• Di susun oleh :
Hydro cracking
Hydro cracking adalah proses perekahan dengan mereaksikan plastik dengan hidrogen di dalam wadah tertutup yang dilengkapi
dengan pengaduk pada temperatur antara 423 – 673 K dan tekanan hidrogen 3 – 10 MPa. Dalam proses hydro cracking ini dibantu
dengan katalis. Untuk membantu pencampuran dan reaksi biasanya digunakan bahan pelarut 1-methyl naphtalene, tetralin dan decalin.
Beberapa katalis yang sudah diteliti antara lain alumina, amorphous silica alumina, zeolite dan sulphate zirconia.
Penelitian tentang proses hydro cracking ini antara lain telah dilakukan oleh Rodiansono (2005) yang melakukan penelitian hydro
cracking sampah plastik polipropilena menjadi bensin (hidrokarbon C5-C12) menggunakan katalis NiMo/Zeolit dan NiMo/Zeolit-
Nb2O5. Proses hydro cracking dilakukan dalam reaktor semi alir (semi flow-fixed bed reactor) pada temperatur 300, 360, dan 400
°C; rasio katalis/umpan 0,17; 0,25; 0,5 dengan laju alir gas hidrogen 150 ml/jam. Uji aktivitas katalis NiMo/zeolite yang menghasilkan
selektivitas produk C7-C8 tertinggi dicapai pada temperatur 360 °C dan rasio katalis/umpan 0.5. Kinerja katalis NiMo/zeolit menurun
setelah pemakaian beberapa kali, tetapi dengan proses regenerasi kinerjanya bisa dikembalikan lagi.
Nurcahyo (2005), melakukan penelitian yang sama dengan penelitian Rodiansono (2005) tetapi dengan katalis NiPd/Zeolite. Uji
aktivitas katalis NiPd/Zeolit untuk reaksi hydro cracking sampah plastik menjadi fraksi bensin telah dilakukan dengan variasi
temperatur 300, 350, 400, 450 dan 500 °C dan variasi rasio berat katalis : umpan 1:2, 1:4, dan 1:6 dengan sistem semi alir. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa aktivitas katalis optimum dicapai pada temperatur 450 °C dan rasio berat katalis adalah umpan 1:2.
Sedangkan Daryoso et al. (2012) melakukan penelitian tentang pengolahan sampah plastik jenis polietilen dengan metode hydro
cracking menggunakan katalis Ni-Mo/zeolite. Hydro cracking dilakukan dengan variasi perbandingan katalis/bahan plastik 1:4, 2:4,
3:4, dan temperatur prosesnya diatur 350 °C, 400 °C,450 °C, 500 °C, 550 °C selama 2 jam.
Dari penelitian tersebut diketahui bahwa Katalis Ni Mo/Zeolit Alam yang telah dipersiapkan berperan dalam proses hydro cracking
sampah polietilen menghasilkan produk hydro cracking dengan rantai hidrokarbon yang pendek. Rasio masa katalis Ni-Mo/Zeolit alam
dengan umpan optimum yang menghasilkan konversi sampah polietilen paling besar didapat pada perbandingan 3:4 yaitu sebesar
8,032 %. Temperatur optimum yang menghasilkan konversi sampah polietilen paling besar diperoleh pada temperatur 500 °C yaitu
sebesar 1,334 %.
Thermal cracking
Thermal cracking adalah termasuk proses pirolisis, yaitu dengan cara memanaskan bahan polimer tanpa oksigen. Proses ini
biasanya dilakukan pada temperatur antara 350 °C sampai 900 °C. Dari proses ini akan dihasilkan arang,minyak dari
kondensasi gas seperti parafin, isoparafin, olefin, naphthene dan aromatik, serta gas yang memang tidak bisa terkondensasi.
