Anda di halaman 1dari 15

(PERDAGANGAN INTERNASIONAL)

KELOMPOK 3

JOHN SIANTURI 216328001


MELDA SIPAYUNG 216320053
MASNI ESTER SINAGA 216320024
JULITA BR. HOMBING 216320018
Hutang luar negeri atau pinjaman luar negeri adalah sebagian dari
total hutang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar
negara tersebut. Hutang luar negeri sangatmembantu pemerintah
Indonesia dalam upaya menutup anggaran pendapatan dan
belanjanegara, karena pembiayaan pengeluaran rutin pembangunan
yang cukup besar, tetapi ituhanya dalam jangka pendek.Hutang luar
negeri atau pinjaman luar negeri adalah pinjaman dalam negeri
yangmenimbulkan kewajiban membayar kembali terhadap pihak
luar negeri. Utang luar negeri pemerintah adalah utang yang dimiliki
oleh pemerintah pusat, terdiri dari utang bilateral,multilateral,
fasilitas kredit ekspor, komersial, leasing dan Surat Berharga Negara
(SBN) yang diterbitkan di luar negeri dan dalamnegeri..
Kebijakan Utang Luar Negeri dalam RPJMN 2015-2019

NORMA PEMBANGUNAN KABINET KERJA

 Membangun untuk manusia dan masyarakat;


 Upaya peningkatan kesejahteraan, kemakmuran,
produktivitas tidak boleh menciptakan ketimpangan yang
makin melebar. Perhatian khusus diberikan kepada
peningkatan produktivitas rakyat lapisan menengah bawah,
tanpa menghalangi, menghambat, mengecilkan dan
mengurangi keleluasaan pelaku-pelaku besar untuk terus
menjadi agen pertumbuhan
 Aktivitas pembangunan tidak boleh merusak, menurunkan
daya dukung lingkungan, dan keseimbangan ekosistem.
3 DIMENSI PEMBANGUNAN
1. Dimensi Pembangunan Manusia
-Pendidikan
-Kesehatan
-Perumahaan
-Mental/Karakter
2. Dimensi Pembangunan Sektor Unggulan
-Kedaulatan Pangan
-Kedaulatan Energi dan Ketenaga listrikan
-Kemaritan dan Kelautan
-Pariwisata dan industri
3. Dimensi Pemerataan dan Kewilayahaan
-Antar Kelompok Pendapatan
-Antar Wilayah (desa, pinggiran,luar jawa, kawasan timur)
Strategi pembangunan nasional RPJMN 2015-2019 dilakukan
melalui tiga dimensi pembangunan. Dimensi pertama yaitu
dimensi pembangunan manusia dan masyarakat yang ditujukan
untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat
sehingga menghasilkan manusia Indonesia unggul. Dimensi
kedua yaitu dimensi pembangunan sektor unggulan dan
prioritas yang diharapkan akan menghasilkan sektor-sektor
Indonesia yang berdaya saing internasional. Dimensi ketiga
yaitu : Dimensi pemerataan dan kewilayahan yang diharapkan
dapat menghilangkan/memperkecil kesenjangan wilayah.
Selain itu, terdapat beberapa kondisi perlu yang dibutuhkan
dalam pelaksanaannya yaitu kepastian dan penegakkan
hukum, keamanan dan ketertiban, politik dan demokrasi, serta
tatakelola dan reformasi birokrasi.
KERANGKA MAKRO RPJMN 2015-2019 Rencana penarikan
Pinjaman LN on Going

Perkiraan Postur

Pembiayaan 2015-2019

Rencana Penarikan
LN Baru 2015-2019

Pembiayaan melalui
BMP LN Perhitungan indikasi
2015-2019 Pinjaman LN Komitmen Pinjaman
LN baru 2015-2019
BATAS MAKSIMAL PINJAMAN LUAR NEGERI 2015-2019
(Rp. Miliar)

