Penyakit Sistemik
Penyakit Sistemik
PENYAKIT HEPAR
Hepatitis
Suatu proses inflamasi pada hati dengan gambaran klinis dan
histologis yang spesifik yaitu terdapatnya suatu keadaan nekrosis
difus atau sebagian pada lobus hepatikus
ETIOLOGI:
• virus hepatitis tipe A, tipe B, alkohol dan obat-obatan, juga virus C,D
dan E
• Infeksi yang jarang terjadi oleh karena mononukleosis, yellow fever,
cytomegalovirus, coxsachievirus, leptospirosis
• Infeksi parasit, schistosomiasis, amoebiasis, malaria, sasarannya
adalah liver tetapi tidak menyebabkan hepatitis
• Infeksi piogenic dan abses merupakan masalah juga
• Tuberkulosis pada liver dan infiltrasi granulomatous lain disebut ‘
granulomatous hepatitis” , akan tetapi mempunyai gejala klinis,
biokemis dan histologis yang berbeda
Acute Viral Hepatitis
VIRUS A VIRUS B
﹡ Masa inkubasi
Virus A : 2-6 minggu
Virus B : 6-25 minggu
MANIFESTASI KLINIS
FASE INKUBASI FASE PRODORMAL FASE IKTERUS
• Waktu antara masuknya • Diawali dgn gejala nausea, • Terjadi setelah 3-10 hari
virus dan timbulnya gejala anorexia, malaise, panas • Warna urine menjadi lebih
atau ikterus • Dapat terjadi arthralgia (nyeri gelap dan diikuti dengan
• Tiap virus hepatitis berbeda- sendi), khususnya pada jaundice
beda lama inkubasinya hepatitis B
• Nyeri abdomen ringan di
kuadran kanan atas atau
epigastrium
FASE PENYEMBUHAN
Imunisasi hepatitis B untuk bayi yg lahir dari ibu dgn HBsAg Apabila bayi lahir dari ibu dgn HBsAg positif,
negatif atau status HBsAg tidak diketahui diberikan vaksin maka imunisasi dgn immunoglobulin harus
hepatitis B sesegara mungkin (usia bayi <24 jam sesudah diberikan <24 jam dari kelahirannya
kelahiran bersamaan dgn pemberian vitamin KI)
■ GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu
yang sering terjadi akibat infeksi streptococcus
Edema
Hematuria Demam
ringan
Gejala
Albuminuri
Hipertensi gastrointes
a
tinal
Sindroma nefritis akut
Hipertensi
Nyeri kepala
Gangguan penglihatan
■ Hanley et al, 2012, Prevalences of kidney stone in the United States. Journal European Association of Urology[internet].
Klasifikasi :
1. Batu kalsium
2. Batu asam urat
3. Batu struvit
4. Batu sistin
Etiologi
Penyebab pasti yang membentuk batu ginjal belum diketahui. Diduga dua
proses yang terlibat dalam batu ginjal yakni supersaturasi dan nukleasi.
Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam
jumlah besar dalam urin, yaitu ketika volume urin dan kimia urin yang
menekan pembentukan batu menurun. Nukleasi proses pembentukan
batu ginjal dari Ion kalsium dan oksalat yang merekat (adhesi) di inti
(natrium hidrogen urat, asam urat atau kristal hidroksipati) membentuk
campuran batu.
■ Putra, MMA., Ahmad F. 2016. Nefrolitiasis .
HUBUNGAN BATU GINJAL DENGAN PENYAKIT LAIN
■ Sukandar, E. 2006. Nefrologi Klinik. Edisi 3.; Saucier, et al. 2010. Risk Factor for Chronic Kidney Disease in
Person with Kidney Stone.