Bajus dan Hájeková, (2010), melakukan penelitian tentang pengolahan campuran 7 jenis plastik menjadi minyak dengan
metode thermal cracking. Tujuh jenis plastik yang digunakan dalam penelitian ini dan komposisinya dalam persen berat
adalah HDPE (34,6%) , LDPE (17,3%), LLPE (17,3%), PP (9,6%), PS (9,6%), PET (10,6%), dan PVC (1,1%). Penelitian ini
menggunakan batch reactor dengan temperatur dari 350 sampai 500 °C. Dari penelitian ini diketahui bahwa thermalcracking
pada campuran 7 jenis plastik akan menghasilkan produk yang berupa gas, minyak dan sisa yang berupa padatan. Adanya
plastik jenis PS, PVC dan PET dalam campuran plastik yang diproses akan meningkatkan terbentuknya karbon monoksida
dan karbon dioksida di dalam produk gasnya dan menambah kadar benzene, toluene, xylenes, styrene di dalam produk
minyaknya. Penelitian dengan jenis plastik yang lain dilakukan oleh Tubnonghee et al. (2010). Plastik yang diteliti untuk
dijadikan bahan bakar minyak adalah jenis polyethylene (PE) dan polyprophelene (PP). Pembuatan bahan bakar minyak dari
plastik menggunakan proses thermal cracking. Perekahan dilakukan pada temperatur 450 °C selama 2 jam. Gas yang
terbentuk selanjutnya dikondensasikan menjadi minyak di dalam kondensor yang bertemperatur 21 °C.
Minyak yang dihasilkan selanjutnya dianalisa dengan gas chromatography/mass spectrometry untuk mengetahui distribusi
jumlah atom karbonnya. Dari hasil analisa tersebut diketahui bahwa komposisi minyak dari campuran plastik PE dan PP
tersebut mempunyai jumlah atom karbon yang setara dengan solar, yaitu C12 – C17.
Penelitian yang lain dilakukan oleh Sarker et al. (2012). Pada penelitian ini, sampah plastik LDPE diolah menjadi kerosin
dengan metode thermal cracking pada tekanan atmosfir dan dengan temperatur antara 150 °C dan 420 °C. Proses
depolimerisasi dilakukan tanpa penambahan katalis. Dari penelitian ini diperoleh hasil bahwa kerosin yang didapat sekitar 30
%. Bahan bakar yang diperoleh dari proses ini mempunyai kandungan sulfur yang rendah dan nilai kalor yang baik.
Catalytic cracking
Cara ini menggunakan katalis untuk melakukan reaksi pemecahan molekul. Dengan adanya katalis, dapat mengurangi
temperatur dan waktu reaksi. Osueke dan Ofundu (2011) melakukan penelitian konversi plastik low density polyethylene
(LDPE) menjadi minyak. Proses konversi dilakukan dengan dua metode, yaitu dengan thermal cracking dan catalytic
cracking. Pyrolisis dilakukan di dalam tabung stainless steel yang dipanaskan dengan elemen pemanas listrik dengan
temperatur bervariasi antara 475 – 600 °C. Kondenser dengan temperatur 30 – 35
°C, digunakan untuk mengembunkan gas yang terbentuk setelah plastik dipanaskan menjadi minyak. Katalis yang digunakan
pada penelitian ini adalah silica alumina. Dari penelitian ini diketahui bahwa dengan temperatur pirolisis 550 °C dan
perbandingan katalis/sampah plastik 1:4 dihasilkan minyak dengan jumlah paling banyak.
Proses Pindah Panas
Pindah panas merupakan ilmu untuk meramalkan perpindahan energi dalam bentuk panas yang terjadi karena
adanya perbedaan suhu di antara benda atau material. Dalam proses perpindahan energi tersebut tentu ada
kecepatan perpindahan panas yang terjadi, atau yang lebih dikenal dengan laju perpindahan panas. Maka ilmu
perpindahan panas juga merupakan ilmu untuk meramalkan laju perpindahan panas yang terjadi pada
kondisi-kondisi tertentu. Perpindahan kalor dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpindahnya suatu
energi (kalor) dari satu daerah ke daerah lain akibat adanya perbedaan temperatur pada daerah tersebut. Ada
tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi.
Konduksi
Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari daerah yang
memiliki temperatur tinggi ke daerah yang memiliki temperatur rendah dalam suatu medium (padat, cair atau
gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara langsung sehingga terjadi
pertukaran energi dan momentum.
Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya gerakan/aliran/ pencampuran dari bagian panas ke bagian
yang dingin. Contohnya adalah kehilangan panas dari radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi dll.
