Anda di halaman 1dari 26

Manejemen Pajak

1. Angellina Novridanti 025160005


2. Anggesti Setyaningsih 025160006
3. Arum Widya Mawarni 025160010
4. Devi Nuryanti
5. Devita Sari
6. Dhiah Fitri Amaliyah 025160027
Tarif Pajak Penghasilan
PTKP diatur dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Tarif PTKP terbaru ( PTKP 2016 ) untuk PPh Pasal 21 berdasarkan PMK No. 101/PMK.010/2016
adalah:
No Uraian Nilai
1 Untuk diri Wajib Pajak orang pribadi Rp 54.000.000,-

2 Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp 4.500.000,-

3 Untuk istri yang penghasilannya Rp 54.000.000,-


digabung dengan penghasilan suami
4 Tambahan untuk setiap anggota keluarga Rp 4.500.000,-
5 % untuk penerima penghasilan sampai
dengan Rp 50 juta per tahun

Tarif PTKP terbaru ( PTKP 2016 ) untuk batas penghasilan bruto PPh Pasal 21 untuk pegawai harian atau mingguan
atau pegawai tidak tetap lainnya adalah Rp 450.000,- per hari.
Tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) 2017

Sesuai dengan peraturan Menteri Keuangan, nilai PTKP terbaru adalah sebagai
berikut :

No Uraian Nilai
1 Wajib Pajak (WP) 54.000.000,-
2 Tambahan WP Kawin 4.500.000,-
3 Tambahan Anak / Tanggungan 4.500.000,-
4 + Penghasilan Suami Isteri Digabung 54.000.000,-

Catatan : Tambahan jumlah Anak / Tanggungan maksimal 3


orang.
PTKP 2018 :

No Deskripsi Jumlah

1 Wajib Pajak 54.000.000

2 + WP Kawin 4.500.000

3 + Anak : maksimal 3 4.500.000

4 + Penghasilan Suami/Istri Digabung 54.000.000


PPh Pasal 22
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010./2018 ini melakukan penyesuian tarif
PPh Pasal 22 terhadap 1.147 pos tarif dengan rincian sebagai berikut:

1. 210 item komoditas, tariff PPh 22 naik dari 7,5 persen mejadi 10 persen. Termasuk
dalam kategori ini adalah barang mewah seperti mobil CBU, dan motor besar.
2. 218 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 10 persen. Termasuk
dalam kategori ini adalah seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat
diproduksi di dalam negeri seperti barang elektronik (dispenser air, pendingin ruangan,
lampu), keperluan sehari hari seperti sabun, sampo, kosmetik, serta peralatan masak
atau dapur.
3. 719 item komoditas, tariff PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Termasuk
dalam kategorini seluruh barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan
lainnya. Contohnnya bahan bangunan (keramik), ban, peralatan elektronik audio-visual
(kabel, box speaker), produk tekstil (overcoat, polo shirt, swim wear).
PPh Pasal 23

Pasal 23 UU No 36 Tahun 2008


1. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
• dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
• bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
• royalti; dan
• hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;
2. Dihapus.
3. Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
• sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2); dan
• imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
• Pasal 23 UU No 36 Tahun 2009
1. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
• dividen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf g;
• bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f;
• royalti; dan
• hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong
Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf e;
2. Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
• sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
yang telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (2); dan
• imbalan sehubungan dengan:
 Jasa teknik,
 Jasa manajemen,
 Jasa konstruksi,
 Jasa konsultan,
 Jasa penilai (appraisal);
 Jasa aktuaris;
 Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
 Jasa perancang (design);
Dll
PPh Pasal 24
PPh Pasal 25
KEP-537/PJ/2000 Tanggal 29 Desember 2000 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak
Dalam Tahun Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu.
Secara garis besar, penentuan tarif PPh pasal 25 dibagi menjadi tiga kriteria:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WP –OPPT), yaitu yang melakukan usaha
penjualan barang, baik grosir maupun eceran, serta jasa –dengan satu atau lebih tempat usaha. PPh
25 bagi OPPT = 0.75% x omzet bulanan tiap masing-masing tempat usaha.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi Selain Pengusaha Tertentu (WP –OPSPT), yaitu pekerja bebas atau
karyawan, yang tidak memiliki usaha sendiri. PPh 25 bagi OPSPT = Penghasilan Kena Pajak
(PKP) x Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh (12 bulan).
Tarif PPh 17 ayat (1) huruf a UU PPh adalah:
• Sampai Rp 50.000.000 = 5%
• Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000 = 15%
• Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000 = 25%
• Di atas Rp 500.000.000 = 30%
3. Pembayaran angsuran PPh 25 untuk Wajib Pajak Badan yaitu = Penghasilan
Kena Pajak (PKP) x 25% (Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh).
PPH Pasal 26
MENURUT ketentuan PPh Pasal 26, wajib pajak dalam negeri yang melakukan transaksi pembayaran kepada
wajib pajak luar negeri akan dikenakan pajak dengan tarif umum sebesar 20%. Kendati demikian, tarif tersebut
dapat berubaha jika wajib pajak tunduk terhadap aturan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau
biasa disebut sebagai tax treaty.
1. Berdasarkan UU PPh No.36 tahun 2008, objek pajak, tarif dan dasar pengenaan pajak PPh
Pasal 26 adalah sebagai berikut:
• Dividen;
• Bunga, premium, diskonto, premi swap,dan imbala sehubungan dengan jaminan pengembalian hutang;
• Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
• Hadiah dan penghargaan;
• Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
2. 20% dan bersifat final dari Perkiraan Penghasilan Neto atas:
• Penghasilan dari pengalihan atau penjualan harta di Indonesia dengan nilai lebih dari Rp 10 juta untuk setiap
jenis transaksi yang berupa: perhiasan mewah, berlian, emas, jam tangan mewah, barang antik, lukisan, mobil
dan motor, kapal pesiar dan pesawat terbang ringan. Besarnya perkiraan penghasilan neto untuk penjualan
harta adalah 25% dari harga jual.
• Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri. Besarnya perkiraan penghasilan neto
untuk premi asuransi dan premi
• Pengalihan atau penjualan saham. Besarnya perkiraan penghasilan neto adalah 25% dari harga jual.
3. 20% dan bersifat final dari Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari BUT di Indonesia,
kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia dengan syarat :
• Penanaman kembali dilakuan atas seluruh penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dalam bentuk
penyertaan modal pada perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau
peserta pendiri, dan;
• Dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun pajak berikutnya dari tahun pajak
diterima atau diperoleh penghasilan tersebut;
4.Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau tax treaty antara Indonesia
dengan negara pihak pada persetujuan. Tarifnya biasanya bisa untuk mengurangi tingkat dari tarif
biasa yang sebesar 20% dan beberapa mungkin memiliki tarif 0%.
PPh Pasal 29

Menurut UU No.36 Tahun 2008, Pajak Penghasilan Pasal 29 (PPh 29) adalah PPh Kurang
Bayar (KB) yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh, yaitu sisa dari PPh yang terutang dalam tahun
pajak yang bersangkutan dikurangi dengan kredit PPh (PPh Pasal 21, 22, 23, dan 24) dan PPh Pasal
25.
1. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (WPOP-PT):
• PPh pasal 25 yang sudah dilunasi = 0.75 x jumlah penghasilan / omzet per bulan.
• PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang masih terutang – PPh 25 yang sudah dilunasi
2. Wajib Pajak Badan (WPB):
• Angsuran PPH 25 = PPh terutang tahun lalu x 12
• PPH 29 yang harus dilunasi = PPh yang terutang – angsuran PPh 25
PPh Pasal 4 ayat (2)

• Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013 adalah 1%
yang dipotong dari total omzet penjualan (peredaran bruto) per bulan dan dibayarkan pada tanggal
10 setiap bulannya. Namun, kini lewat PP Nomor 23 Tahun 2018, tarif PPh Final diturunkan
menjadi 0,5%.
• Atas Penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh orang pribadi atau badan dari transaksi
penjualan sahan di bursa efek dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai
transaksi penjualan saham.
• Pemilik sahan pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan dan bersifat final sebesar 0,5% dari
nilai saham (nilai saham perusahaan pada saat penawaran umum perdana (initial public offering).
PPN & PPnBM
Bea Perolehan atas Hak Tanah dan Bangunan

Perbandingan penerapan BPHTB antara UU No.20 Tahun 2000 dengan UU No. 28 Tahun 2009:

No Parameter UU No. 20 Tahun 2000 UU No. 28 Tahun 2009


1 DPP NPOP NPOP
2 NJOP a. Rp 300 juta a. Paling rendah Rp
(Waris/hibah/wasiat) 300 juta
b. Rp 600 juta (Waris/hibah/wasiat)
(Perolehan lainnya) b. Paling rendah Rp
600 juta (Perolehan
lainnya)
3 Tarif Flat 5% Ditetapkan paling tinggi
sebesar 5% dengan
Perda
Tarif BPHTB
Tarif BPHTB
5% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP)
DPP= Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP

Cara Penghitungan BPHTB


Contohnya :
• Tuan A membeli tanah dan bangunan dengan nilai Rp 500 juta. NJOP
PBB tanah dan bangunan tsb Rp 400 juta. Bila ditetapkan NPOP TKP
Rp 60 juta. Hitung BPHTB yang terutang atas Tuan A
NPOP Rp 500 juta
NPOTKP 60 juta
NPOPPKP 440 juta

BPHTB = 5% x Rp 440 juta = Rp 22 juta


BPHTB KARENA WARIS DAN HIBAH WASIAT

• BPHTB yang harus dibayar atas hibah / warisan sebesar 50% dari
BPHTB terutang :

• BPHTB = 5% x 50% x NPOP PKP


Contohnya :

1. Tuan Hakim memperoleh Hibah dari Orang tuanya sebidang tanah


senilai Rp 650 juta. Dalam SPPT PBB tertera luas tanah 2.000 m2
dengan NJOP Rp 335.000/m2 Bila NPOTKP ditetapkan Rp 300 juta,
Hitung BPHTB yang harus dibayar Tuan Hakim
Jawab :
NJOP Tanah = 2.000 x 335.000 = Rp 670.000.000
Karena nilai NJOP lebih besar dari Nilai pasar, maka gunakan
NJOP sebagai dasar penghitungan.
BPHTB KARENA PEMBERIAN HAK PENGELOLAAN
• Sesuai dengan pasal 3 ayat (2) UU BPHTB, pengenaan BPHTB karena pemberian hak pengelolaan diatur
dengan peraturan pemerintah. Untuk itu telah diterbitkan Peraturan Pemerintah No: 112 Tahun 2000
tanggal 1 Desember 2000 yang mengatur hal-hal sebagai berikut :
 Yang dimaksud dengan Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan
pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan
penggunaan tanah, menggunakan tanah untuk keperluan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah
tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerjasama dengan pihak ketiga.
 Besarnya BPHTB karena Hak Pengelolaan adalah :
a. 0% dari BPHTB yang seharusnya terutang bila penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga
Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota,. Lembaga Pemerintah Lain dan
Perum Perumnas.
b. 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang untuk selain yang diatas.
c. Saat terutang Pajak yaitu sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya keputusan pemberian Hak
Pengelolaan
d. Dasar pengenaan ( NPOP) adalah Nilai Pasar
e. Apabila Nilai Pasar lebih kecil dari NJOP PBB maka yang dipakai adalah NJOPPBB
Contohnya :
1. Perum Perumnas menerima Hak Pengelolaan dari Pemerintah sebidang
tanah seluas seluas 5 Ha dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak
sebesar Rp3 milyar. Apabila NPOPTKP pada daerah tersebut ditetapkan
sebesar Rp60 juta maka besarnya BPHTB yang harus diabayar oleh Perum
Perumnas tersebut adalah :
0% x 5% x (Rp3 milyar – Rp60 juta) = 0 ( nihil ).
2. Sebuah perusahaan negara milik daerah ( BUMD Perpakiran ) menerima
hak pengelolaan dari pemerintah sebidang tanah dan sebuah gedung
untuk parkir dengan nilai pasar pada waktu penerbitan hak sebesar Rp1
milyar. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan SPPT
PBB dengan NJOP sebesar Rp1,25 milyar. Apabila NPOPTKP atas daerah
tersebut ditetapkan sebesar Rp50 juta maka besarnya BPHTB yang harus
dibayar oleh BUMD Perpakiran tersebut adalah sebesar :
50% x 5% x (Rp1,25 milyar – Rp50 juta) = Rp30 juta
Bea Materai

Bea Meterai adalah pajak yang dikenakan atas pemanfaatan dokumen, seperti surat perjanjian, akta
notaris, kuitansi pembayaran, surat berharga, dan efek yang memuat jumlah uang atau nominal diatas
jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di
pengadilan.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000
1. Tarif Bea Materai Rp. 6.000,- dikenakan atas dokumen:
• Surat perjajian surat-surat lainnya
• Akta-akta notaris termasuk salinannya;
• Akta-akta yang diuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya;
2. Tarif Bea Materai Rp 3.000,- dikenakan atas dokumen:
• Surat yang membuat jumlah yang mempunyai harga nominal lebih dari Rp. 250.000,-
• Surat-surat berharga seperti: wesel, promes, dan aksep yang nominalnya lebih dari Rp. 250.000,-

Anda mungkin juga menyukai