Anda di halaman 1dari 67

NAMA : EMILIA NURUL SHOLEKAH

NIM : J2A016039

Blok
kegawatdaruratan gigi
SKENARIO 1

Gigiku patah karena kecelakaan


Seorang pasien laki2 berusia 35thn datang ke rsgm dengan keluhan gigi
depan atas sakit paska kecelakaan kemarin. Nyeri terasa meningkat
sehingga sulit tidur. Sebelumnya pasien telah mengkonsumsi obat pereda
nyeri namun sakit tidak mereda dan sulit untuk tidur dan makan. Pasien
ingin dilakukan perawatan agar giginya tidak sakit dan dapat berfungsi
seperti sebelumnya. Pasien ingin dirawat endodontic dan croen agar
tidak dicabut, pasien termasuk dalam kondisi menengah kebawah
• Fraktur melibatkan enamel dentin dan pulpa
• Pemeriksaan perkusi + , tes gigit +, c.e +, gingiva normal
• Kata kunci : Gigi patah, vitalitas gigi, prognosis, rencana perawatan,
mahkota
LEARNING OBJECTIVE
1. Apa saja klasifikasi dari fraktur?
2. Apa saja faktor predisposisi fraktur?
3. Jelaskan skor EPT!
4. Jelaskan patofisiologi pulpitis ireversibel e.c fraktur!
5. Bagaimana control of pain pada kasus scenario?
6. Hadist yang berkaitan dengan skenario
Apa saja klasifikasi dari fraktur?
• Menurut Ellis and Davey, 1970. cit. Rao.A, 2012
1. Kelas 1 merupakan fraktur sederhana pada mahkota gigi dengan
melibatkan sedikit atau tidak ada dentin.
Perawatan klas I : Menghaluskan (polishing) tepi tajam, restorasi
• Kelas 2 merupakan fraktur mahkota yang luas dengan
melibatkan cukup banyak dentin, tanpa melibatkan pulpa.
Perawatan klas II : Melakukan restorasi, pulp capping
• Kelas 3 merupakan fraktur mahkota yang luas dengan
melibatkan cukup banyak dentin dan melibatkan pulpa.
Perawatan klas III : Perawatan saluran akar, ekstraksi
• Kelas 4 merupakan gigi yang mengalami trauma menjadi non vital
dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota.

