Anda di halaman 1dari 152

AMOEBIC LIVER ABSCESS

ABSES HATI AMUBA


NAMA LAIN

• Hepatic amebiasis;
• Extraintestinal amebiasis;
• Abscess – amebic liver
PENGERTIAN
• Kumpulan pus dalam liver yang disebabkan
oleh parasit cerna
(E. Hystolytica)

• Penyakit menyebar melalui ingesti kista yang


ada dalam makanan dan air
Masa Inkubasi
• Bervariasi, mulai dr bbrp hari hingga bbrp bulan atau
tahun, biasanya 2 – 4 minggu

• Masa penularan : Selama ada E. histolytica, kista


dikeluarkan melalui tinja dan ini bisa berlangsung selama
bertahun-tahun
FAKTOR RISIKO
1. Malnutrisi
2. Usia (semakin tua semakin berisiko)
3. Imunosupresan
4. Kehamilan
5. Steroid
6. Kanker
7. Alkohol
8. Pernah mengunjungi daerah tropis
9. Homoseksual
GEJALA
1. Nyeri perut kanan atas
2. memburuk ketika menarik nafas
3. Nyeri yang berkelanjutan
4. Nyeri persendian
5. Diare ditemukan pada 20% pasien yang terinfeksi
6. Hilangnya nafsu makan
7. Berat badan menurun
8. Demam
9. Menggigil
10. Keringat berlebihan
11. Rasa tidak nyaman
• Jaundice
• Malaise
DIAGNOSIS
• USG abdomen
• CT Scan abdomen dan
• MRI
• Foto toraks
• Biopsi hati (jarang dilakukan karena komplikasi tinggi)
• LFTDarah lengkap
• Serologi amobiasis
PENGOBATAN
• Pengobatan amebiasis hati adalah kemoterapi dengan
derivat nifroimidazole, aspirasi atau dengan drainase
secara operasi.
KOMPLIKASI
• Infeksi sekunder (merup. komplikasi tersering, tjd pd 10-20% kasus).
• Ruptur/ penjalaran langsung Rongga atau organ yang terkena
tergantung pada letak abses.
• Perforasi paling sering ke pleuropulmonal, kmdn ke rongga
intraperitoneum, selanjutnya pericardium dan organ-organ lain.
• Komplikasi vaskuler
• Ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus
gastrointestinal jarang terjadi.
• Parasitemia, amoebiasis serebral
• E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan menyangkut di
organ lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari
lesi fokal intrakranial.
PROGNOSIS
• 1. Virulensi parasit
• 2. Status imunitas dan keadaan nutrisi
penderita
• 3. Usia penderita, lebih buruk pada
usia tua
• 4. Cara timbulnya penyakit, tipe akut
mempunyai prognosa lebih buruk
letak dan jumlah abses, prognosis
lebih buruk bila abses di lobus kiri
atau multiple.
ATRESIA BILIER PADA ANAK
Suatu keadaan dimana saluran
empedu tidak terbentuk atau tidak
berkembang secara normal
Klasifikasi:
3 jenis atresia bilier berdasarkan pembedahan:
1 -Jenis I, saluran empedu umum dipotong sedangkan saluran empedu
proksimal tetap.
2 -Jenis II, atresia saluran hepatik terlihat.
Tipe IIa, kistik dan saluran empedu umum terlihat
tipe Iib, kistik dan saluran empedu umum dipotong.
3-Jenis III, atresia mengarah pada diskontinuitas saluran kanan dan kiri hepar
ke daerah porta hepatis.
Patofisiologi:
• Infeksi cytomegalovirus, kelompok rotavirus C, dan reovirus tipe 3 telah
diketahui pada kasus tertentu. Kolestasis kemungkinan besar
menyebabkan kerusakan bilier dan hepatoseluler.
• Temuan histologi dari biopsi liver menunjukkan inflamasi kronis dan akut
dengan obstruksi, fibrosis dan proliferasi saluran dan kelenjar.
GEJALA

Gejala yang sering ditemui pada bayi:


-Jaundice ditemukan pada 2 atau 3 minggu setelah
melahirkan.
-Urine berwarna gelap
-Acholic stools (feces berwarna tanah liat) – tidak
ada empedu atau warna bilirubin.
-Pembesaran abdomen.
-Penurunan BB dan iritabilitas—muncul ketika
jaundice semakin terlihat.
Diagnosis?

• Tes darah FLT.


• X-rays abdomen untuk melihat pembesaran hepar
dan ginjal.
• USG abdomen.
• Biopsi hatiLaparatomi
• Tes nuklir, dinamakan tes HIDA, menentukan aliran
empedu. Pada pemeriksaan ini, cairan radioaktif
diinjeksikan ke vena bayi. Cairan bekerja seperti
bilirubin, jika bayi mengalami atresia, hepar akan
mengabsorb cairan tapi cairan tidak akan mengalir
melalui sistem bilier yang rusak ke dalam usus kecil.
• Kolangiogram
Siapa saja yang berisiko mengalami atresia bilier?
• Atresia bilier merupakan gangguan yang jarang.
Sekitar 1 di antara 15,000 hingga 20,000 bayi
tidak memiliki saluran empedu yang sempurna.
Lebih banyak mengenai wanita daripada laki-laki.
• Tidak ditemukan hubungan dengan pengobatan
yang diminum saat kehamilan.
Apakah anak dengan Atresia bilier memiliki abnormalitas
yang lain?
10-15% bayi dengan Atresia bilier kemungkinan
memiliki permasalahan:
• Kerusakan jantung.
• Limpa (polysplenia).
• Pembuluh darah (anomali inferior vena cava,
vena portal pre-duodenal).
• Intestine (situs-inversus atau malrotation).
Pengobatan?

-Prosedur Kasai adalah operasi untuk membuka


saluran empedu.
-Ahli bedah membuang saluran yang rusak di luar
liver (extrahepatic ducts) dan menggantinya
dengan usus bayi itu sendiri. Saluran baru ini
memungkinkan empedu untuk mengalir dari liver
ke usus.
-Prosedur Kasai bukanlah pengobatan untuk atresia
bilier, tetapi mendukung tumbuh kembang bayi
yang optimal selama beberapa tahun.
-Ketika prosedur ini gagal, transplantasi hati bisa
dipertimbangkan
Keberhasilan prosedur Kasai tergantung:
• Usia. Pembedahan lebih banyak berhasil pada
bayi usia >2/3 bulan.
• Tingkat kerusakan hati (cirrhosis) pada saat
operasi.
• Jumlah dan ukuran saluran mikroskopis pada
jaringan yang rusak yang dapat mengalirkan
empedu.
• Pengalaman tim operasi
PENATALAKSANAAN SECARA UMUM

• Reseksi hepatik parsial dengan drainase


luka permukaan, penusukan hepar
dengan tabung hampa, dan pengalihan
duktus limfatik torasikus kedalam rongga
mulut. Prosedur satu-satunya yang
memberikan keberhasilan jangka-
panjang adalah porto enterostomi dan
transplantasi hati.
Komplikasi umum dari Atresia Bilier?
• Setelah operasi Kasai pada umumnya ditemukan
infeksi, penggunaan antibiotik dipertimbangkan.
• Jaundice atau or gatal-gatal mungkin terjadi. Dapat
digunakan phenobarbital (untuk jaundice),
cholestyramine dan ursodeoxycholic acid (untuk
gatal-gatal).
• Banyak pasien dengan sirosis memiliki perubahan
dalam aliran darah melalui hati dan
usus. Perubahan ini dapat menyebabkan
seperti mudah memar pada
kulit,perdarahan hidung, retensi cairan tubuh
dan varises pada lambung dan kerongkongan.
• Jika terjadi retensi cairan tubuh, dapat diobati
dengan diuretik dan penggantian Kalium.
HEPATITIS A

Dr.Ayling Sanjaya,M.Kes,SpA

20
Empat stadium :

1. Masa inkubasi : 18-50 hari (rata-rata 28 hari)


2. Masa prodromal : 4 hr- 1 minggu/lbh
,malaise ,nafsu makan <, mual,muntah,rasa tdk nyaman di perut
kanan atas,, hepatomegali ringan nyeri tekan. demam,
merasa dingin, sakit kepala, gejala spt flufatique
3. Fase ikterik : urin warna kuning tua spt teh diikuti feses
warna dempul, sklera dan kulit kuning. Gx anoreksia mual
muntah makin>
4. Fase penyembuhan : ikterik menghilang, warna feses
normal dlm 4 minggu setlh onset.