Patofisiologi
Proses pengendapan kimiawi molekul dari kalsium garam yang
larut di dalam traktus urinaria
Takikardia
Edema perifer
Patofisiologi
Pre- Disebabkan oleh ggn aliran darah renal karena
vasokonstriksi renal, hipertensi, hipovolemia &
renal curah jantung tdk adekuat
ARF
Kerusakan Nefron
4. Pulmonary Uremic “lung” atau pneumonia Toxin uremic dalam pleura dan jaringan paru
Retensi asam organic hasil metabolisme
Toxin uremic
Manifestasi Klinis
5 Asam basa Asidosis metabolic Ketidakseimbangan elektrolit
. Retensi asam organic hasil metabolisme
6 Neurologic Letih, lesu, sakit kepala, Toxin uremic
. gangguan tidur, gangguan Ketidakseimbangan elektrolit
otot /kejang, pegal
7 Hematologik Anemia Penekanan produksi RBC
. Perdarahan Penurunan waktu hidup RBC
Perdarahan
Dialysis
Defisiensi Fe
8 Metabolik Intoleransi KH Menurunya sensitifitas insulin di dalam jaringan perifer
. Hiperlipidemia Penundaan produksi insulin oleh pancreas
Hiperparatiroid Meningkatnya waktu hidup insulin
Infertility Meningkatnya produksi serum bringliserial
Sexual disfunction Produksi glyserial meningkat dalam hati karena insulin
Menurunya libido + ereksi meningkat
Menurunya menstruasi s/d Meningkatnya produksi serum trigliserid
amenorhoc Produk glyserides meningkat dlm hati akibat dari
insulin meningkat
Fosfat dlm serum meningkat Ca+ dlm serum
menurun merangsang paratiroid
Mekanisme belum jelas
Produksi testosterone dan spermatogenesis menurun
Rangsangan paratiroid meningkat
Penatalaksanaan ekstraksi pada pasien gagal ginjal
dengan komplikasi
Pre- operative
Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisaisa dapat meningkatkan
potensi terjadinya perdarahan karena penggunaan antikoagulan, oleh
karena itu pembedahan sebaiknya dilakukan pasca hemodialisis, saat
kadar antikoagulan dalam darah berada pada tingkat paling minimal.
Komplikasi lain yang mungkin menyertai yaitu hipertensi dan DM, yang
akan mempurburuk kondiris rm pasien. Oleh karena itu perlunya
komunikasi yg baik dengan dokter yang merawat pasien tersebut agar
mencegah terjadinya risiko perdarahan maupun komplikasi lain selama
tindakan pasca tindakan
intraoperative
Penatalaksanaan tindakan bedah mulut pada pasien dengan gagal ginjal harus
mempertimbangkan kondisi sistemik darib pasien pada prosedur pra-operatif,
intraoperatifm dan pasca operatif.
Pemilihan obat dengan dosis yang tepat juga harus diberikan pada pasien
dengan beberapa komplikasi agar mekanism kerja obat tidak bersifat
antagonis.
KELAINAN JANTUNG
PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL
■ Atrium Septal Defect (ASD)
■ Ventrikular Septal Defect (VSD)
■ Tetralogi of Fallot (TOF)
■ Patent Ductus Arterious (PDA)
Atrium Septal Defect (ASD)/Defek Septum
Atrium (DSA)
■ Defek Septum Atrium (DSA) adalah lubang pada sekat
antara kedua atrium
■ Apabila terdapat DSA darah mengalir dari atrium kiri ke
atrium kanan melalui lubang. meningkatkan volume darah
dalam atrium kanan yang berarti lebih banyak darah
mengalir ke paru-paru.
■ Apabila dibiarkan tanpa pengobatan DSA dapat
menyebabkan masalah saat dewasa seperti, hipertensi
pulmonal, gagal jantung kongestif, aritmia atrial dan risiko
stroke meningkat
■ 2x lebih banyak pada wanita dibanding pria
Patofisiologi DSA
■ DSA kecil menyebabkan pirau kecil dan tidak menyebabkan
gangguan hemodinamik.
■ Defek yang lebih besar menyebabkan pirau
besar,menyebabkan overload di atrium kanan,ventrikel
kanan,dan a.pulmonalis.
