Anda di halaman 1dari 41

3.

BANGUNAN BAGI SADAP


3.1 Bagian-bagian bagian bangunan Bagi
Sadap
Perbedaan antara bangunan bagi, bangunan sadap dan
bangunan bagi-sadap adalah pada fungsi serta
pencabangan saluran hulu ke saluran-saluran hilirnya.
Perencanaan bangunan berikut akan membahas
Bangunan Bagi-Sadap dimana perencanaan bangunan
bagi-sadap mencakup perencanaan bangunan bagi
atau bangunan sadap.
Perencanaan bangunan bagi-sadap ada 4 bagian
bangunan yang perlu ditinjau sbb :
1. Bagian Hulu,
2. Bagian Pengaturan Muka Air,
3. Bagian Hilir,
4. Bagian Peralihan.
Bagian hulu, terdiri dari saluran masuk dan kolam
pengatur, merupakan ujung saluran hulu.
Kolam pengatur merupakan kolam yang berhadapan
dengan pintu-pintu penqatur. sehingga luasnya
tergantunq jumlah saluran di hilirnya.
Bagian pengaturan muka air, merupakan bagian yang
berfungsi mengalirkan debit rencana dengan tetap
memperhartikan ketinggian muka air di hulu maupun
hilir.
Muka air di hulu pintu harus sama dengan muka air
di kolam pengatur, sedangkan muka air di hilir pintu
harus menjamin berfungsinya pintu pengatur dengan
baik.
Bagian hilir, umumnya terdiri dari kolam olakan
(kecuali jika hasil perhitungan kolam olakan tidak
dlpertukan) serta saluran bagian hilir.
Ketinggian muka air di hilir kolam olakan harus sama
dengan ketinggian muka air di saluran hilir,
sedangkan muka air hulu harus disesuaikan dengan
muka air di hilir pintu pengatur.
Bagian peralihan diperlukan jika antara pintu
penqatur dengan bagian hilir dipisahkan oleh gorong-
gorong atau saluran pasangan terbuka, kondisi lokasi
atau lapanqan.
Jika ada jalan inspeksi atau jalan kampung yang
melintasi bangunan, maka umumnya jalan ini diletakkan
antara pintu pengatur dengan bagian hilir dengan
memasang gorong- gorong jalan.
3.2 Penempatan pintu ukur
Pintu ukur harus ditempatkan di setiap pintu sadap,
yaitu pintu di mana awal saluran tersier. Penempatan
pintu ukur saluran tersier dapat menggunakan pintu
ukur yang sekaligus mengatur aliran seperti Pintu
Romijn.
Jika digunakan pintu ukur yang tidak sekaligus
mengatur, maka di hulu pintu ukur harus dibuat
bangunan pengatur muka air sperti pintu sorong atau.
balok sekat.
Untuk saluran sekunder atau induk di hilir bangunan
bagi, maka jika saluran induk/sekunder di hilir hanya
satu, yaitu Bangunan Sadap), maka pada saluran induk
atau sekunder tersebut tidak perlu ditempatkan pintu
ukur.
Jika saluran induk atau sekunder di hilir bangunan
lebih dari satu buah, maka salah satu saluran tidak
ditempatkan bangunan ukur dan yang lainnya tetap
ditempatkan pintu ukur.
3.3 Contoh Perhitungan
Contoh ini membahas perhitungan bangunan pengatur,
serta penerapan perencanaan pintu ukur pada
bangunan bagi-sadap.
Sebagai contoh kasus akan dilakukan perhitungan
perencanaan bangunan bagi dengan data sbb :

Sekunder Sekunder Sekunder Tersier Tersier


Data
hulu kiri kanan kiri kanan

Elevasi muka air, meter 76,53 76,03 75,97 74,16 73,23


Debit m³/det 2.232 1.237 0.616 0.149 0.232
Pengatur …. P. Sorong P. Sorong Blk Sekat Romijn
Pintu Ukur …. Mercu …. Thomson Romijn
Kemiringan 0.000328 0.000133 0.000080 0.000970 0.000510
Gambar 3.17. Contoh Bangunan Bagi Sadap
Perhitungan dimensi saluran
Perhitungan dimensi saluran menggunakan cara
seperti pada bagian sebelumnya dimana
karakteristik saluran tanah yang disarankan
penggunaannya oleh Direktorat Irigasi. Seperti
tercantum dalam Tabel 3.1 berikut, kemiringan talut,
perbandingan b/h serta faktor kekasaran Strickler
disesuaikan dengan debit yang harus dialirkan
saluran.
Sesuai dengan daftar tersebut untuk saluran yang
masuk atau keluar dari bangunan bagi - sadap
tersebut adalah sebagai berikut :
Q (m³/det) m n k
0,15 – 0,3 1,0 1,0 35
Tabel 3.1.
0,30 – 0,50 1,0 1,0 – 1,2 35
Parameter
0,50 – 0,75 1,0 1,2 – 1,3 35
perhitungan
0,75 – 1,00 1,0 1,3 – 1,5 35
untuk
1,00 – 1,50 1,0 1,5 – 1,8 40
kemiringan
1,50 – 3,00 1,5 1,8 – 2,3 40
saluran
(Sumber : Standar 3,00 - 4,50 1,5 2,3 – 2,7 40
Perencanaan Irigasi KP
03 Halaman 97)
4,50 – 5,00 1,5 2,7 – 2,9 40
5,00 – 6,00 1,5 2,9 – 3,1 42,5
6,00 – 7,50 1,5 3,1 – 3,5 42,5
7,50 – 9,00 1,5 3,5 – 3,7 52,5
9,00 – 10,00 1,5 3,7 – 3,9 42,5
10,00 – 11,00 2,0 3,9 – 4,2 45
11,00 – 15,00 2 4,2 – 4,9 45
15,00 – 25,00 2 4,9 – 6,5 45
25,00 – 40,00 2 6,5 – 9,6 45
.
. Sekunder Sekunder Sekunder Tersier Tersier
Data
hulu kiri kanan kiri kanan

Debit, m³/det 2.232 1.237 0.616 0,095 0.232


Kemiringan talud 1 : m 1.5 1.0 1.0 1.0 1.0
Perbandingan b/h 1.8-2.3 1.5-1.8 1.3-1.5 1.0 1.0
Koefisien kekasaran
Strikler (k) 40 40 35 35 35

Sekunder Hulu
Untuk sekunder hulu ini dicoba dengan lebar saluran
b = 2,00 meter dengan b/h = 2,0.
Dengan demikian maka h = 2.00/ 2.0 = 1,00 meter.
Dengan miring talut m = 1,5, maka :
 Luas basah A =
(b + mh) h = (2,00 + 1,5x1,00) 1,00 = 3,50 m persegi.
 Keliling basah
p = b + 2h 1 + 𝑚2 = 2 + 2 x 1.00 1 + 1.52 = 5,61 m.
 Jari-jari hidraulis
R = A/P = 3,50/5,61 = 0,62 m.
 Kecepatan aliran
v = 1/(k.𝑅2/3 𝐼1/2 ) = 1/(40x0,622/3 𝑥0.0003281/2 ) = 0,53
m/det
 Debit Q = v . A = 0,53 . 3,50 = 1,852 m³/det.
Ternyata dengan h = 1.00 m, debit yang terjadi < dari Q
seharusnya dialirkan = 2,232 m³/det.
Maka dicoba nilai h lain seperti daftar berikut ini :
h b I b/h A P k v Q
1.00 2.00 0.000328 2.00 3.50 5.61 40 0.53 1.85
1.05 2.00 0.000328 1.90 3.75 5.79 40 0.54 2.03
1.10 2.00 0.000328 1.82 4.02 5.97 40 0.56 2.24
1.15 2.00 0.000328 1.74 4.28 6.15 40 0.57 2.43
1.20 2.00 0.000328 1.67 4.56 6.33 40 0.58 2.65

Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai h yang mende-


kati adalah h = 1,10 m.
Sekunder Kanan, Sekunder Kiri, Tersier Kanan dan
tersier kiri
Mendimensi saluran-saluran tersebut. dengan cara
yang sama dan hasilnya didapat seperti Tabel berikut
:
Nama saluran h b I b/h A P k v Q
Sekunder kiri 1.12 2.00 0.000133 1.79 3.47 5.15 40 0.35 1.23
Sekunder kanan 0.95 2.00 0.000080 2.12 2.78 4.67 35 0.22 0.62
Tersier kanan 0.45 0.45 0.000510 1.00 0.41 1.72 35 0.30 0.12
Tersier Kiri 0.60 0.60 0.000970 1.00 0.72 2.30 35 0.50 0.36

Perhitungan perencanaan bangunan Pengatur,


Pintu Ukur dan Kolam Olakan
Perhitungan perencenaan untuk bangunan penqatur, pintu
ukur dan kolam olakan pada suatu bangunan bagi harus
dilakukan dalam satu perencanaan karena saling terkait.
Dalam kasus ini pintu ukur ditempatkan di setiap outlet
kecuali di sekunder kanan yang tidak dilengkapi pintu
ukur.
Banyaknya air yang dialirkan oleh saluran sekunder ini
adalah debit yang dialirkan oleh sekunder hulu
dikurangi dengan debit yang dialirkan melalui 3
saluran lainnya.
Sekunder kiri
Jenis bangunan pengatur dan pengukur pada saluran
ini adalah mercu tetap jenis ambang lebar dan Kolam
olakan menggunakan kolam olakan Vlughter.
Perhitungan pintu sorong
Sebagai pintu pengatur disini digunakan pintu sorong,
dimana kedalaman hulu (h₁) diambil sama dengan
kedalaman saluran sekunder hulu = 1.10 m. Kedalaman
air di hilir pintu (h₂) diambil 20 cm·lebih rendah atau
= 0,90 m. Bukaan pintu diambil = 0.40 m.
Dengan demikian didapat h₁/a = 2,75 dan h₂/a = 2,25.
Dengan nilai ini dari grafik didapat nilai K = 0,60 dan
nilai µ = 0.59.

Gambar 3.18. Aliran pada saluran sekunder kiri


Karena besarnya debit yang dialirkan dihitung
dengan rumus :
𝑄 = 𝐾 𝜇 𝑎 𝑏 2 𝑔 ℎ1
Dimana :
Q = debit, m³/det
K = faktor aliran tenggelam
µ = koeffisien debit
a = bukaan pintu, m
b = lebar pintu, m
g = percepatan gravitasi, m/dt² (= 9,81)
h₁ = kedalaman air di depan pintu di atas ambang, m
Lebar pintu yang diperlukan dihitung dengan rumus :
𝑄 1,249
𝑏= = = 1,98 𝑚~ 2,00 𝑚
𝐾 𝜇 𝑎 2 𝑔 ℎ1 0,60 𝑥 0,59𝑥 0,15 2𝑥9,81𝑥1,10
Pada perencanaan ini lantai udik mercu diturunkan
0.80 m. Sehingga kedalaman air hulu menurut
kedalaman saluran sekunder hulu = 0,90 m menjadi
1.70 m, akibat penurunan ini. Penurunan ini dilakukan
sebelum gorong-gorong, sedangkan mercu ambang
lebar di letakkan di hilir gorong-gorong.
Tinggi muka air hulu (h₁) diambil sebesar 0,50 m di
atas mercu. Kecepatan aliran menuju mercu adalah :
v = Q/(b.h) = 1.237/(2,00x1.70) = 0,36 m/detik.
Dengan demikian tinggi kecepatan v₁²/2g = 0,01 m,
sehingga H₁ menjadi 0,51 m.
Besamya koeffisien debit untuk mercu bulat dengan
ambang lebar adalah Cd = 1,03 sehingga :
Kalau dihitung akan didapat bc sebesar l,958 m atau
dibulatkan menjadi 2,00 m dan lebar ini sama
dengan lebar bawah saluran sekunder kiri. ..

𝑞2
ℎ𝑐 =
𝑔
𝑧
 Jika : 0,5 < ≤ 2,0
ℎ𝑐
→ 𝑡 = 2,4 ℎ𝑐 + 0,4 𝑧 (1)

𝑧
 Jika : 2,0 < ≤ 15,0 → 𝑡 = 3,0 ℎ𝑐 + 0,1 𝑧 (2)
ℎ𝑐
ℎ𝑐
𝑎 = 0,28 ℎ𝑐
𝑧
3 𝑑𝑎𝑛 D=L=R (4)
Perhitungan kolam olakan
 Kolam olakan menggunakan kolam olakan Vlughter
 Perbedaan muka air hulu dan hilir,
z = 76,33 - 74,32 + 0,01 = 2,02 m
 Debit persatuan lebar :
q = Q/b = 1.237/2,00 = 0.618
3 𝑞2 3 0,6182
 Kedalaman kritis ℎ𝑐 = = = 0,398 𝑚
𝑔 9,81

 z/hc = 2.02/0,398 = 5.94 ---› t = 3.0 hc + 0.1 z


= 3,0 x 0,398 + 0,1 x 2,02 = 1.62 m.
ℎ𝑐
 Tinggi ambang : 𝑎 = 0,28 ℎ𝑐 =
𝑧
0,398
0,28 𝑥 0,389 = 0,04 𝑚
2,02
 Elevasi kolam olakan = Elevasi muka air hilir – t
74,32 – 1,62 = 72,70 m
 D = Elevasi muka air hulu – elevasi kolam olakan
= 76,33 – 0,50 – 72,70 = 3,13 m.
 Panjang kolam olakan minimum : L = D = 3,13 m
Dengan demikian kolam olakan untulk saluran
sekunder kiri adalah seperti pada gambar di atas.
Namun karena antara kolam olakan dengan mercu
terdapat gorong-gorong, maka panjang kolam olakan
ini disesuaikan dengan kondisi medan. lni berarti
bahwa ukuran gorong-gorong itu mengikuti ukuran
kolam olakan dari perhitungan di atas.
Jadi lebar gorong-gorong = 2,00 m dan elevasi lantai
gorong-gorong = 72.70 m.
Sekunder kanan
Saluran sekunder kanan ini menggunakan pintu sorong
sebagai pintu pengatur.
Bangunan Pengatur
Sebagai pintu pengatur disini digunakan pintu sorong,
dimana kedalaman hulu (h₁) diambil sama dengan
kedalaman saluran sekunder hulu = 1,10 m.
Dengan demikian ketinggian dasar pintu
= 76,53 - 1.10 = 75.43 m.
Muka air di hilir pintu diambil sama dengan muka air di
saluran sekunder kanan = + 75,68 m, sehingga
kedalaman air di hilir pintu (h₂)
= 75,68 - 75.43 = 0.25 m.
Bukaan pintu diambil 0,16 m.
Dengan demikian didapat h₁/a = 6,88 dan h₂/a = 1,56.
Dengan nilai ini dari grafik didapat nilai K = 1,00 (nilai
maksimal K; pertemuan garis h₁/a dan h₂/a di luar
gambar) sedangkan nilai µ = 0,59.
Karena besarnya debit yang dialirkan dihitung dengan
rumus : 𝑄 = 𝐾 𝜇 𝑎 𝑏 2 𝑔 ℎ1
dimana
Q = debit m³/det
K = faktor aliran tenggelam
µ = koeffisien debit
a = bukaan pintu, m
b = lebar pintu, m .
g = percepatan gravitasi, m/dt² (~ 9,81 )
h₁ = kedalaman air di depan pintu di atas ambang, m
Maka lebar pintu yang diperlukan dihitung menurut
rumus :
𝑄 0,616
b= =
𝐾 𝜇 𝑎 𝑏 2 𝑔 ℎ1 1,00 𝑥 0,56𝑥0,16 2𝑥9,81𝑥0,1
= 1,479 𝑚 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑙𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛 1,50 𝑚
Gambar Koefisien K untuk debit tenggelam
(dari Schmidt)