Perawatan klas IV : Perawatan saluran akar, ekstraksi


• Kelas 5 merupakan kehilangan gigi. Avulsi gigi yaitu trauma
yang mengenai gigi sehingga membuat gigi benar-benar
terlepas dari soketnya.
• Kelas 6 merupakan fraktur akar gigi dengan atau tidak
melibatkan struktur mahkota.
• Kelas 7 merupakan perpindahan gigi tanpa fraktur mahkota
atau akar.
• Kelas 8 merupakan fraktur kompleks mahkota gigi
• Kelas 9 merupakan trauma pada gigi decidui
• Organisasi Kesehatan Dunia WHO (1978) memakai klasifikasi
dengan nomor kode yang sesuai dengan ICD (International
Classification of Diseases), sebagai berikut:
873.60: Fraktur email. Meliputi hanya email dan mencakup
gumpilnya email, fraktur tidak menyeluruh atau retak pada
email.
873.61: Fraktur mahkota yang melibatkan email dan dentin
tanpa terbukanya pulpa. Fraktur sederhana yang mengenai
email dan dentin, pulpa tidak terbuka.
873.62: Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa. Fraktur yang
rumit yang mengenai email dan dentin dengan disertai pulpa
yang terbuka.
873.63: Fraktur akar. Fraktur akar yang hanya mengenai
sementum, dentin, dan pulpa. Juga disebut fraktur akar
horizontal.
873.64: Fraktur mahkota-akar. Fraktur gigi yang mengenai email,
dentin, dan sementum akar. Bisa disertai atau tidak dengan
terbukanya pulpa.
873.66: Luksasi. Pergeseran gigi, mencangkup konkusi
(concussion), subluksasi, luksasi lateral, luksasi ekstruksi, dan
luksasi intrusi.
873.67: Intrusi atau ekstrusi.
873.68: Avulsi. Pergeseran gigi secara menyeluruh dan keluar
dari soketnya.
873.69: Injuri lain, seperti laserasi jaringan lunak
2. Apa saja faktor predisposisi fraktur?
• Beberapa faktor predisposisi terjadinya trauma gigi anterior yaitu
1. posisi dan keadaan gigi tertentu misalnya kelainan dentofasial
seperti maloklusi kelas I tipe 2, kelas II divisi 1 atau yang mengalami
overjet lebih dari 3 mm
2. keadaan yang memperlemah gigi seperti hipoplasia email,
kelompok anak penderita cerebral palsy, dan anak dengan
kebiasaan mengisap ibu jari yang menyebabkan gigi anterior
protrusif
3. Jelaskan skor EPT!
• Electric pulp tester adalah tes sensibilitas diagnostik non-
invasif dimana stimulus gigi dihantarkan pada gigi yang telah
diisolasi dengan tujuan menentukan vitalitas gigi.
• Skor EPT dilihat dari sensasi pasien, dimana pasien akan
merasakan kesemutan jika tegangan meningkat mencapai
ambang nyeri. Ambang nyeri pada pasien berbeda beda dan
dipengaruhi oleh faktor2 usia individu, persepsi rasa sakit,
konduksi permukaan gigi dan ketahanan.
• Sensasi yang dirasakan pasien adalah kesemutan, nyeri dan
panas. Jika ada respon menandakan pulpa masih vital dan jika
tidak terdapat respon menandakan pulpa nekrosis.
4. Jelaskan patofisiologi pulpitis ireversibel e.c
fraktur!
• Pulpitis irreversibel merupakan perkembangan dari pulpitis reversibel. Kerusakan
pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif,
terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam
perawatan ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis irreversibel. Pulpitis
irreversibel merupakan inflamasi parah yang tidak akan dapat pulih walaupun
penyebabnya dihilangkan. Nyeri pulpitis irreversibel dapat berupa nyeri tajam,
tumpul, lokal, atau difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-
jam. Aplikasi stimulus eksternal seperti termal dapat mengakibatkan nyeri
berkepanjangan. Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak
menjalar ke periapikal, respon gigi terhadap tes palpasi dan perkusi berada
dalam batas normal.
• Secara klinis, pulpitis irreversibel dapat bersifat simtomatik dan asimtomatik.
Pulpitis irreversibel simtomatik merupakan salah satu jenis pulpitis irreversibel
yang ditandai dengan rasa nyeri spontan. Spontan berarti bahwa stimulus tidak
jelas. Nyeri spontan terus menerus dapat dipengaruhi dari perubahan posisi
tubuh. Pulpitis irreversibel simtomatik yang tidak diobati dapat bertahan atau
mereda jika sirkulasi dibuat untuk eksudat inflamasi. Sedangkan pulpitis
irreversibel asimtomatik merupakan tipe lain dari pulpitis irreversible dimana
eksudat inflamasi yang dengan cepat dihilangkan. Pulpitis irreversibel
asimtomatik yang berkembang biasanya disebabkan oleh paparan karies yang
besar atau oleh trauma sebelumnya yang mengakibatkan rasa sakit dalam durasi
yang lama.
5. Bagaimana control of pain pada kasus scenario?
• Control of pain yaitu dengan anestesi. Anestesi yang dilakukan adalah
infiltrasi pada bagian labial (gigi 21) dan intrapulpa setelah anestesi
infiltrasi bekerja.
• Asepsis. Asepsis merupakan segala usaha yang dapat dilakukan untuk
meniadakan mikroorganisme patogen yang dapat menyebar ke dalam
apeks, jaringan periradikular, jaringan periodontal. Asepsis dapat
dilakukan dengan penggunaan rubber dam yang dapat melindungi gigi
yang sedang dirawat dari saliva yang memungkinkan membawa
mikroorganisme patogen, penggunaan desinfektan pada gigi,
pembuangan jaringan karies, dan irigasi dengan H2O2.
• Preparasi saluran akar dan irigasi saluran akar dengan
NaCl atau H2O2 (cleaning and shaping). Preparasi
berfungsi untuk membuang tumpatan dan jaringan
karies yang mengandung bakteri dan menyisakan
jaringan keras yang sehat. Tujuan preparasi saluran akar
adalah menghilangkan rintangan atau hambatan pada
saluran akar yang kecil.
Hadis
• Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat


Bagi Orang Lain”
SKENARIO 2
Pipi Bengkak Hingga Sulit Bernafas

• Pasien laki laki usia 35 thn datang ke RSGM untuk


memeriksakan diri karena demam dan bengkak pada daerah
rahang bawah sejak 5 hari yang lalu. Bengkak terasa semakin
menyebar dan membesar dengan cepat hingga terasa dasar
mulut terangkat dan pasien mengalami kesulitan dalam
bernafas. Sebelumnya, pasien telah mengkonsumsi obat
antibiotik dan obat anti inflamasi namun keluhan tidak
kunjung mereda. Pasien tidak memiliki riwayat kelainan
jantung, tekanan darah tinggi dan alergi obat.
LEARNING OBJECTIVE
1. Bagaimana diagnosa dan definisi dari kasus tersebut?
2. Apa etiologi kasus tersebut?
3. Bagaimana patofisiologi kasus tersebut?
4. Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut?
5. Sebutkan hadis yg berkaitan dengan skenario!
1. Bagaimana diagnosa dan definisi dari kasus tersebut?
• Diagnosa dari kasus skenario adalah Ludwig angina, yang
ditandai dengan demam dan bengkak pada daerah rahang
bawah, dasar mulut terangkat dan pasien mengalami
kesulitan dalam bernafas.
• Definisi Ludwig angina adalah Ludwig’s angina atau
phlegmon dasar mulut atau sering juga disebut angina
Ludovici merupakan suatu infeksi yang menyerang
jaringan dasar mulut yang berpotensi membahayakan
hidup. Ludwig angina merupakan salah satu jenis infeksi
yang menyangkut spasia submandibula kiri dan kanan,
submental serta sublingual.
• Merupakan infeksi cellular akut yang secara bilateral
melibatkan ruang submandibular, sublingual, dan
submental serta dapat berakibat fatal ditidak dilakukan
perawatan.
2. Apa etiologi kasus tersebut?
• Dilaporkan sekitar 90% kasus phlegmon disebabkan oleh
odontogen baik melalui infeksi dental primer, post-ekstraksi
gigi maupun oral hygiene yang buruk.
• Selain itu, 95% kasus Phlegmon melibatkan ruang
submandibular bilateral dan gangguan jalan nafas merupakan
komplikasi paling berbahaya yang sering kali merenggut
nyawa.
• Phlegmon atau Angina Ludwig berawal dari infeksi
odontogenik, khususnya dari molar dua (M2) atau molar tiga
(M3) bawah. Gigi-gigi ini mempunyai akar yang terletak pada
tingkat otot mylohyoid dan abses di sini akan menyebar ke
ruang submandibula.