21
Bentuk hepatitis A fulminan :
Terdapat 5 macam gejala klinis  hepatitis A klasik,
relaps, kolestatik,protracted,fulminan

- tjd pada 0,35% kasus


- biasanya tjd pd minggu pertama saat mulai
timbulnya gejala
- paling berat sd pd kematian.
- memberatnya ikterus, ensefalopati,
pemanj waktu protrombin
- Penderita usia tua dg pykt hati kronis (HBV
dan HCV) berisiko jd fulminan.
22
DIAGNOSIS HEPATITIS A
- Anamnesis
- Pemeriksaan fisik

- Pemeriksaan penunjang 
IgM anti HAV : 1-2 mgg stlh inf & berthn 3-6 bln)
IgG anti HAV: 5-6 mgg stlh inf & berthn bbrp dekade
(memberi proteksi thd HAV seumur hdp)
PCR : RNA HAV : cairan tubuh & serum
ALT dan AST tdk spesifik : meningkat
Pemanjangan masa protrombin : nekrosis sel
Biopsi hati  tdk diperlukan u/dx hepatitis A
23
PENGOBATAN
• Tdk spesifik
• Istirahat , nutrisi,simptomatis, pencegahan thd
bahan hepatotoksik
• Jk perlu rawat inap

24
PENCEGAHAN
• PENCEGAHAN UMUM
perbaikan higiene makanan minuman, sanitasi
lingkungan dan pribadi, isolasi pasien.

• PENCEGAHAN KHUSUS
• Imunisasi pasif : Imunoglobulin
• Imunisasi aktif : Vaksin HAV (Havrix)
pd dws didahului dg pmrxan serologis
25
HEPATITIS B

Dr.Ayling Sanjaya,M.Kes,SpA

26
JALUR PENULARAN VIRUS HEPATITIS B

- Parenteral y.i scr vertikal transmisi maternal


neonatal
- Horisontal : kontak antara individu yg sgt erat dan
lama, seksual, berciuman, iatrogenik, penggunaan
jarum suntik bersama, sikat gigi,tusuk jarum, tatoo.

27
GEJALA KLINIS
• Hepatitis akut
• Hepatitis kronis
• Gagal hati fulminan
• Pengidap sehat

28
HEPATITIS AKUT
HEPATITIS AKUT
-- Cenderung
Flu-like ringanlelah, anoreksia, mual,muntah, ikterus,pembesaran hati 
: malaise,
- berakhir setlh 6-8
Jk simtomatis minggu.
-> spt gamb klinis inf virus tp lbh berat.
-- Peningkatan ALT dan
Flu-like : malaise, ASTanoreksia,
lelah, sblm timbul 6-7 mgg stlh terinf. hati 
gx klinis yaituikterus,pembesaran
mual,muntah,
- berakhir
Ikterus setlhmulai
biasa 6-8 minggu.
timbul 8 mgg setlh inf berlgs 4 minggu
- Peningkatan ALT dan AST sblm timbul gx klinis yaitu 6-7 mgg stlh terinf.
- Ikterus biasa mulai timbul 8 mgg setlh inf berlgs 4 minggu
HEPATITIS KRONIS
-
HEPATITIS KRONIS
Def:tdptnya peningk kdr aminotransferase atau HBsAg dlm serum, minimal selama
- 6Def:tdptnya
bulan. histopeningk kdr aminotransferase
PA gambaran atau
“bridging necrosis” HBsAg dlm
sirosis serum,
hati minimal selama
pd 4 thn
6 bulan. histo PA gambaran “bridging necrosis”  sirosis hati pd 4 thn
- GAGAL HATI FULMINAN
- Ditandai dg timbulnya - ensefalopati
GAGAL HATI FULMINAN
hepatikum dlm bbrp mgg stlh munculnya gx
pertama dg
- Ditandai hepatitis, disertai
timbulnya ikterus, ggg
ensefalopati pembekuan,
hepatikum peningkatan
dlm bbrp mgg stlh kdr aminotransf
munculnya gx
serum hingga ribuan unit
pertama hepatitis, disertai ikterus, ggg pembekuan, peningkatan kdr aminotransf
serum hingga ribuan unit
- Pengidap sehat
- Pd golongan ini tdk didptkan gx penykt hati
- Pengidap sehat
-- Pd golongan ini tdk didptkan gx penykt hati

29
PENGOBATAN
• Suportif dan pemantauan gejala penyakit
• Istirahat , nutrisi,simptomatis, pencegahan thd
bahan hepatotoksik
• Jk perlu rawat inap :
• * Obat: interferon alfa,analog nukleotida (lamivudin,
famsiklovir, adefovir)

30
PENCEGAHAN
• PENCEGAHAN UMUM
t.u faktor risiko dan pd kelompompok berisiko
terkena/tertular HBV

• PENCEGAHAN KHUSUS
• Imunisasi pasif : Imunoglobulin
• Imunisasi aktif : Vaksin HBV
pd dws didahului dg pmrxan serologis
31
IMUNISASI terhadap Hepatitis B
• Post-exposure: Contoh utama: bayi dari
Ibu yang HBsAgpositif. Sebelumumur 12 jam beri: Hepatitis B
Immune Globulin
(HBIG)dari serum manusiaplus

• Hepatitis B Vaccine (DNA recombinant atau plasma manusia.)

• Pre-exposure: Hepatitis B Vaccine:


3 dosis: umur 0, 1 & 2,3 bulan atau 0, 2, 3,4 bulan
Penyakit
HIPERTIROID
&
HIPOTIROID
.

pada Anak
ilmu kesehatan anak
• KRITERIA DIAGNOSIS Hipertiroid Keadaan klinis akibat kelainan yang menyebabkan
hipersekresi kelenjar tiroid
• Anamnesis
– Hasil di sekolah menurun Tremor & gaya menulis makin buruk Mudah lelah, makin sulit
naik tangga (16%)
– Otot lemah Palpitasi jantung (30%)
– Emosi labil, hiperaktif (44%)
– Intoleransi trhdp panas / keringat (49% / 33%)
– Nafsu makan meningkat (60%) Berat badan turun (50%)
– Insomnia

Pemeriksaan fisik HIPERTIROID Graves


– Tiromegali (Goiter) difus & tidak nyeri (99%) Gangguan Kardiovaskular:
Takikardi (82%), Tekanan nadi naik (50%)
– Banyak keringat, kulit basa Bising (bruit) pd kelenjar tiroid (53%)
– Eksoptalmus (hanya 66%) & “lid-lag”
– Refleks tendon: cepat & kuat, relax dgn pelan
– Keterlambatan pubertas
– Myxedema (tanda klasik P.Graves dewasa)
sangat jarang pd P.Graves anak
Pemeriksaan lain

• Lab: T3, T4 meningkat,


TSH turun smp nol
DL: leukopeni ringan trkdng

Walau evaluasi EKG & Radiograph tidak perlu:


• EKG : Takikardi
• Radiograf : umur tulang > umur kronologis

ilmu kesehatan anak


Tatalaksana
• Umum
– Kebutuhan nutrisi ditingkatkan
– Memberi pengertian kpd orang tua
sehub dg penykt kronik
• Khusus
– PTU (Propylthiourasil) 5 – 7 mg/kg/hr,
Q8H
– Dosis disesuaikan kadar T4.
– Rx dilanjutkan sampai 1 – 2 thn setelah
remisi (biasanya 2 – 3 thn)
– Palpitasi berat: Propranolol, 80 mg/m2/d

ilmu kesehatan anak


Tatalaksana HIPERTIROIDISM

• Indikasi Remisi

– Kelenjar tiroid mengecil

– T3, T4, TSH normal

ilmu kesehatan anak


Hipertiroidism: Tatalaksana Bedah

• Tiroidektomi dilakukan bila :

– Gagal dengan terapi anti tiroid

– Toksisitas terhadap obat anti tiroid

– Ketidakpatuhan penderita

ilmu kesehatan anak


PEMANTAUAN
• T3, T4, TSH

• Efek samping obat

• Dilakukan 1, 3, 6 bulan

ilmu kesehatan anak


HIPOTIROID
Keadaan yg disebabkan hormon tiroid tdk
memenuhi kebutuhan tubuh yg diperlukan
o/ semua jaringan sejak dlm kandungan,
masa anak & remaja

ilmu kesehatan anak


KLASIFIKASI HIPOTIROID
• Primer
– Kelainan langsung di kelenjar tiroid
– Bersifat menetap / sementara