Menurut cara menggerakkan alirannya, perpindahan panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni
konveksi bebas (free convection) dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan fluida disebabkan
karena adanya perbedaan kerapatan karena perbedaan suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai
konveksi bebas (free/natural convection). Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa/eksitasi dari
luar, misalkan dengan pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida mengalir di atas
permukaan, maka perpindahan panasnya disebut sebagai konveksi paksa (forced convection).
Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda yang bersuhu tinggi ke benda
yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam ruang, bahkan jika terdapat ruang hampa di
antara benda-benda tersebut.
Alat Penukar Kalor
Alat penukar kalor adalah alat yang difungsikan untuk melakukan perpindahan sejumlah kalor atau panas dari suatu fluida ke
fluida yang lainnya. Tujuan perpindahan panas ini di dalam proses produksi adalah untuk memanaskan ataupun
mendinginkan suatu fluida hingga mencapai temperatur tertentu yang diinginkan ataupun juga bertujuan untuk mengubah
keadaan (fase) fluida dari satu fase ke fase yang lainnya. Pada alat penukar kalor ini perpindahan panas dapat terjadi secara
konduksi, konveksi ataupun radiasi tergantung dari tipe dan konstruksi alat tersebut.
Berdasarkan fungsinya alat penukar kalor yang dipergunakan dalam industri terbagi atas :
Cooler
Alat ini digunakan untuk menurunkan suhu cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak
dipermasalahkan terjadinya perubahan fase.
Boiler
Alat ini bertujuan untuk mendidihkan dan menguapkan cairan, dimana uap tersebut berfungsi sebagai pembawa tenaga
Kondensor
Alat ini digunakan untuk mengembunkan atau mengkondensasikan uap sehingga menjadi cair
Evaporator
Alat ini digunakan untuk menguapkan suatu fluida atau didalam proses kimia berfungsi untuk memekatkan suatu larutan dari
sifat semula
Chiller
Merupakan suatu alat untuk mendinginkan fluida yang berderajat sangat rendah yang tidak dapat dicapai dengan media
pendingin air, chiller biasanya dikonstuksikan seperti ketel reboiler tetapi tanpa weir.
Adapun bentuk dari alat penukar kalor yang umum digunakan dalam industri kimia ataupun petrokimia adalah:
Alat penukar kalor Shell and Tube
Alat penukar kalor Coil in Box
Alat penukar kalor Double pipe
Alat penukar kalor Tube flow
Alat penukar kalor Air fin exchanger yang terbagi lagi menjadi:
Forced draft
Induced draft
Menurut arah aliran fluida yang mengalir, alat penukar kalor dapat dikelompokkan atas:
Penukar kalor aliran berpapasan (counter current)
Penukar kalor aliran searah (co current)
Penukar kalor aliran silang (cross current)
Alat dan Bahan
Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Timbangan digital. Digunakan untuk mengukur berat dari plastik, kayu, dan kondensat
Termokopel kabel tipe K. Digunakan untuk mengukur suhu gas masuk dan keluar kondensor dan
suhu air masuk dan keluar kondesor
Termokopel batang tipe K. Digunakan untuk mengukur suhu pembakaran dalam tungku dan suhu
dalam reaktor
Thermorecorder. Digunakan untuk membaca suhu yang diukur dengan menggunakan termokopel
Bomb calorimeter. Digunakan untuk mengukur nilai kalor dari kondensat
Blower. Digunakan untuk memasukan udara ke dalam tungku
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah:
Bahan plastik yang digunakan adalah plastik HDPE
Bahan bakar yang digunakan adalah biomassa berupa kayu sisa industri meubel
Plat stainless steel digunakan untuk membuat dinding dan tutup reaktor.
Pipa PVC digunakan untuk membuat badan kondensor
Pipa tembaga digunakan sebagai tempat mengalirnya gas sekaligus tempat pertukaran panas
Pipa besi digunakan sebagai kepala dari kondensor dan cerobong pada tungku
Lem dan dempul digunakan untuk menambal kebocoran
Ceramic wool digunakan untuk mengisolasi panas
Batu bata digunakan sebagai dinding tungku
Plat besi digunakan sebagai tempat pemasukan kayu
Tungku Biomasa
Tungku yang dirancang menggunakan batu bata, pasir, semen, dan kawat sebagai pemisah antara
ruang bakar dan penampung abu. Bagian-bagian dari tungku beserta fungsinya dapat dilihat pada
Tabel 3.
