Anda di halaman 1dari 110

PENYAKIT SISTEMIK

PENYAKIT HEPAR
Hepatitis
Suatu proses inflamasi pada hati dengan gambaran klinis dan
histologis yang spesifik yaitu terdapatnya suatu keadaan nekrosis
difus atau sebagian pada lobus hepatikus

ETIOLOGI:
• virus hepatitis tipe A, tipe B, alkohol dan obat-obatan, juga virus C,D
dan E
• Infeksi yang jarang terjadi oleh karena mononukleosis, yellow fever,
cytomegalovirus, coxsachievirus, leptospirosis
• Infeksi parasit, schistosomiasis, amoebiasis, malaria, sasarannya
adalah liver tetapi tidak menyebabkan hepatitis
• Infeksi piogenic dan abses merupakan masalah juga
• Tuberkulosis pada liver dan infiltrasi granulomatous lain disebut ‘
granulomatous hepatitis” , akan tetapi mempunyai gejala klinis,
biokemis dan histologis yang berbeda
Acute Viral Hepatitis
VIRUS A VIRUS B

• Karena kontak fekal-oral, darah, • Ditularkan melalui parenteral


dan sekret lain yang infeksius • Akibat transfuse darah
• “food-borne” epidemics, • Pemakaian jarum suntik secara
terutama di negara bergantian
berkembang • Cuci darah (renal dialysis)
• Secara sporadis terjadi karena • Dapat terjadi non parenteral
kontak “person-to-person” misal: sex intercourse

﹡ Masa inkubasi
Virus A : 2-6 minggu
Virus B : 6-25 minggu
MANIFESTASI KLINIS
FASE INKUBASI FASE PRODORMAL FASE IKTERUS

• Waktu antara masuknya • Diawali dgn gejala nausea, • Terjadi setelah 3-10 hari
virus dan timbulnya gejala anorexia, malaise, panas • Warna urine menjadi lebih
atau ikterus • Dapat terjadi arthralgia (nyeri gelap dan diikuti dengan
• Tiap virus hepatitis berbeda- sendi), khususnya pada jaundice
beda lama inkubasinya hepatitis B
• Nyeri abdomen ringan di
kuadran kanan atas atau
epigastrium

FASE PENYEMBUHAN

• Diawali dengan hilangnya icterus dan keluhan lain, tetapi


hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada
• Muncul perassan sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan
• Keadan akut biasanya akan membaik dalam 2-4 minggu
PROGNOSIS

■ Hepatitis sembuh spontan pada sebagian besar


kasus, selama 6-12 minggu
■ Hepatitis B memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan hepatitis A, khususnya pada
orang-orang tua, mortalitas sebesar 10-15%
PROFILAKTIK
■ Personal hygiene
■ Isolasi feces, urine dan darah dari penderita
hepatitis A, hendaknya diperlakukan sebagai
bahan infeksius
■ Isolasi penderita hanya dapat menghindari
penyebaran hepatitis B
■ Vaksinasi
IMUNISASI
Imunisasi hepatitis A dengan cara pemberian vaksin sebanyak 2x dgn
jarak 6-12 bulan pada masyarakat usia 2 tahun ke atas

Imunisasi hepatitis B untuk bayi yg lahir dari ibu dgn HBsAg Apabila bayi lahir dari ibu dgn HBsAg positif,
negatif atau status HBsAg tidak diketahui diberikan vaksin maka imunisasi dgn immunoglobulin harus
hepatitis B sesegara mungkin (usia bayi <24 jam sesudah diberikan <24 jam dari kelahirannya
kelahiran bersamaan dgn pemberian vitamin KI)

Imunisasi hepatitis tipe B pada kelompok masyarakat berisiko tinggi seperti,


• kelompok populasi yg melakukan praktik seksual berisiko
• pengguna NAPZA suntik
• petugas kesehatan,
• mahasiswa/pelajar sekolah kesehatan
• orang dekat/keluarga/tinggal serumah
• pasangan orang dengan Hepatitis B
• orang dgn riwayat keluarga Hepatitis B
• orang dengan Infeksi Menular Seksual (IMS).
PENYAKIT GINJAL
Anatomi ginjal
• Organ ganda terletak dalam rongga abdomen, retroperitoneal, antara
vetebra L1 – L4
• Panjangnya bervariasi dari 6-12 cm, dan berat yang bervariasi antara
24-150 gr
• Terdiri dari korteks dan medulla
• Tiap ginjal terdiri dari kurang lebih 1 jt nefron
• Tiap nefron terdiri dari glomerulus dan kapsula
bowman, tubulus proksimal, anse henle dan
tubulus distal
Fungsi ginjal

1.Funsi ekskresi Fungi non eksresi

• Mempertahankan • Menghasilkan renin yang


osmolalitas plasma sekitas penting untuk mengatur
285 mOsmol dengan tekanan darah
mengubah ekskresi air. • Menghasilkan ertripoietin
• Mempertahankan pH yaitu suatu faktor yang
plasna sekitar 7,4 dengan penting dalam stimulasi
mengeluarkan H+ dan produk sel darah merah
membentuk kembali HCO3 oleh sumsum tulang
• Mempertahankan kadar • Metabolisme vitamin D
masing-masing elektrolit enjadi bentuk aktifnya
plasma dalam rentang • Degradasi insulin
normal • Menghasilkan
prostaglandin
Glomerulonefritis akut

■ GNA adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu
yang sering terjadi akibat infeksi streptococcus

GN primer •Dikaitkan jika penyakit dasarnya berasal dari


ginjal sendiri

GN •Dikaitkan jika kelainan ginjal terjadi akibat


penyakit sistemik lain seperti autoimun,
sekunder infeksi, keganasan atau penyakit metabolik
Gejala klinis

Edema
Hematuria Demam
ringan

Gejala
Albuminuri
Hipertensi gastrointes
a
tinal
Sindroma nefritis akut

■ Sindroma nefritis akut (Glomerulonefritis akut, glomerulonefritis pasca infeksi)


adalah suatu peradangan pada glomeruli yang menyebabkan hematuria/ darah
dalam air kemih, dengan gumpalan sel darah merah dan proteinuria yang
jumlahnya bervariasi

•Bisa timbul setelah suatu


infeksi oleh streptococus, juga
etiologi bisa disebabkan oleh reaksi
infeksi
Gejala klinis
Edema periorbital dan edema tungkai

Urin berwarna gelap

Hipertensi

Nyeri kepala

Gangguan penglihatan

Gangguan fungsi hati


Sindrom Nefrotik
■ Adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma, yang
menimbulkan protein urea, hipoalbuminemia atau
hipoprotein, hiperlipidemia, edema, hiperkoagulasi, dan
lipiduria
1.Sindrom • diturunkan sebagai reseseif autosomal atau
nefrotik bawaan karena fetomaternal

Sindrom neftortik •akibat penyakit tertenty seperti penyakit


infeksi, keganasan, obat-obatan, penyakit
sekunder multisistem, alergi, herediter, toksin,

