Anda di halaman 1dari 17

KESULTANAN ACEH DARUSSALAM

Disusun oleh :
Kelas : X-IPS 4
Kelompok : 2
Anggota : Ainun Nazla Z.
Isnaeni Maghfira N.I.L
Tujuan Pembelajaran.
1. Untuk mengetahui letak geografis dan masa berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam.
2. Untuk mengetahui sumber sejarah dan bukti sejarah Kesultanan Aceh Darussalam.
3. Untuk mengetahui silsilah Kesultanan Kesultanan Aceh Darussalam.
4. Untuk mengetahui sistem ekonomi Kesultanan Aceh Darussalam.
5. Untuk mengetahui masa kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam.
6. Untuk mengetahui masa keruntuhan Kesultanan Aceh Darussalam.
Letak Geografis dan Masa Berdirinya.
Kesultanan Aceh terbentuk setelah runtuhnya Kesultanan Samudera
Pasai, yang ditaklukan oleh Kesultanan Aceh yang pada saat itu dipimpin
oleh Sultan Ali Mughiyat Syah. Samudera Pasai mengalami kemunduran.
Kesultanan Aceh terletak di Pulau Sumatera tepatnya di Nanggroe Aceh
Darussalam dengan ibukota Kesultanan terletak di Bandar Aceh
Darussalam, dekat dengan jalur perdagangan dan pelayaran
internasional. Wilayahnya terbentang dari daerah Deli sampai
semenanjung Malaka.
Sumber dan Bukti Sejarah.
a.) Masjid Raya Baiturrahman.
Masjid Raya Baiturrahman yang dibangun pada tahun 1022 H atau 1612
M. Masjid ini terletak di pusat kota Banda Aceh
b.) Benteng Indrapatra.
Dibangun pada abad ke- 7 M. Terletak di desa Ladong, Kecamatan,
Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar
Fungsi : Sebagai banteng pertahanan dalam melindungi rakyat dari
serangan – serangan Portugis
Ukuran : 70 m x 70 m, tinggi 4 m, dan lebar 2 m
Lanjutan.
c.) Gunongan.
Gunongan yaitu sebuah taman lengkap dengan bangunan Keratonnya.
Sejarah : Bukti cinta Sultan Aceh kepada permaisurinya yang sangat
cantik, putri dari Kesultanan Pahang.
d.) Makam Sultan Iskandar Bunga.
Makan ini terletak di kelurahan Peunti, Kecamatan Baiturrahman, Kota
Banda Aceh. Ukiran dan pahatan kaligrafi pada batu nisannya sangat
indah. Makam ini menjadi salah satu bukti sejarah masuknya islam ke
Indonesia.
Lanjutan.
e.) Meriam Kesultanan Aceh.
Meriam ini merupakan Bukti dari kemampuan Aceh dalam membuat
saran persenjataanya. Meriam – meriam ini sebagian berada di banteng
Indrapatra dan sebagiannya lagi disimpan di Museum Aceh.
f.) Uang Emas Kesultanan Aceh.
Uang logam terbuat dari 70% emas murni dan dicetak lengkap dengan
nama – nama Sultan yang memerintah Kesultanan Aceh.
Silsilah Kesultanan.
a.) Sultan Ali Mughayat Syah 916 – 936 H (1511 – 1530 M).
•Merupakan Sultan pertama yang memerintah.
•Berhasil mengalahkan Portugis dalam menaklukkan Kesultanan
Peurelak (Aceh Timur), Kesultanan Pedir (Pidie), Kesultanan Daya (Aceh
Barat Daya), dan Kesultanan Aru (Sumatera Utara).
b.) Sultan Salahuddin 939 – 945 H (1530 – 1539 M).
Di bawa pimpinan Sultan Salahuddin, Kesultanan Aceh Darussalam
mengalami kemerosotan yang tajam. Akibatnya, Sultan Salahuddin
digantikan oleh saudaranya, Alaudin Riayat Syah Al-Kahar.
Lanjutan.
c.) Sultan Salahuddin Riayat Syah Al-Kahar 945 – 979 H (1539
– 1571 M).
•Melakukan berbagai perubahan dan perbaikan dalam segala bidang.
•Sempat melakukan perluasan kekuasaan di Kesultanan Malak, akan
tetapi gagal.
•Banyak terjadi pemberontakan dan perebutan kekuasaan.
Lanjutan.
c.) Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636 M)
•Dibawah pemerintahannya Kesultanan Aceh Darussalam mengalami
masa kejayaan atau keemasan.
•Berhasil menaklukan Kesultanan Johor dan Portugis di Semenanjung
Malaya.
•Saat pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kesultanan Aceh Darussalam
berkuasa dalam perdagangan Islam di dunia.
•Terdapat dua ahli tasawuf di Aceh, yaitu Syeikh Syamsuddin bin Abdullah
As-Sumaterani dan Syeikh Ibrahim Asy-Syamsi.
Lanjutan.
d.) Sultan Muda bin Husain Syah.
Dalam usia 7 bulan, menjadi Sultan selama 28 hari.
e.) Sultan Mughal Seri Alam Pariaman Syah 987 H (1579 M).
Ia memerintah Kesultanan selama 20 hari.
f.) Sultan Zainal Abidin 987 – 988 H (1579 – 1580 M).