Uji Fungsional
Uji fungsional bertujuan untuk memeriksa apakah setiap bagian dari alat sudah bekerja sesuai fungsinya.
Uji Kinerja
Uji kinerja dilakukan untuk mengetahui keberhasilan dari proses perancangan yang dilakukan. Pada penelitian ini metode
yang digunakan dalam proses pirolisis adalah thermal cracking. Pengujian kinerja dilakukan sebanyak 3 kali dengan
menggunakan bahan plastik HDPE sebanyak 2 kilogram.
Langkah-langkah dalam melakukan uji kinerja adalah sebagai berikut:
Plastik dan bahan bakar ditimbang
Bahan plastik dimasukan ke dalam reaktor
Bahan bakar dimasukan ke dalam tungku
Termokopel ditempatkan pada tungku dan reaktor
Tungku dinyalakan hingga mencapai suhu yang diharapkan
Air dingin dialirkan ke kondensor untuk mengondensasikan gas
Suhu dijaga agar tetap konstan dengan cara mengatur debit udara yang masuk ke dalam ruang pembakaran dan jumlah bahan
bakar yang tersedia di dalam ruang pembakaran
Minyak yang dihasilkan ditampung
Suhu dicatat setiap 5 menit
Jika tahap ini belum berhasil dengan baik, proses masuk ke tahap modifikasi dan mengulang ke tahap fabrikasi alat. Tahap
modifikasi dilakukan dengan merubah desain awal menggunakan data dan informasi penunjang yang dibutuhkan.
Pengukuran Sifat Fisik Kondensat
Setelah kinerja alat pirolisis dianggap baik dan menghasilkan kondensat, dilakukan pengujian fisik dari kondensat yang
dihasilkan. Sifat fisik kondensat yang diukur adalah nilai kalor, dan densitas. Pengukuran dilakukan untuk melihat
karakteristik yang dimiliki minyak hasil pirolisis plastik tersebut.
Pengukuran nilai kalor dilakukan dengan menggunakan bomb calorimeter. Prinsip kerja alat ini adalah dengan mengukur
perubahan suhu fluida pada volume yang tetap. Pengukuran densitas dilakukan dengan menimbang dan mengukur
volume kondensat.
Hasil Perancangan Alat Pirolisis Rancangan Fungsional
Alat pirolisis yang dirancang terdiri dari 3 bagian utama yaitu tungku, reaktor, dan kondensor. Dimensi dari setiap bagian
dapat dilihat pada Tabel 5.
Pada tahap analisis panjang kondensor yang dirancang adalah 1.6 m, dengan luas permukaan 0.09 m2. Setelah fabrikasi,
kondensor yang dirancang memiliki panjang total 2 m, dimana kondensor ini memiliki 4 buah pipa tembaga yang memiliki
panjang masing-masing 0.5 m dan jarak antara pipa 2 cm. Akan tetapi setelah melakukan uji fungsional, panjang kondensor
ini masih kurang karena masih banyak gas yang terbuang di ujung kondensor. Maka panjang kondensor ditambah menjadi
2.5 m penambahan panjang kondensor sebanyak 0.5 m ini dengan cara menambahkan jumlah pipa tembaga pada kondensor
menjadi 5 buah. Penambahan panjang ini disebabkan oleh asumsi laju aliran massa yang tidak pasti dan penggunaan air
dingin pada kondensor. Laju aliran massa yang tidak pasti ini disebabkan karakteristik gas yang belum diketahui.
Rancangan Struktural
Pada perancangan alat pirolisis terdapat beberapa perubahan desain, skema desain pertama dapat dilihat pada
Gambar 5.
Kondensor pada desain I terletak di samping tungku sedangkan pada desain akhir
kondensor terletak di atas reaktor. Perbedaan lain dari kedua desain ini terdapat pada
tungku, tungku pada desain akhir terletak di dalam tanah sedangkan pada desain I
terletak di atas permukaan tanah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi panas yang hilang
ke lingkungan dan mencegah jilatan api dalam ruang pembakaran yang keluar melalui
celah merusak bagian lain.