Simion, L., & Dumitru, S. (2018). Phlegmon of the oral floor. Contradictions in
diagnosis and treatment. The Moldovan Medical Journal, 61(1).
https://doi.org/10.5281/zenodo.1186176
• Selain gigi molar ketiga, gigi molar kedua bawah juga menjadi
penyebab odontogenik dari phlegmon. Gigi-gigi ini mempunyai akar
yang terletak pada tingkat m.myohyloid, dan abses seperti
perimandibular abses akan menyebar ke ruang submandibular.
• Disamping itu, perawatan gigi terakhir juga dapat menyebabkan
phlegmon, antara lain: penyebaran organisme dari gangren pulpa ke
jaringan periapikal saat dilakukan terapi endodontik, serta inokulasi
Streptococcus yang berasal dari mulut dan tenggorokan ke lidah dan
jaringan submandibular oleh manipulasi instrumen saat perawatan
gigi.
• Ada juga penyebab lain yang sedikit dilaporkan antara lain
sialadenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula terbuka,
infeksi sekunder akibat keganasan mulut, abses peritonsilar, infeksi
kista ductus thyroglossus, epiglotitis, injeksi obat intravena melalui
leher, trauma oleh karena bronscopie, intubasi endotrakeal, laserasi
oral, luka tembus di lidah, infeksi saluran pernafasan atas, dan
trauma pada dasar mulut.
• Organisme yang paling banyak ditemukan pada penderita Phlegmon
melalui isolasi adalah Streptococcus viridians dan Staphylococcus
aureus
Bagaimana patofisiologi kasus tersebut?
• Infeksi gigi yang tidak terawat merupakan jalan bakteri untuk
mencapai jaringan periapikal. Karena jumlah bakteri yang
banyak, maka infeksi yang terjadi akan menyebar ke tulang
spongiosa sampai tulang kortikal. Jika tulang ini tipis, maka
infeksi akan menembus dan masuk ke jaringan lunak.
Penyebaran infeksi ini tergantung dari daya tahan jaringan
tubuh. Odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat
(percontinuitatum), pembuluh darah (hematogenous), dan
pembuluh limfe (lymphogenous). Yang paling sering terjadi
adalah penjalaran secara perkontinuitatum karena adanya
celah/ruang di antara jaringan yang berpotensi sebagai tempat
berkumpulnya pus.
• Penjalaran infeksi pada rahang atas dapat membentuk abses
palatal, abses submukosa, abses gingiva, cavernous sinus
thrombosis, abses labial, dan abses fasial.
• Penjalaran infeksi pada rahang bawah dapat membentuk
abses subingual, abses submental, abses submandibular,
abses submaseter, dan phlegmon (angina Ludwig).
• Ujung akar molar kedua (M2) dan ketiga (M3) terletak di
belakang bawah linea mylohyoidea (tempat melekatnya m.
mylohyoideus) yang terletak di aspek dalam mandibula,
sehingga jika molar kedua dan ketiga terinfeksi dan
membentuk abses, pusnya dapat menyebar ke ruang
submandibula dan dapat meluas keruang parafaringeal. Abses
pada akar gigi yang menyebar ke ruang submandibula akan
menyebabkan sedikit ketidaknyamanan pada gigi.
Kawulusan Netty N, M. I. R. (2018). Penatalaksanaan infeksi rongga mulut: Ludwig ’ s angina ( Laporan
Kasus ) Management of oral cavity infection: Ludwig ’ s angina ( case report ). Makassar Dent J, 7(1), 30–
34. Retrieved from http://pdgimakassar.org/jurnal/index.php/MDJ/article/view/13/12
4. Bagaimana penatalaksanaan kasus tersebut?

Kawulusan Netty N, M. I. R. (2018). Penatalaksanaan infeksi rongga mulut : Ludwig ’ s angina ( Laporan Kasus )
Management of oral cavity infection : Ludwig ’ s angina ( case report ). Makassar Dent J, 7(1), 30–34. Retrieved from
http://pdgimakassar.org/jurnal/index.php/MDJ/article/view/13/12
Hadis
• Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat Bagi Orang


Lain”
SKENARIO 3
Pingsan setelah prosedur anastesi
Pasien perempuan usia 17 th datang ke rsgm untuk
mencabutkan gigi kiri bawah paling belakang yang tinggal sisa
akar. Pasien merasa tidak nyaman karena sering terasa bengkak
dan sakit pada regio kiri rahang bawahnya. Sebelumnya tidak
pernah mengkonsumsi obat antibiotik atau pereda nyeri. Sesaat
setalah dilakukan prosedur anastesi, pasien mengeluh mual dan
pusing serta tampak kehilangan kesadaran lalu kejang. Pasien
tidak memiliki riwayat tekanan darah tinggi, kelainan jantung
dan kelainan gula darah.
• Kata kunci: kehilangan kesadaran, prosedur anastesi,
emergensi, reaksi tubuh, perawatan
LEARNING OBJECTIVE
1. Jelaskan macam-macam shock!
2. Jelaskan penilaian GCS!
3. Jelaskan tanda dan gejala dari kasus!
4. Jelaskan bagaimana tindakan pencegahan shock anafilaktik!
5. Jelaskan patofisiologi terjadinya shock pada kasus tersebut!
6. Hadits!
1. Jelaskan macam-macam shock!
• Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan tipe syok yang paling umum
ditandai dengan penurunan volume intravascular. Cairan tubuh
terkandung dalam kompartemen intraseluler dan ekstraseluler.
Cairan intraseluler menempati hamper 2/3 dari air tubuh total
sedangkan cairan tubuh ekstraseluler ditemukan dalam salah satu
kompartemen intavaskular dan interstitial.
• Etiologi syok hipovolemik
(1) Kehilangan cairan eksternal seperti : trauma, pembedahan,
muntah-muntah, diare.
(2) Perpindahan cairan internal seperti : hemoragi internal, luka
bakar
• Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa
jantung yang mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang
atau berhenti sama sekali.