■ Puncak pirau kiri ke kanan tergantung ukuran DSA,
komplains relative kedua ventrikel, dan resistensi vaskular
paru dan sistemik. Apabila dibiarkan tanpa pengobatan,
terjadi hipertensi pulmonal, gagal jantung kanan, komplains
ventrikel kanan menurun dan potensial terjadi pirau kanan
ke kiri. Namun sindrom Eishenmenger berkaitan dengan
DSA jarang pada populasi dewasa (5%).
Gejala DSA
Pada kebanyakan anak-anak DSA tanpa gejala.
Biasanya asimptomatis pada umur dekade pertama
dan kedua
TIPE 3 TIPE 4
• disebut juga tipe inlet dan tipe AV canal • dikenal juga dengan nama tipe muskular.
• Ditemukan berkisar 5% Lokasi defek terletak di pars muscularis.
• Ditemukan berkisar 20% dan dibagi lagi
berdasarkan lokasinya menjadi anterior,
apical, posterior dan mid
TIPE 5
• dikenal dengan nama adanya shunting dari venticulus
dextra menuju ke atrium dextra karena tidak adanya
septum atrioventricularis
Patofisiologi DSV
■ Adanya defek di septum ventriculare adalah tergantung ukuran
defek dan tahanan vaskular paru.
■ Aliran darah ke paru-paru akan meningkat setelah kelahiran
sebagai respon menurunnya tahanan vaskular paru akibat
mengembangnya paru-paru dan terpaparnya alveoli oleh oksigen.
■ Jika defek berukuran besar, aliran darah ke paru-paru akan
meningkat dibandingkan aliran darah sistemik diikuti regresi sel
otot polos arteri intrapulmonalis.
■ Perubahan ini berhubungan dengan munculnya gejala setelah
kelahiran bayi aterm berumur 4-6 minggu atau awal dua minggu
pertama pada kelahiran bayi prematur
Gejala klinis dsv
■ tergantung pada ukuran defek dan hubungan antara tahanan vascular paru dan
sistemik.
■ Gejala klinis biasanya muncul saat bayi berumur 4-8 minggu, seiring dengan
menurunnya tahanan vaskular paru akibat adanya remodelling arteriol paru.
■ Anamnesis
■ ekokardiografi
■ Pemeriksaan fisik
■ Pemeriksaan lab
■ Pemeriksaan radiografi
Tatalaksana tetralogi fallot
Tatalaksana medis:
1. Pada serangan sianotik akut:
■ Pasien diletakkan dalam knee – chest position.
■ Diberikan O2 masker 5 – 8 liter / menit.
■ Morfin sulfat 0,1 – 0,2 mg /kgBB/subkutan (sebagian ahli menyarankan
intramuscular)
■ Diberikan sodium bikarbonat 1 meq/kgBB/IV untuk koreksi asidosis
■ Diberikan transfusi darah bila kadar hemoglobin <15 g/dl, jumlah darah
rata – rata yang diberikan adalah 5 ml/kgBB
■ Diberikan propanolol 0,1 mg/kgBB/IV secara bolus.
■ Jangan memberikan Digoxin pada saat pasien menderita serangan
sianotik karena akan memperburuk keadaan.
2. Apabila tidak segera dilakukan operasi, dapat diberikan propranolol rumat
dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. Bila pasien mengalami
serangan sianotik disertai dengan anemia relatif, maka diperlukan preparat
Fe. Dengan Fe ini akan terjadi retikulosistosis dan kadar hemoglobin
meningkat.
3. Hiegene mulut dan gigi perlu diperhatikan, untuk meniadakan sumber
infeksi untuk terjadi endocarditis infektif atau abses otak.
4. Terjadinya dehidrasi harus dicegah khususnya pada infeksi interkuren.
5. Orang tua perlu diedukasi atau diajarkan untuk mengenali serangan
sianotik dan penanganannya.