Berdasarkan Tabel 7, ulangan 1 memiliki rata-rata suhu dalam reaktor yang paling tinggi dan ulangan 3
memiliki suhu dalam reaktor yang paling rendah. Hal inilah yang memengaruhi kondensat cair yang
dihasilkan pada proses pirolisis. Semakin bertambah tingginya suhu pemanasan maka zat-zat yang
terkandung dalam plastik akan terurai dengan sempurna. Zat-zat tersebut akan terurai menjadi gas dan cair
(minyak) (Ramadhan et al. 2012). Grafik sebaran suhu tungku dan reaktor dapat dilihat pada Gambar 10,
Gambar 11, dan Gambar 12.
Grafik ini menjelaskan mengenai sebaran suhu tungku dan reaktor pada saat proses pirolisis berlangsung. Pada sebaran suhu
tungku, terdapat beberapa penurunan dan kenaikan suhu yang signifikan. Penurunan suhu diakibatkan oleh
bahan bakar dalam tungku yang habis, sedangkan kenaikan suhu diakibatkan oleh pengisian bahan bakar ke dalam tungku.
Gambar 12 dan Gambar 13 memperlihatkan laju pembakaran yang sama, hal ini bisa dibuktikan dengan penurunan suhu
tungku yang memiliki interval yang sama. Akan tetapi, Gambar 11 memperlihatkan bahwa laju pembakaran tidak seragam,
hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan suhu tungku yang memiliki interval berbeda. Perbedaaan laju pembakaran ini
dapat disebabkan oleh 2 hal, yaitu penambahan massa bahan bakar yang berbeda dan pemberian udara yang berbeda. Grafik
dari sebaran suhu kondensor dapat dilihat pada Gambar 13, Gambar 14, dan Gambar 15.
Grafik ini menjelaskan mengenai sebaran suhu di kondensor. Nilai dari sebaran suhu kondensor dapat dilihat
pada Tabel 8.
Berdasarkan grafik, pada awal proses belum ada kondensat yang dihasilkan, hal ini disebabkan plastik HDPE yang belum mengalami proses
pemutusan rantai karena suhu thermal cracking yang belum tercapai.
Setelah proses pirolisis berakhir, sisa bahan plastik hampir habis karena hampir semua bahan plastik terurai menjadi gas. Akan tetapi masih
banyak kehilangan masa yang terjadi pada fase gas. Hal ini disebabkan karena hasil pirolisis dalam bentuk gas terdiri dari dua jenis yaitu gas yang
dapat terkondensasi dan gas yang tidak dapat dikondensasi (Ademiluyi and Adebayo 2007).
Uji Fisik Kondensat
Pengujian fisik kondensat perlu dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari kondensat yang dihasilkan. Sifat kondensat yang diukur adalah
densitas, dan nilai kalor. Hasil dari uji fisik kondensat dapat dilihat pada Tabel 9.
Pengujian densitas dilakukan dengan menimbang dan mengukur volume kondensat tersebut, sehingga didapatkan densitas kondensat
cair adalah 0.7 g/cm3 yang sebanding dengan bensin yang ada di pasaran. Nilai ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso
(2010) dan Hidayat (2009) bahwa masa jenis minyak pirolisis plastik sebesar 0.7 g/ cm3. Nilai densitas dari kondensat padat ini adalah 0.9
g/cm3 nilai ini tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan parafin yang memiliki densitas 0.84 g/cm3.
Pengukuran nilai kalor dilakukan dengan menggunakan bomb calorimeter. Rata-rata nilai kalor kondensat cair adalah 37 MJ/kg, nilai kalor
dari kondensat cair ini lebih mendekati nilai kalor minyak tanah dibandingkan dengan bensin. Rata- rata nilai kalor dari kondensat padat
adalah 34.69 MJ/kg, nilai kalor ini juga lebih kecil dibandingkan dengan paraffin yaitu 42 MJ/kg. Nilai kalor yang kecil ini disebabkan oleh
adanya zat pengotor dalam kondensat. Zat pengotor ini berasal dari kotoran yang tersisa pada plastik seperti label botol dan abu sisa
proses pirolisis sebelumnya yang masih tertinggal dalam reaktor, keberadaan air dalam kondensat juga berpengaruh terhadap nilai kalor.
