Anda di halaman 1dari 25

TINGKAT KESADARAN

PASIEN KRITIS
DISAMPAIKAN PADA TUGAS SEMINAR
PELATIHAN PICU
FAJAR AGUNG K
TAHUN 2019
PENDAHULUAN

Penilaian koma merupakan keterampilan klinis penting bagi


dokter. Skala telah dibuat untuk meningkatkan komunikasi antara
personil kesehatan dan sebagai standar pemeriksaan pasien yang
tidak sadar. Skala yang paling umum digunakan adalah Glasgow
Coma Scale (GCS). Meskipun pencetus GCS telah
menyatakan GCS sebagai skala yang praktis, penelitian lain
telah menunjukkan beberapa kesulitan aplikasi skala ini oleh
staf perawat yang tidak terlatih. Personil yang terlatih
cenderung menerapkan GCS dengan baik

Kekurangan lain dari GCS telah diakui. Pertama, karena


pasien koma banyak diintubasi, komponen verbal tidak dapat diuji.
Beberapa dokter akan menggunakan skor terendah sedangkan
yang lainnya akan menentukan respon lisan pasien
berdasarkan temuan neurologis lainnya. Kedua, reflex batang otak
yang abnormal, perubahan pernafasan, dan kebutuhan
ventilasi mekanik dapat mencerminkan keparahan koma yang
terjadi, tetapi GCS tidak dapat mendeteksi indikator-indikator
klinis tersebut. Ketiga, GCS tidak dapat mendeteksi
perubahan-perubahan halus dalam pemeriksaan neurologis.
Upaya-upaya telah dilakukan dalam
memodifikasi GCS, namun sebagian besar
modifikasi ini lebih rumit dan jarang digunakan.
Penyederhanaan GCS telah disarankan karena
kurang handalnya GCS dalam melakukan
penilaian terhadap cedera kepala traumatik.
Keprihatinan dan upaya-upaya sebelumnya dilakukan
untuk merancang suatu penilaian baru yang dapat
memberikan informasi neurologis yang rinci pada
koma, mudah digunakan, dan interpretasinya
dapat digunakan dalam memprediksi hasil akhir
pada pasien. Adanya skala koma baru yaitu FOUR
(Full Outline of UnResponsiveness) Score akan
dibandingkan dengan GCS.
TINJAUAN PUSTAKA
Perkembangan Coma Skale
Coma skale telah dikembangkan di seluruh
dunia untuk standarisasi baik komunikasi antara
anggota tim kesehatan sebagai penilaian dari
perubahan klinis pasien sangat berpengaruh. Sejauh
ini skala yang paling umum digunakan adalah
Glasgow Coma Scale. Berbagai skala lain telah
dikembangkan, beberapa di antaranya adalah jarang
digunakan di luar negara asal mereka. Contohnya
adalah Innsbruck Coma Scale dan Japanese Coma
Scale . Mereka semua umumnya menilai pasien
dengan pemberian skor yang memberikan gambaran
keseluruhan tingkat kesadaran.
Glasgow Coma Scale dikembangkan dengan
menggunakan parameter sederhana untuk tujuan
khusus yang memungkinkan dokter dan profesional
kesehatan lainnya untuk menghasilkan laporan
yang akurat dari kesadaran pasien. Namun
demikian, hal itu telah menjadi sasaran kritik
diberbagai hal dalam beberapa dekade terakhir, dan
sejumlah studi telah menggambarkan kekuatan
dan kelemahan Membuka mata, misalnya, dianggap
mengindikasikan terjaga, tetapi harus diingat bahwa
membuka mata tidak berarti bahwa isi dari kesadaran
yang utuh (seperti dalam keadaan vegetatif persisten).
Masalah lain ketika menerapkan Glasgow Coma
Skale adalah bahwa komponen verbal tidak dapat
diuji pada pasien diintubasi. Beberapa dokter
mungkin menggunakan skor terendah. Sementara
yang lain menyimpulkan respon verbal
berdasarkan temuan lain dari pemeriksaan
neurologis. Lebih jauh lagi, reflex batang otak
abnormal, pola pernapasan tertentu pada pasien, atau
yang memerlukan ventilasi mekanik dapat
diindikasikan pada koma yang dalam, tetapi Glasgow
Coma Scale tidak dapat mewakili parameter tersebut.
Penggunaan FOUR Score dalam Penilaian Kesadaran

