menumbuhkan kesadaran diri (al- wa’iz adz-dzati) yang mempercayai bahwa Sang Pencipta Yang Maha Tinggi nan Agung selalu memperhatikan segala tingkah laku manusia, dan setiap sepak terjangnya pasti memiliki pahala dan dosa. Hukum Islam sebagai hukum yang berasal dari wahyu Allah merupakan hukum yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya. ”Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab (Al- Qur’an) kepadamu Al-Qur'an sebagai kitab suci (Muhammad) dengan umat Islam adalah firman membawa kebenaran, Allah yang diturunkan supaya kamu mengadili kepada Nabi Muhammad SAW antara manusia dengan Seperti yang sampaikan apa yang telah Allah dalam surah an-Nisa’ ayat 105, wahyukan kepadamu, dan yang artinya: jangan lah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang yang berkhianat.” Sebagai upaya ikhtiariyah atas pemahaman Syari’ah Islam, ini menjadi penting untuk memahami keistimewaan Syari’at Islam, yaitu sebagai berikut: Islam mementingkan Rabbani atau kemudahan dan tidak sesekali menyusahkan ketuhanan bermaksud umatnya dalam hal segala hukum, konsep, mengamalkan segala nilai dan peraturan yang ajarannya. Sebagai contoh, solat adalah wajib dan perlu terdapat di dalam Islam dilaksanakan mengikut adalah ditetapkan dan ketetapan rukun. Walau diwahyukan oleh Allah bagaimanapun, jamak dan SWT. Ia bukanlah hasil qasar dibenarkan dalam solat sekiranya seseorang itu pemikiran dan ciptaan bermusafir. manusia. Waq’iyyah yang Syumul bermaksud Islam bermaksud bahwa ajaran merupakan agama yang Islam bersifat praktikal sempurna dan menyeluruh dan realistik, yaitu serta mencakupi segala bersesuaian dengan realiti aspek kehidupan setiap kehidupan manusia. manusia.Allah s.w.t. memiliki segala sifat kesempurnaan dan pengetahuan. “(Yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf: 17- 18). Dalil hukum yang tidak diperselisihkan ada empat, yaitu Alquran, sunnah, ijma’, dan qiyas. (a) Sebagai penguat hukum yang dimuat dalam Alquran. (b) Sebagai penjelas (keterangan terhadap Alquran adalah kitab suci hukum-hukum) yang yang diturunkan kepada dibawa Alquran, dengan Nabi Muhammad saw, macam-macam dengan perantara malaikat penjelasannya seperti jibril dan dituliskan didalam pembatasan arti yang mushaf, dimulai dari surat al- umum, merincikan Fatihah dan diakhiri dengan persoalan-persoalan surat an-nas serta berpahala pokok dan sebagainya. membacanya. (c) Sebagai pembawa hukum baru yang tidak disinggung oleh Alquran secara tersendiri. Kekuatan ijma’ sebagai sumber (dalil) hukum yang mengikat ditentukan oleh Alquran dan Sunnah. Misalnya surah an-Nisa ayat 59 : Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan tatilah Rasul (Nya, dan ulil amri diantara kamu). Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuat, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yag demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Dimaksud dengan qiyas adalah mempersamakan hukum dari peristiwa yang belum ada ketentuannya dengan hukum pada peristiwa yang sudah ada ketentuannya. Sebab diantara kedua peristiwa tersebut terdapat segi persamaan (‘illat). Dalam Islam, aturan praktik kehidupan kita sehari-hari disebut sebagai hukum Islam. Literatur islam menyatakan hukum sebagai isbatu syaiin au nafyun ‘anhu (menetapkan sesuatu pada sesuatu atau tidak menetapkan). Wajib atau sering Merupakan hukum disebut ijab merupakan yang apabila dikerjakan khitab pernyataan Allah swt berpahala, namun bila yang menuntut kita untuk ditinggalkan tidak berdosa. melaksanakan sesuatu. Dengan kata lain, perbuatan itu mempunyai status fardu atau wajib, yang berarti mendapatkan pahala bila dikerjakan danmendapatkan dosa bila ditinggalkan. Pada dasarnya,segala perbuatan dalam bidang muamalah dibolehkan selama tidak ada dalil yang mengharamkannya. Prinsip ini dalam ilmu usul fikih disebut Bara’ah Asliyah (bebas menurut asalnya) dan sesuai dangan salah satu kaidah usul fikih. “Dihalalkan bagimu hewan buruan laut dan makanan( yang berasal) dari laut sebagai makan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan.” (Q.S al-maidah; 96) Merupakan hukum yang apabila dikerjakan tidak berdosa, namun apabila ditinggalkan berpahala, seperti contohnya: Makan dan minum sambil berdiri. Bewudhu di kamar mandi. Para ulama membagi haram ini dalam dua kelompok yaitu haram lizatihi dan haram ligairihi.
Haram lizatihi yaitu Haram dengan dirinya sendiri.
Perbuatan-perbuatan yang jelas ditetapkan oleh Allah dan Rasulullah sebagai haram sejak semula karena secara tegas secara tegas mengandung kemafsadatan (kerusakan) termasuk dalam kelompok Seperti mencuri, minum miras,dsb. Haram ligairihi. Haram dengan sebab dari luar dirinya. Haram ini kadang kala disebut juga sebagai haram li ardihi. Perbuatan–perbuatan yang termasuk dalam kelompok ini sebenarnya sesuatu yang tidak haram, tetaoi kemudian menjadi haram karena sebab-sebab diluar perbuatan itu.Misalnya makan bakso tanpa bayar maka menjadi haram, padahal bakso adalah makanan yang halal. Takhyri artinya memilih. Maksudnya, ada kalanya Allah memberi kebebasan kepada mukallaf untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan. Hukum ini disebut ibahah (mubah), halal atau jaiz (boleh). Dengan kata lain, perbuatan itu boleh dikerjakan atau tidak dikerjakan tanpa membawa konsekuensi apapun, baik pahala maupun dosa. Kata wad’I diartikan sebagai kondisi, keadaan, posisi. Hukun wad’i dipahami sebagai khitab Allah yang menyatakan bahwa terjadinya sesuatu merupakan sebab, syarat, atau penghalang bagi adanya yang lain. Hukum Islam sebagai hukum yang berasal dari wahyu Allah merupakan hukum yang tidak dapat diragukan lagi kebenarannya. Kedudukan hukum Islam merupakan sangat penting dan wajib diikuti oleh para pemeluknya. Hukum Islam memiliki ciri khas tertentu, yaitu adalah: Rabbani (Ketuhanan), Al-Thabat wa al-Murunah (Tetap dan anjal), Waq’iyyah (Realistik), Syumul (Menyeluruh), Merasa di dalam Pengawasan Allah. Sumber hukum Islam berasal dari Al-Qur’an, Sunnah Rasul (Hadist), Ijma’, dan Qiyas. Pembagian hukum dalam Islam ada beberapa bagian, yaitu: Hukum Taklifi (Wajib, Sunnah, Makruh, Mubah, dan Haram), Hukum Takhyri, Hukum Wad’i Hukum Islam hukumnya wajib diikuti oleh pemeluk agama Islam, agar senantiasa tetap dalam jalan yang benar dan jauh dari murka ALLAH Ta’ala.