• Sekunder
– Kelainan di hipothalamus / hipofise
– Kongenital / didapat
– Endemis

ilmu kesehatan anak


Klasifikasi Hipotiroid
• Hipotiroid Kongenital Sementara
– Defesiensi iodium
– Penggunaan obat pada ibu (goitrogen, iodium)
mempengaruhi sintesa hormon
– Adanya antibodi anti tiroid dari ibu melalui
plasenta
• Hipotiroid Didapat
– Defesiensi iodium endemik
– Obat goitrogen, defesiensi TSH
– Penyakit tiroid autoimun
– Post tiroidektomi / radiasi
ilmu kesehatan anak
PATOFISIOLOGI
• Hipotiroid kongenital
– Terjadi pd masa perkemb otak 
Retardasi mental yg jelas & hambatan pertumbuhan

• Hipotiroid Didapat
– Terjadi setelah berlalunya masa kritis
perkembangan otak  ggg fungsi
mental ringan, yg menonjol gangguan
pertumbuhan fisik

ilmu kesehatan anak


HIPOTIROID KONGENITAL

ilmu kesehatan anak


Definisi
• Suatu keadaan produksi hormon tiroid yang
tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuh
dan bisa mengakibatkan retardasi mental
Klasifikasi

• Hipotiroid primer 
Kelainan pada tiroid baik kongenital
atau didapat
• Hipotiroid sekunder 
Kelainan di hipofisis
• Hipotiroid tersier 
Kelainan di hipotalamus
Gejala klinis bayi baru lahir :
– Fontanel melebar & lama menutup
– Wajah bengkak & kasar kulit, rambut kasar
– Lidah besar: Makroglosi
– Kulit teraba kering,Tubuh teraba dingin
– Ikterus lama
– Letargi: tidur banyak / ngantuk
– Hipotoni
– Konstipasi
– Sulit diajak makan
– Hernia umbilikalis
– Abdomen membuncit
 Liur sulit dikontrol
 Suara parau / kasar
 “Sluggish” / lembam
• Obstruksi sal nafas,apnea
• gangguan pendengaran
• Kelainan jantung: bradikardi,kardiomegali
Diagnosis

Laboratorium
Fungsi tiroid T4 dan TSHs,T3,TBG
Bila T4 ↓ dan TSHs↑HIPOTIROID
Pemeriksaan darah perifer ; anemia
Radiologis
Bone age (usia tulang): delayed
Skintigrafi tiroid
Pemeriksaan telinga : BERA
Gejala klinis hipotiroid didapat :

Gejala hipotiroid klasik


– Hambatan pertumbuhan
– Umur tulang lambat
– Pseudodistrofi otot
– Gangguan maturasi sex

ilmu kesehatan anak


Hipotiroid Didapat:
Kriteria Diagnosis
• Gejala klinis
• Pemeriksaan perkembangan
• Radiograph: umur tulang
• USG kelenjar tiroid
• Lab : T3, T4 
TSH 

ilmu kesehatan anak


Penatalaksanaan

• Natrium levotiroksin (seumur hidup)


• Tujuan:
– mencapai kadaT4 & kadar TSH yang normal
PEMANTAUAN &
PROGNOSIS
• Penyesuaian dosis tiroksin berdasar
respon klinis serta hasil T3, TSH
• 3 bln pertama evaluasi tiap bulan,
kemudian tiap 3 bln, 6 bln
• Kalau Rx mulai sebelum umur 1 bln,
IQ bisa > 90
• Kalau Rx mulai sebelum umur 3 bln,
IQ bisa ≥ 85
ilmu kesehatan anak
FATTY LIVER
• Jg dikenal sebagai Hepatic Steatosis, fatty liver merujuk pd
kondisi di mana tjd akumulasi lemak trygliceride ke dlm
vacuola intracitoplasmic.

Biasanya berhubungan dengan alkohol atau


sindrom
metabolik (diabetes, hipertensi, obesitas and
dyslipidemia) tetapi dapat juga disebabkan
oleh sebab lain. Pada anak umumnya NAFLD
Penyebab Lain
• Stress oxidative (imbalance antara senyawa
pro-oxidant dan anti-oxidant yang
menyebabkan kerusakan liver)
• Produksi dan pelepasan racun protein
inflammatory (cytokines) oleh pasien yang
mengalami inflamasi sel, sel liver atau sel
lemak
• Kematian atau nekrosis sel liver (apoptosis)
TANDA DAN GEJALA PADA ANAK
• Nyeri abdomen (tengah atau bagian kanan
atas)
• Fatigue
• Pemeriksaan fisik mungkin ditemukan
pembesaran hepar
• Pada beberapa anak ditemukan perubahan
warna merata (acanthosis nigricans) diatas
leher dan dibawah area lengan
Diagnosis Pada Anak
• Obesitas
• Peningkatan LFT
• USG Hepar (terlihat akumulasi lemak)
• Biopsi hati
Pengobatan

Pengobatan fatty liver berhubungan


penyebabnya. Fatty liver yang ringan
kemungkinan tidak memerlukan
pengobatan. Manfaat penurunan
berat badan, restriksi diet rendah
lemak, dan latihan pada penderita
obesitas menunjukkan hasil
inconsisten. Ursodeoxycholic acid
kemungkinan memperbaiki hasil LFT,
tetapi dampaknya terhadap
perbaikan liver yang abnormal masih
belum jelas.
PENGOBATAN LAIN
• Obat-obat penurun Lipid
• Insulin sensitizers
• Menurunkan jumlah liver yang terinflamasi
dengan memberikan pengobatan anti-
apoptosis dan anti cytokine
HIPERGLIKEMI
A
HIPEROSMOLA
R
PADA ANAK

dr. Ayling Sanjaya, M.Kes., Sp.A


Hiperglikemia Hiperosmolar ?
• Salah satu bentuk krisis hiperglikemia selain ketoasidosis diabetikum (KAD)
• Nama lain Status Hiperglikemia Hyperosmolar (SHH) / KHH (Koma
Hiperosmolar Hiperglikemik) / HHNK (Hiperglikemik Hiperosmolar Non
Ketotik)
• Koma dapat terjadi lebih dari 50% kasus, dan ketosis ringan juga dapat
ditemukan pada pasien dengan SHH.
• Ditandai dengan hiperosmolalitas berat dengan kadar glukosa serum lebih
tinggi dari KAD murni
• Hiperglikemia extrim dan dehidrasi berat tanpa ketosis dan asidosis yang
signifikan
Faktor Pencetus
DM Tipe 2
 Infeksi → pneumonia, infeksi saluran kencing, sepsis),
 Penyakit vaskular akut → penyakit sere-brovaskular, infark
miokard akut, emboli paru
 Trauma, luka bakar, hematom subdural, Heat stroke
 Kelainan gastrointestinal → pankreatitis akut, kholesistitis
akut, obstruksi intestinal
 Obat-obatan → diure-tika, steroid, agen antipsikotik atipikal,
glukagon, interferon, agen simpatomimetik seperti albuterol,
dopamin, dobutamin, dan terbutalin
Faktor Pencetus
DM Tipe 1
 Menghentikan suntikan insulin ataupun pengobatannya tidak adekuat
(20-40% kasus KAD)
 Pada pasien muda: permasalahan psikologis, gangguan makan berperan
20% dari seluruh faktor yang mencetuskan ketoasidosis
 Faktor yang bisa mendorong penghentian suntikan insulin pada pasien
muda meliputi ketakutan akan naiknya berat badan pada keadaan
kontrol metabolisme yang baik, ketakutan akan jatuh dalam
hypoglikemia, pemberontakan terhadap otoritas, dan stres akibat
penyakit kronis
Penegakan Diagnosis
 Gejala khas pada adalah hiperglikemia, hiperosmolar dan dehidrasi berat,
dengan atau tanpa asidosis metabolik (ringan)
 Seringkali sukar didiferensial diagnosis dengan KAD
 Perbedaan manifestasi klinis antara KAD dan HHS terutama pada berat
ringannya gejala, yaitu pada SHH gejala hiperglikemia, kesadaran dan
tingkat dehidrasinya cenderung lebih berat
 Konsentrasi Serum glucose >600 mg/dL (33 mmol/L)
 Serum osmolality >330 mOsm/Kg
 Tidak adanya ketosis dan asidosis yang signifikan (konsentrasi bikarbonat
serum >15 mEq / L, konsentrasi keton urin (asetoasetat) <15 mg / dL (1,5
mmol / L; negatif atau 'jejak' pada dipstick urin)
Gejala-gejala klinis