Sindrom nefrotik • yang berhubungan dengan kelainan primer


primer(idiopatik) dengan sebab tidak diketahui
Gejala klinis
■ Proteinuria >3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg pada anak
■ Hipoalbuminemia <30g/l
- Edema generalisata, edema terutama jelas pada kaki, namun dapat ditemukan edema
muka, ascxites dan efusi pleura.
- -anorexia
- Nyeri abdomen
- Bb meningkat
- Hiperkolesterolemia
■ Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis vena dan arteri
Manifestasi Klinik
■ Manifestasi klinik yang utama adalah edema
■ Gejala lainnya yaitu anoreksia, diare, pucat, gagal tumbuh,
pelisutan otot jangka Panjang, malaise, sakit kepala,
iritabilitas.
■ Penurunan jumlah urin (urin gelap, berbusa), hematuria
NEFROLITHIASIS (batu ginjal)
• Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit
ginjal, dimana ditemukannya batu yang mengandung
komponen kristal dan matriks organik yang merupakan
penyebab terbanyak kelainan saluran kemih (Hanley et al,
2012).
• Lebih dari 80% batu ginjal terdiri atas batu kalsium, baik
yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat,
membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat,
sedangkan yang lain berasal dari batu asam urat, batu
magnesium amonium fosfat (struvite), sistein atau
kombinasi (Bushinsky et al, 2008).

■ Hanley et al, 2012, Prevalences of kidney stone in the United States. Journal European Association of Urology[internet].

■ Bushinsky et al, 2008, Nephrolithiasis in The Kidney, 8th Edition.


Nefrolithiasis didefinisikan sebagai pembentukan batu di dalam ginjal

Klasifikasi :
1. Batu kalsium
2. Batu asam urat
3. Batu struvit
4. Batu sistin
Etiologi
Penyebab pasti yang membentuk batu ginjal belum diketahui. Diduga dua
proses yang terlibat dalam batu ginjal yakni supersaturasi dan nukleasi.
Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam
jumlah besar dalam urin, yaitu ketika volume urin dan kimia urin yang
menekan pembentukan batu menurun. Nukleasi proses pembentukan
batu ginjal dari Ion kalsium dan oksalat yang merekat (adhesi) di inti
(natrium hidrogen urat, asam urat atau kristal hidroksipati) membentuk
campuran batu.
■ Putra, MMA., Ahmad F. 2016. Nefrolitiasis .
HUBUNGAN BATU GINJAL DENGAN PENYAKIT LAIN

Batu ginjal yang menyebabkan tekanan intra renal disertai infeksi


saluran kemih berulang atau urosepsis, yang merupakan faktor
dominan sebagai penyebab destruksi parenkim ginjal dan
penurunan jumlah populasi nefron (Sukandar, 2006). Saucier et
al. (2010) meneliti faktor – faktor risiko pada pasien batu ginjal
yang berkembang menjadi PGK. Hasilnya menunjukkan PGK lebih
sering terjadi pada pasien batu ginjal dengan riwayat hipertensi
dan infeksi saluran kemih berulang.

■ Sukandar, E. 2006. Nefrologi Klinik. Edisi 3.; Saucier, et al. 2010. Risk Factor for Chronic Kidney Disease in
Person with Kidney Stone.
Patofisiologi
Proses pengendapan kimiawi molekul dari kalsium garam yang
larut di dalam traktus urinaria

Naiknya ekskresi kalsium dan menurunnya volume urin

Terjadi perubahan Ph urin dan infeksi di traktus urinaria

Berkurangnya substansi yang menghambat urin dan


mengendap pada ginjal, lama-kelamaan mengkristal
membentuk seperti batu
Gagal ginjal akut
• Sindroma klinis yang ditandai dengan penurunan
Glomerulus Filtration Rate secara mendadak
diikuti dengan retensi sisa metabolik dari
protein (Azotemia) dan ketidakmampuan untuk
mempertahankan keseimbangan asam basa
dan elektrolit.
• Oliguria < 30 ml/jam (< 400 ml/hr)
TANDA DAN GEJALA
Keluaran urin kurang dari 400ml/hari selama 1 hingga 2 minggu diikuti oleh diuresis 3
hingga 5 L/hari selama 2-3 minggu

Perubahan status mental (ngantuk, bingung)

Perubahan tingkat kesadaran

Takikardia

Ronki basah pada kedua bagian basal paru

Membran mukosa yang kering

Bau nafas uremik

Edema perifer
Patofisiologi
Pre- Disebabkan oleh ggn aliran darah renal karena
vasokonstriksi renal, hipertensi, hipovolemia &
renal curah jantung tdk adekuat

 penurunan tekanan filtrasi  penurunan GFR

Vol urine < 400 ml/hr, BJ urin meningkat dan


konsentrasi Na urin < 5 mEq/L

Ketidakmampuan mengembalikan volume darah


atau tekanan darah dapat menyebabkan acute
tubular necrosis atau acute cortical necrosis
Patofisiologi
Intra-
renal/intrinsik

Post- Hipertensi lama & hipovolemia  ischemia

ische Pembengkakan sel, injuri dan nekrosis


mik

Antibiotik (aminoglikosida, penisilin, tetrasiklin, amfoterisin) 


Nefrot terakumulasi di korteks renal

oksik Radiokontras media & cisplatin  nefrotoksik


mercuri, arsenik, tembaga, platinum, uranium, toksin bakteri
Obat: fenitoin, simetidin, siklosforin
Fungisida, pestisida Nekrosis pd tubulus proksimal
Patofisiologi

Post- Obstruksi bilateral saluran keluar dari


kedua ginjal
renal
Ditandai dengan anuria yang diikuti
dengan poliuria
GGK (Gagal Ginjal Kronik) / CKD (Chronic
Kidney Disease)

Penurunan faal ginjal yang menahun dan umumnya irreversible.


Akibat yang terjadi adalah ketidakseimbangan metabolisme cairan
dan elektrolit yang timbul karena adanya penurunan fungsi
glomerolus akibat banyaknya nefron yang rusak sehingga ginjal
tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal.

