Anda di halaman 1dari 27

PERNIKAHAN

Anggota Kelompok 5 :
1. Galih Nurihsan
2. M. Doni Ramdoni
3. Sherin Mutiara Erina
Pengertian
• Pengertian secara umum :
Pernikahan adalah salah satu ibadah yang paling utama dalam
pergaulan masyarakat agama islam dan masyarakat. Pernikahan
bukan saja merupakan satu jalan untuk membangun rumah tangga
dan melanjutkan keturunan. Pernikahan juga dipandang sebagai
jalan untuk meningkatkan ukhuwah islamiyah dan memperluas
serta memperkuat tali silaturahmi diantara manusia.

• Pengertian menurut etimiologi :


Berdasarkan Al-Quran dan Hadist, pernikahan berasal dari kata an-
nikh dan azziwaj yang memiliki arti melalui, menginjak, berjalan
diatas, menaiki, dan bersenggema atau bersetubuh.

Di sisi lain nikah juga berasal dari istilah adh-dhammu yang memiliki
arti merangkum, menyatukan, dan mengumpulkan serta sikap yang
ramah. Adapun pernikahan yang berasal dari kata aljam’u yang
berarti menghimpun atau mengumpulkan.
Pengertian menurut istilah :
1. Ulama Hanafiyah mengartikan pernikahan
sebagai suatu akad yang membuat pernikahan
menjadikan seorang laki-laki dapat memiliki dan
menggunakan perempuan termasuk seluruh
anggota badannya untuk mendapatkan sebuah
kepuasan atau kenikmatan.
2. Ulama Malikiyah menyebutkan bahwa
pernikahan adalah suatu akad atau perjanjian
yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan
tanpa adanya harga yang dibayar.
Dasar Hukum Pernikahan
Berdasarkan Q.S. An-Nisaa ayat 1 :
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang
telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya
Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu
sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
(Q.S. An-Nisaa’ : 1).
Berdasarkan Q.S. An-Nuur ayat 32 :
”Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara
kamu,dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-
hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu
yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan
memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha
Luas (pemberian- Nya) lagi Maha mengetahui”.
(Q.S. An-Nuur : 32)
Berdasarkan Q. S. Ar-Rum ayat 21 :
• “Dan diantara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia
menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu
sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram
kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan
sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir”.
(Q. S. Ar-Rum ayat 21)
Hukum Pernikahan
Dalam agama islam pernikahan memiliki hukum yang disesuaikan dengan
kondisi atau situasi orang yang akan menikah. Berikut hukum pernikahan
menurut islam :
• Wajib, jika orang tersebut memiliki kemampuan untuk menikah dan jika
tidak menikah ia bisa tergelincir perbuatan zina.
• Sunnah, berlaku bagi seseorang yang memiliki kemampuan untuk menikah
namun jika tidak menikah ia tidak akan tergelincir perbuatan zina.
• Makruh, jika ia memiliki kemampuan untuk menikah dan mampu
menahan diri dari zina tapi ia memiliki keinginan yang kuat untuk
menikah.
• Mubah, jika seseorang hanya menikah meskipun ia memiliki kemampuan
untuk menikah dan mampu menghindarkan diri dari zina, ia hanya
menikah untuk kesenangan semata.
• Haram, jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk menikah dan
dikhawatirkan jika menikah ia akan menelantarkan istrinya atau tidak
dapat memenuhi kewajiban suami terhadap istri dan sebaliknya istri tidak
dapat memenuhi kewajiban istri terhadap suami. Pernikahan juga haram
hukumnya apabila menikahi mahram atau pernikahan sedarah.
Rukun dan Syarat Pernikahan
Pernikahan dalam islam memiliki beberapa syarat dan rukun yang
harus dipenuhi agar pernikahan tersebut sah hukumnya di mata
agama baik menikah secara resmi maupun nikah sirih. Berikut ini
adalah syarat-syarat akad nikah dan rukun yang harus dipenuhi
dalam sebuah pernikahan misalnya nikah tanpa wali maupun ijab
kabul hukumnya tidak sah.

