai ayah yang bertanggung jawab dalam sebuah keluarga, begitupun
ketika berada di tempat pekerjaan, identik sebagai pemimpin yang beban kerjanya harus lebih
banyak, hal-hal inilah yang juga menyebabkan kejadian kecelakaan lebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan dengan perempuan.
STUDI KASUS
2. Analisa hubungan antara trauma dengan vertigo, pusing: Dari penelitian Ayu, 2013, Fakultas Kedokteran,
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Trauma kepala merupakan salah satu penyebab terjadinya vertigo,
yang disebut post head injury vertigo. Vertigo adalah suatu gangguan orientasi dimana perasaan seseorang
berputar terhadap lingkungannya, atau lingkungan sekitar bergerak terhadap dirinya.Vertigo paling banyak
muncul segera setelah trauma, dapat juga terjadi beberapa hari, minggu atau bulan pasca trauma. Pasien
dengan trauma kepala ringan sampai sedang mempunyai kemungkinan 4,9 kali untuk mengalami vertigo
dibandingkan dengan pasien nontrauma kepala. Pada kasus Tn.M dan Tn.S pengkajian dilakukan setelah 2 hari
pasca kejadian trauma, dengan keluhan pusing sakit kepala saat membuka mata dan bergerak, mual muntah (-
), hal disebabkan pasien sudah dalam tahap pemulihan, sedangkan pada kasus Tn. S mengalami fr os forntalis,
sedangkan Ny.ED menderita fr maxilla, pengkajian dilakukan di hari pertama pasca kejadian dengan keluhan
pusing berputar dan mual. Trauma kepala tumpul adalah penyebab utama vertigo pasca trauma yang
mengakibatkan dislokasi rantai tulang pendengaran pada fraktur longitudinal dan merusak meatus acusticus
eksternus yang mengakibatkan kerusakan nervus VII dan nervus VIII pada fraktur transversal. Komusio serebri
mengakibatkan munculnya gangguan auditori dan vestibuler yang terjadi setelah trauma kepala tumpul tanpa
fraktur. Gangguan vestibuler dan auditori terjadi akibat perdarahan mikroskopis koklea dan labirin.
STUDI KASUS