 Manifestasi klinis dapat terjadi dalam beberapa hari hingga


beberapa minggu
 Hiperglikemia: poliuria, polidipsia dan polifagia
 Dehidrasi: ditemukan tanda-tanda dehdrasi sedang-berat,
berat badan menurun, lemah, anoreksia, nyeri otot,
penurunan kesadaran, penurunan perfusi, hipotensi, syok
 Asidosis: nyeri perut, nausea dan muntah-muntah. Pada
SHH asidosis yang terjadi jauh lebih ringan dibandingkan
pada KAD sehingga gejala-gejala akibat asidosis jarang
Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan awal laboratorium sama seperti pada KAD, Meliputi:
 Kadar gula darah
 Analisis gas darah
 Kadar keton darah (β-hidroksi butirat)
 Urine reduksi dan keton
 Fungsi ginjal,
 Elektrolit serum (natrium, kalium) dan darah tepi lengkap.
 Peningkatan anion gap ditemukan pada kira-kira setengah penderita
HHS yang terutama disebabkan oleh asidosis laktat.
 Dari hasil pemeriksaan tersebut derajat hiperglikemia, kelainan fungsi
ginjal dan derajat asidosis sudah dapat mengarahkan diagnosis
Pemeriksaan Laboratorium
Tujuan tatalaksana:
 Rehidrasi agar tercapai stabilitas
hemodinamik
 Koreksi kelainan elektrolit
 Penurunan kadar gula dan
Tatalaksa hiperosmolalitas darah secara bertahap
 Deteksi faktor-faktor pemicu
na  Mencegah komplikasi

 Pada dasarnya tatalaksana tidak jauh berbeda


dengan tata laksan pada KAD.

 Penderita anak dan remaja dirawat di ICU agar


Pemberian Cairan/Rehidrasi
1. Pemberian bolus cairan isotonik minimal 20cc/kg/jam , dan bolus ini
dapat diberikan berkali-kali hingga perfusi jaringan dan ginjal membaik
secara klinis.
2. Monitoring balance cairan dilakukan secara teratur dengan balance
positif agar perfusi jaringan berjalan baik.
3. Rumatan dapat diberikan cairan hipotonik (NaCl 0.45%- 0.75%) untuk
mengganti cairan yang telah hilang dan perkiraan ongoing water loss.
4. Dengan rehidrasi yang adekuat diharapkan penurunan kadar gula darah
adalah antara 75-100 mg/dl per jam.
5. Pada anak -> rehidrasi dilakukan dengan kecepatan cairan yang sama
seperti pada KAD
6. Perlu diingat -> gejala klinis dehidrasi berat pada keadaan hiperosmolar
Pemberian Insulin
 Insulin boleh ditunda

 Indikasi pemberian → apabila secara klinis pemberian cairan rehidrasi


saja tidak menurunkan kadar gula darah secara adekuat (penurunan
kadar gula darah <50 mg/dl per jam)

 Insulin diberikan dengan dosis 0.25-0.5U/kg/jam (kecepatan


penurunan kadar glukosa darah <50mg/dl per jam dan kadar kalium
serum > 3.5 mEq/L)

 Monitoring dilakukan setiap jam dan dosis disesuaikan agar kecepatan


penurunan gula darah berkisar antara 50-75 mg/dl per jam.
 Tujuan tatalaksana → Menurunkan kadar glukosa darah antara 250
mg/dl hingga 300 mg/dl.

 Apabila kadar glukosa telah mencapai <300 mg/dl maka tambahkan


dektrosa 5% dalam air (D5W) dan kecepatan insulin diturunkan.

 Sebaliknya apabila kadar glukosa darah tidak memperlihatkan


perbaikan maka kecepatan insulin dapat ditingkatkann menjadi 0.1-
0.2U/kg/jam.

 Penurunan kadar gula darah >100mg/dl per jam dianggap terlalu


cepat hingga insulin boleh dihentikan.

 Apabila kadar gula darah <100mg/dl maka insulin dapat dihentikan.


Koreksi Elektrolit
NATRIUM
 Hilang melalui urin selama terjadinya diuresis osmotic
 Hiperglikemia → pergeseran natrium dari intrasel ke ekstrasel → kadar
natrium pada saat diagnosis dapat normal rendah atau tinggi.
 Untuk setia kenaikan gula darah 100 mg/dl di atas nilai normal
(kesepakatannya adalah 100 mg/dl) maka terjadi penurunan kadar
natrium sebesar 1.6 mEq/L.
 Perlu dikoreksis dengan rumus :
Natrium sesungguhnya= Natrium terperiksa + {1.6x(kadar glukosa yang
ditemukan -100)/100}
KALIUM
Pada SHH dengan hipokalemia berat:

 Pemberian insulin dapat memicu semakin beratnya hipokalemia


karena terjadinya pergeseran kalium dari ekstrasel ke intrasel.

 Hipokalemia akan menyebabkan terjadinya aritmia yang fatal selain


kelemahan otot-otot pernapasan

 Pemberian insulin sebaiknya dimulai apabila kadar kalium serum > 3.5
mEq/L.

 Pemberian kalium dilakukan sejak awal tatalaksana rehidrasi dengan


asumsi tidak adanya anuria.

 Dosis yang dianjurkan adalah 40 mEq/L dengan kecepatan tetesan 0.5


mEq/kg/jam (ISPAD Guideline DKA 2009).
Hal Yang perlu dimonitoring
 Hourly: serum glucose, vital signs, clinical assessment of
hydration status

 Every 2-3 hours: serum electrolytes, blood urea nitrogen,


creatinine, osmolality, creatine kinase, determination of
intake/output balance

 Every 3-4 hours: serum calcium, phosphate, magnesium

 Continuous cardiac monitor


Komplikasi Tatalaksana
 Hioglikemia → karena pemakaian insulin yang terlalu agresif atau
pemantauan yang tidak baik.

 Hipokalemia → karena pemakaian insulin, pemberian bikarbnas


natrikus dan rebound hyperglycemia karena penghentian insulin
intravena tidak dialnjutkan degan insulin subkutan.

 Perlu diwaspadai → Edema serebri yang manifes rata-rata 4-12 jam


saat terapi dimulai
 Tanda: nyeri kepala, letargi dan penurunan kesadaran (koma)
 Pemberian cairan rehdrasi yang cepat dan berlebihan
 Pemberian bikarbonat
HIPOGLIKEMIA RINGAN-SEDANG -
BERAT PADA BAYI DAN ANAK

dr. Ayling Sanjaya, M.Kes., Sp.A


• Adalah kondisi di mana kadar glukosa darah
bayi/anak sangat turun.  bayi < 45 mg/dl (2,6
mmol/L) baik dg gejala ataupun tdk ada gejala.

• Sangat berbahaya t.u jk kdr glukosa darah < 25


mg/dl (1,4 mmol/L)

• Ketika kdr glukosa drh rendah sel2 dlm tbh t.u


otak tdk menerima cukup glukosa  tdk dpt
menghas. Cukup energi u/ metab. sel saraf &
otak dpt rusak  palsi cerebral,retardasi
mental,dll
PENYEBAB HIPOGLIKEMIA
• Peningkatan pemakaian glukosa
• Penurunan produksi/simpanan glukosa
• Peningkatan pemakaian glukosa dan atau
penurunan produksi glukosa.
Peningkatan pemakaian glukosa
(hiperinsulin)
• Neonatus dari ibu penderita diabetes.
• Besar masa kehamilan (BMK)
• Neonatus yg menderita eritroblastosis fetalis (isoimunisasi Rh-berat)
• Neonatus dg sindrom Beckwith-Wiedemann (makrosomia,mikrosefali
ringan,omfalokel,makroglosia,hipoglikemia,viseromegali)
• Neonatus dg adenoma pankreatik
• Malposisi kateter arteri umbilikalis
• Ibu yg mendpt terapi spt terbutalin, klorpropamid,tiazid.
• Setelah paska transfusi tukar.
Penurunan produksi/simpanan glukosa
• Prematur
• IUGR
• Asupan kalori yg tdk adekuat
• Penundaan pemberian asupan
Peningkatan pemakaian glukosa & atau
penurunan produksi glukosa
• Stres perinatal: sepsis, syok, asfiksia, hipotermi, respiratory
dystress, paska resusitasi.
• Transfusi tukar
• Defek metab. Karbohidrat: penykt penyimpanan glikogen,
intoleransi fruktosa, galaktosemia.
• Defisiensi endokrin : insufisiensi adrenal, def.hipotalamus,
hipopituarisme kongenital, def. glukagon,def. epinefrin.
• Defek metab. Asam amino: maple syrup urine disease, asidemia
propionat, asidemia metilmalonat, tirosinemia, asidemia glutarat
tipe II, ethylmalonic adipic aciduria.
• Polisitemia
• Ibu mendpt terapi beta bloker (labetalol atau propanolol) atau
steroid.
DIAGNOSIS HIPOGLIKEMIA
• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan penunjang
DIAGNOSIS HIPOGLIKEMIA
ANAMNESIS
• Tremor, jitterness (gerakan tdk beraturan), iritabilitas.
• Kejang, koma
• Letargi, apatis
• Sulit menyusui, muntah shg asupan kurang
• Apneu
• Menangis melengking (high pitched cry) atau lemah
• Sianosis
• Bbrp bayi tdk memberikan gejala
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN FISIK

• Berat lahir ≥ 4000 gram

• Bbrp saat sesudah lahir menunjukkan gejala


sakit spt lemas atau letargi, kejang atau
gangguan napas.
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Pemeriksaan kadar glukosa darah baik dg strip reagen
(glucose stick) ataupun by vena

• Pemrxan urine rutin, khususnya reduksi urin pd waktu yg


sama dg pengambilan sampel gula darah.