A. Rukun Nikah
Rukun pernikahan adalah sesuatu yang harus ada dalam
pelaksanaan pernikahan, mencakup :
1. Ada mempelai laki-laki dan perempuan;
2. Ada wali yang menikahkan;
3. Ada ijab dan kabul dari wali;
4. Ada dua orang saksi pernikahan tersebut; dan
5. Kerelaan kedua belah pihak atau tanpa paksaan.
B. Syarat Nikah • Tidak terhalang untuk menikah.
Adapun syarat dari masing-masing
rukun tersebut adalah : 3. Wali nikah dengan syarat-syarat wali
nikah sebagai berikut :
1. Calon suami dengan syarat-syarat • Laki-laki.
berikut ini : • Dewasa.
• Beragama Islam. • Mempunyai hak perwalian atas
• Berjenis kelamin laki-laki. mempelai wanita.
• Ada orangnya atau jelas identitasnya. • Adil.
• Setuju untuk menikah. • Beragama Islam.
• Tidak memiliki halangan untuk • Berakal Sehat.
menikah. • Tidak sedang berihram haji atau
umrah.
2. Calon istri dengan syarat-syarat :
• Beragama Islam.
• Berjenis kelamin perempuan.
• Ada orangnya atau jelas identitasnya.
• Setuju untuk menikah.
4. Saksi nikah dalam perkawinan harus memenuhi beberapa syarat
berikut ini :
– Minimal terdiri dari dua orang laki-laki.
– Hadir dalam proses ijab qabul.
– Mengerti maksud akad nikah.
– Beragama islam.
– Adil.
– Dewasa.

5. Ijab qobul dengan syarat-syarat, harus memenuhi syarat berikut ini :


• Dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti kedua belah
pihak baik oleh pelaku akad dan penerima aqad dan saksi. Ucapan
akad nikah juga haruslah jelas dan dapat didengar oleh para saksi.

Fikih pernikahan atau munakahat adalah salah satu ilmu yang mesti
dipelajari dan diketahui umat islam pada umumnya agar pernikahan
dapat berjalan sesuai dengan tuntunan syariat agama dan
menghindarkan hal-hal yang dapat membatalkan pernikahan.
Talak
Thalaq atau talak adalah pemutusan tali pernikahan dari seorang suami
terhadap istri dengan alasan yang diterima secara syar’i.

Talak merupakan perbuatan halal, namun dibenci oleh Allah. Oleh karena
itu, meski talak ini dibolehkan namun sebisa mungkin untuk dihindari
karena dalam pernikahan akan selalu ada yang namanya masalah.

Talak dibagi menjadi 2 macam :


1. Thalaq Raj’iy yaitu thalaq yang masih memungkinkan bagi suami
untuk merujuk kembali, sebab baru terjadi satu atau dua kali.
2. Thalaq Ba’in yaitu thalaq yang sudah jatuh tiga kali, suami tidak
boleh rujuk kembali kepada istrinya yang dulu. Keduanya tidak
dapat menjalin suami istri lagi, kecuali bila wanita itu telah menikah
dengan orang lain dan telah bercerai.
Thalaq Ba’in terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Ba’in Sugra (kecil) seperti Khulu’ dan menalak istrinya yang belum
dicampuri.
2. Ba’in Kubra (besar) yaitu talak tiga.

Adapun pengungkapan lafal thalaq itu, dibedakan menjadi 2 yaitu :