• Etiologi Syok Kardiogenik


Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non
koroner. Koroner, disebabkan oleh infark miokardium,
Sedangkan Non-koroner disebabkan oleh kardiomiopati,
tamponade jantung, dan disritmia.
• Syok Distributif
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah
secara abnormal berpindah tempat dalam vaskulatur seperti
ketika darah berkumpul dalam pembuluh darah perifer.
• Etiologi Syok Distributif
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus
simpatis atau oleh pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel.
Kondosi-kondisi yang menempatkan pasien pada resiko syok
distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera medulla
spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti sensitivitas
terhadap penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3)
syok septik seperti imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1
thn dan > 65 tahun, malnutrisi
• Syok Septik Syok yang terjadi karena penyebaran atau invasi
kuman dan toksinnya didalam tubuh yang berakibat
vasodilatasi.
• Syok Anafilaktif Gangguan perfusi jaringan akibat adanya
reaksi antigen antibodi yang mengeluarkan histamine dengan
akibat peningkatan permeabilitas membran kapiler dan terjadi
dilatasi arteriola sehingga venous return menurun.
Misalnya : reaksi tranfusi, sengatan serangga, gigitan ular berbisa
• Syok Neurogenik Pada syok neurogenik terjadi gangguan
perfusi jaringan yang disebabkan karena disfungsi sistim saraf
simpatis sehingga terjadi vasodilatasi.
Misalnya : trauma pada tulang belakang, spinal syok

Pardede, S. O., Djer, M. M., Cahyani, F. S., Ambarsari, G., Soebadi, A., Kedokteran, P., & Lxiv,
B. (2013). FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPARTEMEN ILMU
KESEHATAN ANAK Penyunting: Tata Laksana Berbagai Keadaan Gawat Darurat pada Anak
(1st ed.). Retrieved from http://fk.ui.ac.id/wp-content/uploads/2016/01/Buku-PKB-64.pdf
Jelaskan penilaian GCS!
• Pada GCS terdapat 3 komponen yaitu
- Pergerakan bola mata, verbal, dan pergerakan motorik yang
dinilai dengan memberikan skor pada masing-masing komponen.
Nilai total dari ketiga komponen berkisar antara 3-15, dengan
nilai makin kecil semakin buruk prognosisnya.
- Pada pasien dengan cedera otak dapat di klasifikasikan sebagai
ringan (skor GCS 14-15), sedang (skor GCS 9-13) dan berat
(skor GCS ≤ 8). Selain mudah dilakukan, GCS juga memiliki
peranan penting dalam memprediksi risiko kematian di awal
pemeriksaan.
- GCS dapat digunakan sebagai prediksi untuk menentukan
prognosis jangka panjang dengan sensitivitas 79-97% dan
spesifisitas 84-97%.
Dewi, R. (2016). Tinjauan Pustaka Penilaian Kesadaran pada Anak Sakit Kritis. 17(5), 401–
406.
Jelaskan tanda dan gejala dari kasus!
• Gejala prodromal pada umumnya adalah lesu, lemah, rasa
tidak enak yang sukar dilukiskan, rasa tidak enak di dada dan
perut, rasa gatal di hidung dan palatum. Gejala ini merupakan
permulaan dari gejala lainnya.
• Gejala pada organ pernapasan didahului dengan rasa gatal di
hidung, bersin dan hidung tersumbat, diikuti dengan batuk,
sesak, mengi, rasa tercekik, suara serak, dan stridor. Di
samping itu, terjadi pula edema pada lidah, edema laring,
spasme laring dan spasme bronkus.
• Gejala kardiovaskular ditandai dengan takikardi, palpitasi,
hipotensi sampai syok, pucat, dingin, aritmia, hingga sinkop.
Pada EKG dapat dijumpai beberapa kelainan seperti geombang
T datar, terbalik atau tanda-tanda infark miokard.
• Gejala gastrointestinal berupa disfagia, mual-muntah, rasa
kram diperut, diare yang kadang-kadang disertai darah, dan
peningkatan peristaltic usus.
• Gejala pada kulit berupa gatal-gatal, urtikaria, angioedema
pada bibir, muka atau ekstrimitas. Penderita juga biasanya
mengeluh adanya rasa gatal dan lakrimasi pada mata.
Sedangkan gejala pada sistem saraf pusat dapat berupa
gelisah dan kejang.