• Kadar elektrolit darah jk fasilitas tersedia.

• Jk ditemukan hipoglikemia ygb refrakter atau berat dan jk tlh


diberikan infus glukosa > 1 mgg  perlu dicari penybb
hipoglikemia dg memeriksa : insulin, growth hormone,
kortisol, ACTH, tiroksin, TSH, glukagon, asam amino plasma
atau keton urin.
KLASIFIKASI & MANIFESTASI KLINIS
• Bersifat Sementara
• Biasanya terjadi pada bayi baru lahir
• Penyebab:
NEONATUS • Masukan Glukosa kurang
(starvasi/kelaparan)
• Hiportemia
• Syok
2 • Pada bayi dgn Ibu diabetes
• Bersifat menetap/berulang
• Penyebab:
• Defisiensi hormone
This is placeholder • Hiperinsulinisme
text.
• Kelainan metabolism kabohidrat &
asam amino

BALITA & Penyebab → starvasi, cadangan glikogen rendah,


ANAK pre-diabetes, obat-obatan: insulin pada penderita DM
1, Penyakit sistemik berat, & gangguan endokrin atau
metabolisme
TATALAKSANA HIPOGLIKEMIA
• Cek kdr gula darah dlm usia 1-2 jam u/ bayi yg
punya fc resiko hipoglikemia dan pemberian
minum diberikan tiap 2-3 jam.
• Pemberian ASI
• Bl bayi dg ASI memiliki kdr gula drh rendah tp
kdr benda keton tinggi sebaiknya dikombinasi
dg susu formula.
• Algoritma tatalaksana hipoglikemia 
Terapi darurat
Oksigenasi O2

Pemberian segera bolus Dextrosa 10% 2


cc/kgBB i.v/ oral/bolus sambil menunggu infus
terpasang selama 5 menit dan diulang sesuai
keperluan.

Infus D10% sesuai GIR dan Berat badan dan


umur bayi/anak.
Monitor vital sign, GDS, kegawatan, perburukan
tatalaksana hipoglikemia
• Hitung GIR (glucose infusion rate)  6-8 mg/kgBB/mnt untuk
mencapai kadar gula darah maksimal dpt dinaikkan 2 mg/kgBB/mnt
sampai maksimal 10-12 mg/kgBB/mnt.

• Bl dibutuhkan > 12 mg/kgBB/mnt  pertimb obat2an: glukagon,


kortikosteroid, diaxozide dan konsultasi ke bgn endokrin anak.

• Bl ditemukan hasil GD 36 sd <47 mg/dl 2x berturut turut  infus


Dextrosa 10% sbg tambahan asupan per oral.

• Bl 2x pemeriksaan berturut 2x kadar GD > 47 mg/dl setelah 24 jam


terapi infus glukosa  infus dpt diturunkan bertahap 2
mg/kgBB/mnt setiap 6 jam  pemrxan GD setiap 6 jam  asupan
oral ditingkatkan.
Terapi lanjutan
• Infus glukosa 6-8 mg/kg/mnt

• Kecepatan infus glukosa (GIR) dihitung menurut formula


berikut :

GIR(mg/kg/mnt)=kecepatan cairan(ml/kg/hr) X konsentrasi dextrose (%)


6 X BB
GIR(mg/kg/mnt)=kecepatan cairan(ml/kg/hr) X konsentrasi dextrose (%)

• Periksa ulang kdr glukosa drh setlh 20-30 mnt dan setiap jam
sampai stabil

• Ketika pemberian minum sdh dpt ditoleransi dan nilai


pemantauan glucose bed sdh stabil normal  infus dpt
diturunkan scr bertahap perlu waktu 24-48 jam lebih u/
menghindari kambuhnya hipoglikemia
PEMANTAUAN
• P.U hipoglikemia akan pulih dlm 2-3 hr. bl> 7 hr  konsul ke sub
bagian endokrin anak.
• Bl ibu DM  skrining/uji tapis DM bayinya.

• Bl bayi DM (juvenile DM)  kelola DM nya atau konsultasi ke sub


bagian endokrina anak.

• Memantau kdr glukosa drh t.u dlm 48 jam pertama.

• Semua neonatus beresiko tinggi (spt ibu DM,BBLR) harus ditapis :


- pd saat lahir
- 30 mnt setlh lahir
- Kmdn setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian
minum berjalan baik dan kdr glukosa drh normal tercapai.
PENCEGAHAN HIPOGLIKEMIA
• Menghindari fc risiko yg dpt dicegah

• Pemberian nutrisi sec enteral merup tindakan preventif


tunggal plng penting.

• Jk ibu tdk mgk menyusu  mulai pemberian minum dg


menggunakan sonde dlm waktu 1-3 jam setlh lahir.

• Neonatus yg berisiko tinggi hrs dipantau nilai glukosanya sd


asupannya penuh & 3x pengukuran normal ( sblm
pemberian minum gula drh > 45 mg/dl)

• Jk ini gagal  terapi i.v dg glukosa 10% hrs dimulai dan kdr
glukosa drh hrs dipantau.
Hipoglikemia refraktori

 Kebutuhan glukosa >12 mg/kg/menit menunjukkan adanya


hiperinsulinisme.
 Keadaan ini dapat diperbaiki dengan:
 Hidrokortison: 5 mg/kg IV atau IM setiap 12 jam
 Glukagon 200 μg IV (segera atau infus berkesinambungan10
μg/kg/jam)
 Diazoxid 10 mg/kg/hari setiap 8 jam menghambat sekresi insulin
pankreas
HIPOGLIKEMIA REFRAKTORI

• Kebutuhan glukosa > 12 mg/kg/mnt  adanya


hiperinsulinisme.

• Dpt diperbaiki dg :
- Hidrokortison 5 mg/kg i.v / i.m tiap 12 jam
- Glukagon 200 mikrogram i.v (segera atau infus
berkesinambungan 10 mikrogr/kg/jam)
- Diazoxid 10 mg/kg/hr setiap 8 jam  menghambat
sekresi insulin pankreas.
DIABE
TES
MElLIT
US
TIPE 2
tahun
 Dapat pula terjadi pada semua umur,
masa anak dan remaja (dekade ke-2
kehidupan dengan median usia 13,5
tahun)
 Jarang terjadi sebelum usia
pubertas
 Dulu dikenal sebagai diabetes onset
dewasa, maturity onset diabetes atau
diabetes stabil dan pada anak yang
mempunyai riwayat keluarga
diabetes tipe II dikenal dengan istilah
Maturity Onset Diabetes of the
Young (MODY)
 Bentuk diabetes non ketotik
tidak berhubungan dengan
petanda-petanda HLA pada
kromosom ke-6
 Tidak berhubungan dengan oto-
antibodi terhadap sel pulau
Langerhans
 Penderita tidak tergantung pada
terapi insulin eksogen untuk
mempertahankan kehidupannya
(non-insulin-dependent diabetes
Faktor Resiko
Terutama → obesitas dan riwayat keluarga dengan DM tipe-2
Berat badan lahir rendah (kecil masa kehamilan)
Status gizi buruk (IMT rendah) pada usia 2 tahun

Gambaran klinis anak dan remaja dengan


DM tipe-2
 Bisa bervariasi
 Hiperglikemi tanpa gejala yang ditemukan pada skrining atau pemeriksaan
fisik rutin
 Koma ketoasidosis (25% pasien)
 Status hiperosmolar hiperglikemik yang bisa meningkatkan risiko
 Kelainan sensitivitas jaringan terhadap insulin → insensitivitas atau
resistensi didapatkan pada sebagian besar penderita NIDDM
DIAGNOSIS
 Dibuat berdasarkan ada/ tidaknya gejala klinis DM
 Hasil pengukuran kadar glukosa plasma
 Gejala klinis klasik DM adalah: poliuria, polidipsia, nokturia dan penurunan
berat badan tanpa sebab yang jelas.
 Tanpa adanya gejala klinis DM, pemeriksaan harus diulang pada hari yang
berbeda
 Diagnosis DM tipe-2 ditegakkan melalui dua tahap:
1. Menegakkan diagnosis DM
2. Menentukan tipe DM
Gejala klinik

