Anda di halaman 1dari 47

1

AKDR adalah singkatan ari alat kontrasepsi


dalam rahim atau intra uterine device(IUD),
metode pencegahan kehamilan dengan cara
memasukkan alat ke rahim. Alat tersebut akan
menimbulkan reaksi peradangan lokal di dalam
rahim sehingga menghambat terjadinya
pembuahan.

2
1. Inert, dibuat dari plastik (Lippes Loop) atau
baja antikarat (the Chinese Ring);
2. Mengandung tembaga seperti TCu 380A, TCu
200C, Multiload® (MLCu 250 dan 375), dan
Nova T®;
3. Mengandung hormon steroid, seperti
Progestasert® (hormon progesteron), dan
Levonova® (Levonorgestrel)

3
Copper-releasing:
 Copper T 380A
 Nova T
 Multiload 375

4
IUD HORMONAL

IUD INERT

5
Mengganggu proses
reproduksi sebelum
Menurunkan motilitas sel telur mencapai
sperma melalui kavum kavum uteri
uteri

Merubah
Mengentalkan garis/jalur
lendir atau mukus endometrial
serviks

6
 Efektivitasnya tinggi: 0,6-0,8 kehamilan per 100 wanita dalam
tahun pertama penggunaan (Tembaga T 380A)
 Segera efektif dan efek sampingnya sedikit
 Metode jangka-panjang (perlindungan sampai 10 tahun )
 Tidak mengganggu proses sanggama
 Kesuburan cepat pulih setelah AKDR dilepas
 Tidak mengganggu produksi ASI
 Tidak mahal (CuT380A)

7
 Perlu pemeriksaan ginekologi dan penapisan penyakit
menular seksual (PMS) sebelum menggunakan AKDR
 Membutuhkan petugas terlatih untuk memasukkan dan
mengeluarkan AKDRa
 Tidak dapat dihentikan sendiri (harus dilepas petugas)
 Meningkatkan jumlah perdarahan dan kram menstruasi
dalam beberapa bulan pertama (hanya pelepas
tembaga)
 Kemungkinan terjadi ekspulsi spontan
 Walaupun jarang (< 1/1000 kasus), dapat terjadi
perforasi saat insersi AKDR
 Dapat meningkatkan risiko PRP/PID dan yang berlanjut
dengan infertilitas bila pasangannya risiko tinggi PMS
(misalnya: HBV, HIV/ AIDS)

8
Wanita usia reproduksi yang:
 Ingin kontrasepsi efektifitas tinggi dan jangka panjang
 Sedang memberikan ASI
 Pasca persalinan dan tidak memberikan ASI
 Pasca keguguran
 Pelupa atau sulit mengingat untuk minum pil setiap hari
 Tidak suka atau tidak sesuai atau tidak boleh
menggunakan kontrasepsi hormonal
 Membutuhkan kontrasepsi darurat

9
AKDR: Tidak Sesuai (WHO Kelas 4)
10

 Hamil (diketahui atau dicurigai)


 Dengan perdarahan per vaginam yang sebabnya belum diketahui atau
diduga mempunyai masalah ginekologis yang serius
 Mengidap PID (riwayat atau sedang)
 Mengeluarkan cairan seperti pus (nanah) dan akut
 Mengalami gangguan bentuk atau anomali kavum uteri
 Mengidap penyakit trophoblast yang berbahaya
 Mengidap Tuberkulosis Pelvik
 Mengidap kanker ginekologik
 Dengan infeksi saluran genital yang aktif (mis: vaginitis, servisitis)
AKDR:
Kondisi (WHO Kelas 3) yang Perlu
Dipertimbangkan
AKDR tidak direkomendasikan pada wanita dengan kondisi
dibawah ini:
 Penyakit trofoblas yang tidak berbahaya
 Mempunyai pasangan seksual lebih dari satu
 Pasangannya risiko tinggi PMS atau punya pasangan
seksual lainnya

11
 Setiap saat selama 7 hari pertama menstruasi atau
dalam siklus berjalan bila diyakini klien tidak hamil
 Pascapersalinan (segera setelah melahirkan,
selama 48 jam pertama atau setelah 4 sampai 6
minggu atau setelah 6 bulan menggunakan MLA)
 Pascakeguguran (segera atau selama 7 hari
pertama) selama tidak ada komplikasi infeksi/radang
panggul

12
 Sebelum memasukkan:
 Cuci tangan sebelum memeriksa pasien.
 Cuci area genitalia sebelum periksa atau pemasangan
 Pada saat insersi:
 Pakai sarung tangan baru atau DTT
 Keluarkan AKDR dari kemasan steril.
 Usapkan antiseptik (2 kali) pada serviks (dan vagina)
 Gunakan teknik “tanpa sentuh” saat insersi
 Pasca-insersi:
 Dekontaminasi semua bahan/peralatan bekas pakai
 Buanglah bahan/limbah yang terkontaminasi dengan aman.
 Cucilah tangan setelah melepaskan sarung tangan.