Penurunan fungsi ginjal dapat diukur melalui penurunan laju


filtrasi glomerolus (LFG) yang berfungsi sebagai indicator
kemampuan ginjal dalam menyaring darah.
Etiologi
Penyakit infeksi ginjal (glomerulonefritis, pyelonefritis)

ARF

Penyakit ginjal polikistik

Obstruksi ginjal (neoplasma), prostate, striktura

Nefrotoksik (analgetik, kanamisin)

Penyakit sistemik (DM, Hipertensi, SLE, Gout)


Penyebab

Kerusakan Nefron

Kehilangan fungsi ginjal sebagian


Tubuh tidak mampu membuang sisa garam
Menurunya GFR dan Clearance
dan sisa metabolisme melalui ginjal
Meningkatkan fungsi ginjal yang masih normal

Sisa yang normal hypertrofi


Syndrome Uremia
Filtrasi solute meningkat (GFR 10 – 20 mL/mnt)
Fungsi mengkonsentrasi urine menurun

Fungsi reabsorbsi tubulus menurun secara berangsur


Ekskresi hydrogen ↓  Asidosis metabolic
Ekskresi fosfat ↓  Hyperfosfatemia
Ekskresi urin meningkat, cair (Poliuria)
Ekskresi kalium ↓  Hyperkalemia
Reabsorbsi Na ↓  Retensi air
Pasien kehilangan cairan tubuh Ekskresi sampah Nitrogen ↓  Uremia

Perfusi pembuluh darah ginjal menurun

Kerusakan renal meningkat, jumlah nefron normal menurun


Pasien mengalami Kehilangan fungsi non
Perfusi pembuluh darah ginjal menurun sekresi ginjal :
Kerusakan fungsi insulin
Total GFR menurun lebih lanjut Kegagalan produksi erytropoetin
Kegagalan mengaktifkan kalsium
Gangguan immunitas
Manifestasi Klinis
No. Sistem Manifestasi Penyebab

1. Integumen  Kulit kekuningan  Penimbunan urochrom


a. Kulit  Pucat / pallor  Anemia
b. Kuku  Pruritas  Penurunan aktifitas kelenjar keringat (semua
c. Rambut  Kering dan bersisik kelenjar)
 Tipis dan rapuh  Endapan fosfat
 Kering, rapuh  Terbuangnya protein dan Ca menurun
 Aktifitas semua kelenjar menurun
 Terbuangnya protein
2. Gastro inestestinal  Halitosis / fetor uremicum o Urea diubah menjadi anemia oleh bakteri mulut
a. Oral  Perdarahan gusi, stomatitis o Perubahan aktifitas platelet
b. Lambung  Mual, muntah, anoreksia, o Serum uremit toxin akibat bakteri usus
gastritis, ulcreation o Mukosa usus lembab
3. Cardiovaskuler  Hipertensi, oedem  Overload cairan mekanisme rennin angiotensin
 Conjunctiva heart failure  Kelebihan cairan, anemia
 Arteriosklerosis heart disease  Hipertensi kronis, pengapuran jaringan lunak
 Perikarditis  Toxin uremic dakam pericardium

4. Pulmonary Uremic “lung” atau pneumonia  Toxin uremic dalam pleura dan jaringan paru
 Retensi asam organic hasil metabolisme
 Toxin uremic
Manifestasi Klinis
5 Asam basa Asidosis metabolic  Ketidakseimbangan elektrolit
.  Retensi asam organic hasil metabolisme
6 Neurologic Letih, lesu, sakit kepala,  Toxin uremic
. gangguan tidur, gangguan  Ketidakseimbangan elektrolit
otot /kejang, pegal
7 Hematologik Anemia  Penekanan produksi RBC
. Perdarahan  Penurunan waktu hidup RBC
 Perdarahan
 Dialysis
 Defisiensi Fe
8 Metabolik Intoleransi KH  Menurunya sensitifitas insulin di dalam jaringan perifer
. Hiperlipidemia  Penundaan produksi insulin oleh pancreas
Hiperparatiroid  Meningkatnya waktu hidup insulin
Infertility  Meningkatnya produksi serum bringliserial
Sexual disfunction  Produksi glyserial meningkat dalam hati karena insulin
Menurunya libido + ereksi meningkat
Menurunya menstruasi s/d  Meningkatnya produksi serum trigliserid
amenorhoc  Produk glyserides meningkat dlm hati akibat dari
insulin meningkat
 Fosfat dlm serum meningkat  Ca+ dlm serum
menurun  merangsang paratiroid
 Mekanisme belum jelas
 Produksi testosterone dan spermatogenesis menurun
 Rangsangan paratiroid meningkat
Penatalaksanaan ekstraksi pada pasien gagal ginjal
dengan komplikasi

Pre- operative
Pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisaisa dapat meningkatkan
potensi terjadinya perdarahan karena penggunaan antikoagulan, oleh
karena itu pembedahan sebaiknya dilakukan pasca hemodialisis, saat
kadar antikoagulan dalam darah berada pada tingkat paling minimal.

Komplikasi lain yang mungkin menyertai yaitu hipertensi dan DM, yang
akan mempurburuk kondiris rm pasien. Oleh karena itu perlunya
komunikasi yg baik dengan dokter yang merawat pasien tersebut agar
mencegah terjadinya risiko perdarahan maupun komplikasi lain selama
tindakan pasca tindakan
intraoperative

Penyesuaian dosis merupakan hal yang penting


dilakukan untuk mengatasi efek perpanjangan
waktu kerja anastesi dan pemilihan zat anastesi
harus diperhatikan
Pasca operatif
Pasca tindakan operasi, drg dapat memberikan agen hemostatil untuk
mengatasi perdarahan dan ttp menjaga OH pasien.

Terapi medikamoentosa berupa antibiotik untuk mencegah infeksi dan


analgesik yang tidak bersifat nefrotoksis dan tidak memicu perdarahan
diresepkan sesuai dengan kemampuan kerja ginjal

Pasien juga diminta tetap mengkonsumsi obat-obatan sebelumnya secara rutin

Penatalaksanaan tindakan bedah mulut pada pasien dengan gagal ginjal harus
mempertimbangkan kondisi sistemik darib pasien pada prosedur pra-operatif,
intraoperatifm dan pasca operatif.

Pemilihan obat dengan dosis yang tepat juga harus diberikan pada pasien
dengan beberapa komplikasi agar mekanism kerja obat tidak bersifat
antagonis.
KELAINAN JANTUNG
PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL
■ Atrium Septal Defect (ASD)
■ Ventrikular Septal Defect (VSD)
■ Tetralogi of Fallot (TOF)
■ Patent Ductus Arterious (PDA)
Atrium Septal Defect (ASD)/Defek Septum
Atrium (DSA)
■ Defek Septum Atrium (DSA) adalah lubang pada sekat
antara kedua atrium
■ Apabila terdapat DSA darah mengalir dari atrium kiri ke
atrium kanan melalui lubang. meningkatkan volume darah
dalam atrium kanan yang berarti lebih banyak darah
mengalir ke paru-paru.
■ Apabila dibiarkan tanpa pengobatan DSA dapat
menyebabkan masalah saat dewasa seperti, hipertensi
pulmonal, gagal jantung kongestif, aritmia atrial dan risiko
stroke meningkat
■ 2x lebih banyak pada wanita dibanding pria
Patofisiologi DSA
■ DSA kecil menyebabkan pirau kecil dan tidak menyebabkan
gangguan hemodinamik.
■ Defek yang lebih besar menyebabkan pirau
besar,menyebabkan overload di atrium kanan,ventrikel
kanan,dan a.pulmonalis.
■ Puncak pirau kiri ke kanan tergantung ukuran DSA,
komplains relative kedua ventrikel, dan resistensi vaskular
paru dan sistemik. Apabila dibiarkan tanpa pengobatan,
terjadi hipertensi pulmonal, gagal jantung kanan, komplains
ventrikel kanan menurun dan potensial terjadi pirau kanan
ke kiri. Namun sindrom Eishenmenger berkaitan dengan
DSA jarang pada populasi dewasa (5%).
Gejala DSA
Pada kebanyakan anak-anak DSA tanpa gejala.
Biasanya asimptomatis pada umur dekade pertama
dan kedua

Defek yang sangat besar dapat menyebabkan gagal


jantung kongestif dengan gejala sesak
napas,mudah lelah, dan pertumbuhan terganggu.