3. Analisa kasus pemberian mannitol: Pada pasien Tn. S, 41 th, Ct scan. Dx medis TBI, LBP, SAH, pusing sakit
kepala saat membuka mata dan bergerak. Tn. M, 60 th, dx medis TBI,Ct scan: edema hemi cerebri, pusing
nyeri kepala. Ny. E d,32 th, Dx medis TBI, Trauma Abd, Vul Exc, pusing berputar dan mual, Ct scan.: fr maxilla,
hematom intra sinus maxilaris, tak tampak kelainan intra cerebri. Ketiganya mendapatkan terapi manitol
4x125 cc meskipun diagnose berbeda dan hasil Ct.scan berbeda. Menurut penelitian Budi Harto Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara, (2016), Perbandingan Osmolaritas Plasma Setelah Pemberian
Manitol 20% 3 mL/ kgBB dengan Natrium Laktat Hipertonik 3 mL/kgBB pada Pasien Cedera Otak Traumatik
Ringan-Sedang, Terapi osmotik adalah salah satu cara penanganan pada cedera kepala traumatik untuk
menurunkan tekanan intrakranial (TIK) dengan cara mengatasi edema yang terjadi. Terapi osmotik dalam
penanganan cedera otak traumatik tidak dapat berdiri sendiri, penanganan harus diberikan secara dini serta
menyeluruh terhadap jalan napas, pernapasan, dan juga hemodinamik serta tindakan operasi untuk
dekompresi sampai proses stabilisasi di ICU apabila diperlukan, manitol lebih baik dalam hal target osmolaritas
plasma pada pasien cedera otak traumatik ringan - sedang.
TELAAH KRITIS
JURNAL
(SYSTEMATIC
REVIEW)
 Population
Berdasarkan populasi pada jurnal systematic review ini memiliki
populasi yang bervariasi, dari tingkat jumlah nya dan subjek nya
terhadap pasien dengan TBI dan beberapa pasien SAH.
 Intervention
Intervensi pada penelitian menerapkan terapi farmakologi berupa
pemberian terapi cairan mannitol dan hypertonic saline.
 Comparison
Penelitian ini melakukan perbandingan penerapan terapi antara
mannitol dan hypertonic saline.
ANALISA  Outcome
PICOT Hasil penelitian ini memiliki perbedaan antara terapi mannitol dan
hypertonic saline, dengan hasil hypertonic saline lebih cepat dalam
menurunkan TIK dan mampu memberikan efek peningkatan
oksigenasi pada jaringan cerebral serta efek yang dihasilkan oleh
hypertonic saline memiliki pengaruh jangka waktu yang lebih lama
pada pasien TBI dibanding mannitol.
 Time
Dalam jurnal ini dilakukan penelitian systematic review pada tahun
2016. Dari total 6 jurnal yang direview, dilakukan penelitian berkisar
dari waktu tahun 2003-2015.
 Apakah pertanyaan penelitian didefinisikan dengan jelas dan spesifik?
Ya, peneliti mendefinisikan dengan jelas dan spesifik dengan
melakukan terapi farmakologi serta dilakukan perbandingan antara
penerapan terapi mannitol dan hypertonic saline dan dosis yang
diberikan bervariasi terhadap subjek pasien TBI dengan tingkat
keparahan bervariasi.
 Apakah studi-studi yang dilibatkan dalam review dan meta analisis
TELAAH KRITIS menggunakan desain yang sesuai untuk menjawab pertanyaan yang
diajukan?
JURNAL Ya, secara desain studi peneliti melakukan review jurnal RCT.
(SYSTEMATIC  Apakah strategi pencarian artikel yang relevan dinyatakan dengan
jelas?
Pada studi /artikel yang dilibatkan, digunakan artikel dengan tahun
REVIEW) terbit berkisar dari tahun 2003-2015 serta di daftar pustaka
dicantumkan keaslian penelitian dari citasi jurnal yang digunakan.
 Apakah dilakukan penilaian terhadap kualitas studi-studi yang
dilibatkan dalam review dan meta analisis?
Ya, metode dan hasil dijelaskan pada setiap studi yang dilakukan
dengan jelas sesuai dengan tujuan yang tercantum pada judul
systematic review.
 Apakah hasil yang diinginkan konsisten antar studi-studi yang
dilibatkan?
Ya, hasil pada semua studi yang ditelaah menunjukkan hasil yang
konsisten. Pada populasi, metode administrasi terapi, perbedaan
kriteria diagnostic dan cara penilaian outcome pada masing-masing
studi yang ditelaah memiliki variasi, sesuai dengan objek yang
dibandingkan, tetapi pada penilaian tetap konsisten pada tujuan yang
ingin dicapai.
TELAAH KRITIS  Apa hasil keseluruhan dari meta analisis?
JURNAL Analisis yang digunakan adalah analisi meta regresi, dimana penilaian
hasil akhir yang bervariasi karena kovariat (karakteristik setiap studi
(SYSTEMATIC berbeda meliputi lokasi, tahun studi dilakukan dan objek yang
dilibatkan).
REVIEW)  Seberapa signifikan dan presisi hasilnya?
Tidak dicantumkan hasil (p-value) pada setiap studi yang dilibatkan.
 Karakteristik populasi:
Pada fisiologis subjek penelitian memiliki karakteristik yang sama
dengan Analisa yang spesifik sesuai dengan klasifikasi TBI secara
umum.
 Keuntungan dan kerugian:
Keuntungan yang didapatkan berdasarkan kecepatan, waktu dan
kontraindikasi yang ditunjukkan pada penggunaan mannitol dan
hypertonic saline:
Hypertonic saline lebih cepat dalam menurunkan TIK pada pasien
dibandingkan dengan mannitol.Penggunaan hypertonic saline mampu
memberikan efek pengurangan TIK, meningkatkan perfusi jaringan
TELAAH KRITIS cerebral dan mampu meningkatkan oksigenasi pada jaringan cerebral
JURNAL dibandingkan mannitol.
Hypertonic saline mempertahankan efek yang dihasilkan dalam jangka
(SYSTEMATIC waktu yang lama dibandingkan pemakaian mannitol.
Kekurangan: -
REVIEW)
 Ketersediaan:
Pada penerapan terapi dilapangan, ketersediaan antara hypertonic
saline dan mannitol dapat dijangkau dengan mudah pada keduanya.
 Biaya
Di Indonesia harga hypertonic saline dan mannitol memiliki selisih
setengah harga, dengan hypertonic saline lebih murah dari mannitol.
CLINICAL PATHWAY

Teknik non -
farmakologi Hasil
(relaksasi Nyeri akut rontgen:
nafas dalam) Fraktur os
frontalis Tulang
kranial
Peningkatan Monitor tekanan
TIK > 15 darah
mmHg
Gangguan sistem Jaringan
Pemberian neurologis perfusi Mengatur
terapi Mual, serebral posisi kepala
muntah Peningkatan
farmakologi lebih tinggi
TIK Monitor
(Manitol) , dan sekitar 30-45o
Edema neurologi
pusing Hematoma CEDERA
serebral
KEPALA
Monitor lab:
darah lengkap Relaksasi
Nyeri nafas dalam
Cedera fisik
Observasi Kaji nyeri
GCS Manajemen
lingkungan:
kenyamanan Terapi
farmakologi
(Ketorolac)

Anda mungkin juga menyukai