IAI menetapkan delapan prinsip etika yang berlaku bagi seluruh anggota IAI dan seluruh kompartemennya. Setiap kompartemen menjabarkan 8 (delapan) Prinsip Etika ke dalam Aturan Etika yang berlaku secara khusus bagi anggota IAI. Setiap anggota IAI, khususnya untuk Kompartemen Akuntansi Sektor Publik harus mematuhi delapan Prinsip Etika dalam Kode Etika IAI beserta Aturan Etikanya, yakni 1. Tanggung Jawab Profesi 2. Kepentingan Publik 3. Integritas 4. Objektivitas 5. Kompetensi dan Kehati‐ hatian Profesional 6. Kerahasiaan 7. Perilaku Profesional 8. Standar Teknis E. Pelanggaran Kode Etik Pertama‐tama perlu kami garis bawahi bahwa tidak ada pelanggaran kode etik profesi bagi seorang akuntan dalam kasus ini. Yang terlibat dalam kasus ford pinto adalah desainer / engineer, dan BOD. Berkaitan hal tersebut, dengan menggunakan kedelapan indikator kode etik akuntan diatas, menurut kelompok kami, etika profesi yang di langgar adalah : 1. Standar Teknis Manajemen Ford tidak melaksanaan pekerjaannya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Tidak sesuai dengan keahliannya dan tidak berhati – hati dalam menjalankan dan memproduksi mobil ford. Sehingga mengabaikan standar teknis dari safety car. 2. Tanggung Jawab profesi Dalam kasus ford pinto ini, manajemen tidak mempertimbangkan moral dan profesionalitasnya dalam kegiatan yang dilakukan. Manajemen dengan sengaja mengabaikan kecacatan design daripada ford pinto dan tidak memperbaiki kecacatan tersebut. Bahkan manajemen sudah mengetahui hasil uji tabrak ford pinto yang setiap kali ditabrak akan menghasilkan percikan api namun dihiraukan, dan lebih melihat kepada profit yang di hasilkan 3. Integritas Dalam kasus ford pinto, manajemen tidak mempunyai integritas. Dimana manajemen tidak bersikap jujur dan berterus terang atas kecacatan design ford pinto, sehingga mengorbankan para pembeli mobil ford pinto. Kepercayaan publik terhadap ford dikalahkan oleh keuntungan pribadi Ford, dimana ford lebih mementingkan profit dibandingkan keselamatan pengemudi ford pinto. 4. Kepentingan Publik Dalam kasus ford pinto, manajemen tidak mementingkan kepentingan publik dikarenakan manajemen tidak melakukan perbaikan atas design mobil ford pinto. Bahkan manajemen lebih memilih membayar ganti rugi akibat kecelakaan ford pinto daripada harus memperbaiki tangki bahar bakar, dikarenakan biaya memperbaiki lebih besar ketimbang harus membayar ganti rugi akibat kecelakaan ford pinto. Sehingga dalam hal ini, manajemen seolah – olah tidak memperhatikan keselamatan para pengemudi ford pinto, dan lebih mementingkan profit F. Kesimpulan dan Solusi Hasil pengamatan kami bahwa setiap kegiatan produksi haruslah mengikuti etika profesi karena jika tidak dilakukan dengan baik maka bisa menimbulkan kerugian yang membahayakan bagi konsumen dari hasil produksi mobil Ford Pinto. Menurut kami ada 3 langkah perbaikan untuk kedepannya bagi perusahaan ini antara lain: 1. Mengembalikan kepercayaan publik, dengan cara menarik semua mobil hasil produksi dan melakukan perbaikan atas design yang cacat tersebut. Dan melakukan ganti rugi terkait kecelakaan yang disebabkan oleh Ford Pinto. 2. Mengevaluasi dan Menerapkan SOP yang berprinsip kepada etika profesi dan bisnis dengan mengedepankan kepentingan publik. 3. Melakukan evaluasi terhadap metode atau proses produksi untuk menekan biaya produksi agar lebih efisien sehingga harga yang dipasarkan dapat bersaing dengan kualitas terbaik