Pada pasien dewasa dapat menunjukkan gejala


emboli paradoksikal, berdebar karena aritmia
supraventrikular, atau infeksi saluran pernapasan
berulang.
Diagnosis DSA
■ Umumnya kecurigaan adanya DSA ketika terdengar murmur pada saat
pemeriksaan fisik.
1. Pemeriksaan Jantung
2. Tes diagnostik : - Elektrokardiografi
- Foto Thoraks
- Kateterisasi jantung
Tatalaksana DSA
• Pada sebagian anak-anak DSA dapat menutup dengan sendirinya. Pada defek kecil 80%
menutup pada umur sebelum 18 bulan. DSA yang tetap ada sampai umur 3 tahun
biasanya tidak dapat menutup dengan sendirinya.

Operasi Jantung Terbuka Amplatzer Septal Occluder


• DSA umumnya ditutup • Banyak DSA dapat ditutup dengan
dengan cara operasi jantung amplatzer septal occluder (ASO) saat
terbuka. Ahli bedah menutup kateterisasi jantung, tergantung ukuran dan
secara langsung lubang DSA letaknya
dengan menjahit lubang.. • Keuntungan penutupan DSA dgn amplatzer
antara lain, jantung tidak
diberhentikan/tidak menggunakan mesin
jantung paru, tidak ada trauma psikis
berkaitan dgn operasi jantung terbuka,
tidak ada scar operasi.
Ventrikular Septal Defect (VSD)/ Defek septum
ventrikel (DSV)
■ Defek yang terjadi pada septum ventricularis,
dinding yang memisahkan ventriculus dextra dengan
sinistra
■ muncul secara kongenital akibat septum
interventriculare tidak menutup dengan sempurna
selama perkembangan embrio
■ Menyebabkan aliran darah dari ventriculus sinistra
akan masuk ke dalam ventriculus dextra. Darah
yang kaya akan oksigen akan dipompa ke paru-paru
yang menyebabkan jantung bekerja lebih berat
Klasifikasi Defek septum ventrikel (DSV)
TIPE 1 TIPE 2
• disebut juga subarterial, supracristal, conal • Disebut juga perimembranosus,
septal defect dan infundibular. paramembranosus, conoventricularis, defek
• banyak ditemukan pada orang Asia berkisari septal membranosus, dan sub aortic
5-7% berkaitan dengan valvula aorta • Paling sering ditemukan berkisar 70%

TIPE 3 TIPE 4
• disebut juga tipe inlet dan tipe AV canal • dikenal juga dengan nama tipe muskular.
• Ditemukan berkisar 5% Lokasi defek terletak di pars muscularis.
• Ditemukan berkisar 20% dan dibagi lagi
berdasarkan lokasinya menjadi anterior,
apical, posterior dan mid

TIPE 5
• dikenal dengan nama adanya shunting dari venticulus
dextra menuju ke atrium dextra karena tidak adanya
septum atrioventricularis
Patofisiologi DSV
■ Adanya defek di septum ventriculare adalah tergantung ukuran
defek dan tahanan vaskular paru.
■ Aliran darah ke paru-paru akan meningkat setelah kelahiran
sebagai respon menurunnya tahanan vaskular paru akibat
mengembangnya paru-paru dan terpaparnya alveoli oleh oksigen.
■ Jika defek berukuran besar, aliran darah ke paru-paru akan
meningkat dibandingkan aliran darah sistemik diikuti regresi sel
otot polos arteri intrapulmonalis.
■ Perubahan ini berhubungan dengan munculnya gejala setelah
kelahiran bayi aterm berumur 4-6 minggu atau awal dua minggu
pertama pada kelahiran bayi prematur
Gejala klinis dsv
■ tergantung pada ukuran defek dan hubungan antara tahanan vascular paru dan
sistemik.
■ Gejala klinis biasanya muncul saat bayi berumur 4-8 minggu, seiring dengan
menurunnya tahanan vaskular paru akibat adanya remodelling arteriol paru.

VSD KECIL VSD SEDANG VSD BESAR SINDROM


• Biasanya pasien • Bayi terlihat • Ditemukan gejala EISENMENGER
tidak ada keluhan berkeringat, terlihat yg sama dgn VSD • Saat beraktivitas
• Bayi biasanya saat diberi sedang, tetapi pasien mengeluh
dibawa ke makanan lebih berat sesak nafas,
cardiologist karena • Terlihat Lelah • Pertumbuhan sianosis, nyeri
ditemukan adanya selama makan terhambat dan dada, sinkop, dan
murmur selama • Adanya takipnea sering mengalami hemoptysis
pemeriksaan rutin. saat istirahat infeksi saluran
• Keluhan berupa ataupun saat nafas
gangguan makan makan
dan pertumbuhan
tidak ditemukan.
Diagnosis VSD
■ Diagnosis VSD ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaa penunjang berupa pemeriksaan radiologi thorax dan
electrokardiogram.
Tatalaksana VSD
■ Jika defek berukuran kecil dan shunting yang terjadi tidak
menimbulkan gangguan hemodinamik disertai gejala apa pun, maka
tidak perlu diberikan terapi khusus.
■ apabila defek tsudah menyebabkan gangguan pada pertumbuhan
bayi, kesulitan pada waktu makan, berkeringat, tachipnea maka
pemberian diuretik menjadi pilihan pertama dengan terus mengawasi
terjadinya hipokalemia.
■ Jika terapi medikamentosa tidak memberikan banyak perubahan
dapat dipertimbangkan terpi dengan teknik pembedahan
Tetralogi Fallot
■ Tetralogi Fallot adalah malformasi jantung kongenital
sianotik dengan komponen stenosis pulmonal, defek
septum ventrikel, dekstroposisi aorta
■ menyebabkan pangkal aorta melewati septum ventrikel/
over-riding aorta, serta hipertrofi ventrikel kanan.
Epidemiologi Tetralogi Fallot
■ dijumpai pada tiga dari sepuluh ribu bayi baru lahir hidup
dan merupakan lebih kurang 10% dari seluruh kejadian
penyakit jantung bawaan.
■ Insidensi 3,26% tiap 10.000 kelahiran hidup, atau sekitar
1.300 kasus baru setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Etiologi Tetralogi Fallot
■ disebabkan oleh gangguan perkembangan sistem
kardiovaskular pada masa embrio. Terdapat peranan faktor
endogen, eksogen, dan multifaktorial (gabungan dari kedua
faktor tersebut).
Manifestasi Klinis tetralogi fallot
■ Salah satu manifestasi yang penting pada tetralogi Fallot
adalah terjadinya serangan sianotik (cyanotic spells,
hypoxic spells, paroxysmal hyperpnea) yang ditandai oleh
timbulnya sesak napas mendadak, napas cepat dan dalam,
sianosis bertambah, lemas, bahkan dapat pula disertai
kejang atau sinkop.
■ Serangan tersebut dapat berlangsung selama beberapa
menit hingga jam, sehingga hipoksemia dapat berujung
pada kerusakan sel – sel otak. Serangan yang hebat dapat
berakhir dengan koma, bahkan kematian.
Diagnosis Tetralogi fallot

