Emilia
Emilia
NIM : J2A016039
Blok
kegawatdaruratan gigi
SKENARIO 1
Simion, L., & Dumitru, S. (2018). Phlegmon of the oral floor. Contradictions in
diagnosis and treatment. The Moldovan Medical Journal, 61(1).
https://doi.org/10.5281/zenodo.1186176
• Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi
penyebab odontogenik dari phlegmon. Gigi-gigi ini mempunyai akar
yang terletak pada tingkat m.myohyloid, dan abses seperti
perimandibular abses akan menyebar ke ruang submandibular.
• Disamping itu, perawatan gigi terakhir juga dapat menyebabkan
phlegmon, antara lain: penyebaran organisme dari gangren pulpa ke
jaringan periapikal saat dilakukan terapi endodontik, serta inokulasi
Streptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah dan
jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen saat perawatan
gigi.
• Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain
sialadenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula terbuka,
infeksi sekunder akibat keganasan mulut, abses peritonsilar, infeksi
kista ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena melalui
leher, trauma oleh karena bronscopie, intubasi endotrakeal, laserasi
oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan
trauma pada dasar mulut.
• Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita Phlegmon
melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus
aureus
Bagaimana patofisiologi kasus tersebut?
• Infeksi gigi yang tidak terawat merupakan jalan bakteri untuk
mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang
banyak, maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang
spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka
infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak.
Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan
tubuh. Odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat
(percontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan
pembuluh limfe (lymphogenous). Yang paling sering terjadi
adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya
celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat
berkumpulnya pus.
• Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses
palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus
thrombosis, abses labial, dan abses fasial.
• Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk
abses subingual, abses submental, abses submandibular,
abses submaseter, dan phlegmon (angina Ludwig).
• Ujung akar molar kedua (M2) dan ketiga (M3) terletak di
belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m.
mylohyoideus) yang terletak di aspek dalam mandibula,
sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan
membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang
submandibula dan dapat meluas keruang parafaringeal. Abses
pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan
menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi.
Kawulusan Netty N, M. I. R. (2018). Penatalaksanaan infeksi rongga mulut: Ludwig ’ s angina ( Laporan
Kasus ) Management of oral cavity infection: Ludwig ’ s angina ( case report ). Makassar Dent J, 7(1), 30–
34. Retrieved from http://pdgimakassar.org/jurnal/index.php/MDJ/article/view/13/12
4. Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut?
Kawulusan Netty N, M. I. R. (2018). Penatalaksanaan infeksi rongga mulut : Ludwig ’ s angina ( Laporan Kasus )
Management of oral cavity infection : Ludwig ’ s angina ( case report ). Makassar Dent J, 7(1), 30–34. Retrieved from
http://pdgimakassar.org/jurnal/index.php/MDJ/article/view/13/12
Hadis
• Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Pardede, S. O., Djer, M. M., Cahyani, F. S., Ambarsari, G., Soebadi, A., Kedokteran, P., & Lxiv,
B. (2013). FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPARTEMEN ILMU
KESEHATAN ANAK Penyunting: Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak
(1st ed.). Retrieved from http://fk.ui.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Buku-PKB-64.pdf
Jelaskan penilaian GCS!
• Pada GCS terdapat 3 komponen yaitu
- Pergerakan bola mata, verbal, dan pergerakan motorik yang
dinilai dengan memberikan skor pada masing-masing komponen.
Nilai total dari ketiga komponen berkisar antara 3-15, dengan
nilai makin kecil semakin buruk prognosisnya.
- Pada pasien dengan cedera otak dapat di klasifikasikan sebagai
ringan (skor GCS 14-15), sedang (skor GCS 9-13) dan berat
(skor GCS ≤ 8). Selain mudah dilakukan, GCS juga memiliki
peranan penting dalam memprediksi risiko kematian di awal
pemeriksaan.
- GCS dapat digunakan sebagai prediksi untuk menentukan
prognosis jangka panjang dengan sensitivitas 79-97% dan
spesifisitas 84-97%.
Dewi, R. (2016). Tinjauan Pustaka Penilaian Kesadaran pada Anak Sakit Kritis. 17(5), 401–
406.
Jelaskan tanda dan gejala dari kasus!
• Gejala prodromal pada umumnya adalah lesu, lemah, rasa
tidak enak yang sukar dilukiskan, rasa tidak enak di dada dan
perut, rasa gatal di hidung dan palatum. Gejala ini merupakan
permulaan dari gejala lainnya.
• Gejala pada organ pernapasan didahului dengan rasa gatal di
hidung, bersin dan hidung tersumbat, diikuti dengan batuk,
sesak, mengi, rasa tercekik, suara serak, dan stridor. Di
samping itu, terjadi pula edema pada lidah, edema laring,
spasme laring dan spasme bronkus.
• Gejala kardiovaskular ditandai dengan takikardi, palpitasi,
hipotensi sampai syok, pucat, dingin, aritmia, hingga sinkop.
Pada EKG dapat dijumpai beberapa kelainan seperti geombang
T datar, terbalik atau tanda-tanda infark miokard.
• Gejala gastrointestinal berupa disfagia, mual-muntah, rasa
kram diperut, diare yang kadang-kadang disertai darah, dan
peningkatan peristaltic usus.
• Gejala pada kulit berupa gatal-gatal, urtikaria, angioedema
pada bibir, muka atau ekstrimitas. Penderita juga biasanya
mengeluh adanya rasa gatal dan lakrimasi pada mata.
Sedangkan gejala pada sistem saraf pusat dapat berupa
gelisah dan kejang.