• Khas :poliuri(enuresis nokturnal


pada anak
besar),polidipsi,polifagi,BB ↓
• Gejala lain : sering infeksi kulit,
mual,muntah,nyeri perut*,sesak
napas*,napas bau
aseton*,dehidrasi*,penurunan
kesadaran*
Kriteria diagnosis
Memenuhi salah satu kriteria sbb:
• Ditemukan gejala klinis dan kadar glukosa darah sewaktu
(GDS) >200mg/dl(11,1mmol/L)
• Pasien asimptomatis di temukan glukosa darah sewaktu
(GDS) > 200mg/dl,atau glukosa darah puasa (GDP) lebih
tinggi dari normal dengan tes toleransi glukosa yang
terganggu > 1x pemeriksaan
Penilaian hasil tes toleransi glukosa(TTG)

• Anak menderita DM bila :


Kadar GDP > 140 mg/dl(7,8mmol/L) atau
Kadar glukosa darah pada jam ke2 >200mg/dl(11,1mmo/L)
• Anak dengan TTG terganggu bila :
Kadar GDP < 140 mg/dl(7.8mmo/L) dan
Kadar glukosa darah pada jam ke2:140-199mg/dl
(7.8-11 mmol/L)
• Normal bila :
Kadar GDP <110 mg/dl(6.7mmol/L) dan
Kadar glukosa darah pada jam ke2 <140mg/dl(7.8mmol/L)
Pemeriksaan penunjang
• Urinalisis :glukosa+,keton+
• Darah perifer :kolesterol↑,trigliserid↑,leukosit↑
• Kadar insulin ↓
• Gangguan keseimbangan elektrolit
• Gangguan keseimbangan asam basa
• HBA1C
• C-Peptide ↓/-
• Islet cell Ab +
Karakteristik DM tipe-
1, tipe-2 dan diabetes
monogenik pada anak
dan remaja
REKOMENDASI UNTUK PEMERIKSAAN
AUTOANTIBODI TERHADAP SEL BETA
PANKREAS
Terdeteksinya autoantibodi bisa:

 menunjukkan kemungkinan perlunya pemberian insulin

lebih awal

 Menunjukkan diperlukannya pengecekan terhadap

penyakit autoimun yang lain, terutama autoimunitas

pada tiroid.

 Mempengaruhi prediksi kemungkinan timbulnya penyakit


SKRINING DM TIPE-2
Kelompok yang berisiko tinggi menderita DM tipe-2 adalah:
 Anak/remaja dengan obesitas
 Ada keluarga dekat yang menderita DM tipe-2 atau penyakit
kardiovaskular
 Ada tanda resistensi insulin:
o akanthosis nigrikans
o Dislipidemia
o Hipertensi
o sindroma ovarium polikistik
Kriteria Diagnosis untuk Pra-Diabetes:

 Glukosa Puasa Terganggu/ Impaired Fasting Glycemia (IFG):


Glukosa plasma puasa 100-125 mg/dL (5,6-6,9 mmol/L)

 Toleransi Glukosa Terganggu (TGT)/ Impaired Glucose Tolerance


(IGT):
Glukosa plasma post-prandial 140-199 mg/dl (7,8-11,1
mmol/L)

DM Tipe-2 Autoimun
 Sering disebut sebagai DM tipe-1,5 atau DM tipe-3 atau double diabetes
 DM tipe-1 pada individu overweight atau obes sehingga telah mengalami
resistensi insulin
 Yang mungkin juga bisa dipertimbangkan masuk ke dalam kelompok ini adalah
LADC (Latent Autoimmune Diabetes in Children) suatu penyakit yang secara
MANAJEMEN DM T
1. Edukasi manajemen diabetes mandiri
2.Modifikasi Gaya Hidup
3. Kadar glukosa darah normal
4. Menurunkan berat badan (karena penderita
DM tipe-2 biasanya obes)
5. Menurunkan asupan karbohidrat dan kalori
6.Meningkatkan kapasitas aktivitas fisik
7.Menghentikan Merokok
8.Mengendalikan penyakit ko-morbid seperti
hipertensi, dislipdemia, nefropati, gangguan
TERAPI INISIA
 Pada pasien yang secara metabolik stabil (tanpa ketosis/ ketoasidosis),
HbA1c < 9% (atau gula darah sewaktu < 250mg/dL)
 Metformin → dimulai dengan dosis 500 mg/ 24 jam (250 mg/ 12 jam, selama 7
hari)
 Bila tidak ada efek samping, dosis bisa dinaikkan 500 mg per minggu selama 3-4
minggu sampai mencapai dosis 1000 mg/ 12 jam
 Menggunakan metformin lepas lambat 2000 mg/ 24 jam
 Meningkatkan dosis lebih dari 2000 mg per hari tidak meningkatkan manfaat.
 Pada pasien yang secara metabolik tidak stabil (dengan ketosis/ ketoasidosis),
HbA1c ≥ 9% (atau gula darah sewaktu ≥ 250 mg/dL)
 Insulin basal diberikan mulai dengan dosis 0,25 -0,5 unit/ kg/ 24 jam
 Metformin juga bisa dimulai kecuali bila ada asidosis
 Perpindahan dari kombinasi insulin dan metformin ke metformin saja dapat
dilakukan dalam waktu 2-6 minggu, dengan menurunkan bertahap dosis insulin
30-50% sambil menaikkan dosis metformin
• Penggunaan monoterapi
dengan metformin selama 3-4
bulan gagal mencapai target TERAPI LANJUT
HbA1c < 6,5%, penambahan
insulin basal sangat dianjurkan
• Penggunaan obat anti diabetes oral lain
seperti:
• Penggunaan metformin dan
• sulfonylurea,
insulin basal sampai dosis 1,2
• meglitinidelrepaglinide,
unit/ kg belum mencapai target
• thiazolidinedione (TZD),
HbA1c, maka bolus insulin kerja
• α-glucosidase inhibitors,
pendek sebelum makan bisa
• incretin mimetics
ditambahkan dengan dosis
• glucagon-like peptide-1 (GLP-1)
titrasi sampai mencapai target
receptor agonist,
HbA1c.
• DPP-IV inhibitors,
• sodium-glucose co-transporter-2
• Cara penghitungan dosis insulin
(SGLT-2) inhibitors
DIABETES MELITUS
TIPE 1 DAN 2
PADA ANAK

dr. Ayling Sanjaya, M.Kes., Sp.A


DEFINISI
• Kelainan sistemik
• Gangguan metabolisme glukosa
• Hiperglikemia kronik
• Akibat proses autoimun
• Rusak sel ß pankreas
• Produksi insulin berkurang/ tdk ada
Klasifikasi DM
(berdasarkan etiologi,ADA 1998)

• DM tipe 1(IDDM)
• DM tipe 2 (NIDDM)
• DM tipe lain
• Gestational diabetes
Epidemiologi

• Insiden bervariasi :Finlandia 43/100.000,Jepang


2/100.000,angka kejadian tertinggi usia < 15 tahun dan di
Amerika pada usia 5-7 tahun dan saat pubertas
• Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan
• 80% DM tipe 1 riwayat DM di keluarga tidak ada
• Faktor genetik dikaitkan dengan faktor HLA
Patofisiologi
• DM tipe 1:
Proses autoimunrusak pankreas sel ß
pankreas produksi insulin berkurang/tidak ada
• DM tipe 2:
Produksi insulin normal or berkurang tp tdk
efektif gangg. penyerapan dan pemakaian
glukosa disel
Gejala klinik

• Khas :poliuri(enuresis nokturnal pada anak


besar),polidipsi,polifagi,BB ↓
• Gejala lain : sering infeksi kulit,
mual,muntah,nyeri perut*,sesak napas*,napas
bau aseton*,dehidrasi*,penurunan kesadaran*
Kriteria diagnosis
Memenuhi salah satu kriteria sbb:
• Ditemukan gejala klinis dan kadar glukosa darah sewaktu
(GDS) >200mg/dl(11,1mmol/L)
• Pasien asimptomatis di temukan glukosa darah sewaktu
(GDS) > 200mg/dl,atau glukosa darah puasa (GDP) lebih
tinggi dari normal dengan tes toleransi glukosa yang
terganggu > 1x pemeriksaan
Penilaian hasil tes toleransi glukosa(TTG)