Gambar Koefisien debit 𝝁 masuk permukaan
pintu datar atau lengkung
Gambar 3.19. Aliran pada saluran sekunder kanan
Karena muka air hilir pintu sorong diambil sama dengan
ketinggian muka air di saluran sekunder kanan, maka
pada dasarnya sudah tidak diperlukan kolam olakan lagi
karena z = 0.
Namun untuk amannya lantai pasangan bagian ujung di
turunkan 20 cm, seperti pada gambar di atas.
Tersier kanan
Pintu pengatur yang digunakan pada saluran tersier
kiri ini adalah balok sekat, sedangkan pintu ukurnya
menggunakan pintu Cipoletti. Karena penampang
saluran pada pintu Cipoletti ini berbentuk trapesium
dan ditempatkan pada aliran yang tenang, maka pintu
ukur Cipoletti ditempatkan agak ke hilir di hilir
kolam olakan balok sekat.
Pintu Pengatur
Muka air di hulu balok sekat diambil sama dengan
muka air pada saluran sekunder hulu yaitu + 76,53
dengan kedalaman air di saluran sekunder hulu
setinggi 1,10 m.
Kedalaman air di hulu balok sekat diambil sama dengan
kedalaman saluran tersier kiri = 0,45 m.
Dengan demikian terjadi kenaikan dasar pintu
dibanding dengan ketinggian dasar saluran sekunder
hulu. Tebal balok sekat (L) diambil = 0,10 m dan tinggi
muka air di atas balok (h₁) diambil = 0,25 m.
Debit yang dialirkan oleh balok sekat dihitung dengan :
𝑸 = 𝑪𝒅 𝑪𝒗 𝟐/𝟑 𝟐/𝟑𝒈𝒃𝒄 𝒉𝟏 𝟏,𝟓
dimana :
Q = Debit, m³/detik.
Cd = Koeffisien debit
Cv = Koeffisien kecepatan datang.
g = percepatan gravitasi (= 9.81 m/dt²)
bc = lebar mercu, meter
h₁ = kedalaman air hulu thd ambang bang. ukur, m.
 kecepatan aliran di saluran : v = 0,29 m/det.
besarnya v²/2g = 0,004, maka H₁ dapat diambil
sama dengan h₁.
 Untuk L = 0,10 m dan h₁ = 0,18, didapat H₁/L = 1,80.
 Dari grafik didapat besarnya Cd = 1,10.
 Cd A*/A = Cd. h₁. b /(h .b) = 1.10 . 0,18/0,45 = 0,44.
 Dengan nilai tersebut didapat Cv = 1.,05.
 Berdasar nilai tersebut, lebar pintu adalah sbb :
𝑄
𝑏𝑐 =
𝐶𝑑 𝐶𝑣 2/3 2/3𝑔ℎ11,50
0,149
=
1,10𝑥 1,05𝑥2/3 2/3𝑥9,810,181,50
= 0,989 m dibulatkan 1,00 m
Kolam olakan balok sekat
Karena di hilir kolam olakan masih terdapat
bangunan ukur Cipoletti, yang memerlukan
perbedaan tinggi muka air, maka ketinggian muka
air di hil.ir kolam olakan diambil 0,30 m lebih
tinggi dari muka air di saluran tersier kanan.
Ketinggian muka air di saluran tersier kanan = +
75,16 m. sehingga muka air di hilir .kolam olakan =
+ 75.46 m.
Kolam olakan menggunakan bentuk kolam olakan
Vlughter.
Gambar 3.20. Aliran pada tersier kanan

Dengan demikian didapat z = 76.53 - 75.46 = 1,07 m.


Besarnya debit per meter saluran = Qlb
= 0,096/1,00 = 0,096, sehingga besarnya he adalah :
𝟑 𝒒𝟐 𝟑 𝟎, 𝟎𝟗𝟔𝟐
𝒉𝒄 = = = 𝟎, 𝟏𝟎, 𝒔𝒆𝒉𝒊𝒏𝒈𝒈𝒂
𝒈 𝟗, 𝟖𝟏
𝒛 𝟏,𝟎𝟕 𝒛
= = 11,09 → 𝟐, 𝟎 < < 15,0
𝒉𝒄 𝟎,𝟏𝟎 𝒉𝒄

t = 3,0 hc = 0,1 z = 3,0 x 11,09 + 0,1 x 1,07 = 0,40 m


ℎ𝑐 0,10
𝑡 = 3,0 ℎ𝑐 = 0,28𝑥0,10 = 0,03 𝑚
𝑧 1.07

mengingat kecilnya nilai a dan di hilir masih ada pintu


ukur, maka ambang setinggi 3 cm ini diabaikan.
Sehingga ketinqqian dasar kolam olakan = ketinggian
muka air hilir - t = 75,46 - 0,40 = 75,06 m
Mengingat kecilnya nilai a dan di hilir masih ada pintu
ukur, maka ambang setinggi 3 cm ini diabaikan.
Sehingga ketinqqian dasar kolam olakan
= ketinggian muka air hilir - t = 75,46 - 0,40 = 75,06 m.
D = Ketinggian atas balok sekat - ketinggian kolam
olakan = 76,08 - 75,06 = 1,02 m.
Maka panjang kolam olakan L = D = R = 1,64 m.
Namun dalam kasus ini kolam olakan diambil lebih
panjang disesuaikan dengan kedudukan pintu ukur.

Pintu Ukur Cipoletti


Lebar saluran pada lokasi pintu ul<ur ini diambil 1,80 m,
sedangkan lebar pintu ukur diambil 1.00 m.
Debit yang dialirkan oleh pintu ukur ini dihitung
menurut rumus :
𝑸 = 𝑪𝒅 𝑪𝒗 𝟐/𝟑 𝟐/𝟑𝒈𝒃𝒄 𝒉𝟏 𝟏,𝟓𝟎
dimana :
Q = Debit dalam m³/detik.
Cd = Koeffisien debit (harganya mendekati 0,63)
Cv = Koeffisien kecepatan datang
Bc = lebar mercu, meter.
h₁ = kedalaman air hulu thd ambang bangunan ukur, m.
Besar debit yang harus dialirkan : Q = 0,096 m³/det,
lebar mercu b, = 1,00 m. Besarnya Cv tergantung dari
besarnya Cd.A*/A, diperkirakan besarnya = 1, sehingga
besarnya h₁ dihitung sbb :
1,50 𝑄 0,096
ℎ1 = =
𝐶𝑑 𝐶𝑣 2/3 2/3𝑔𝑏𝑐 0,63𝑥1,2𝑥2/3 2𝑥9,81𝑥1,0
ℎ1 = 0,20 𝑚

Gambar 3.21. Pintu Cipoletti pada tersier kanan.

karena kedalaman air di hulu = 0.40 (sesuai besarnya


t), maka dengan nilai h₁ = 0,20, maka nilai p = 0,20.
Menurut syarat p ≥ 0,30, sehingga lantai diturunkan
0,10 m agar didapat p = 0,30 m.
Dengan nilai h₁ = 0,20 m.
maka A* = (1 + ¼ x 0.20) 0,20 = 0.21 m².
Besarnya A = ((b + (p + h₁))
(p = h₁) = (1,8 + (0,30 + 0.20))(0,30 + 0.20) =1,023.
Sehingga nilal Cd.A*/A = 0,63x0,21/1,023 = 0,129.
Dari grafik didapat nilai Cv mendekati 1, sehingga
perkiraan di atas benar.

Kolam olakan pintu ukur


Kolam olakan untuk pintu ukur ini juga menggunakan
bentuk Vlughter dengan besarnya
z = 75,46 - 75,16 = 0,30 m.
Besar debit per meter saluran = Q/b = 0,096/1,00 =
0.096, sehingga besarnya h, adalah :
3 𝑞2 3 0,0962 𝑧 0,30 𝑧
ℎ𝑐 = = =0,10 m. sehingga = → 2,0 < < 15,0
𝑔 9,81 ℎ𝑐 0,10 ℎ𝑐

𝑡 = 3,0 ℎ𝑐 = 0,1 𝑧 = 3,0 𝑥 0,1 + 0,1 𝑥 0,30 𝑚

ℎ𝑐 0,10
𝑎 = 0,28 ℎ𝑐 = 0,28𝑥0,10 = 0,03 𝑚
𝑧 0,3007
Ketinggian dasar kolam olakan = kedalaman air hilir - t
= 75,16 - 0,32 = 74,84 m. Namun jika ditinjau dasar
sungai sebelah hilir kolam olakan sebesar : 75,16 m dan
kedalaman air di saluran tersier kanan - 0,45 mm, maka
ketinggian dasar saluran di hilir kolam olakan
= 75.16 - 0.45 = 74,71 m.
lni lebih rendah dari dasar kolam olakan dari
perhitungan tersebut, Untuk ketinggian kolam olakan
diambil 0,10 m lebih rendah dari dasar saluran menjadi
: 74,71 - 0,10 = 74,61 m.
Tersier kiri
Untuk mengatur maupun mengukur aliran yang masuk
ke saluran tersier kiri ini digunakan pintu Romijn.

Gambar V.22. Aliran pada tersier kiri


Oleh karena itu pada tersier kiri ini hanya terdapat 2
bagian : pintu ukur Romijn yang tertetak sebelum
gorong-gorong jalan dan kolam olakan sesudah gorong-
gorong jalan.
Pintu Ukur Romijn
Karena debit yang dialirkan oleh tersier kiri ini
adalah sebesar 0.239 m3/detik, maka dipakai pintu
Romijn Type II, dengan data sbb :

No Uraian Tipe II
1. Lebar, meter 0,50
2. Kedalaman maksimum aliran, meter 0,50
3. Debit maksimum liter/detik 300
4. Kehilangan tinggi enegi, m 0,11
5. Elevasi dasar dan muka air rencana 1,15 + V
dimana V = varian = 0,18 x Hmaksimum = 0,18 x 0,50 =
0,09 m, sehingga elevasi dasar dari muka air rencana :
p = 1.15 + 0,09 = 1.24 m.
Karena h₁ + p = 0,50 + 1,24 m = 1.74 m lebih besar dari
kedalaman muka air di saluran sekunder hulu, maka
dasar pintu Romijn harus diturunkan sebesar 0,64 m,
sehingga kedudukan pintu Romijn seperti pada
gambar di atas.

Kolam olakan
Untuk perhitungan kolam olakan ini besarnya
z = 76,42 - 73.23 = 3.19 m
𝑄 0,239
Sedangkan besarnya 𝑞 = = 0,463
𝑏 0,50
𝟑 𝒒𝟐 𝟑 𝟎, 𝟒𝟔𝟑𝟐
𝒉𝒄 = = = 𝟎, 𝟑𝟔 𝒎
𝒈 𝟗, 𝟖𝟏
𝑧 3,19
Dengan demikian = = 8,82, 𝑠𝑒ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎
ℎ𝑐 0,36

t = 3,0 hc + 0,1 z = 3,0 x 0,36 + 0,1 x 3,19 = 1,40 m


ℎ𝑐 0,36
𝑎 = 0,28 = 0,28 = 0,03 𝑚
𝑧 3,19

Ketinggian kolam olakan = muka air hilir - t


= 73,23 - 1,43 = 71,33 m
D = 7 4,79 – 71,33 = 3, 46 m, jadi panjang kolam
olakan juga = 3,46 m = 3,50 m
Karena antara pintu Romijn dan kolam olakan
dipisahkan oleh gorong-gorong, maka kedalaman air
di gorong-gorong sama dengan kedalaman air dihilir
pintu Romijn yaitu 1,63 m.

Anda mungkin juga menyukai