Penentuan prognosis pada saat perawatan di Unit


Perawatan Intensif merupakan suatu hal yang perlu
diperhatikan. Dengan mengetahui prediksi
prognosis maka penanganan menjadi lebih optimal
dan motivasi untuk menangani secara maksimal lebih
tinggi. Selama ini telah dikenal sistem skor yang
sudah dipergunakan secara luas yaitu Glasgow
Coma Scale (GCS) atau modifikasi GCS namun
memiliki keterbatasan. Keterbatasan GCS adalah
komponen verbal pasien yang berada dalam keadaan
koma dan terintubasi tidak dapat dinilai. Penelitian
menunjukkan sekitar 20%-48% pasien yang
menggunakan GCS sebagai alat untuk menilai
kesadaran, menjadi kurang berguna karena mereka
diintubasi. Selain itu, GCS hanya menilai orientasi,
yang dengan mudah menjadi abnormal pada pasien
yang mengalami agitasi dan delirium.
Skor GCS tidak mempunyai indikator klinis untuk
refleks batang otak yang abnormal, perubahan pola napas,
serta tidak mampu mendeteksi perubahan minimal dari
pemeriksaan neurologis. Dengan keterbatasan tersebut
maka diperlukan suatu alternatif lain yang dapat
menggantikan GCS dengan menambahkan beberapa
kelemahan komponen pada GCS. Dilaporkan FOUR score
dapat memberikan lebih banyak informasi dibandingkan
dengan GCS dengan penilaian empat komponen yaitu:
penilaian refleks batang otak, penilaian mata, respon
motorik dengan spektrum luas, dan adanya pola napas
abnormal serta usaha napas, dengan skala penilaian 0-4
untuk masing-masing komponen.

Pada tahun 2005, Wijdicks et al. menerbitkan skala


koma baru FOUR Score. Skala koma ini melibatkan
penilaian dari empat komponen berikut, masing-masing
pada skala dengan nilai maksimal empat: respon mata,
respon motorik, refleks batang otak dan pernapasan.
Skala koma baru ini dinamakan FOUR Score.
Skor ini memiliki 4 komponen uji berbeda dengan
GCS. Jumlah komponen dan nilai maksimal untuk
masing-masing kategori adalah 4 (E4, M4, B4, R4), hal
ini lebih mudah diingat daripada GCS dengan
berbagai nilai maksimal untuk komponen-
komponennya (E4, M6, V5) dan diperkuat oleh
akronim.