Ia merupakan anak dari Sultan Abdullah dan memerintah Kesultanan selama 1
tahun.
g.) Sultan Alaidin Mansyur Syah 989 – 995 H (1581 – 1587 M).
Ia merupakan cucu Raja Perak yaitu Sultan Ahmad, anak Mansyur dengan
Ghana Putri Kesultanan Aceh Darussalam.
Sistem Ekonomi.
•Kehidupan ekonomi dalam bidang pelayaran dan perdagangan.
•daerah – daerah pantai Barat dan Timur Sumatera banyak menghasilkan
lada. Semenanjung Malaka banyak menghasilkan lada dan timah.
•Perekonomian Aceh maju pesat -> mengirim (ekspor) hasil bumi dan
alam. Dan juga kekayaan lada dan emas yang dikirimkan dari daerah –
daerah yang ditaklukan.
•Karena kekayaan yang melimpah, Aceh membangun angkatan
bersenjata.
Faktor Faktor Kemajuan Ekonomi
Aceh Darussalam.
1. Letak Ibukota Aceh sangat strategis, yaitu di pintu gerbang pelayaran
dari India dan Timur Tengah yang akan ke Malaka, Cina, atau ke Jawa.
2. Pelabuhan Aceh (Olele) memiliki persyaratan yang baik sebagai
pelabuhan dagang. Pelabuhan itu terlindung oleh Pulau We, Pulau
Nasi, dan Pulau Breuen dari ombak besar.
3. Daerah Aceh kaya akan tanaman lada sebagai mata perdagangan
ekspor yang penting. Aceh sejak dahulu mengadakan hubungan
dagang internasional.
4. Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menyebabkan pedagang Islam
banyak yang singgah ke Aceh, apalagi setelah jalur pelayaran beralih
melalui sepanjang pantai Barat Sumatera.
Masa Kejayaan.
Kesultanan Aceh Darussalam mengalami masa kejayaan pada masa Sultan
Iskandar Muda. Dibidang politik Sultan Iskandar Muda telah menundukkan
daerah – daerah sepanjang pesisir timur dan barat. Demikian pula Johor di
Semenanjung Malaya telah diserang, dan kemudian mengakui kekuasaan Aceh
Darussalam.
Sultan Iskandar Muda memperluas wilayah teritorialnya dan terus
meningkatkan perdagangan, rempah – rempah menjadi suatu komoditi ekspor
yang berpotensial bagi kemakmuran masyarakat Aceh. Ia mampu menguasai
Pahang tahun 1618, daerah Kedah tahun 1619, serta Perak pada tahun 1620,
dimana daerah tersebut merupakan daerah penghasil timah.
Pada masa Sultan Iskandar Muda, Aceh Darussalam mengalami kemajuan
yang pesat dalam bidang politik. Salah satunya yaitu, Aceh bekerjasama
dengan Turki, Inggris, Belanda, dan Perancis.
Lanjutan.
Sultan Iskandar Muda pernah mengirim utusannya ke Turki dengan
memberikan sebuah hadiah lada sicupak atau lada sekarung, dibalas
dengan Kesultanan Turki dengan memberikan sebuah Meriam Perang
dan bala tentara.
Dalam bidang pembinaan kesusastraan dan ilmu agama, Aceh telah
melahirkan beberapa ulama ternama, yang karangan mereka menjadi
rujukan utama dalam bidang masing – masing, seperti Hamzah Fansuri
dalam bukunya Tabian Fi Ma’rifati al-Uadyan, Syamsuddin al-Sumatrani
dalam bukunya Mi’raj al-Muhakikin al-Iman, Nurudin Al-Raniri dalam
bukunya Sirat al-Mustaqim dan Syeikh Abdul Rauf Singkili dalam
bukunya Mi’raj al-Tulabb Fi Fashil.
Masa Keruntuhan.
Sepeninggal Sultan Iskandar Muda dan Sultan Iskandar Tsani, Kesultanan
Aceh Darussalam mengalami konflik internal, yaitu penentangan oleh para
ulama terhadap naik tahtanya Sultanah Safiatuddin.
Pada akhir abad ke 18, wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh di wiliyah
Semenanjung Malaya yaitu Kedah dan Pulau Pinang berhasil direbut oleh
Inggris.
Pada 26 maret 1873 M, Belanda menyatakan perang terhadap Kesultanan
Aceh. Berturut – turut pada tahun 1883, 1892, dan 1893 Belanda menyerang
Kesultanan Aceh, akan tetapi usaha ini masih membuahkan kegagalan. Lalu
munculah seorang sarjana dari Universitas Leiden bernama Snouck Hurgronye
mengusulkan perubahan taktik perang kepada pemerintahan Belanda. Dia
mengatakan bahwa kekuatan Kesultanan Aceh Darussalam terletak pada para
ulama. Maka Belanda merubah taktik dengan menyerah dan menghancurkan
ulama – ulama Aceh yang ada.
Lanjutan.
Di bawah pimpinan Jendral J.B Van Heutz (1903), Sultan Muhammad
Daud menyerah kepada belanda. Pada tahun 1904 hamper seluruh
wilayah kekausaan Kesultanan Aceh telah diambil alih oleh Belanda.
Walaupun kenyataanya Kesultanan Aceh tidak pernah menyerahkan
kedaultan sepenuhnya kepada pihak Belanda, masih ada perlawanan –
perlawanan kecil di berbagai daerah di Aceh untuk mengusir Belanda.
SELESAI
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai