Anda di halaman 1dari 25

Kelompok 4

Putu Arthana Putra (H1A013051)


Devi Chandra Juvita (H1A013016)
L.M. Kamal Abdurrosid (H1A013014)
Desak Made Dinda K.U. (H1A013014)
Mimin Kurniati (H1A013039)
Neneng Miratunnisa (H1A013043)
Ni Wayan Septika Verga B (H1A013046)
Rohmatul Hajriyah Nurhayati (H1A013056)
Silmina Alifiya (H1A013039)
Wanda Rendaswara (H1A013062)
Ida Bagus Ade Pramana (H1A212025)
Seorang laki-laki berusia 34 tahun datang ke
Puskesmas dengan keluhan bengkak pada tungkai bawah
kanan sejak 1 bulan lalu. Bengkak kumat-kumatan,
bengkak menghilang apabila beristirahat dengan kaki
ditinggikan. Pasien mengaku sering mengalami demam
hilang timbul sejak 1 tahun lalu, disertai menggigil, nyeri
kepala, lemah dan muntah, berlangsung selama beberapa
hari sampai beberapa minggu. Kurang lebih 3 bulan yang
lalu juga muncul benjolan yang teraba nyeri pada
selangkangan. Pasien memiliki riwayat menetap di daerah
pedesaan di NTT selama beberapa tahun untuk bekerja, dan
baru pulang 3 bulan lalu.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah
120/80 mmHg, suhu tubuh 36,7oC, frekuensi denyut nadi
88 kali/menit, frekuensi pernafasan 16 kali/menit, pada
daerah inguinal didapatkan benjolan yang berbatas tegas,
dengan diameter ±2 cm, hiperemis dan nyeri tekan, dan
terdapat pitting oedem pada tungkai bawah kanan.
 Definisi
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah
penyakit menular kronik yang disebabkan
sumbatan cacing filaria di kelenjar / saluran
getah bening, menimbulkan gejala klinis akut
berupa demam berulang, radang kelenjar /
saluran getah bening, edema dan gejala
kronik berupa elefantiasis.
Di Indonesia ditemukan 3 spesies cacing
filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia
malayi dan Brugia timori yang masing-
masing sebagai penyebab filariasis bancrofti,
filariasis malayi dan filariasis timori. Beragam
spesies nyamuk dapat berperan sebagai
penular (vektor) penyakit tersebut.
 Cara Penularan
Seseorang tertular filariasis bila digigit
nyamuk yang mengandung larva infektif
cacing filaria. Nyamuk (vector) yang
menularkan filariasis Bancrofti adalah Culex
(di kota) dan Aides (di desa); filariasis Brugia
adalah Mansonia dan Anopheles. Nyamuk
tersebut tersebar luas di seluruh Indonesia
sesuai dengan keadaan lingkungan
habitatnya (got/saluran air, sawah, rawa,
hutan).
 Pada tubuh nyamuk
Dilambung nyamuk, mikrofilaria kehilangan
pembungkusnya. bermugrasi ke otot
thorax nyamuk L1 tumbuh dan ganti kulit
L2 dalam waktu 1 minggu  tumbuh
gemuk dan panjang, berganti kulit
L3migrasi ke probosis nyamuk.
 Pada tubuh manusia
L3menembus dermis ke sistem limfe
dalam waktu 9-14 hari  L4dalam waktu
6-12 bulan  cacing dewasa
(jantan&betina)kawinmikrofilaria yang
memiliki selubung dalam jumlah banyakke
pembuluh darah perifer  di tularkan ke
nyamuk apabila menggigit manusia.
 Pada filarial, perubahan patologi disebabkan oleh
kerusakan pembuluh getah bening akibat
inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa,
bukan oleh microfilaria. Cacing dewasa hidup di
pembuluh getah bening eferen atau sinus
kelenjar getah bening dan menyebabkan
pelebaran pembuluh getah beningdan penebalan
dinding pembuluh. Infiltrasi sel plasma, eosinofil,
dan makrofag di dalam dan sekitar pembuluh
getah bening yang mengalami inflamsi bersama
dengan proliferasi sel endotel dan jaringan
penunjang, menyebabkan berliku-likunya system
limfatik dan kerusakan atau inkompetensi katup
pembuluh getah bening.
Limfedema dan perubahan kronik akibat statis
bersama dengan edema keras terjadi pada kulit yang
mendasarinya. Perubahan-perubahan yang terjadi
akibat filariasis ini disebabkan oleh efek langsung dari
cacing ini dan oleh respon imun pejamu terhadap
parasit. Respon imun ini dipercaya menyebabkan
proses granulomatosa dan proliferasi yang
menyebabkan obstruksi total pembuluh getah bening.
Diduga bahwa pembuluh-pembuluh itu tetap paten
selama cacing tetap hidup dan bahwa kematian cacing
tersebut menyebabkan reaksi granulomatosa dan
fibrosis. Dengan demikian terjadilah penurunan fungsi
limfatik dan obstruksi limfatik.
Pada kasus filarial, perubahan patologi
yang terjadi adalah obstruksi limfatik yang
melalui berbagai mekanisme.
Apabila terjadi obstruksi limfatik atau
gangguan aliran limfe pada suatu daerah,
maka cairan tubuh yang berasal dari plasma
darah dan hasil metabolisme yang masuk ke
dalam saluran limfe akan tertimbun
(limfedema).
Selain itu, terdapat tingkatan limfedema yang
terjadi pada kasus filariasis yaitu :

 Tingkat 1 : Edema pitting pada tungkai yang


dapat kembali normal (reversible) bila tungkai
diangkat.
 Tingkat 2 : Edema pitting/non pitting pada
tungkai yang tidak dapat kembali normal
(irreversible) bila tungkai diangkat.
 Tingkat 3 : Edema non pitting, tidak dapat
kembali normal bila tungkai diangkat, kulit
menjadi tebal.
 Tingkat 4 : Edema non pitting dengan jaringan
fibrosis dan verkosa pada kulit (elephantiasis)
1. Deteksi mikrofilaria
Pengambilan spesimen darah disesuaikan
dengan periodisitas dari parasit, sebagai
berikut:
◦ W. bancrofti  periodisitas nokturnal, darah
diambil pada malam hari (antara jam 10 malam
hingga jam 2 dini hari)
◦ B. malayi  periodisitas periodik nokturnal,
subperiodik nokturnal atau nonperiodik
◦ B. timori  periodisitas nokturnal
 Metode hapusan darah tebal
Digunakan untuk diagnosis filariasis
limfatik pada daerah yang endemis.
 Metode konsentrasi Knott
Metode yang sangat sensitif untuk
mendeteksi mikrofilaria. Menggunakan darah
vena yang telah diberi antikoagulan dan
dicampur dengan 10 mL formalin 2%
 Metode kamar hitung
Mengunakan sampel darah kapiler yang
dicampur dengan 0,3% asam asetat
 Teknik filter membran
Darah vena dimasukan pada tabung
antikoagulan dan dicampur dengan larutan
untuk melisiskan sel darah merah, kemudian
difiltrasi melalui Nuklepore berukuran 5 µM.
Setelah itu, filter dihilangkan menggunakan
forceps dan diletakkan pada gelas objek
untuk menghitung jumlah mikrofilaria
2. Deteksi imunologi
Metode yang dapat digunakan antara lain:
◦ Imunokromatografi test (ICT)
Tes ini digunakan untuk mendeteksi W. bancrofti.
Caranya dengan menambahkan darah kapiler 100µL
pada kartu tes yang telah diberikan antibodi
monoklonal. Apabila hanya terdapat 1 garis,
menunjukan hasil negatif. Hasil tes dinyatakan positif
bila ditemukan 2 garis. Hasil positif menunjukan adanya
infeksi aktif meskipun tidak ditemukan adanya
mikrofilaria dalam darah
◦ Elisa Og4C3
Digunakan untuk mendeteksi adanya W. bancrofti
mengunakan metode enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA). Menggunakan sampel plasma 100µL yang
mengandung EDTA
3. Deteksi antibodi antifilarial
Deteksi ini dapat dilakukan pada filariasis
Brugia. Kadar antibodi IgG4 akan meningkat
pada penderita mikrofilaremia. Kekurangan
metode ini adalah tidak dapat membedakan
infeksi yang sudah lama dan infeksi baru
4. Teknik biologi molekular
Dengan menggunakan teknik Polymerase
Chain Reaction (PCR) untuk mendeteksi
parasit dengan menggandakan DNA parasit
5. Radiodiagnosis
◦ Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada
skrotum dan kelenjar getah bening inguinal
pasien. Pada pemeriksaan ini, bila memang
terdapat infeksi parasit akan ditemukan
gambaran cacing dewasa yang bergerak-gerak
atau disebut filarial dance sign (FDS)
◦ Pemeriksaan limfosintigrafi
Ditandai dengan zat radioaktif yang
menunjukkan adanya abnormalitas sistem
limfatik. Keuntungan metode ini adalah dapat
mendeteksi penderita yang mengalami
mikrofilaremia asimptomatik
 Perawatan umum
◦ Istirahat di tempat tidur, pindah ke daerah yang dingin
akan mengurangi serangan akut
◦ Antibiotik dapat diberikan untuk infeksi sekunder dan
abses
◦ Pengikatan di daerah pembendungan akan mengurangi
edema
 Pengobatan spesifik
◦ Pengobatan infeksi
Regimen yang direkomendasikan untuk pemberian obat
dengan dosis tunggal 2 obat yang diberikan bersama-sama
selama minimal 5 tahun, yaitu:
o Ivermectin (150-200 µg/kg) ditambah albendazole (400
mg)
o DEC (dietilkarbamizine) (6 mg/kg) ditambah albendazole
(400 mg)
Pada kasus-kasus dini dan sedang,
prognosis baik terutama bila pasien pindah
dari daerah endemik. Pengawasan daerah
endemik tersebut dapat dilakukan dengan
pemberian obat, serta pemberantasan
vektornya. Pada kasus-kasus lanjut terutama
dengan edema tungkai, prognosis lebih
buruk.
 Hidrokel
 Kiluria
 Batuk dan sesak napas terutama di malam
hari serta fibrosis paru pada stadium lanjut
occult filariasis/tropical pulmonary
eosinophilia
Pemberian obat masal pencegahan (POMP)
filariasis adalah salah satu upaya program
eliminasi filariasis global. Untuk pengobatan
masal ini, dianjurkan pemberian DEC dosis
rendah jangka panjang (100 mg/minggu
selama 40 minggu) atau garam DEC 0,2-0,4%
selama 9-12 bulan.

Anda mungkin juga menyukai