1. Sharih (Terang-terangan).
Yaitu suami menceraikan istrinya dengan kalimat yang jelas,
walaupun tidak ada niat untuk menceraikan istrinya maka tetap
jatuh talak, seperti pernyataan suami misalnya “Kamu saya ceraikan.”
2. Kinayah (Sindiran).
Yaitu kalimat talak dengan tidak terang-terangan. Apabila suami
menceraikan istrinya dengan sindiran tetapi tidak dibarengi niat
maka talaknya tidak jatuh.
Hukum Talak
1. Makruh, ini merupakan asal hukum talak. Makruh hukumnya jika suami
menjatuhkan perkataan talak terhadap istrinya tanpa sebab jelas dan
keadaan rumah tangga yang baik-baik saja. Apabila istri yang diceraikan
memiliki sifat yang baik dan taat kepada suaminya.
2. Sunnah, apabila suami tidak disanggup lagi membayar kewajibannya
(nafkah) atau si perempuan tidak mau menjaga kehormatannya.
3. Wajib, apabila perselisihan antara suami istri, sementara hakim
memandang keduanya perlu bercerai.
4. Mubah, talak dimana suami memiliki keinginan untuk menceraikan istrinya
dikarenakan sudah tidak mencintai istrinya atau jika istri tidak dapat
mematuhi suami serta berperangai buruk.
5. Haram, apabila menceraikan istri dalam keadaan haid atau menceraikan
istri setelah mencampurinya.
Dalil Talak
Q.S At-Thalaq ayat 1 :
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu
maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu
mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan
hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada
Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari
rumah dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali
mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah
hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah
berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak
mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu
sesuatu hal yang baru.”
Bilangan Talak
1. Talak Satu, yaitu suami telah menjatuhkan talak satu
pada istrinya, talak pertama ini suami masih boleh
kembali kepada istrinya.
2. Talak Dua, yaitu suami telah menjatuhkan talak dua
kali pada istrinya, dan suami masih boleh kembali
kepada istrinya.
3. Talak Tiga, yaitu jika suami telah menjatuhkan talak
tiga kali pada istrinya. Talak ini disebut dengan talak
ba’in. Jika suami telah menjatuhkan talak tiga, maka ia
tidak boleh kembali kepada istrinya kecuali istrinya
telah dinikahi orang lain dan telah diceraikannya
hingga habis masa iddahnya.
Khulu’
Khulu’ (talak tebus) ialah talak yang diucapkan oleh
suami atas permintaan istri dengan pembayaran dari
pihak istri kepada suami. Talak tebus ini boleh
dilakukan, baik diwaktu istri dalam kondisi suci maupun
haid karena yang menghendaki perceraian adalah istri.
Permintaan talak tebus ini karena biasanya istri sudah
tidak kuat lagi menahan penderitaan karena sikap
suami yang semena-mena.
Sebab terjadinya talak tebus ini, suami tidak dapat
rujuk kembali kepada istrinya. Kecuali dengan
menjalankan kembali akad nikah yang baru lagi dengan
mantan istrinya
Iddah
Pengertian Iddah adalah istilah yang diambil dari bahasa arab dari
kata al-iddad yang bermakna perhitungan:
1. (al-ihson), dinamakan demikian karena seseorang menghitung
masa suci atau bulan secara umum dalam menentukan selesainya
masa iddah.
2. Menurut istilah para ulama, masa iddah ialah sebutan atau nama
suatu masa dimana seorang wanita menanti atau menangguhkan
perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau
setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran bayi, atau
berakhirnya beberapa quru’ atau berakhirnya beberapa bulan
yang sudah ditentukan.
3. Ada yang menyatakan, massa iddah adalah istilah untuk massa
tunggu seorang wanita untuk memastikan bahwa dia tidak hamil
atau karena ta’abbud atau untuk menghilangkan rasa sedih atas
sang suami.
Hikmah Iddah
Para ulama memberikan keterangan tentang hikmah
pensyariatan massa iddah, diantaranya :
1. Untuk memastikan apakah wanita tersebut sedang hamil atau
tidak;
2. Syarat islam telah mensyariatkan massa iddah untuk
menghindari ketidakjelasan garis keturunan yang muncul jika
seorang wanita ditekan untuk segera menikah;
3. Massa iddah disyariatkan untuk menunjukan betapa agung dan
mulianya sebuah akad pernikahan;
4. Masa iddah disyariatkan agar kaum pria dan wanita berpikir
ulang jika hendak memutuskan tali kekeluargaan, terutama
dalam kasus perceraian; dan
5. Masa iddah disyariatkan untuk menjaga hak janin berupa nafkah
dan lainnya apabila wanita yang dicerai sedang hamil.
Aturan-Aturan Dalam Iddah
Massa iddah diwajibkan pada semua wanita yang berpisah dari suaminya
dengan sebab talak, khulu (gugat cerai), faskh (penggagalan akad
pernikahan) atau ditinggal mati, dengan syarat sang suami telah
melakukan hubungan suami istri dengannya atau telah diberikan
kesempatan dan kemampuan yang cukup untuk melakukannya.
Berdasarkan penyebab perpisahannya, masalah iddah ini dapat dirinci
sebagai berikut :
1. Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya.
Wanita yang ditinggal mati oleh suaminya miliki dua keadaan :
a. Wanita yang ditinggal mati suaminya ketika sedang hamil.
Wanita ini masa menunggunya (‘iddah) berakhir setelah ia
melahirkan bayinya.
b. Wanita tersebut tidak hamil.
Jika tidak hamil, maka masa iddahnya adalah 4 bulan 10 hari.
2. Wanita yang diceraikan.
Wanita yang diceraikan ada 2 sebab :
• Wanita yang diceraikan dengan talak raj’iy, terbagi menjadi beberapa :
a. Wanita yang masih haid.
Masa iddah wanita ini adalah 3 kali haid.
b. Wanita yang tidak haid, baik karena belum pernah haid atau sudah
menopause.
Masa iddah wanita ini adalah 3 bulan.
c. Wanita hamil.
Wanita yang hamil bila dicerai memiliki masa iddah yang berakhir dengan
melahirkan.
d. Wanita yang terkena darah istihadah.
Wanita yang terkena darah istihadah memiliki masa iddah sama dengan
wanita haid.
• Wanita yang ditalak tiga (talak baa’in).
Wanita yang telah ditalak tiga hanya menunggu sekali haid saja untuk
memastikan dia tidak sedang hamil.