Perbandingan energi
Uji kinerja alat pirolisis ini membutuhkan energi yang banyak, hal ini dikarenakan bahan bakar yang digunakan adalah biomasa. Limbah biomassa yang
digunakan adalah kayu jati yang sudah tidak bisa digunakan lagi dengan nilai kalor
20.46 MJ/kg. Penggunaan bahan bakar pada ulangan 1, 2, dan 3 adalah 286.45 MJ,
337.6 MJ, dan 255.76 MJ. Konsumsi bahan bakar ini dipengaruhi oleh kebutuhan suhu dari proses pirolisis yang tinggi, sehingga konsumsi bahan bakar
menjadi semakin banyak. Kebutuhan suhu yang tinggi ini berbanding lurus dengan jumlah udara yang digunakan, sehingga udara yang masuk harus
banyak. Dengan semakin banyak dan cepatnya udara yang masuk maka laju pembakaranpun semakin tinggi sehingga konsumsi bahan bakar menjadi
sangat banyak.
Rata-rata kandungan energi total kondensat cair ini adalah 10.23 MJ, rata- rata kandungan energi total kondensat padat ini adalah 14.6 MJ sedangkan
rata-rata energi yang digunakan adalah 296.68 MJ. Perbandingan energi yang dihasilkan pada kondensat cair dengan yang digunakan ini sebesar 3.4%,
sedangkan perbandingan energi yang dihasilkan pada kondensat padat dengan yang digunakan adalah 4.9%. Nilai energi yang dihasilkan dari kondensat
pirolisis HDPE ini jauh lebih kecil dari energi yang digunakan. Meskipun nilai perbandingannya kecil, tetapi penggunaan minyak lebih praktis
dibandingkan dengan kayu, hal tersebut yang menjadi nilai tambah dari minyak hasil pirolisis plastik HDPE ini.
Gambar teknik reaktor
Simpulan
Alat pirolisis yang dirancang memiliki 3 bagian utama, yaitu tungku, reaktor dan kondensor. Pada uji kinerja,
hasil yang diharapkan berupa kondensat cair belum maksimal karena kesulitan dalam menjaga suhu konstan.
Pada proses pirolisis ini terdapat 2 jenis kondensat, yaitu kondensat cair dan kondensat padat. Kondensat cair
yang didapat paling banyak 344 g pada ulangan 1, sedangkan kondensat cair yang didapat paling sedikit
sebanyak 221 g pada ulangan 3. Kondensat padat yang didapat paling banyak 507 g pada ulangan 2,
sedangkan kondensat cair yang didapat paling sedikit sebanyak 424 g pada ulangan 1.
Kondensat cair ini memiliki densitas yang sama dengan bensin yaitu sebesar g/cm3, akan tetapi nilai kalor
dari kondensat cair ini lebih kecil dibandingkan dengan bensin yaitu 37 MJ/kg. Kondensat padat ini memiliki
densitas yang sama dengan paraffin yaitu sebesar 0.9 g/cm3, akan tetapi nilai kalor dari kondensat padat ini
juga lebih kecil dibandingkan dengan paraffin yaitu 34.69 MJ/kg. Nilai kalor yang kecil ini dipengaruhi oleh
zat pengotor yang terdapat pada reaktor ataupun plastik.
Alat pirolisis ini memiliki nilai perbandingan energi yang dihasilkan pada kondensat cair dengan yang
digunakan sebesar 3.4%, sedangkan perbandingan energi yang dihasilkan pada kondensat padat dengan yang
digunakan sebesar 4.9%.
Saran
Untuk memperbaiki kinerja alat pirolisis ini maka saran yang perlu diberikan untuk penelitian selanjutnya
adalah:
Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai heat exchanger pada reaktor agar suhu dalam reaktor konstan
pada 420 oC. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untukmempertahankan suhu pembakaran biomasa
konstan 700 oC.Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai heat exchanger pada kondensor agar kondensat
yang dihasilkan lebih banyak. Perlu penelitian lanjutan mengenai kondensat cair dan padat yang dihasilkan.
~TERIMA KASIH~