13
• Tanggal haid terakhir, lama haid dan pola perdarahan
haid
• Paritas dan riwayat persalinan yang terakhir
• Riwayat kehamilan ektopik
• Nyeri yang hebat setiap haid
• Anemia yang berat (Hb < 9 gr% atau Hematokrit <30)
• Riwayat Infeksi Sistem Genitalia (ISG), Penyakit
Menular Seksual (PMS) atau infeksi panggul
• Berganti-ganti pasangan (risiko ISG tinggi)
• Kanker serviks

14
 Pemeriksaan palpasi perut
Palpasi daerah perut dan periksa apakah ada nyeri,
benjolan / kelainan lainnya di daerah supra pubik
 Pemeriksaan inspeksi
genitalia eksterna, awasi adanya luka bernanah,
kelenjar bartholin yang membesar, kelenjar getah
bening yang membesar.
 Pemeriksaan inspekculo
Lihat porsio, awasi adanya erosi, fluor yang ada
normal atau tidak
 Pemeriksaan bimanual
Awasi adanya nyeri goyang, besar dan arah uterus,
massa di adneksa
15
16
1. Bak instrument Steril berisi IUD Kit
Spekulum Bivalve / cocor bebek 1 buah
Tenakulum
Sonde uterus
Tampon tang
Gunting Lurus / gunting mayo
Kasa steril
Duk 1 buah
Hand scud 2 pasang
Alas bokong
duk lubang

17
 Cairananti septic (lengkap dengan kom kecil )
 Kapas DTT
 Bengkok 1 buah
 lampu sorot
 Tempat sampah Basah ( terkontaminasi )
 Tempat sampah kering
 Ember tertutup berisi larutan clorin 0,5 %
 Copper T 380 A IUD yang belum rusak dan
terbuka.

18
Cara memasukkan lengan iud dalam kemasan steril

• Buka sebagian plastik


penutupnya dan lipat ke
belakang
• Masukkan pendorong ke
dalam tabung inserter
tanpa menyentuh
benda tidak steril

19
• Letakkan kemasan pada tempat yang datar
• Selipkan karton pengukur di bawah lengan AKDR
• Pegang kedua ujung lengan AKDR dan dorong
tabung inserter sampai ke pangkal lengan
sehingga lengan akan melipat

20
• Setelah lengan melipat
sampai menyentuh
tabung inserter, tarik
tabung inserter dari
bawah lipatan lengan
• Angkat sedikit tabung
inserter, dorong dan
putar untuk memasukkan
lengan AKDR yang sudah
terlipat tersebut ke dalam
tabung inserter

21
• Leher biru pada tabung
inserter digunakan
sebagai tanda
kedalaman rongga
uterus dan penunjuk
kearah mana lengan
akan membuka saat
dikeluarkan dari tabung
inserter.

22
• Pegang leher biru dari atas penutup transparan dan dorong
tabung inserter sampai jarak antara ujung lengan yang terlipat
dengan ujung leher biru bagian depan (dekat batang IUD)
sama panjangnya dengan kedalaman rongga uterus yang telah
diukur dengan sonde.
• Putar tabung inserter sampai sumbu panjang leher biru
berada pada posisi horizontal sebidang dengan lengan IUD.

23
 Pakai sarung tangan DTT yang baru
 Pasang spekulum vagina untuk melihat serviks
 Usap vagina dan serviks dengan larutan
antiseptik 2 sampai 3 kali
 Jepit serviks dengan tenakulum secara hati-hati
(takik pertama)
 Masukkan sonde uterus dengan teknik “tidak
menyentuh” (no touch technique)
 Tentukan posisi dan kedalaman kavum uteri dan
keluarkan sonde

24
 Ukur kedalaman kavum uteri pada tabung
inserter yang masih berada di dalam kemasan
sterilnya dengan menggeser leher biru pada
tabung inserter, kemudian buka seluruh
plastik penutup kemasan
 Angkat tabung AKDR dari kemasannya tanpa
menyentuh permukaan yang tidak steril,
hati-hati jangan sampai pendorongnya
terdorong.