Pemeriksaan respon motorik sebaiknya dilakukan pada


ekstremitas atas. Kategori motorik meliputi adanya status
epileptikus myoklonus (persisten, multisegmental, aritmik, dan
jerk-like movements) yang merupakan tanda prognostik yang
buruk pada pasien koma yang berhasil diselamatkan setelah
dilakukan resusitasi kardiak. Pemeriksaan posisi tangan
(mengarahkan jempol ke atas, mengepal seperti meninju, maupun
membntuk tanda damai) telah divalidasi sebelumnya dan
dapat digunakan dalam menilai suatu kewaspadaan.
Refleks batang otak dapat dilakukan untuk
memeriksa fungsi mesensefalon, pons, dan medulla oblongata
digunakan dalam berbagai kombinasi. Tanda klinis disfungsi N.III
akut (dilatasi pupil unilateral) juga ikut disertakan. Tidak adanya
reflex batuk terjadi ketika kedua refleks baik refleks kornea
maupun pupil tidak ada.
Penilaian pola pernafasan sangatlah
penting. Pola pernafasan Cheyne-Stokes dan
pernafasan ireguler dapat mewakili disfungsi
bihemisfer atau struktur lain yang terletak di
bawah batang otak yang berfungsi sebagai
kontrol pernafasan. Pada pasien yanG
diintubasi, ventilator mekanik yang
menunjukkan peningkatan pernafasan
mewakili gangguan pada pusat pernafasan.
Adanya nilai 0 untuk semua kategori
mengharuskan pemeriksa untuk
mempertimbangkan evaluasi kematian otak.
Penilaian dengan FOUR score dapat dilakukan
dalam beberapa menit.
Ketika menilai respon mata, yang terbaik dari tiga
kali pemeriksaan yang digunakan. E4 menunjukkan
setidaknya tiga gerakan dalam menanggapi perintah
pemeriksa (misalnya, meminta pasien untuk melihat ke
atas, melihat ke bawah dan berkedip dua kali). Jika mata
pasien ditutup, pemeriksa harus membukanya dan
mengamati apakah mereka melacak benda bergerak atau
jari telunjuk pemeriksa. Jika salah satu dari mata
dipengaruhi oleh edema kelopak mata atau trauma, respon
dari mata sehat saja dapat digunakan. Jika tidak ada
gerakan horisontal, periksa gerakan vertikal. E3
menunjukkan tidak adanya gerakan dengan mata
terbuka. E2 mengindikasikan membuka mata dalam
menanggapi suara keras, dan E1 sesuai dengan
membuka mata dalam menanggapi stimulus nyeri. E0
mengindikasikan tidak ada membuka mata bahkan setelah
stimulus yang menyakitkan.
Respon motorik dinilai sebaiknya di ekstremitas
atas. Sebuah tes dilakukan untuk menentukan
apakah pasien dapat pertama untuk
mengabduksikan ibu jari mereka dan sekaligus
secara stimulan melipat empat jari mereka
(thumbs up),melipat jari-jari mereka dan jempol
bersama-sama (membentuk gerakan tinju) dan
kemudian melebarkan jari telunjuk mereka dan jari
tengah (V sign). Jika mereka mampu melakukan hal
ini, pasien diklasifikasikan sebagai M4. Jika satu-
satunya tanggapan pasien adalah lokalisasi rasa sakit,
mereka diklasifikasikan sebagai M3. Fleksor respon
terhadap rasa sakit diklasifikasikan sebagai M2,
respon ekstensor sebagai M1 dan kurangnya
respon lengkap atau status myoclonus umum
diklasifikasikan sebagai M0.
Refleks batang otak yang diuji adalah pupil dan
kornea refleks. Refleks kornea diuji dengan
mennggunakan dua atau tiga tetes larutan garam
steril dari jarak sampai 6 inci (untuk meminimalkan
trauma kornea sebagai hasil pemeriksaan ulang).
Usapan kapas dapat juga digunakan. Ketika
keduanya (pupil dan kornea) refleksnya tidak ada,
refleks batuk juga diuji. B4 menunjukkan adanya
refleks pupil dan kornea. B3 mengindikasikan
bahwa salah satu pupil membesar dan
menetap. B2 menunjukkan tidak adanya salah
satu refleks. B1 tidak ada reflex batuk. B0
menunjukkan bahwa semua refleks tidak ada,
termasuk refleks batuk
Untuk respirasi, non-intubasi pasien dengan
pola pernapasan normal diklasifikasikan sebagai
R4, non-intubasi pasien dengan pola pernapasan
Cheyne- Stokes sebagai R3 dan non-intubasi pasien
dengan pola napas irregular sebagai R2. Pasien yang
menggunakan ventilasi mekanik diklasifikasikan
dalam R1 jika mereka bernapas di atas rata-rata
ventilator (menunjukkan bahwa pusat pernafasan
masih bekerja) dan R0 jika mereka bernapas pada
tingkat ventilator atau memiliki apnea.
Jika skor pasien nol di semua kategori,
pemeriksa harus mempertimbangkan kemungkinan
diagnosis mati batang otak.
Kelebihan FOUR Score
FOUR score diciptakan untuk memenuhi
kebutuhan akan skala penilaian tanda-tanda
neurologis yang cepat dan mudah digunakan
pada pasien dengan penurunan kesadaran. Skala
ini mengabaikan disorientasi atau delirium pada
penilaian verbal, namun memberikan
kemampuan penilaian yang baik untuk
pergerakan mata, refleks batang otak, dan usaha
napas pada pasien dengan ventilator.
Kelebihan lain dari FOUR score adalah tetap
dapat digunakan pada pasien dengan gangguan
metabolik akut, syok, atau kerusakan otak
nonstruktural lain karena dapat mendeteksi
perubahan kesadaran lebih dini. Dengan rentang
skala penilaian yang sama di tiap komponen yakni 0-
4, FOUR score juga memiliki keunggulan lain
dibandingkan GCS karena menjadi lebih mudah
diingat.
Skala koma yang ideal seharusnya linear
(memiliki bobot yang sama bagi setiap komponen),
reliabel (mengukur yang seharusnya diukur), valid
(menghasilkan nilai yang sama pada pemeriksaan
berulang), dan mudah digunakan (memiliki instruksi
yang simpel tanpa memerlukan alat bantu atau
kartu). Selain itu skala koma harus dapat
memprediksi luaran walaupun angka kematian di
ruang rawat intensif dapat dipengaruhi dengan
withdrawal bantuan hidup. Penggunaan FOUR score
memiliki kelebihan untuk pasien ruang rawat intensif
dalam setiap hal tersebut. FOUR score dibuat untuk
memenuhi kebutuhan skala penilaian tanda
neurologis yang cepat dan mudah digunakan pada
pasien dengan penurunan kesadaran. Penelitian
yang dilakukan selama ini menunjukkan tidak
adanya perbedaan nilai total dari pemeriksaan
yang dilakukan oleh perawat, residen, ataupun dokter
baik untuk FOUR score maupun GCS.
PENUTUP