Tatalaksana intervensi non bedah
■ Dilatasi alur keluar ventrikel kanan dan katup pulmonal
dengan balon, kadang dilakukan untuk megalami gejala
berat.
■ Pemasangan stent pada duktus arteriosus persisten bisa
juga dikerjakan bila stenosis pulmonal berat atau atretik.
Penyakit Patent Duktus Arterious (PDA)
■ Patent Ductus Arterious adalah kegagalan menutupnya
ductus arterious (arteri yang menghubungkan aorta dan
arteri pulmonal).
■ Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya
duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan
dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan
lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih
rendah).
Faktor Prenatal :
• Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
• Ibu alkoholisme.
• Umur ibu lebih dari 40 tahun.
• Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM)
yang memerlukan insulin.
• Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
ETIOLOGI
Faktor Genetik :
• Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit
jantung bawaan.
• Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
• Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
• Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
MANIFESTASI KLINIS
Etiologi
• Prenatal: genetik atau kongenital (ex: anoxia, infeksi, alcohol atau
penyalahgunaan obat, ketidacocokan Rh, dan gangguan metabolism,
kurangnya asam folat)
• Natal: Anoksia, perdarahan
• Postnatal: cedera kepala, infeksi, neoplasma, anoksia
Klasifikasi Cerebral Palsy
Cerebral Palsy tipe Spastic
• paling umum dari kasus cerebral palsy
• Presentase kejadiannya 50% sampai 70%.
• Memiliki ciri hipertabilitas yang melibatkan otot sehingga bila
diberikan sedikit rangsangan akan menimbulkan kontraksi
berlebihan, lengan, kaki dan kepala seakan tertekuk,
terbatasnya otot leher sehingga menimbulkan gerakan
berputar pada kepala, sulitnya mempertahankan postur tegak,
kurangnya koordinasi intraoral, perioral, dan otot
pengunyahan; memungkinan gangguan pengunyahan dan
menelan, drooling berlebihan, lidah seakan terdorong keluar
dan gangguan bicara.
Cerebral Palsy tipe Athetosis
• disebabkan oleh luka pada sistem ekstra piramida yang terletak pada
otak depan maupun tengah.
• terjadi sekitar 15% sampai 20% dari orang yang terkena.
• ditandai dengan ciri hipotonia dan pergerakan lambat pada ekstremitas,
bahu, otot wajah, dan gerakan menggeliat tak terkendali. Orang dengan
tipe ini sering mengalami perubahan dalam otot di semua anggota
tubuh mereka, otot menjadi kaku saat melakukan aktivitas dan normal
saat tidur.
• Berbicara juga bisa sulit untuk dipahami karena kesulitan dalam
mengendalikan lidah, pernapasan dan penggunaan pita suara. Selain
itu, gerakan involunter seperti menyeringai, menggeliat dan menyentak
secara tiba-tiba akan mengganggu gerakan volunter. Selain itu anak-
anak dengan cerebral palsy tipe athetosis memiliki insiden drooling
lebih rendah dibandingkan dengan tipe cerebral palsy spasticity
Ataxia
• disebabkan oleh luka pada otak kecil yang terletak dibagian belakang
kepala (cerebellum) yang bekerja sebagai pengontrol keseimbangan dan
koordinasi pada kerja otot.
• Angka kejadian tipe ini yakni 5% hingga 10%.
• Anak yang termasuk dalam cerebral palsy ataxia memiliki ciri
keseimbangan terganggu, pergerakan mengulang, refleks hipoaktif,
terjadinya nistagmus yaitu gerakan ritmik pada mata yang tidak
terkontrol sering menyebabkan penurunan ketajaman visual, gerakan
involunter, terutama pada inisiasi dan penghentian gerak, sehingga
terjadi lintasan gerak yang tidak teratur (dysynergia) atau berjalan tidak
secara garis lurus, tremor terminal, dan melampaui tungkai (dysmetria).