Tahun 2015 2016 2017 2018 2019

Batas Maksimal Pinjaman LN 55.100,00 57.597,99 58.478,82 59.250,07 62.789,45

Dengan berpedoman pada postur pembiayaan 2015-2019 dan BMP luar negeri
2015-2019, maka dapat diperhitungkan rencana penarikan pinjaman luar negeri
2015-2019. Rencana penarikan pinjaman luar negeri tersebut terdiri dari rencana
penarikan pinjaman sedang berjalan (on going) dan rencana penarikan pinjaman
luar negeri baru (ruang gerak pinjaman baru).
Indikasi kebutuhan pinjaman luar negeri baru yang dibutuhkan untuk
memenuhi rencana pembiayaan pinjaman luar negeri tahun 2015-
2019 diperhitungkan dari nilai komitmen pinjaman yang dibutuhkan
untuk mengisi ruang gerak pinjaman luar negeri baru. Nilai
komitmen yang dibutuhkan ini terdiri dari pinjaman program dan
pinjaman proyek yang ditentukan nilainya berdasarkan pola
penyerapan kedua jenis pinjaman tersebut. Untuk pola penyerapan
pinjaman proyek, berdasarkan pengalaman pelaksanaan proyek, rata-
rata umur proyek diperkirakan berjalan selama enam tahun dengan
pola penyerapan dari tahun pertama sampai ke-6 (5 persen, 10
persen, 15 persen, 40 persen, 25 persen, dan 5 persen). Untuk
pinjaman program, memiliki pola penyerapan yang langsung habis
dalam satu tahun karena bersifat pinjaman tunai. Berdasarkan pola
penyerapan tersebut, maka untuk mengisi ruang gerak pinjaman luar
negeri baru dibutuhkan komitmen pinjaman selama 2015-2019 yang
diperhitungkan dalam persentase terhadap PDB dalam range ± 10
persen
INDIKASI KOMITMEN PINJAMAN LN 205-2019 DALAM % PDB

Tahun 2015 2016 2017 2018 2019 Rata-rata

Pinjaman 0,08 – 0,17 – 0,24– 0,14 – 0,18– 0,16 –


0,10 0,21 0,29 0,17 0,22 0,20
Proyek

Pinjaman
0,15– 0,11–
0,12 – 0,14 0,12 – 0,15 0,19 0,13 – 0,16 0,13 0,13 – 0,15
Program

Total
0,39– 0,28–
0,20 – 0,24 0,29 – 0,36 0,48 0,26 – 0,32 0,35 0,29 – 0,35
NERACA PEMBAYARAN

Dalam neraca pembayaran, aktivitas pinjaman luar negeri seperti


penarikan pinjaman, pembayaran cicilan pokok, dan pembayaran bunga
berada dalam transaksi investasi lainnya dan pendapatan primer.
Penarikan pinjaman luar negeri akan berpengaruh positif dalam neraca
investasi lainnya, sebaliknya pembayaran pokok pinjaman luar negeri
akan berpengaruh negatif. Di sisi lain, pembayaran bunga pinjaman luar
negeri akan berpengaruh dalam transaksi pendapatan primer.

Sesuai dengan data Bank Indonesia, pada triwulan III-2015, transaksi


investasi lainnya di sisi kewajiban untuk sektor publik mengalami surplus
sebesar USD 1,6 miliar, hal ini disebabkan karena adanya penarikan
pinjaman luar negeri pemerintah yang mencapai USD 2,1 miliar,
sedangkan pembayaran pokok selama triwulan ini hanya sekitar USD 0,5
miliar. Dalam periode yang sama, meskipun terjadi penurunan
pembayaran bunga pinjaman luar negeri, namun neraca pendapatan
primer masih mengalami defisit USD 7,1 miliar. Defisit tersebut
disebabkan oleh meningkatnya jumlah pembayaran pendapatan investasi
langsung dan pendapatan investasi portofolio sesuai pola musimannya
Kebijakan Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri dalam
Aspek Mikro .
1.Menambah Kapasitas
Selain sebagai sumber pembiayaan, pinjaman luar negeri juga
dimanfaatkan untuk meningkatkan kapasitas bagi pihak yang
terlibat dalam kegiatan pinjaman luar negeri. Peningkatan kapasitas
tersebut dapat diperoleh dari penerapan international best practices
maupun alih ilmu dan teknologi (transfer of knowledge) melalui
interaksi antara pihak yang terlibat dalam proyek. Beberapa pihak
yang diharapkan dapat menerima dampak peningkatan kapasitas
implementasi antara lain: (i) pelaksana proyek, (ii) penerima
manfaat (beneficiaries), dan (iii) stakeholder lain (kontraktor,

supplier )
2. Pengembangan Model Proyek/Kegiatan (Replikasi/Scaling Up)

Dengan adanya pembelajaran berupa transfer of knowledge dan


penerapan international best practices, kegiatan pinjaman luar negeri
berpotensi untuk dikembangkan melalui replikasi/scaling up.
Replikasi/scaling up merupakan upaya untuk melanjutkan proyek
pinjaman yang dinilai sukses dengan menerapkan kegiatan yang
serupa untuk memperluas pelaksanaannya. Untuk mengidentifikasi
kelayakan proyek pinjaman luar negeri yang akan direplikasi/scaling
up, dapat dilihat dari hasil pematauan dan evaluasi terhadap
output/outcome dan manfaat proyek.

Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan untuk menilai proyek


tersebut layak untuk di replikasi/scaling up adalah aspek unsur
pembelajaran (best practice), aspek kelayakan (feasible), dan aspek
prioritas (priority) Best practice, artinya proyek tersebut mampu
memberikan lesson learn/inovasi dan memberikan dampak positif
bagi pembangunan baik dari sistem dan tata kelola yang lebih baik
maupun inovasi teknologi
3. Sebagai Instrumen Kerjasama Pembangunan

Seiring dengan perkembangan ekonomi global, pinjaman luar negeri yang


dilakukan Indonesia memiliki upaya dalam mendorong peningkatan
kerjasama internasional baik di forum multilateral maupun bilateral. Pada
tingkat multilateral, pinjaman luar negeri dilakukan dengan menjalin
kerjasama dengan lembaga-lembaga multilateral seperti World Bank, Asian
Development Bank, Islamic
Development Bank, dan lain-lain. Selain sebagai member country dan
borrower, peran Indonesia juga dapat ditingkatkan untuk lebih aktif dalam
lembaga tersebut. Selain itu, kerjasama dalam lembaga tersebut juga
mampu membangun network dengan dunia internasional Pada tingkat
bilateral, pelaksanaan pinjaman luar negeri G-to-G akan memperkuat
hubungan bilateral antar negera sehingga dapat meningkatkan kerjasama
pada level yang lebih besar seperti pada aspek perdagangan, pariwisata,
dan sebagainya. Selain itu, pinjaman luar negeri dapat dioptimalkan dengan
memanfaatkan comparative advantage di masing-masing negara.
4. Mendorong Peran BUMN dan Swasta Nasional

Proyek pinjaman luar negeri tidak hanya melibatkan kerjasama G-to-G saja,
namun juga melibatkan peran BUMN dan swasta nasional dalam
pelaksanaannya. BUMN dan swasta dapat terlibat secara langsung dalam
proyek pinjaman luar negeri sebagai pelaksana proyek, kontraktor, pemasok
(supplier), atau bagian dari KPS (Kerjasama Pemerintah-Swasta) (Gambar
3.14).
Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2015, BUMN dapat
memanfaatkan pinjaman luar negeri melalui pinjaman langsung (direct
lending) yang memungkinkan adanya jaminan pemerintah didalamnya.
Pemanfaatan pinjaman luar negeri juga dapat diarahkan untuk
mengembangkan industri BUMN dan swasta nasional dengan semaksimal
mungkin memanfaatkan pasokan (supply)produk-produk mereka dalam
mendukung proyek pinjaman luar negeri. Terkait dengan keterlibatan BUMN
dan swasta nasional dalam KPS, hal ini dilakukan dengan mengarahkan
pinjaman luar negeri untuk membiayai proyek dengan skema KPS. Dalam
pola ini, pemerintah memanfaatkan pinjaman luar negeri untuk mendanai
porsi pemerintah, sedangkan BUMN dan Swasta membiayai porsi privat-nya
5. Mendukung Pertumbuhan Ekonomi, Meningkatkan Akses Pelayanan,
Atau Pemerataan Pembangunan

Pinjaman luar negeri dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan


masyarakat melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi, akses pelayanan, dan
pemerataan pembangunan (Gambar 3.15). Untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, pinjaman luar negeri difokuskan pada proyek-proyek pembangunan
dengan investment leverage yang tinggi seperti sektor infrastruktur dan energi.
Dalam hal peningkatan akses pelayanan, pinjaman luar negeri lebih difokuskan
untuk kegiatan yang dapat meningkatkan fasilitas kebutuhan dasarmasyarakat
(basic public need project). Peningkatan fasilitas kebutuhan dasar masyarakat
yang dimaksud adalah akses rumah sakit bagi masyarakat, sarana pendidikan, dan
lain-lain. Untuk pemerataan pembangunan, pinjaman luar negeri diarahkan pada
proyek untuk daerah terluar, terpencil, dan pinggiran. Pelaksanaan proyek perlu
dilaksanakan dengan memperhatikan potensi keunggulan komparatif dan
keunggulan kompetitif daerah, serta posisi geografis strategis di masing-masing
pulau agar sasaran pembangunan tercapai dan kesejahteraan masyarakat pun
meningkat.

Anda mungkin juga menyukai