Jessenggar, V. & I. G. P. S. S. (2016). PENATALAKSANAAN SYOK ANAFILAKTIK. (June).


Jelaskan bagaimana tindakan pencegahan shock anafilaktik!

• Untuk mencegah timbulnya reaksi syok anafilaksis bisa


dilakukan dengan mengetahui alergen atau zat yang dapat
menyebabkan timbulnya anafilaksis terlebih dahulu.
• Untuk mengetahui alergen tersebut bisa dilakukan skin prick
test yaitu menyuntikkan zat yang diduga sebagai alergen ke
kulit dan dilihat reaksi yang terjadi. Apabila kulit menjadi
bengkak, kemerahan disertai rasa gatal menandakan bahwa
adanya reaksi alergi. Apabila disertai dengan sesak napas,
terasa pusing, denyut nadi yang tidak teratur hingga
penurunan kesadaran maka dapat dikelompokkan sebagai
reaksi alergi berat.
• Maka pasien diusahakan untuk menghindari kontak atau
mengonsumsi alergen tersebut agar tidak timbul syok
anafilaksis dengan cara selalu memperhatikan komposisi
makanan dan obatobatan.
Almira, N., & Salsabilla, G. (n.d.). Analisis Pencegahan dan Penanganan Anafilaksis di
Masyarakat.
Jelaskan patofisiologi terjadinya shock pada kasus tersebut!
Hadis
• Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat


Bagi Orang Lain”
SKENARIO 4
My teeth came out because an traffic accident
• A 21 years old man came to RSGM after a vehicle accident he
experienced an hour ago. As result of this accident, the
patient’s upper front teeth came loose and his next teeth felt
rocking. The loose teeth are brought by the patient soaked in
a bottle filled with water. The patient wants treatment for his
teeth.
• 1.1 Patah
• Perkusi +
• Vitalitas +
LEARNING OBJECTIVE
1. Classification of trauma dento alveolar
2. Wound Healing process
3. Treatment of this scenario
4. Hadist
Classification of trauma dento alveolar
Cedera pada jaringan keras gigi dan pulpa
A. Enamel infraction: jenis fraktur tidak sempurna dan hanya berupa
retakan tanpa hilangnya substansi gigi.
B. Fraktur email: hilangnya substansi gigi berupa email saja.
C. Fraktur email-dentin: hilangnya substansi gigi terbatas pada email
dan dentin tanpa melibatkan pulpa gigi.
D. Fraktur mahkota kompleks (complicated crown fracture): fraktur
email dan dentin dengan pulpa yang terpapar.
E. Fraktur mahkota-akar tidak kompleks (uncomplicated crown-root
fracture): fraktur email, dentin, sementum, tetapi tidak melibatkan
pulpa.
F. Fraktur mahkota-akar kompleks (complicated crown-root fracture):
fraktur email, dentin, dan sementum dengan pulpa yang terpapar.
G. Fraktur akar: fraktur yang melibatkan dentin, sementum, dan pulpa,
dapat disubklasifikasikan lagi menjadi apikal, tengah, dan sepertiga
koronal (gingiva).
Cedera pada jaringan periodontal
A. Concussion: tidak ada perpindahan gigi, tetapi ada reaksi
ketika diperkusi.
B. Subluksasi: kegoyangan abnormal tetapi tidak ada
perpindahan gigi.
C. Luksasi ekstrusif (partial avulsion): perpindahan gigi
sebagian dari soket.
D. Luksasi lateral: perpindahan ke arah aksial disertai fraktur
soket alveolar.
E. Luksasi intrusif: perpindahan ke arah tulang alveolar disertai
fraktur soket alveolar.
F. Avulsi: gigi lepas dari soketnya.
Cedera pada tulang pendukung
A. Pecah dinding soket alveolar mandibula atau maksila :
hancur dan tertekannya soket alveolar, ditemukan pada
cedera intrusif dan lateral luksasi.
B. Fraktur dinding soket alveolar mandibula atau maksila :
fraktur yang terbatas pada fasial atau lingual/palatal dinding
soket.
C. Fraktur prosesus alveolar mandibula atau maksila : fraktur
prosesus alveolar yang dapat melibatkan soket gigi.
D. Fraktur mandibula atau maksila : dapat atau tidak melibatkan
soket alveolar.
Wound Healing process
• Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks
karena adanya kegiatan bioseluler dan biokimia yang terjadi
secara berkesinambungan. Penggabungan respon vaskuler,
aktivitas seluler, dan terbentuknya senyawa kimia sebagai
substansi mediator di daerah luka merupakan komponen yang
saling terkait pada proses penyembuhan luka.
• Ketika terjadi luka, tubuh memiliki mekanisme untuk
mengembalikan komponenkomponen jaringan yang rusak
dengan membentuk struktur baru dan fungsional.
• Proses penyembuhan luka tidak hanya terbatas pada proses
regenerasi yang bersifat lokal, tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor endogen, seperti umur, nutrisi, imunologi, pemakaian
obat-obatan, dan kondisi metabolik.
• Proses penyembuhan luka dibagi ke dalam lima tahap,
meliputi tahap homeostasis, inflamasi, migrasi, proliferasi, dan
maturasi.
• Homeostasis
- Hemostatis memiliki peran protektif yang membantu dalam
penyembuhan luka. Pelepasan protein yang mengandung eksudat
ke dalam luka menyebabkan vasodilatasi dan pelepasan histamin
maupun serotonin. Hal ini memungkinkan fagosit memasuki
daerah yang mengalami luka dan memakan sel-sel mati (jaringan
yang mengalami nekrosis).
- Eksudat adalah cairan yang diproduksi dari luka kronik atau
luka akut, serta merupakan komponen kunci dalam
penyembuhan luka, mengaliri luka secara berkesinambungan dan
menjaga keadaan tetap lembab. Eksudat juga memberikan luka
suatu nutrisi dan menyediakan kondisi untuk mitosis dari sel-sel
epitel.
• Inflamasi
Pada tahap inflamasi akan terjadi udema, ekimosis, kemerahan,
dan nyeri. Inflamasi terjadi karena adanya mediasi Farmaka
Suplemen oleh sitokin, kemokin, faktor pertumbuhan, dan efek
terhadap reseptor.
• Migrasi
Selanjutnya adalah tahap migrasi, yang merupakan pergerakan
sel epitel dan fibroblas pada daerah yang mengalami cedera
untuk menggantikan jaringan yang rusak atau hilang. Sel ini
meregenerasi dari tepi, dan secara cepat bertumbuh di daerah
luka pada bagian yang telah tertutup darah beku bersamaan
dengan pengerasan epitel.
• Proliferasi