Cerebral Palsy tipe Campuran
• Cerebral palsy tipe ini memiliki frekuensi kejadian 5% sampai 10%.
• Gejala yang di timbulkan meliputi dua atau lebih dari jenis cerebral
palsy yang muncul pada orang yang sama.
Manifestasi rongga mulut
Tidak ada anomali intraoral yang khusus untuk orang-orang dengan CP. Namun, beberapa kondisi
yang lebihumum atau lebih parah dapat terjadi daripada populasi umumnya. Kondisi ini adalah
sebagai berikut:
■ Penyakit periodontal terjadi dengan frekuensi yang besar pada orang dengan cerebral palsy.
Penyakit ini diderita oleh lebih dari ⁄ penderita cerebral palsy dan insidensi ini makin tinggi
pada anak dengan bertambahnya usia.
■ Karies gigi pada penderita cerebral palsy lebih menonjol dibanding anak normal. Faktor indirek
penderita cerebral palsy adalah stagnasi makanan, yang disebabkan ketidakmampuan anak
atau orang tuanya membersihkan mulut.
■ Prevalensi maloklusi pada pasien dengan cerebral palsy adalah sekitar dua kali lipat pada
populasi umum disebabkan keabnormalan aktivitas otot-otot mulut.
■ Bruxism biasanya diamati pada pasiendengan cerebral palsy tipe athetosis.
■ \Orang dengan cerebral palsy lebih rentan terhadap trauma, khususnya gigi anterior rahang
atas. Situasi ini terkait dengan peningkatan kecenderungan untuk jatuh, bersama dengan
berkurangnya ekstensor refleks untuk melindunginya ketika jatuh.
Perawatan dental
■ Penderita cacat mempunyai masalah tambahan yang dapat
mempengaruhi perilaku penerimaan terhadap perawatan kesehatan
gigi. Kebanyakan penderita cerebral palsy cukup kooperatif, namun
tidak dapat duduk dengan tenang di kursi perawatan gigi. Gerakan
abnormal pada penderita cerebral palsy yang didapat terutama pada
gerakan kepala, leher, tulang belakang, bahu, pinggul, dan panggul akan
sangat berpengaruh. Gerakan yang tidak terkontrol pada penderita
cerebral palsy dapat mencelakakan dirinya sendiri maupun dokter gigi
yang merawatnya.
■ Keberhasilan perawatan tergantung dari kerjasama dan komunikasi
verbal serta non verbal yang dilakukan antara dokter gigi dengan
penderita.
Epilepsi
■ Epilepsy is a common neurological condition that affects about one person
in every 103.
■ It is caused by recurring disruptions to the brain’s usual activity, which are
generally short-lived.
■ Disorder characterized by recurrent, unprovoked seizures
■ Epilepsy is most commonly diagnosed in childhood and in people over 60
years of age, but it can affect anyone.
■ The outward signs of epilepsy are known as seizures, and these vary in
appearance depending upon the part of the brain that is affected and how
far the disruption has spread
■ seizures occur without any warning and without any obvious trigger.
A tendency to have recurrent seizures
■ 1% by age 20
■ 3% by age 75
Etilogi Epilepsi
■ In 70% of epilepsy cases, the specific etiology is not known
for certain. These cases are defined as idiopathic or primary
epilepsy.
■ There are, however, a number of recognised factors that
increase a person’s risk of developing epilepsy:
– Brain scarring or brain damage, e.g. due to birth injuries, accidents, physical
assaults, excessive use of alcohol/drugs
– Infections and fevers, e.g. meningitis, rubella, encephalitis
– Benign and malignant tumours
– Genetic factors, e.g. tuberous sclerosis, Cortical Malformations
– Dementia and neurodegenerative disorders, e.g. Alzheimer’s disease
– Stroke, which can occur at any age
– Parasitic infections, e.g. malaria (very rare in the UK, but an important cause of
epilepsy in other parts of the world)
Faktor Predisposisi
■ Resiko terjadinya kejang meningkat oleh karena faktor seperti kualitas tidur yang
buruk, stress, kecemasan, konsumsi alkohol/kafein yang berlebihan atau kedipan
lampu (berkisar 5% dari kasus yang terjadi, dikenal sebagai photosensitive epilepsy)
■ Pada beberapa wanita kejang epilepsy terjadi pada waktu tertentu saat siklus
hormonal (perubahan hormonal)
■ Penggunaan obat-obatan yang dapat mengurangi efektifitas kerja obat antiepileptic
■ Penyakit sistemik yang dapat menyebabkan kejang seperti sepsis, SLE, hipertensi,
dan diabetes.
