Anda di halaman 1dari 14

KELOMPOK 1

1. LINA NURNA KHUMAIRO


2. ALFU HANIK
3. ALDA FEBRIANA
4. SILVI DAMAYANTI
5. TRI WAHYUNI
6. PUTRI SEKAR ASIH
7. ELYSTA CICI ANGGIA
8. AHMAD ASHROF FATONI
9. NUR LILLA AMALIA
KASUS I
PENYUAPAN HAKIM
TAHUN 2019

HUBUNGAN
DENGAN
PANCASILA

KUHP

Sumber :
https://m.cnnindonesia.com/nasional/2019051620473
PUTUSAN
4-12-395579/kasus=suap=hakim-tipikor-pn-medan- PERKARA
divonis-6-tahun-penjara

KOMENTAR
HUBUNGAN DENGAN PANCASILA

Kasus ini sesuai dengan


Sila ke-4 yakni “Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/
perwakilan”
KUHP
Dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Kasus suap
diatur dalam pasal 209 ayat (1), yang berbunyi sebagai berikut :

Penyuapan merupakan tindak pidana yang kerap terjadi dan


bersinggungan dengan penjabat pemerintahan yang dilakukan
oleh pengusaha /swasta. Bentuk suap antara lain dapat berupa
pemberian uang, uang sogok, dan sebagainya. Tujuan suap
biasanya adalah untuk mempengaruhi pengambilan keputusan
dari orang, pegawai atau penjabat yang disuap.
Dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tindak pidana suap
diatur dalam Pasal (1), yang berbunyi sebagai berikut :

1. Barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang


penjabat dengan maksud menggerakkannya untuk berbuat atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajiban.
2. Barang siapa memberi sesuatu kepada seorang penjabat karena atau
berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajibannya.
UUD 1945
UUD RI No.31 Tahun 1999 tentang pemberantasan
tindak pidana korupsi

UU Tentang Kasus Penyuapan


Pasal 12 huruf c UU Tipikor berbunyi : “hakim yang
menerima hadiah atau janji, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan
perkara yang kepadanya untuk diadili. ”
Sementara Pasal 11 UU Tipikor berbunyi : “Dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima hadiah atau janji padahal
diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan karena kekuasaan dan kewenangan
yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang
menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau
janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya ”
KOMENTAR :

Kami sangat tidak setuju dengan tindakan yang dilakukan


oleh Merry Purba sebagai seorang hakim yang menerima suap
dari pengusaha terkait pengurusan perkara korupsi di PN
Medan dan dari Tamin selaku terdakwa korupsi penjualan
tanah yang masih berstatus aset negara. Karena tindakan
tersebut bisa merusak nama lembaga hukum negara karena
dia adalah seorang hakim yang seharusnya mengerti
mengenai hukum negara dan paham betul bagaimana
bertindak semestinya dalam jabatannya serta memberikan
contoh yang baik kepada rakyatnya agar tidak melakukan
pelanggaran hukum negara. Dan suap yang dilakukan oleh
Tamin tersebut juga dapat merugikan negara karena ia telah
menjual tanah yang jelas-jelas bukan miliknya melainkan milik
negara yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan
masyarakat bukan untuk kepentingannya sendiri.
KASUS II
KASUS PENYEBARAN HOAX SURAT TERCOBLOS

HUBUNGAN
DENGAN
PANCASILA

KUHP
Sumber:https://googlew
eblight.com/i?u=https://
www.beritasatu.com/nas PUTUSAN
ional/544504/penyebar- PERKARA
hoax-surat-suara-
tercoblos-ternyata-
relawan-salah-satu-
capres&hl=id-ID KOMENTAR
HUBUNGAN DENGAN PANCASILA

Kasus ini sesuai dengan sila ke-2 :


kemanusiaan yang adil dan
beradab
KUHP
Penghinaan umum yang dikualifisir dalam pasal 310 ayat 1 KUHP,
Pasal 310 ayat 2 (KUHP) serta pasal 311 KUHP tentang fitnah.

UUD 1945
Pasal 28F UUD 1945 menyatakan bahwa “setiap orang berhak untuk
berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh,
memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”

Selain itu pula dalam bicara dan mengemukakan pendapat hendaknya


tetap memperhatikan ketentuan pasal 28J ayat 1 dan ayat 2 UUD 1945
yang menyatakan bahwa : ayat (1) “setiap orang wajib menghormati hak
asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara”, ayat (2) “Dalam menjalankan hak dan
kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan
moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokrasi ”.
UU tentang kasus hoax

Pasal 45 A(2) UU RI No 11 tahun 2016 perubahan


atas UU RI No. 11 tahun 2008 tentang ITE subsider
pasal 14 (1) UU RI No. 1 tahun 1946
KOMENTAR :

Kami sangat tidak setuju dengan kasus tersebut karena kita


sebagai , manusia hendaknya menjaga perbuatan dan bicara
kita, baik lisan maupun tulisan, harus menjunjung tinggi
kesopanan. Baik dalam mengkritik maupun mengemukakan
pendapat. Bukankah kita dikatakan manusia yang adil dan
beradab sebagaimana dalam sila ke-2 Pancasila, yang
berbunyi kemanusiaan yang adil dan beradab. Jangan
sampai karena kita emosi atau kesal kita mudah
mengeluarkan kata-kata/ tulisan kotor, kata-kata/tulisan yang
tidak sopan sehingga menyakiiti perasaan orang lain. Selain itu
kita hendaknya sebijaksana mungkin dalam menggunakan
media sosial, bijaksana dan cerdas dalam membuat
pernyataan ataupun memposting gambar di media sosial
karena ancaman pidana yang tinggi sebagaimana dalam UU
ITE
TERIMA KASIHH…..

Anda mungkin juga menyukai