25
 Pegang tabung AKDR dengan leher biru dalam
posisi horizontal (sejajar lengan AKDR).
 Sementara melakukan tarikan hati-hati pada
tenakulum, masukkan tabung inserter ke
dalam uterus sampai leher biru menyentuh
serviks atau sampai terasa adanya tahanan.
 Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong
dengan satu tangan

26
(1)
Masukkan
AKDR yang
lengannya telah
dilipat ke dalam
inserter

(2)
Tahan pendorong
dan tarik selubung
inserter ke bawah

27
 Keluarkan pendorong, kemudian tabung
inserter didorong kembali ke serviks
sampai leher biru menyentuh serviks atau
terasa adanya tahanan
 Keluarkan sebagian dari tabung inserter
dan gunting benang AKDR kurang lebih 3-4
cm
 Keluarkan seluruh tabung inserter, buang
ke tempat sampah terkontaminasi

28
 Lepaskan tenakulum dengan hati-hati, rendam dalam
larutan klorin 0,5%
 Periksa serviks dan bila ada perdarahan dari tempat
bekas jepitan tenakulum, tekan dengan kasa selama 30-
60 detik
 Keluarkan spekulum dengan hati-hati, rendam dalam
larutan klorin 0,5%
 Cuci tangan dengan air dan sabun
 Pastikan pasien tidak mengalami kram hebat dan amati
selama 15 menit sebelum memperbolehkan klien pulang

29
 Ajarkan klien bagaimana cara memeriksa sendiri
benang AKDR dan kapan harus dilakukan
 Jelaskan pada pasien apa yang harus dilakukan bila
mengalami efek samping
 Beritahu kapan pasien harus datang kembali ke klinik
untuk kontrol
 Ingatkan kembali masa pemakaian AKDR Cu T 380A
adalah 10 tahun

30
Efek Samping AKDR
31

IUD dengan tembaga:


 Darah haid lebih banyak

 Perdarahan tidak teratur atau hebat

 Spasme menstruasi

 Dismenore/kram haid yang lebih dari biasanya


 Benang hilang
 Risiko infeksi panggul
 Perforasi uterus (jarang terjadi)
 Ekspulsi spontan
 Kehamilan ektopik
 Abortus spontan
 Gangguan/rasa tak nyaman akibat benang saat
sanggama

32
 Pemeriksaan Ulang dilakukan 1 minggu , 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12
bulan .
 Selama bulan pertama setelah pemasangan, periksa keadaan benang
beberapa kali, khususnya setelah menstruasi selesai.
 Periksa keadaan benang setelah bulan pertama, hanya jika pasien
mengalami:
 Kram di perut bawah,
 Perdarahan bercak diantara haid atau pasca-sanggama
 Sakit/ nyeri setelah hubungan seksual (atau jika pasangan mengalami
rasa tidak nyaman selama sanggama).

33
 Yakinkan pasien bahwa jumlah darah haid atau perdarahan
diantara haid menjadi lebih banyak pada pengguna AKDR
terutama dalam beberapa bulan pertama penggunaan.
 Lakukan evaluasi penyebab-penyebab perdarahan lainnya
dan lakukan penanganan yang sesuai jika diperlukan.
 Jika tak ditemukan penyebab lainnya, beri nonsteroidal anti-
inflamatori (NSAID) selama 5-7 hari.
 Jika perdarahan masih terjadi dan pasien merasa sangat
terganggu, tawarkan metode pengganti bila pasien ingin
menghentikan penggunaan AKDR

34
 Jelaskan bahwa spasme dan dismenore dapat terjadi pada
pengguna AKDR, khususnya dalam beberapa bulan pertama.
 Cari penyebab perdarahan dan beri penanganan yang sesuai
jika diperlukan.
 Jika tidak ditemukan penyebab-penyebab lainnya berikan
asetaminofen setiap hari pada beberapa hari pertama
menstruasi.
 Jika perdarahan masih terjadi dan klien merasa sangat
terganggu, tawarkan metode pengganti bila klien ingin
menghentikan penggunaan AKDR

35
 Jelaskan bahwa keluhan ini umum terjadi dan bukan
masalah yang serius. Petugas akan mencoba untuk
memeriksa kembali dan mencoba menghilangkan keluhan
yang ada
 Pastikan AKDR terpasang baik dan tidak ada bagian-bagian
yang terlepas sebagian
 Jika AKDR terpasang baik di tempatnya, lakukan perbaikan
dengan:
 Menggunting benang hingga tidak menimbulkan
gangguan, atau
 Melepas AKDR kalau setelah perbaikan masih ada
keluhan

36
Pada saat memotong benang:
 Gunting benang sehingga tidak menonjol keluar dari mulut
rahim (muara serviks).
 Jelaskan bahwa benang AKDR tidak lagi keluar dari mulut
rahim dan pasangannya tidak akan merasa juluran benang
tersebut
 Buat dalam catatan klien bahwa benang telah dipotong rata
setinggi permukaan serviks (penting untuk teknik melepas
AKDR nantinya).

37
AKDR POST PLASENTA
38

 Pengertian : IUD yang dipasang dalam waktu 10 menit


setelah lepasnya plasenta pada persalinan pervaginam dan
SC.
 Perlu pelatihan khusus bagi petugas pelaksana
 Konseling penggunaan dimulai sejak prenatal
 Tidak ada peningkatan risiko infeksi, perdarahan atau
perforasi
 Nyaman bagi klien
 Efisien dari aspek biaya
Cara Kerja

IUD yg dipasang sth persalinan akan berfungsi


seperti IUD yg dipasang saat siklus menstruasi.
Pada pemasangan IUD post plasenta, umumnya
digunakan jenis IUD yang mempunyai lilitan
tembaga yang menyebabkan terjadinya
perubahan kimia di uterus sehingga sperma tidak
dapat membuahi sel telur.

39
EFEKTIVITAS IUD POST PLASENTA

Efektivitas sangat tinggi.


Tiap tahunnya 3-8 wanita mengalami kehamilan
dari 1000 wanita yang menggunakan IUD jenis
Copper T 380A.
Kejadian hamil yang tidak diinginkan pada pasca
insersi IUD post plasenta sebanyak 2.0 - 2.8 per
100 akseptor pada 24 bulan setelah pemasangan.
Setelah 1 tahun, penelitian menemukan angka
kegagalan IUD post plasenta 0.8 %, dibandingkan
dengan pemasangan setelahnya.

40
 Insersi AKDR dilakukan dlm 10 menit setelah
plasenta lahir.
 AKDR dimasukkan dengan tangan kanan yang
menjepit AKDR pada telunjuk dan jari tengah
masuk kedalam uterus mencapai fundus.
 Tangan kiri menahan fundus dari luar

41
 Langsung bisa diakses oleh ibu yg melahirkan di layanan
kesehatan
 Efektif dan tidak berefek pada produksi menyusui
 Kesuburan dapat kembali lebih cepat setelah pelepasan
 Resiko terjadi infeksi rendah yaitu dari 0,1-1,1 %
 Kejadian perforasi rendah yaitu sekitar 1 kejadian perforasi
dari jumlah populasi 1150 sampai 3800 wanita
 Mudah dilakukan pada wanita dengan epidural
 Sedikit kasus perdarahan daripada IUD yang dipasang di waktu
menstruasi

42
KELEMAHAN
43

 Angka keberhasilannya ditentukan oleh waktu


pemasangan, tenaga kesehatan yang memasang,
dan teknik pemasangannya.
 Waktu pemasangan dalam 10 menit setelah
keluarnya plasenta memungkinkan angka
ekspulsinya lebih kecil
 Ketersediaan tenaga kesehatan yang terlatih
(dokter atau bidan) dan teknik pemasangan sampai
ke fundus juga dapat meminimalisir kegagalan
pemasangan.
1) Ekspulsi
 Angka kejadian ekspulsi pada IUD sekitar 2-8 per
100 wanita pada tahun pertama setelah
pemasangan.
 Angka kejadian ekspulsi setelah post partum juga
tinggi, pada insersi setelah plasenta lepas
kejadian ekspulsi lebih rendah daripada pada
insersi yang dilakukan setelahnya.
 Gejala ekspulsi antara lain kram, pengeluaran per
vagina, spotting atau perdarahan, dan dispareni.

44
2) Kehamilan
 Kehamilan yang terjadi setelah pemasangan IUD post plasenta
terjadi antara 2.0-2.8 per 100 akseptor pada 24 bulan.
 Setelah 1 tahun, studi menyatakan angka kegagalannya 0,8 %
dibandingkan dengan pemesangan IUD saat menstruasi.
3) Infeksi
 Prevalensi infeksi cenderung rendah yaitu sekitar 0,1 % sampai
1,1 %.
4) Perforasi
 Perforasi rendah yaitu sekitar 1 kejadian perforasi dari jumlah
populasi 1150 sampai 3800 wanita.

45
Kontraindikasi Pemasangan IUD Post Plasenta
 Ruptur membrane yang lama (lebih dari 24 jam)
 Demam atau ada gejala PID
 Perdarahan antepartum atau post partum yang
berkelanjutan setelah bayi lahir
 Gangguan pembekuan darah, misal DIC yang
disebabkan oleh pre eklampsi atau eklampsi
 Perdarahan pervagina yang belum diketahui sebabnya
 Penyakit tropoblas dalam kehamilan (jinak atau ganas)
 Abnormal uterus
 Adanya dugaan kanker uterus (TBC pelvic)
 AIDS Tanpa Terapi Antiretroviral

46

Anda mungkin juga menyukai