• Anak menderita DM bila :


Kadar GDP > 140 mg/dl(7,8mmol/L) atau
Kadar glukosa darah pada jam ke2 >200mg/dl(11,1mmo/L)
• Anak dengan TTG terganggu bila :
Kadar GDP < 140 mg/dl(7.8mmo/L) dan
Kadar glukosa darah pada jam ke2:140-199mg/dl
(7.8-11 mmol/L)
• Normal bila :
Kadar GDP <110 mg/dl(6.7mmol/L) dan
Kadar glukosa darah pada jam ke2 <140mg/dl(7.8mmol/L)
Pemeriksaan penunjang
• Urinalisis :glukosa+,keton+
• Darah perifer :kolesterol↑,trigliserid↑,leukosit↑
• Kadar insulin ↓
• Gangguan keseimbangan elektrolit
• Gangguan keseimbangan asam basa
• HBA1C
• C-Peptide ↓/-
• Islet cell Ab +
Pengobatan
• Pemberian insulin
• Pengaturan makan
• Olah raga
• Edukasi
• Pemantauan mandiri(monitoring)
Target kadar glukosa darah

Gula darah (mg/dl)

Umur Preprandial post prandial

Infant 100-200 150-300

Prasekolah 70-180 120-220

Usia sekolah 70-150 120-200


Insulin
• Dosis dipengaruhi : usia,berat badan,lama
menderita,status pubertas,diet,pola OR, gula
darah,status kesehatan anak
• Pasien baru dimulai dosis :
0.5 unit/kgBB/hari
• Penyuntikan: sub kutan dalam
• Tempat penyuntikan:
perut,paha,pantat,lengan atas
Profil insulin
Saat
Puncak Maksimal
Jenis Insulin kerja
(jam) kerja (jam)
(jam)
Short-acting * 0.5 1 -3 6–8

Intermediate-
1-2 4 – 12 18 – 24
acting *
Premixed insulin
0.5 – 1 5–9 18 - 24
30/70 *
Rapid-acting 10 – 20
1–3 3-5
insulin analogue min
Pengaturan makan
• Jumlah kalori : {1000+(usia{tahun}x100}
kal/hari
• Komposisi :60-65% KBH,
15-20% protein
20-25% lemak
• Jadwal makan :3x makan utama dan 3x snack
Tujuan pengaturan makan

• Mencapai dan mempertahankan glukosa darah dalam


batas normal
• Memberikan zat gizi yang adekuat bagi tumbuh
kembang anak
• Mendukung & menjamin kesehatan optimal agar
anak dapat melakukan aktivitas sehari-hari
• Mencegah & mengobati komplikasi
Monitoring kontrol metabolik

• Glukosa darah
• HBA1C (parameter terbaik)

• Tumbuh kembang normal


• HBA1C 7-9%
• Tidak ada hipoglikemi berat dan ketoasidosis
• Kadar glukosa pre prandial 70-150 mg/dl
• Kadar glukosa post prandial < 180-200 mg/dl
Komplikasi
• Jangka pendek (akut):
-Hipoglikemi
-Ketoasidosis diabetikum
• Komplikasi subakut :
-Lipohipertrofi
-Gangguan pertumbuhan dan pubertas
• Jangka panjang :
-Retinopati
-Nefropati
-Neuropati
Ketoasidosis diabetikum

• Merupakan kedaruratan medis penyebab morbiditas dan


mortalitas pada DM tipe 1 perlu terapi secepatnya akibat
gangguan metabolisme glukosa dengan manifestasi :
1.hipeglikemia,(GDS >300mg/dl)
2.hiperketonemia/ketonuri
3.asidosis metabolik(pH<7,3 dan
bikarbonat < 15 mEq/L)
Ketoasidosis diabetikum

• Penyebab :penghentian
insulin,infeksi,trauma,pasien baru DM
• Gejala:poliuri,polifagi,polidipsi,nyeri
perut,muntah,sesak
nafas,dehidrasi,kesadaran↓
• Komplikasi : hipoglikemi,asidosis
persisten,hipokalemi,edem serebri
Prognosis
• Beberapa kriteria menyatakan kontrol yang baik :
-Glukosuria minimal/-
-Ketonuria –
-Ketoasidosis –
-Jarang terjadi hipoglikekemia
-Glukosa PP normal
-HbA1C normal
-Sosialisasi baik
-Pertumbuhan dan perkembangan normal
-Komplikasi
KOLESISTITIS
PADA ANAK
dr. Ayling Sanjaya, M.Kes., Sp.A
Definisi
Kolesistitis
• Inflamasi/peradangan pada kantong empedu yg sering
kali berkaitan dengan kolelitiasis (batu empedu)

• Terjadi karena batu empedu macet pada pembukaan


kantong empedu dan menimbulkan gejala: demam,
rasa sakit, mual, dan komplikasi parah

• Terdapat 2 jenis : AKUT & KRONIS


• Akut lebih jarang daripada kronis pada anak-anak.
• Kolesistitis kronis cenderung kurang diperhatikan.
[Blackwood, 2017]
• Dapat berkaitan dengan batu empedu (Calculous) atau tidak (Acalculous)

• Calculous -> Duktus kistik dipenuhi oleh batu empedu menyebabkan distensi
kandung empedu dan edema dengan stasis bilier dan pertumbuhan bakteri yang
berlebihan. [Guralnick, 2009]
• Acalculous -> Bentuk paling umum dari kolesistitis
• Perlu dirawat dengan pembedahan
akut pada anak-anak (tidak seperti orang dewasa)
[Poddighe, 2015]
• Tingkat kematian diperkirakan> 30%.
[Poddighe, 2015]
• Mungkin dirawat secara konservatif, tetapi
mungkin memerlukan pembedahan.
[Poddighe, 2015]
• Faktor risiko untuk kematian = anemia,
trombositopenia, lumpur kandung empedu,
hepatitis, dan sepsis plus hepatitis. [Lu, 2017]
Kolesistitis Akut
• Inflamasi terjadi secara mendadak
• Gejala: nyeri perut berat kuadran kanan/tengah
atas menjalar ke belakang tepat pada tulang belikat
kanan atau daerah clavicular, mual, muntah dan
demam,
• 10%-20% dari pasien dengan batu empedu
memberikan gambaran kolesistitis akut
• Umumnya disebabkan:
 batu kandung empedu (90%)
 sebagian kecil (10%) tanpa adanya batu empedu.
• Review Friesen (2015) 693 kasus kolelitiasis anak,
10% batu empedu pada usia 6 bulan, 21%
ditemukan pada anak usia 6 bulan sampai 10
tahun, dan 69% ditemukan pada orang yang
berusia 11-21 tahun.
Kolesistitis akut sedang (derajat 2)
• Leukositosis
Klasifikasi/Derajat Stadium
• Massa teraba di abdomen
Kolesistitis akut ringan (derajat 1)
kuadran atas
• inflamasi ringan pada kandung
empedu, tanpa disertai disfungsi
• Keluhan berlangsung lebih dari 72
organ
jam
• kolesistektomi dapat dilakukan
• Inflamasi lokal yang jelas
dengan aman dan berisiko rendah.
(peritonitis bilier, abses
perikolesistikus, abses hepar,
• Pasien pada derajat ini tidak
kolesistitis gangrenosa, kolesistitis
memenuhi kriteria untuk
emfisematosa)
kolesistitis sedang dan berat.
• Derajat inflamasi akut pada
stadium ini meningkatkan taraf
kesulitan untuk dilakukan
kolesistektomi.

• Operasi laparoskopi sebaiknya


dilakukan dalam waktu 96 jam
Klasifikasi/Derajat Stadium
Kolesistitis akut berat (derajat 3)

• Disfungsi kardiovaskuler (hipotensi dilatasi dengan dopamin atau


dobutamin)

• Disfungsi neurologis (penurunan kesadaran)

• Disfungsi pernapasan (rasio PaO2/FiO2 <300)

• Disfungsi renal (oliguria, kreatitin >2mg/dL)

• Disfungsi hepar (PT-INR > 1,5)

• Disfungsi hematologi (trombosit <100.000/mm)


Kolesistitis Kronik
• Kondisi yang kurang serius & ditandai oleh peradangan intensitas rendah
berlangsung lama

• Gejala: seperti serangan kolesistitis akut berulang, nyeri perut ringan, atau
tanpa gejala apapun

• Dinding kandung empedu rusak seiring waktu -> ukuran berkurang

• Organ menjadi menebal dan berkarat, kehilangan kemampuannya untuk


menahan dan melepaskan empedu

• Penyebab sebagian besar penyakit radang pada pasien anak

• Data menunjukkan bahwa sebagian besar pasien anak mengalami beberapa


episode peradangan sebelum kolesistektomi
Etiologi
o Gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu, statis empedu dan infeksi kandung
Klasifikasi
empedu Batu Empedu:

1. Batu kolesterol -> oval, multifocal atau mulberry, mengandung >70%


kolesterol

2. Batu Pigmen -> kalsium bilirubinat( batu pigmen coklat): lunak & mudah
di hancurkan, batu terbentuk di saluran empedu dalam bentuk empedu
yang terinfeksi. Batu pigmen hitam(Polymerized bilirubin): tidak
berbentuk, seperti bubuk & kaya zat sisa yg tak terekstrasi, ditemukan pd
pasien hemolysis kronik/ sirosis hati

3. Batu Campuran -> antara kolesterol & pigmen, mengandung campuran


20-50% kolesterol
Gejala Klinis
 Asimtomatik -> kurang dari 25% pasien asimtomatik, merasakan gejala yang
membutuhkan intervensi setelah periode 5 tahun

 Simtomatik
 Nyeri epigastrium & melokalisasi di Righ Upper Quadran (RUQ)
 Kolik bilier >15 menit
 Nyeri 30-60 menit pascaprandial kuadran kanan atas, biasanya di
presipitasi makanan berlemak
 Berakhir setelah beberapa jam kemudian pulih
 Mual dan muntah
 Demam, takikardia
 Murphy sign: (30-40% kasus)
 Jaundice (15% pasien)

 Pada anak-anak -> Dapat hadir tanpa banyak temuan klasik; mereka yang
berisiko lebih tinggi untuk adalah pasien dengan penyakit sel sabit, penyakit
serius, persyaratan untuk nutrisi parenteral total yang berkepanjangan (TNP),
kondisi hemolitik, atau anomali kongenital dan bilier
Komplikasi
Kolesistitis Akut: Kolesistitis Kronik:
o Septikemia o Hidrop kandung empedu
o Pembentukan abses di dalam o Empiema kandung empedu
lumen vesika biliaris o Fistel kolesistoenterik
o Nekrosis dengan perforasi lokal o Gallstone Illeus
(abses perikolesistik) o Infeksi
o Fistulisasi ke organ berongga lain o Abses intra abdomen
: duodenum, lambung atau kolon o Peritonitis empedu, cedera
o Peritonitis empedu ductus bilier
o Kolesistitis emfisematosa :
proses peradangan akut yang
melibatkan organisme virulen
pembentuk gas
o Empisema vesika biliaris :
berlanjut supurasi (banyak pus
Patofisiologi

• Peradangan mekanis akibat tekanan intralumen dan regangan yang


menimbulkan iskemia mukosa dan dinding kandung empedu

• Peradangan kimiawi akibat pelepasan lisolesitin (akibat kerja


fosfolipase pada lesitin dalam empedu) dan faktor jaringan local
lainnya

• Peradangan bakteri (50-85% pasien kolesistitis akut)


Diagnosis
1. Pemeriksaan fisik:
• Triad: nyeri akut kuadran kanan atas abdomen,
demam, leukositosis berkisar antara 10.000-15.000
shift to the left
• Bilirubin serum meningkat (<85.5μ mol/L)
• Peningkatan sedang aminotransferase serum (>5 kali
lipat)
• USG menunjukkan batu (90-95% kasus) & penebalan
pada dinding empedu

2. Pemeriksaan laboratorium (kurang akurat)


• Leukositosis dengan pergeseran kiri,
• Level Alanine aminotransferase (ALT) dan aspartate
• Pemeriksaan bilirubin dan alkali fosfatase dapat
mengungkapkan bukti obstruksi CBD
• Tes amilase / lipase digunakan untuk menilai pankreatitis;
amilase juga sedikit meningkat pada kolesistitis
Portfolio Presentation
• Tingkat alkali fosfatase dapat meningkat (25% pasien dengan
kolesistitis)
• Urinalisis digunakan untuk menyingkirkan pielonefritis dan
batu ginjal

Diagnostik dengan imaging


1. Radiography
2. Ultrasonography
3. Computed tomography (CT)
4. Magnetic resonance imaging (MRI)
5. Hepatobiliary scintigraphy
6. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
Rekomendasi Imaging dari American College of
Radiology (ACR)
1. Ultrasonografi adalah tes pencitraan awal yang lebih disukai untuk diagnosis
kolesistitis akut; scintigraphy adalah alternatif yang lebih disukai

2. CT adalah tes pencitraan sekunder yang dapat mengidentifikasi gangguan


ekstrabiliary dan komplikasi kolesistitis akut

3. CT dengan kontras intravena (IV) berguna dalam mendiagnosis kolesistitis akut


pada pasien dengan nyeri perut nonspesifik

4. MRI, seringkali dengan media kontras berbasis gadolinium IV, juga merupakan
pilihan sekunder untuk mengkonfirmasi diagnosis kolesistitis akut.

5. MRI tanpa kontras berguna untuk menghilangkan paparan radiasi pada wanita
hamil ketika ultrasonografi belum menghasilkan diagnosis yang jelas

6. Agen kontras sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan dialisis kecuali
benar-benar diperlukan
Penatalaksanaan
 Koservatif
• Lisis batu dengan obat-obatan ->disolusi
• Litrotipsi (ESWL)

 Terapi Diet
• Makanan cair rendah lemak
• Hindari kolesterol tinggi (terutama hewani)
• Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat
• Buah yang dimasak
• Nasi ketela
• Daging tanpa lemak
• Sayuran yang tidak membentuk gas
• Roti
• Kopi/teh
Penatalaksanaan
OPERATIF
• Open kolesistektomi
• Kolesistektomi Laparoskopi
• Kolesistektomi mini laparoskopi
• Kolesistotomi
• ERCP
kontraindikasi
Kolesistektomi Laparoskopik
1. Resiko tinggi terhadap anastesi umum
2. Tanda-tanda perforasi kandung empedu seperti abses,
fistula dan peritonitis
3. Batu empedu yang besar atau dicurigai keganasan
4. Penyakit hati terminal dengan hipertensi portal dan
gangguan sistem pembekuan darah (Wilson E, et al,
2010)
Management Cholecystitis
tergantung pada keparahan kondisi dan ada tidaknya komplikasi

Pada kolesistitis akut, pengobatan awal meliputi istirahat usus, hidrasi IV, koreksi kelainan
elektrolit, analgesia, dan antibiotik IV.
Panduan Sanford - Piperacillin-tazobactam, ampicillin-sulbactam, atau meropenem;
dalam kasus yang mengancam jiwa yang parah, imipenem-cilastatin
Regimen alternatif - Sefalosporin generasi ketiga plus metronidazole
 Emesis dapat diobati dengan antiemetik dan pengisapan nasogastric
Karena perkembangan cepat kolesistitis akalkulus akut menjadi gangren dan
perforasi, pengenalan dini dan intervensi diperlukan.
Perawatan medis suportif: pemulihan stabilitas hemodinamik & cakupan antibiotik
untuk flora enterik gram negatif dan anaerob jika dicurigai adanya infeksi saluran
empedu.
Stimulasi harian kontraksi kandung empedu dengan IV cholecystokinin (CCK) dapat
membantu mencegah pembentukan lumpur kandung empedu pada pasien yang
menerima TPN
Management Cholecystitis
Dalam kasus kolesistitis tanpa komplikasi, pengobatan rawat jalan mungkin

tepat.

Obat-obatan berikut mungkin berguna dalam pengaturan ini:

 Levofloxacin dan metronidazole untuk cakupan antibiotik profilaksis

terhadap organisme yang paling umum

 Antiemetik (misalnya, promethazine atau prochlorperazine) untuk

mengendalikan mual dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit

 Analgesik (mis., Oksikodon / asetaminofen)


Therapy and Antibiotic Treatment
Rekomendasi panduan Sanford -> piperasilin / tazobaktam (Zosyn,
3,375 g IV q6h atau 4,5 g IV q8h), ampisilin / sulbaktam (Unasyn, 3 g IV
q6h), atau meropenem (Merrem, 1 g IV q8h).

Kasus-kasus yang mengancam jiwa yang parah: imipenem / cilastatin


(Primaxin, 500 mg IV q6h).

Regimen alternatif termasuk sefalosporin generasi ketiga plus


metronidazol (Flagyl, dosis pemuatan 1 g IV diikuti dengan 500 mg IV
q6h).

Bakteri yang umumnya dikaitkan dengan kolesistitis termasuk


Escherichia coli dan Bacteroides fragilis, serta spesies Klebsiella,

Anda mungkin juga menyukai