FOUR score mudah digunakan, meliputi


pemeriksaan neurologis minimal dalam gangguan
kesadaran dan secara spesifik menilai keadaan tidak sadar
tertentu. FOUR score tidak seperti GCS, tidak meliputi
respon verbal sehingga lebih aplikatif pada perawatan-
perawatan di ICU yang sebagian besar diintubasi.
Sebaliknya, GCS yang menggunakan respon verbal
merupakan salah satu dari tiga komponen menjadi kurang
berguna pasien-pasien yang diintubasi.
Pemeriksaan beberapa refleks batang otak telah
dimasukkan dalam modifikasi GCS (Glasgow-Liege Coma
Scale). Refleks ini meliputi pergerakan leher cepat untuk
memperoleh refleks okulovestibular dan tekanan bola mata
untuk memperoleh refleks okulokardiak.
Pola pernafasan abnormal dan ventilator dapat
memberikan penilaian lokasi pada pasien-pasien koma.
Studi menunjukkan pola pernafasan dapat dikuasai oleh
dokter dan diinterpretasi dengan baik oleh perawat.
Kelebihan yang signifikan atas antara FOUR score
dan GCS adalah FOUR score dapat digunakan dalam
menilai keadaan pasien kritis yang diintubasi. Intubasi
adalah prosedur umum dalam bidang gawat darurat dan
ICU yang menggagalkan salah satu dari tiga komponen
GCS.
Pemeriksaan refleks batang otak dalam FOUR score
memberi informasi penting mengenai tahapan cedera
batang otak yang tidak tersedia pada GCS. FOUR score
meliputi tanda-tanda herniasi uncus.
Perhatian terhadap pola pernafasan pada FOUR
score tidak hanya menunjukkan kebutuhan akan bantuan
pernafasan pada pasien stupor maupun koma tetapi juga
memberikan informasi adanya respiratory drive. Penilaian
dengan skala ini juga dapat menilai tingkat keparahan
pasien koma dengan GCS terendah. Akhirnya
probabilitas kematian di rumah sakit lebih tinggi pada
nilai FOUR score terendah dibandingkan dengan GCS.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wijdicks EF, Willian RB, Boby VM, Edward MM,


Robyn LM.Validation of a New Coma Scale: The
FOUR Score. American Neurological Association
2005;58:585–593.
2. Bordini, AL, Luiz TF, Fernandes M, et al. Coma
Scale a Historical Review. Arq Neuropsiquiatr
2010;68(6);930-937.
3. Dewi R, Mangunatmadja, Yuniar I.
Perbandingan full outline of responsiveness score
dengan Glasgow Coma Scale dalam menentukan
prognostic pasien sakit kritis. Sari Pediatri
2011;13(3);215-22

Anda mungkin juga menyukai