Onset
Epilepsy can affect anyone, of any age or race, either sex, from any walk of life
and may:
• develop shortly after birth due to complications
• begin in childhood, e.g. febrile convulsions, childhood illnesses
• develop at the time of hormonal changes, e.g. puberty, pregnancy,
menopause
• start in elderly people as a consequence neurodegenerative conditions, e.g.
Alzheimer’s disease
• occur in different generations of the same family
Tipe Seizure
Generalized Absences: the person looks blank for a few seconds and may not
seizures respond when spoken to or realise they have had a seizure. This type
of seizure can happen repeatedly and can be mistaken for
daydreaming.
Tonic and atonic seizures, or drop attacks: the person briefly loses
consciousness, may stiffen and fall heavily or lose muscle tone and
crumple to the ground.
Myoclonic seizures: rhythmic muscle jerks that can affect part of/the
whole body and can be strong enough to throw the person to the
ground.
Focal Auras (or warnings as they are sometimes called): some people
experience a particular smell/sound/feeling before a seizure
seizures starts. This is known as an aura and it is itself a focal seizure.
TIPE ATIPIKAL
• Ditandai dengan rasa nyeri, terbakar atau
tertusuk pada wajah namun dengan
intensitas nyeri yang lebih rendah daripada
neurlagia tipe 1 namun lebih konstan.
Manifestasi klinis
■ Gejala klinis yang dirasakan bervariasi bergantung dengan tipe yang dirasakan.
Sensasi yang dapat muncul antara lain rasa nyeri, tertusuk, terbakar scara tiba tiba
pada wajah, dapat muncul secara mendadak. Setelah rasa nyeri biasa disertai dengan
periode bebas nyeri. Rasa ini dapat muncul oleh rangsangan pada triger zone yang
biasa dilakukan pada saat menyikat gigi, mengenakan makeup, shaving, cuci muka,
bahkan pada saat ada getaran ketika sedang berlari atau berjalan. Rasa nyeri dapat
berlangsung detik hingga menit. serangan – serangan paroxysmal pada wajah atau
nyeri di frontal yang berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
■ Gejala yang dirasakan pada Neuralgia trigeminal tipe I (klasik) biasanya mempunyai
periode remisi yang cukup lama, sedangkan pada neuralgia trigeminal tipe II (atipikal)
periode remisi biasanya jarang dan lebih susah untuk diterapi
TATALAKSANA
Terapi non Farmakologik
Terapi Farmakologik Tindakan operatif yang dapat dilakukan:
Dalam guidline EFNS ( European • prosedur ganglion gasseri, dan dekompresi
Federation of Neurological Society mikrovaskuler. Dekompresi Mikrovaskular
) disarankan terapai neuralgia dilakukan dengan memberi pemisah (dapat
trigeminal dengan carbamazepin ( menggunakan tampon atau pad) antara pembuluh
200-1200mg sehari ) dan darah dan nervus yang bersentuhan
oxcarbazepin ( 600 1800mg • Adapula tindakan operatif lainnya yang dikenal
sehari ) sebagai terapi lini dengan sensory rhizotomy. Prinsip operasi ini
adalah memutuskan hubungan impuls antara
pertama. Sedangkan terapai lini
nervus trigeminus dengan otak.
kedua adalah baclofen dan
lamotrigin.