Tahap proliferasi terjadi secara simultan dengan tahap migrasi
dan proliferasi sel basal, yang terjadi selama 2-3 hari. Tahap
proliferasi terdiri dari neoangiogenesis, pembentukan jaringan
yang tergranulasi, dan epitelisasi kembali. Jaringan yang
tergranulasi terbentuk oleh pembuluh darah kapiler dan limfatik
ke dalam luka dan kolagen yang disintesis oleh fibroblas dan
memberikan kekuatan pada kulit. Sel epitel kemudian mengeras
dan memberikan waktu untuk kolagen memperbaiki jaringan
yang luka. Proliferasi dari fibroblas dan sintesis kolagen
berlangsung selama dua minggu.
• Maturasi
Tahap maturasi berkembang dengan pembentukkan jaringan
penghubung selular dan penguatan epitel baru yang ditentukan
oleh besarnya luka. Jaringan granular selular berubah menjadi
massa aselular dalam waktu beberapa bulan sampai 2 tahun.
Treatment of this scenario
• Replantasi Gigi
- Replantasi adalah menempatkan kembali gigi pada soketnya,
dengan tujuan mencapai pengikatan kembali bila gigi telah
terlepas sama sekali dari soketnya.
- Macam-macam Replantasi
a) Replantasi Intensional yaitu replantasi yang dilakukan
setelah gigi tersebut dilepas dari soketnya dengan sengaja.
b) Replantasi ini biasanya dilakukan setelah adanya terapi pada
akar yang fraktur.
c) Replantasi autoplastik dilakukan pada gigi dengan foramen
apikal >1,3mm.
d) Replantasi alloplastik untuk gigi yang sudah tidak vital lagi.
e) Replantasi autoalloplastik diindikasikan pada gigi dengan
foramen apikal
• Teknik Replantasi
1. Pengambilan foto rontgen dapat dilakukan bila keadaan
memungkinkan. Pengambilan radiografi inisial dapat ditunda
sampai gigi ditempatkan kembali ke dalam soketnya. Hal ini dapat
menghemat waktu dan menambah keberhasilan replantasi.
2. Lakukan anestesi pada regio yang akan direplantasi agar pasien
merasa nyaman.
3. Dengan perlahan-lahan bersihkan permukaan akar gigi dengan
saline, susu, atau HBSS. Gigi dipegang hati-hati pada mahkotanya,
bukan pada akarnya.
4. Soket dibersihkan dari darah beku dan benda asing yang mungkin
ada secara perlahan-lahan dan hati-hati dengan menggunakan kapas
yang telah dibasahi larutan saline yang steril, atau menggunakan
irigasi ringan saline dan lakukan aspirasi perlahan. Hindari
melakukan kuret atau mengangin-anginkan soket karena dapat
merusak ligamen periodontal yang tertinggal pada soket.
5. Gigi dimasukkan ke dalam soket dengan menggunakan jari dan
tekanan yang ringan. Bila gigi tidak dapat masuk, kemungkinan ada
benda asing dalam soket, periksa kembali soket dan sementara itu, gigi
disimpan kembali dalam media penyimpanan. Setelah gigi berada
dalam posisi yang sebenarnya, tulang bagian bukal dan lingual ditekan
perlahan dengan menggunakan telunjuk dan ibu jari, karena
kemungkinan soket mengembang saat avulsi. Tindakan ini membantu
melindungi kerusakan perkembangan ligamen periodontal.
6. Pada jaringan lunak yang mengalami laserasi, dilakukan penjahitan,
terutama pada daerah servikal untuk mengontrol perdarahan.
7. Lakukan pembuatan foto rontgen segera setelah replantasi untuk
melihat posisi gigi.
8. Setelah melakukan replantasi gigi avulsi, maka untuk
menstabilisasikannya digunakan splint utuk mencegah kerusakan pulpa
dan jaringan periodontal selama masa penyembuhan yang dipakai
selama minggu pertama penyembuhan. Splint yang diindikasikan
pemakaiannya adalah fleksibel atau semi rigid
• Instruksi Pasca Replantasi Gigi
1. Setelah perawatan, aspirin atau asetaminofen dapat diberikan
sebagai analgesik sedangkan untuk pengobatan infeksi perlu
diberikan antibiotik.
2. Pasien dianjurkan menghindari gigitan pada gigi yang di
splint.
3. Konsumsi makanan yang lunak.
4. Menjaga oral hygiene dengan menyikat gigi atau
menggunakan obat kumur klorheksidin selama pemakaian
splint.
5. Pasien harus menghindari kumur-kumur, meludah, selama 24
jam setelah replantasi.
6. Setelah 24 jam pemakaian splint pasien harus berkumur-
kumur dengan air garam hangat tiap dua jam untuk
mencegah pembengkakan pada jaringan disekitar gigi
dengan tujuan untuk melancarkan vaskularisasi.
• Prognosis
Replantasi yang dilakukan sesudah 2 jam akan lebih
memungkinkan terjadi resopsi akar di kemudian hari. Karena, itu
makin cepat gigi dikembalikan ke dalam soket makin baik
prognosisnya. Prognosis baik bila perawatan dilakukan kurang
20 menit, dan prognosis buruk apabila lepasnya gigi sudah lebih
dari 60 menit.
Hadis
• Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Sebaik Baik Manusia Adalah Yang Paling Bermanfaat


Bagi Orang Lain”

Anda mungkin juga menyukai