■ Anamnesis
■ ekokardiografi
■ Pemeriksaan fisik
■ Pemeriksaan lab
■ Pemeriksaan radiografi
Tatalaksana tetralogi fallot
Tatalaksana medis:
1. Pada serangan sianotik akut:
■ Pasien diletakkan dalam knee – chest position.
■ Diberikan O2 masker 5 – 8 liter / menit.
■ Morfin sulfat 0,1 – 0,2 mg /kgBB/subkutan (sebagian ahli menyarankan
intramuscular)
■ Diberikan sodium bikarbonat 1 meq/kgBB/IV untuk koreksi asidosis
■ Diberikan transfusi darah bila kadar hemoglobin <15 g/dl, jumlah darah
rata – rata yang diberikan adalah 5 ml/kgBB
■ Diberikan propanolol 0,1 mg/kgBB/IV secara bolus.
■ Jangan memberikan Digoxin pada saat pasien menderita serangan
sianotik karena akan memperburuk keadaan.
2. Apabila tidak segera dilakukan operasi, dapat diberikan propranolol rumat
dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis. Bila pasien mengalami
serangan sianotik disertai dengan anemia relatif, maka diperlukan preparat
Fe. Dengan Fe ini akan terjadi retikulosistosis dan kadar hemoglobin
meningkat.
3. Hiegene mulut dan gigi perlu diperhatikan, untuk meniadakan sumber
infeksi untuk terjadi endocarditis infektif atau abses otak.
4. Terjadinya dehidrasi harus dicegah khususnya pada infeksi interkuren.
5. Orang tua perlu diedukasi atau diajarkan untuk mengenali serangan
sianotik dan penanganannya.
Tatalaksana intervensi non bedah
■ Dilatasi alur keluar ventrikel kanan dan katup pulmonal
dengan balon, kadang dilakukan untuk megalami gejala
berat.
■ Pemasangan stent pada duktus arteriosus persisten bisa
juga dikerjakan bila stenosis pulmonal berat atau atretik.
Penyakit Patent Duktus Arterious (PDA)
■ Patent Ductus Arterious adalah kegagalan menutupnya
ductus arterious (arteri yang menghubungkan aorta dan
arteri pulmonal).
■ Patent Duktus Arteriosus (PDA) adalah tetap terbukanya
duktus arteriosus setelah lahir, yang menyebabkan
dialirkannya darah secara langsung dari aorta (tekanan
lebih tinggi) ke dalam arteri pulmoner (tekanan lebih
rendah).
Faktor Prenatal :
• Ibu menderita penyakit infeksi : Rubella.
• Ibu alkoholisme.
• Umur ibu lebih dari 40 tahun.
• Ibu menderita penyakit Diabetes Mellitus (DM)
yang memerlukan insulin.
• Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu.
ETIOLOGI
Faktor Genetik :
• Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit
jantung bawaan.
• Ayah / Ibu menderita penyakit jantung bawaan.
• Kelainan kromosom seperti Sindrom Down.
• Lahir dengan kelainan bawaan yang lain.
MANIFESTASI KLINIS

Bayi dengan PDA kecil mungkin asimptomatik


terdapat tanda gagal jantung:
• machinery murmur (khas pada PDA),
•tekanan nadi besar (water hammer pulse),
•ujung jari hiperemik,
•Infeksi saluran nafas berulang, mudah lelah
•Takhikardia (denyut apeks lebih dari 170)
•Apnea, Tachypnea
•Nasal fharing
•Retraksi dada
•Hipoksemia
•Jika PDA memiliki lubang yang besar, maka darah dalam jumlah yang besar
akan membanjiri paru-paru
PATOFISIOLOGI
PENYAKIT SALURAN
PERNAFASAN
Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA)
■ merupakan penyakit saluran pernapasan atas atau bawah yang
disebabkan agen infeksius seperti virus, bakteri, riketsia dan faktor lain
sepeti lingkungan dan penjamu
■ Gejala (yang mana merupakan alasan utama penyakit ISPA)
– demam akut
– batuk
– Pilek
– sakit tenggorokan
– suara serak
 Transmisi organisme yang menyebabkan ISPA terjadi melalui aerosol,
droplet, dan dari tangan ke tangan yang telah terinfeksi.
PATOGENESIS

■ Secara umum efek udara yang buruk terhadap pernapasan dapat


menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat
berhenti sehingga tidak membersihkan saluran pernapasan akibat iritasi oleh
bahan pencemar.
■ Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saliran
pernapasan dan makrofage di saluran pernapasan.
■ Akibat dari dua hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga
benda asing tertarik dan bakteri tidak dapat dikeluarkan dari saluran
pernapasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan
Tuberkulosis (TB)
■ Penyakit menular disebabkan oleh kuman Mycobacterium
Tuberculosis
■ Penularan lewat Droplet
Gejala TB
■ Batuk terus menerus berdahak selama 3 minggu atau lebih
■ Dahak bercampur darah
■ Sesak nafas dan rasa nyeri dada
■ Badan lemah, nasfu makan menurun, BB turun, malaise, berkeringat malam hari
walaupun tanpa aktifitas
■ Demam meriang lebih > 1 bulan
Penularan TB

■ Bila penderita TB meludah, batuk, bersin , kuman TB akan


menyebar ke udara.
■ Kuman TB tsb dpt terhirup oleh org lain yg berada disekitar
pasien secara tidak sengaja.
Cara Minum OAT

■ OAT (obat anti tuberkulosis) harus diminum teratur, dalam keadaan


perut kosong sebelum & beberapa saat sesudahnya
■ Bila ada penyakit lain, minum bersama-sama. Beritahu yg merawat
bhw anda minum obat TB
■ Lama pengobatan 6 bln.
■ 2 bln pertama minum obat tiap hari.
■ 4 bln berikutnya 3 x seminggu
■ Bila bepergian/ pindah beritahu puskesmas, RS
Minum Obat Tidak Teratur, apa yang
akan terjadi ??