3. Wanita yang melakukan gugat cerai (khulu’).


Wanita yang berpisah dengan sebab gugat cerai, masa iddah sekali haid.
Rujuk
Pengertian rujuk adalah kembalinya suami kepada istri
yang telah dicerai (bukan talak ba’in) yang masih
berada dalam masa iddah kepada nikah asal yang
sebelum diceraikan dalam waktu tertentu.
Rukun Rujuk :
1. Suami yang merujuk;
2. Istri yang dirujuk;
3. Ucapan yang menyatakan rujuk; dan
4. Saksi.
Hukum Rujuk
Berikut ini adalah beberapa hukum rujuk :
1. Wajib, terhadap suami yang mentalak salah seorang
istrinya sebelum dia sempurnakan pembagian
waktunya terhadap istri yang ditalak;
2. Haram, apabila terjadinya rujuk itu mempunyai tujuan
untuk menyakiti istri;
3. Makruh, kalau dengan adanya perceraian itu lebih
baik dan bermanfaat;
4. Jaiz (boleh), ini adalah hukum rujuk yang asli; dan
5. Sunnah, jika suami bermaksud memperbaiki
keadaannya istrinya atau dengan rujuk itu akan lebih
bermanfaat dan berfaidah kepada keduanya.
Dalil Rujuk
Q.S Ath-Thalaq ayat 2 :
“Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya,
maka rujukilah mereka dengan baik atau
lepaskanlah mereka dengan baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil
di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan
kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi
pengajaran dengan itu orang yang beriman
kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar.”
Syarat Rujuk
1. Istri yang dirujuk sudah pernah digauli. Jika
istri yang telah dicerai belum pernah
disetubuhi, maka tidak sah untuk rujuk tetapi
harus dengan perkawinan baru lagi;
2. Belum habis masa iddah;
3. Talaknya raj’i bukan talak tiga;
4. Istri bersedia dirujuk; dan
5. Disunnahkan ada saksi.
Cara Melakukan Rujuk
Cara melakukannya ada 2 cara, secara tertulis atau dengan ucapan
(sighat) :
1. Dengan surat yang ditulis suaminya sendiri tetapi tidak dibaca
dianggap sebagai kategori kinayah, artinya harus ada niat suami
pada saat menulis surat tersebut.
2. Dengan ucapan (sighat), rujuk dengan cara ini ada dua macam :
a. Ucapan sharih, ialah ucapan yang tegas dan jelas maksudnya.
Misalnya “Aku kembalikan kau pada nikahku.”, “Aku rujuk engkau.”,
“Aku terima kembali engkau.”
b. Ucapan kinayah, ucapan yang tidak tegas maksudnya. Misalnya “Aku
nikahi engkau.”, “Aku pegang engkau.”
Pada yang bersifat kinayah ini disyaratkan memiliki niat dari suami.
Disyaratkan ucapan tersebut tidak berta’liq (menggantung) seperti
ucapan : “Ku rujuk engkau jika engkau mau.” Hal semacam ini tidak
sah walaupun istrinya mau, begitupula merujuk berbatas waktu
seperti ucapan : “Ku rujuk engkau sebulan.”
Kesimpulan
Pernikahan adalah suatu perjanjian yang suci kuat
dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan
membentuk keluarga yang kekal, dimana antara
suami istri itu harus saling menyantuni, kasih-
mengasihi, terdapat keadaan aman dan tentram
penuh kebahagiaan bak moral, spiritual, dan materil
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sekian dan Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai