Anda di halaman 1dari 26

GIZI KLINIK LANJUT

Journal review
Editor : Alan Landay, Rush University, UNITED STATES
Received : November 9, 2016
Accepted : February 22, 2017
Published : April 7, 2017
 Penelitian terbaru menunjukkan bahwa mikrobiota usus pada pasien HIV terganggu
 Infeksi HIV sangat merusak penghalang mukosa gastrointestinal yang mengakibatkan translokasi
mikroba, yang pada gilirannya menyebabkan peradangan sistemik yang terus menerus dan
pengembangan penyakit meskipun ART efektif
 Translokasi mikroba dikaitkan dengan pemulihan yang tidak memadai dari sel T CD4 +, dan
berkontribusi terhadap patogenesis imunologis non-respons
 Terapi baru dengan target mikrobioma usus telah diusulkan untuk mengurangi peradangan kronis
melalui intervensi pre dan probiotik
 Efek menguntungkan dari probiotik tergantung pada strain dan tidak semua intervensi sama
efektifnya
 Saccharomyces boulardii adalah probiotik yang kemanjuran klinisnya, efek anti-inflamasi dan
imunomodulator didukung oleh penelitian sebelumnya yang luas
 Pengobatan dengan S. boulardii secara signifikan menurunkan tingkat plasma translokasi mikroba
(protein pengikat Lipopolysaccharide atau LBP) dan parameter inflamasi seperti sitokin IL-6 pada 44
pasien HIV yang diobati, yang setengahnya memiliki respon imunodiskordan terhadap ART  Pada
penelitian sebelumnya
Untuk menyelidiki apakah efek menguntungkan dari probiotik
Saccharomyces boulardii ini disebabkan oleh modifikasi
dalam komposisi mikrobioma usus pasien, dengan penurunan
pada beberapa spesies yang terkait dengan tingkat translokasi
mikroba sistemik dan inflamasi yang lebih tinggi.
Double-blind randomized,
placebo-controlled trial

Subjek :
Pasien HIV dengan plasma
viral load < 20 copies/mL
selama minimal 2 tahun dan
mendapat terapi ART dosis
tinggi rutin

Intervensi :
Perlakuan : suplementasi oral
probiotik S. boulardii (56,5 mg
yeast hidup/kapsul) 2 kapsul
3x/hari selama 12 minggu
Control : Plasebo
Level Serum CD14  ELISA kit
(Quantikine™, R&D Systems, Minneapolis,
MN) on a Quanta-Lyser™ 160 robotic
workstation (Inova Diagnostics, San Diego,
CA)

Serum LBP  Immulite™ chemiluminescent


immunometricassay pada automated
analyzer (Immulite One, Siemens
Healthcare1, Llanberis, UK
IL-6  Milliplex MAP™

Hs-CRP and β2 macroglobulin  Immulite One

Plasma fibrinogen  HemosIL™ reagents


 DNA diekstraksi dari sampel feses beku dan diamplifikasi
oleh PCR yang menargetkan daerah gen 16S menggunakan
primer
 Komposisi taksonomi mikrobiota usus dicirikan oleh
pengelompokan urutan ke dalam OTU (Organisasional
Taksonomi Unit)
 Peneliti menggunakan algoritma open source QIIME untuk
penanganan dan interpretasi data dari sekuen mentah;
mengikuti penilaian kualitas data sekuens, menugaskan
afiliasi taksonomis menggunakan klasifikasi RDP dari Proyek
Database Ribosomal
 Tingkat kesalahan tipe I 0,05 dan risiko 1-beta 0,20 dalam kontras bilateral, peneliti
menghitung bahwa 22 pasien diperlukan per kelompok studi untuk mendeteksi
perbedaan yang signifikan secara statistik antara proporsi. Proporsi yang diasumsikan
untuk analisis kekuatan untuk masing-masing kelompok adalah 0,5.
 Variabel kontinyu dinyatakan sebagai rentang median dan interkuartil, dan variabel
diskrit sebagai persentase.Variabel kategorikal digambarkan sebagai proporsi.
 Mann-Whitney U-test digunakan untuk membandingkan median, ANOVA untuk menilai
perbedaan dalam variabel kontinu, dan uj X2 Pearson untuk mengevaluasi hubungan
antara variabel kategori.
 Analisis regresi logistik multivariat untuk mempelajari korelasi antara translokasi mikroba
dan parameter inflamasi sistemik, dan analisis regresi bertahap bertahap kondisional
pada awal untuk mengidentifikasi parameter yang berkorelasi dengan
immunodiscordance.
 Kriteria yang dimasukkan adalah nilai p <0,1. Semua variabel yang diteliti dipilih
berdasarkan signifikansi statistik. Untuk analisis perbedaan kualitatif antara responden
dan non-responden, peneliti melakukan pengodean ulang rata-rata LBP, CD4 terlarut, β2
microglobuline dan fibrinogen; nilai yang diperoleh didefinisikan sebagai tinggi atau
rendah
Melibatkan 44 orang pasien, 22 diantaranya adalah
a) Kelompok responden non imunologis
b) Rerata usia pasien 47, 5 tahun, 84% nya laki-laki
c) Faktor resiko terpaparnya HIV adalah 46 %
heteroseksual, 38% homosex, 16% pengguna narkoba
jarum suntik.
d) Semua pasien mendapat obat penekan virus selama 4,7
tahun, dimana 75% nya berbasis NRRTI dan 25% nya
berbasis PI HAART
Translokasi mikroba berkorelasi dengan Hs-CRP (r = 0,63, p = 0,0001) ESR ( r =
0,57, p = 0,0001) dan CD14 (r = 0,48, p = 0,001)
sCD14 (µg/mL) 2.15 (CI 95%: 0.18 - 4.12) p : 0.03
CD4 nadir (cells/ µl) -0.59 (CI 95%: -1.41 - 0.23) p: 0.15
IL-6 (pg/mL) 0.11 (CI 95%: -0.01 - 0.21) p: 0.06
Fibrinogen (mg/dl) -0.03 (CI 95%: -0.19 – 0.14) p: 0.75
β2microglobuline (µg/mL) -1.09 (CI 95%: -2.62 - 0.45) p: 0.16
Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) 1.28 (CI 95%: 0.31 - 2.26) p: 0.01
(mm/h)
Hs-CRP (mg/dl) 1.97 (CI 95%: 0.06 - 3.90) p: 0.04
1. Setelah 12 minggu pengobatan probiotik, tdpt penurunan yang
signifikan dalam tingkat beberapa spesies Clostridiales pada
kelompok perlakuan dibandingkan dengan placebo
2. Efek probiotik pada beberapa komposisi mikrobiota usus tidak
berbeda pada kelompok INR dan IR
3. Dilakukan pengujian hubungan antara populasi bakteri yg
berbeda pada tinja , parameter translokasi mikroba dan inflamasi
sistemik, dan mengamati korelasi yang signifikan secara statistik
antara proporsi Clostridia genera dan plasma konsentrasi larut
CD14 (r = 0,63, p = 0,03), LBP ( r = 0,71, p = 0,009), dan IL-6 (r =
0.69, p = 0,0008;
Sebelum intervensi , terdapat hubungan yang erat antara komposisi bakteri Clostridia dengan
translokasi mikroba (LBP), IL6 (sistem inflamasi) dan konsentrasi plasma CD14 terlarut
Setelah intervensi, terdapat hubungan yang lemah antara komposisi bakteri Clostridia dengan
translokasi mikroba (LBP), dan konsentrasi plasma CD14 terlarut, namun berhubungan erat
dengan sistem inflamasi (IL6), dikarenakan efek probiotik.
 Uji klinis pertama yang menggunakan sequencing 16S rDNA untuk menganalisis
perubahan komposisi mikrobioma usus setelah perawatan dengan Saccharomyces
boulardii, dan bagaimana perubahan nya berhubungan dengan translokasi
mikroba dan inflmasi pada pasien HIV.
 Ketidakseimbangan mikroba dalam usus telah dikaitkan dengan peningkatan
translokasi mikroba, yang menyebabkan inflamasi kronis. Sejalan dengan ini,
berbagai macam mikroba yang berada di usus berkorelasi dengan translokasi
bakteri (CD14 terlarutkan dan LBP) dan sitokin interleukin-6 pro-inflamasi (ellis et
al, 2014)
 Penurunan yang bermakna pada tingkat LBP dan IL-6 dalam penelitian kohort,
pasien HIV yang diobati ART yang dilengkapi dengan pengobatan 12 minggu
dengan probiotik S. boulardii dibandingkan dengan plasebo (villar, 2015)
 Setelah pemberian probiotik, terlihat penurunan yang signifikan pada beberapa
komunitas Clostridiales, seperti Clostridiaceae dan Catenibacterium. Penelitian
sebelumnya telah menggunakan teknik PCR, untuk mengevaluasi efek
suplementasi dengan prebiotik spesifik pada orang dewasa HIV dan suplementasi
dengan S.boulardii probiotik pada orang dewasa HIV-negatif dengan enteritis.
Dalam penelitian ini, konsentrasi Catenibacterium berhubungan dengan penyakit
kronis lainnya, juga menurun setelah perawatan probiotik. (Mareno, 2016)
 Mengamati hubungan antara translokasi bakteri dan berbagai parameter inflamasi
sistemik. Data ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan,
pada pasien HIV yang dirawat berhubungan langsung antara parameter sistemik
dari translokasi bakteri, dan aktivasi kekebalan kronis dan perkembangan
penyakit (vasques et al, 2015)
 Selain itu, ditemukan korelasi yang signifikan antara beberap bakteri (Clostridia)
dan parameter translokasi mikroba pada peradangan sistemik kelompok
nonresponders imunologis (INR). Penelitian terbaru juga telah menunjukkan
korelasi yang signifikan secara statistik antara beberapa spesies Clostridia,
termasuk Lachnospiraceae, dan peningkatan parameter aktivasi kekebalan
sistemik (TNF) pada pasien yang terinfeksi HIV [Multu et al, 2014]. Sementara
faktor-faktor pendorong imunologis dari dysbiosis usus yang terkait dengan
infeksi HIV cenderung kompleks, penelitian kami menunjukkan penurunan yang
signifikan pada komunitas bakteri setelah perawatan probiotik.
 Pasien HIV dg jumlah CD4 + Tcell sebagai non-responde imunologis (INR), berjumlah hingga
30% dari semua subyek HIV yang diobati. Ini relevan karena pada populasi ini berkaitan dg
mortalitas morbi yang lebih tinggi. Fenomena ini telah dipelajari secara luas dengan
menggunakan beberpa pendekatan , dan patogenesisnya diketahui berhubungan dengan faktor
usia yang lebih tua, jumlah CD4 , penurunan fungsi timus, dan infeksi dengan virus
hepatotropik. penyebab utama nya adalah rusaknya sel T CD4 yang berlebihan akibat
hiperaktivasi T CD4 +, replikasi virus residu.
 Pada px yg diobati dengan HAART telah diketehui menunjukkan korelasi terbalik antara level
translokasi mikroba dg kerusakan menetap dari CD4 + sel T [15,16]
 Adanya Riwayat imunosupresi yang lebih lanjut dan kerusakan pada imunitas dan integritas pada
usus bisa menjadi faktor penting dalam membedakan antara kelompok pada mikrobioma usus
dan marker bakteri translokasi dan inflamasi bakteri [49 ± 51].
 Hasil penelitiannya konsisten dengan hasil tsb, dengan membandingkan komposisi dari
komunitas mikrobiom usus pada responden imunologis dan non-responden. Menariknya, adanya
bakteri usus yg spesifik berlimpah pada grup di pasien INR yg berkaitkan dengan lebih
besarnya translokasi bakteri.
 Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah, karena S. boulardii adalah ragi,
dimana dalam penelitian ini tidak melakukan amplifikasi gen 16S rDNA dan
sekuensing paralel untuk menunjukkan kolonisasi oleh probiotik, atau perubahan
mikrobioma usus.
 Hal ini dapat di atasi dengan pengunaan alat yang lebih baik, pemilihan pasien
yang bisa merespon pengobatan probiotik, serta dosis dan durasi terapi.
 Namun, mengingat semakin luasnya penggunaan teknik metabolomik dan
metagenomik, analisis bakteri usus dapat digunakan di masa depan sebagai
penanda mikrobioma dysbiotic yang berkontribusi terhadap peradangan sistemik
kronis dan pengembangan HIV.
 Lebih penting lagi, mikrobioma usus dapat dimodifikasi dengan menggunakan
jenis probiotik tertentu untuk menghasilkan profil pro-inflamasi dan terapi baru
ini layak untuk dieksplorasi lebih lanjut
 Adanya perubahan komposisi mikrobioma usus setelah pengobatan
probiotik (S. boulardii), dengan penurunan pada beberapa spesies
yang berkorelasi langsung dengan tingkat sistem translokasi dan
inflamsi mikroba.
 Penggunaan probiotik yang spesifik dapat menjadi strategi terapi
baru untuk pasien HIV. Selain itu, dapat digunakan untuk
mengidentifikasi spesies pro-inflamasi dalam mikrobioma usus, bisa
menjadi marker baru respon imun.

Anda mungkin juga menyukai