■ Penyakit akan lebih sukar diobati  kemungkinan


kebal terhdp OAT.
■ Kuman TB dlm tubuh  berkembang lebih banyak.
■ Terus menularkan pada orang lain
■ Perlu obat yg lebih ampuh dan lebih banyak jenisnya
 biaya lebih besar
■ Waktu lebih lama untuk sembuh, (tidak sembuh)
■ Kehilangan waktu kerja.
Pencegahan TB

oMinum obat teratur


o Immunisasi BCG
o Etika batuk
o Gizi yang seimbang
o Rumah sehat ( lingkungan, ventilasi)
Asma
■ gangguan inflamasi kronik saluran nafas yang melibatkan banyak sel
dan elemennya.
■ Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan hiperesponsif jalan nafas
yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa sesak nafas,
dada terasa berat dan batuk batuk terutama malam atau dini hari.
■ Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan nafas yang
luas, bervariasi dan seringkali bersifat revelsible dengan atau tanpa
pengobatan.
Gejala Asma
■ batuk, sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
■ Gejala timbul/ memburuk tertama malam/dini hari
■ Diawali oleh factor pencetus dan bersifat individu
Tatalaksana
■ Bronkodilator
■ Desensitisasi spesifik yang lama
■ Menghindari alergan
■ Pemeberian carticosterid
PENYAKIT SARAF
Cerebral Palsy
merupakan suatu kelainan yang didapat sejak masa kanak-kanak, membuat
penderita menjadi lemah, mengalami kelumpuhan, terganggunya gerakan dan
postur tubuh, tidak ada keseimbangan tubuh yang disebabkan karena adanya
gangguan sistem saraf motorik.

Etiologi
• Prenatal: genetik atau kongenital (ex: anoxia, infeksi, alcohol atau
penyalahgunaan obat, ketidacocokan Rh, dan gangguan metabolism,
kurangnya asam folat)
• Natal: Anoksia, perdarahan
• Postnatal: cedera kepala, infeksi, neoplasma, anoksia
Klasifikasi Cerebral Palsy
Cerebral Palsy tipe Spastic
• paling umum dari kasus cerebral palsy
• Presentase kejadiannya 50% sampai 70%.
• Memiliki ciri hipertabilitas yang melibatkan otot sehingga bila
diberikan sedikit rangsangan akan menimbulkan kontraksi
berlebihan, lengan, kaki dan kepala seakan tertekuk,
terbatasnya otot leher sehingga menimbulkan gerakan
berputar pada kepala, sulitnya mempertahankan postur tegak,
kurangnya koordinasi intraoral, perioral, dan otot
pengunyahan; memungkinan gangguan pengunyahan dan
menelan, drooling berlebihan, lidah seakan terdorong keluar
dan gangguan bicara.
Cerebral Palsy tipe Athetosis
• disebabkan oleh luka pada sistem ekstra piramida yang terletak pada
otak depan maupun tengah.
• terjadi sekitar 15% sampai 20% dari orang yang terkena.
• ditandai dengan ciri hipotonia dan pergerakan lambat pada ekstremitas,
bahu, otot wajah, dan gerakan menggeliat tak terkendali. Orang dengan
tipe ini sering mengalami perubahan dalam otot di semua anggota
tubuh mereka, otot menjadi kaku saat melakukan aktivitas dan normal
saat tidur.
• Berbicara juga bisa sulit untuk dipahami karena kesulitan dalam
mengendalikan lidah, pernapasan dan penggunaan pita suara. Selain
itu, gerakan involunter seperti menyeringai, menggeliat dan menyentak
secara tiba-tiba akan mengganggu gerakan volunter. Selain itu anak-
anak dengan cerebral palsy tipe athetosis memiliki insiden drooling
lebih rendah dibandingkan dengan tipe cerebral palsy spasticity
Ataxia
• disebabkan oleh luka pada otak kecil yang terletak dibagian belakang
kepala (cerebellum) yang bekerja sebagai pengontrol keseimbangan dan
koordinasi pada kerja otot.
• Angka kejadian tipe ini yakni 5% hingga 10%.
• Anak yang termasuk dalam cerebral palsy ataxia memiliki ciri
keseimbangan terganggu, pergerakan mengulang, refleks hipoaktif,
terjadinya nistagmus yaitu gerakan ritmik pada mata yang tidak
terkontrol sering menyebabkan penurunan ketajaman visual, gerakan
involunter, terutama pada inisiasi dan penghentian gerak, sehingga
terjadi lintasan gerak yang tidak teratur (dysynergia) atau berjalan tidak
secara garis lurus, tremor terminal, dan melampaui tungkai (dysmetria).
Cerebral Palsy tipe Campuran
• Cerebral palsy tipe ini memiliki frekuensi kejadian 5% sampai 10%.
• Gejala yang di timbulkan meliputi dua atau lebih dari jenis cerebral
palsy yang muncul pada orang yang sama.
Manifestasi rongga mulut
Tidak ada anomali intraoral yang khusus untuk orang-orang dengan CP. Namun, beberapa kondisi
yang lebihumum atau lebih parah dapat terjadi daripada populasi umumnya. Kondisi ini adalah
sebagai berikut:
■ Penyakit periodontal terjadi dengan frekuensi yang besar pada orang dengan cerebral palsy.
Penyakit ini diderita oleh lebih dari ⁄ penderita cerebral palsy dan insidensi ini makin tinggi
pada anak dengan bertambahnya usia.
■ Karies gigi pada penderita cerebral palsy lebih menonjol dibanding anak normal. Faktor indirek
penderita cerebral palsy adalah stagnasi makanan, yang disebabkan ketidakmampuan anak
atau orang tuanya membersihkan mulut.
■ Prevalensi maloklusi pada pasien dengan cerebral palsy adalah sekitar dua kali lipat pada
populasi umum disebabkan keabnormalan aktivitas otot-otot mulut.
■ Bruxism biasanya diamati pada pasiendengan cerebral palsy tipe athetosis.
■ \Orang dengan cerebral palsy lebih rentan terhadap trauma, khususnya gigi anterior rahang
atas. Situasi ini terkait dengan peningkatan kecenderungan untuk jatuh, bersama dengan
berkurangnya ekstensor refleks untuk melindunginya ketika jatuh.
Perawatan dental
■ Penderita cacat mempunyai masalah tambahan yang dapat
mempengaruhi perilaku penerimaan terhadap perawatan kesehatan
gigi. Kebanyakan penderita cerebral palsy cukup kooperatif, namun
tidak dapat duduk dengan tenang di kursi perawatan gigi. Gerakan
abnormal pada penderita cerebral palsy yang didapat terutama pada
gerakan kepala, leher, tulang belakang, bahu, pinggul, dan panggul akan
sangat berpengaruh. Gerakan yang tidak terkontrol pada penderita
cerebral palsy dapat mencelakakan dirinya sendiri maupun dokter gigi
yang merawatnya.
■ Keberhasilan perawatan tergantung dari kerjasama dan komunikasi
verbal serta non verbal yang dilakukan antara dokter gigi dengan
penderita.
Epilepsi
■ Epilepsy is a common neurological condition that affects about one person
in every 103.
■ It is caused by recurring disruptions to the brain’s usual activity, which are
generally short-lived.
■ Disorder characterized by recurrent, unprovoked seizures
■ Epilepsy is most commonly diagnosed in childhood and in people over 60
years of age, but it can affect anyone.
■ The outward signs of epilepsy are known as seizures, and these vary in
appearance depending upon the part of the brain that is affected and how
far the disruption has spread
■ seizures occur without any warning and without any obvious trigger.
A tendency to have recurrent seizures
■ 1% by age 20
■ 3% by age 75
Etilogi Epilepsi
■ In 70% of epilepsy cases, the specific etiology is not known
for certain. These cases are defined as idiopathic or primary
epilepsy.
■ There are, however, a number of recognised factors that
increase a person’s risk of developing epilepsy:
– Brain scarring or brain damage, e.g. due to birth injuries, accidents, physical
assaults, excessive use of alcohol/drugs
– Infections and fevers, e.g. meningitis, rubella, encephalitis
– Benign and malignant tumours
– Genetic factors, e.g. tuberous sclerosis, Cortical Malformations
– Dementia and neurodegenerative disorders, e.g. Alzheimer’s disease
– Stroke, which can occur at any age
– Parasitic infections, e.g. malaria (very rare in the UK, but an important cause of
epilepsy in other parts of the world)
Faktor Predisposisi

■ Resiko terjadinya kejang meningkat oleh karena faktor seperti kualitas tidur yang
buruk, stress, kecemasan, konsumsi alkohol/kafein yang berlebihan atau kedipan
lampu (berkisar 5% dari kasus yang terjadi, dikenal sebagai photosensitive epilepsy)
■ Pada beberapa wanita kejang epilepsy terjadi pada waktu tertentu saat siklus
hormonal (perubahan hormonal)
■ Penggunaan obat-obatan yang dapat mengurangi efektifitas kerja obat antiepileptic
■ Penyakit sistemik yang dapat menyebabkan kejang seperti sepsis, SLE, hipertensi,
dan diabetes.
Onset
Epilepsy can affect anyone, of any age or race, either sex, from any walk of life
and may:
• develop shortly after birth due to complications
• begin in childhood, e.g. febrile convulsions, childhood illnesses
• develop at the time of hormonal changes, e.g. puberty, pregnancy,
menopause
• start in elderly people as a consequence neurodegenerative conditions, e.g.
Alzheimer’s disease
• occur in different generations of the same family
Tipe Seizure
Generalized Absences: the person looks blank for a few seconds and may not
seizures respond when spoken to or realise they have had a seizure. This type
of seizure can happen repeatedly and can be mistaken for
daydreaming.

Tonic-clonic seizures: the person stiffens, then jerks, loses


consciousness, convulses and may fall. They may also lose bladder
control.

Tonic and atonic seizures, or drop attacks: the person briefly loses
consciousness, may stiffen and fall heavily or lose muscle tone and
crumple to the ground.

Myoclonic seizures: rhythmic muscle jerks that can affect part of/the
whole body and can be strong enough to throw the person to the
ground.
Focal Auras (or warnings as they are sometimes called): some people
experience a particular smell/sound/feeling before a seizure
seizures starts. This is known as an aura and it is itself a focal seizure.

Focal seizures with awareness fully retained: the person may


experience unusual sensations and/or movement in one part
of the body, e.g. tingling or twitching. This is also sometimes
called a simple focal seizure.

Focal seizures with awareness reduced or lost: the person may


experience strange feelings and awareness may be disturbed
or lost. They may be unaware of their surroundings, be unable
to respond when spoken to and their behaviour may appear
unusual. This is also sometimes called a complex focal seizure.
Serial Seizures
• these are seizures that occur one after another without full recovery in
between.
Prolonged Seizure
• these are seizures that last over five minutes or two minutes longer than
usual.
Convulsive Status Epilepticus
• this is convulsive seizure activity lasting for 30 minutes or more without a
return to normal breathing or full consciousness. Do not wait 30 minutes to
seek medical help!
Non-convulsive Status Epilepticus
• status epilepticus can occur in non-convulsive seizures, e.g. absences and
focal seizures.
Surgery
• Temporal Resection or Sectioning of
Corpus Callosum
• Implanted Vagal Nerve Stimulator (VNS)-
Does not require antibiotic prophylaxis
Ketogenic Diet
Child may be on a specially controlled diet.
Consult medical provider prior to prescribing
sugar-containing medications that can
interfere with the regimen.
Dental management
■ the major difficulty a dentist faces is the high risk of seizures occurring
■ 1) knowledge of the patient’s previous seizure episodes and medication
■ 2) knowledge of the conditions that provoke epileptic seizures, in order to
avoid such conditions, and
■ 3) dentist should be able to recognize the early signs of a seizure, take
precautions before it occurs, and provide the patient with supportive care if
it does occur
Factors such as toothache and oral infection, which cause pain and make the
patient uncomfortable, may provoke epileptic seizures
Interaksi Obat di Kedokteran Gigi
■ Phenytoin side effect causes gingival hyperplasia.
■ Carbamazepine, causes xerostomia, ulcer, glossitis and stomatitis
■ Sodium valproate may reduce the effectiveness of the blood-clotting mechanism.
■ Phenobarbital-induced multiform erythema
■ primidone causes megaloblastic anemia
■ non-steroidal anti- inflammatory drugs and some of antifungals such are fluconazole
and miconazole affects the metabolism of carbamazepine sodium valproate and
phenytoin negatively. these drug combinations need to be avoided
■ antibiotics (such as erythromycin and metronidazole) may interfere with the
metabolism of certain antiepileptic drugs.
■ As stress is one of the most important factors that provoke seizures;
– stress-causing factors should be eliminated before starting the treatment.
– The patient’s appointment should be in the early hours of the day
– treatment sessions should be kept short
– sudden stimulants such as shimmering bright lights and extreme noise
should be avoided or allow child to wear dark glasses.

■ in dental practices, local anesthetics administrated in therapeutic dosages do


not interact with standard antiepileptic drugs.
■ if a patient is mentally retarded, then general anesthesia should be
considered necessary in view of the fact that a seizure may be triggered by
stress due to difficulties in communication.
■ local anesthesia should be preferred to general anesthesia as far as possible
during the treatment of epileptic patients. This is because the brain may suffer
from temporary anoxia during general anes-thesia, which may initiate epileptic
seizures
■ seizure development can be controlled by sedation through nitrous oxide
inhalation or intravenous benzodiazepine sedation
■ Phenytoin and phenobarbital both increase epileptic patients’ risk of fractures,
as these drugs accelerate the excretion and metabolism of vitamin D.
■ When operating on maxillomandibular fractures, open reduction and fixation
should be preferred and bimaxillary fixation should be avoided
Actions to Be Taken If a Patient Has an Epileptic Seizure during Dental Treatment

Seizure management during treatment:


Remove all dental instruments from the mouth.
Clear the area around the dental chair.
Stay with the child and turn child to one side.
Monitor airway to reduce risk of aspiration. Note
time seizure begins: if seizure continues >3 min
call EMS – Danger of Status Epilepticus
(potentially life threatening).
Bell’s Palsy

Merupakan bentuk kelumpuhan


wajah yang paling umum terjadi
yang disebabkan oleh inflamasi
pada saraf fasialis. Adanya
inflamasi menyebabkan saraf
membengkak dan mencegah
saraf melewati sinyal antara
otak dan otot-otot wajah.
Penyebab Bell’s palsy masih tidak jelas atau masih menjadi
perdebatan. Secara luas teori yang diyakini sebagai etiologi penyebab
Bell’s palsy yaitu:
ETIOLOGI • infeksi virus
• iskemik saraf
• reaksi autoimun
• trauma dan kongenital.
Manifestasi klinis
■ Bell’s palsy dapat memiliki tanda dan gejala seperti
kelumpuhan otot-otot wajah pada satu sisi yang terjadi
secara tiba-tiba.
■ Rasa nyeri sering dikeluhkan dan dapat terjadi pada daerah
telinga, yang menyebar luas pada kepala, leher ataupun
mata.
■ Temuan klinis paling sering dijumpai adalah alis mata turun,
tidak dapat menutup mata dan jika dusahakan untuk
menutup maka akan terlihat bola mata memutar ke atas
(Bell’s phenomenon), lipatan nasolabial tidak tampak, dan
mulut tertarik ke sisi yang sehat
Manifestasi Klinis Pada Rongga Mulut
Kerusakan pada saraf dapat menyebabkan produksi saliva
menjadi berkurang. Pasien dengan produksi saliva yang
berkurang dapat mengalami peningkatan resiko karies. Akibat
peningkatan resiko karies pada pasien, maka dokter gigi
dapat membuat pertimbangan strategi seperti aplikasi fluoride
varnish dan atau peresepan terapi fluoride yang dapat
dilakukan di rumah.
Terapi dental
■ Dokter gigi perlu menekankan pentingnya menyikat gigi dua kali sehari dan
penggunaan dental floss pada pasien dengan Bell’s palsy. Dapat dilakukan pula
pemberian obat kumur. Jika pemakaian dental floss dirasa sulit digunakan, dapat
digunakan sikat interdental. Pasien juga perlu berkumur setelah makan untuk
membersihkan sisa makanan yang terperangkap dalam vestibulum.
■ Pada pelaksanaan tindakan dental penggunaan pelindung mata harus digunakan,
karena otot sekitar mata yang terkena dampak Bell’s palsy akan mengalami
kesulitan untuk menutup kelopak mata pada sisi yang terkena.
Trigeminal neuralgia

• Merupakan gangguan yang terjadi akibat


kelainan dari nervus cranialis ke-5 yaitu nervus
trigeminal dan dikenal juga sebagai tic
douloureux.
• Gangguan dari nervus trigeminal dapat
dirasakan sebagai rasa tajam dan tertusuk pada
pipi, bibir, dagu, hidung, dahi, maupun gusi pada
salah satu sisi wajah (unilateral). Rasa nyeri
dapat terjadi dalam hitungan detik sampai
sekitar 2 menit. Dan episode nyeri ini dapat
berlangsung dalam beberapa minggu hingga
beberapa tahun
Etiologi
■ Etiologi sampai sekarang juga masih belum jelas, seperti yang
disebutkan diatas tadi tetapi ada beberapa penyebab yang
berhubungan dengan gigi. Seperti diketahui N. V merupakan
satu-satunya serabut saraf yang kemungkinan selalu
dihadapkan dengan keadaan sepsis sepanjang hidup.
Keadaan sepsis tersebut dapat berupa karies gigi, abses,
sinusitis, pencabutan gigi oleh berbagai sebab, infeksi
periodontal, yang kesemuanya diperkirakan dapat menjadi
penyebab Neuralgia trigeminal
Patofisiologi
■ Patofisiologi utama dari penyakit ini belum diketahui secara
jelas. Melihat gejala klinis dari penyakit ini, gejala yang
terutama dirasakan adalah nyeri pada area penjalaran
nervus trigeminal. Oleh karena itu, neuralgia trigeminal
digolongkan dalam nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik
sendiri mekanismenya belum jelas. Biasanya nyeri
trigeminal ini disebabkan karena postherpetik (postherpetik
neuralgia), post traumatik dan post operatif
Klasifikasi
TIPE KLASIK
• Ditandai dengan nyeri, rasa terbakar yang
hebat dan tiba tiba pada wajah bagian
manapun

TIPE ATIPIKAL
• Ditandai dengan rasa nyeri, terbakar atau
tertusuk pada wajah namun dengan
intensitas nyeri yang lebih rendah daripada
neurlagia tipe 1 namun lebih konstan.
Manifestasi klinis
■ Gejala klinis yang dirasakan bervariasi bergantung dengan tipe yang dirasakan.
Sensasi yang dapat muncul antara lain rasa nyeri, tertusuk, terbakar scara tiba tiba
pada wajah, dapat muncul secara mendadak. Setelah rasa nyeri biasa disertai dengan
periode bebas nyeri. Rasa ini dapat muncul oleh rangsangan pada triger zone yang
biasa dilakukan pada saat menyikat gigi, mengenakan makeup, shaving, cuci muka,
bahkan pada saat ada getaran ketika sedang berlari atau berjalan. Rasa nyeri dapat
berlangsung detik hingga menit. serangan – serangan paroxysmal pada wajah atau
nyeri di frontal yang berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
■ Gejala yang dirasakan pada Neuralgia trigeminal tipe I (klasik) biasanya mempunyai
periode remisi yang cukup lama, sedangkan pada neuralgia trigeminal tipe II (atipikal)
periode remisi biasanya jarang dan lebih susah untuk diterapi
TATALAKSANA
Terapi non Farmakologik
Terapi Farmakologik Tindakan operatif yang dapat dilakukan:
Dalam guidline EFNS ( European • prosedur ganglion gasseri, dan dekompresi
Federation of Neurological Society mikrovaskuler. Dekompresi Mikrovaskular
) disarankan terapai neuralgia dilakukan dengan memberi pemisah (dapat
trigeminal dengan carbamazepin ( menggunakan tampon atau pad) antara pembuluh
200-1200mg sehari ) dan darah dan nervus yang bersentuhan
oxcarbazepin ( 600 1800mg • Adapula tindakan operatif lainnya yang dikenal
sehari ) sebagai terapi lini dengan sensory rhizotomy. Prinsip operasi ini
adalah memutuskan hubungan impuls antara
pertama. Sedangkan terapai lini
nervus trigeminus dengan otak.
kedua adalah baclofen dan
lamotrigin.

Anda mungkin juga menyukai